You are on page 1of 20

2012

ANALISIS SPASIAL FENOMENA URBAN SPRAWL DI KOTA PURWOKERTO

Kelompok: 1. 2. 3. 4. 5. Marizha Ayu J Meytria Putra Muh. Rosyid N.A Noviati Winda Rumbadini

PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kota Purwokerto merupakan salah satu kota yang berkembang di Jawa bagian tengah. Perkembangan kota ini tidak lepas dari posisinya sebagai ibukota Kabupaten Banyumas. Kedudukannya sebagai pusat pemerintahan sekaligus mendukung perkembangan sentra perdagangan dan industri. Kota Purwokerto saat ini menjadi pusat pertumbuhan sentra-sentra perekonomian perkantoran, di Kabupaten Banyumas. Pusat-pusat pemerintahan, bisnis baik

pendidikan,

perbankan,

kantong-kantong

perdagangan, industri maupun usaha jasa tumbuh dan berkembang menjadi daya tarik arus perpindahan penduduk. Mereka yang datang dan terus memadati Kota Purwokerto tidak saja berasal dari daerah-daerah pinggiran di wilayah Kabupaten Banyumas, tetapi juga dari luar daerah. Hal ini di satu sisi mendatangkan keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi dan kemajuan Kota Purwokerto, tetapi di sisi lain menyisakan masalah-masalah kependudukan seperti semakin padatnya kawasan permukiman dan pencemaran lingkungan. Pertambahan jumlah penduduk secara langsung berpengaruh terhadap pemanfaatan lahan Kota Purwokerto yang saat ini didominasi oleh permukiman. Perkembangan permukiman di sentral kota menjadikan wilayah ini jenuh permukiman sehingga nilainya sebagai wilayah layak huni memilih untuk menghuni daerah pinggiran kota karena kemampuan mereka untuk mengakses berbagai fasilitas di pusat kota. Perlahan, daerah pinggiran pun kemudian berbenah diri menyediakan fasilitas untuk pendatang. Seiring berjalannya waktu, daerah penggiran berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan dan mampu menyukupi kebutuhan masyarakatnya. Akibatnya muncul fenomena yang disebut dengan urban sprawl atau pemekaran kota. Perkembangan Kota Purwokerto pun menjadi menarik untuk dikaji. Bagaimana pola yang terbentuk, bagaiman proses perubahannya, bagaimana kecenderungannya dan apa faktor pendorongnya menjadi pokok bahasan utama dalam makalah ini.

b. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola keruangan Kota Purwokerto? 2. Bagaimana struktur keruangan Kota Purwokerto? 3. Bagaimana proses keruangan Kota Purwokerto? 4. Bagaimana interaksi keruangan yang terjadi? 5. Bagaimana kecenderungan keruangan yang terbentuk?

c. Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan pola keruangan Kota Purwokerto 2. Mendeskripsikan struktur keruangan Kota Purwokerto 3. Mendeskripsikan proses keruangan Kota Purwokerto 4. Mendeskripsikan interaksi keruangan yang terjadi di Kota Purwokerto 5. Mendeskripsikan kecenderungan keruangan yang terbentuk di Kota Purwokerto

KAJIAN TEORI

a. Definisi Urban Sprawl Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban didefinisikan sebagai sebuah kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagai pergi, datang, atau tersebar secara irregular (acak). Urban sprawl atau urban terkapar, dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran kota yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana. Yaitu merupakan bentuk pertambahan luas kota secara fisik, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi. Peristiwa pertumbuhan keluar area kota inipun semakin meluas, hingga mencapai area perdesaan, yaitu area yang awalnya memiliki jumlah populasi yang lebih rendah dibanding kota. Fenomena Urban sprawl terjadi saat suatu kota sedang mengalami pertumbuhan, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah populasi penduduk dan jumlah area lahan secara acak. Fenomena Urban sprawl ini memiliki dampak yang positif, yaitu menjadikan rumah berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun, fenomena ini ternyata juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi komunitas di sekitarnya. Banyak masalah perkotaan yang muncul baru-baru ini, akibat adanya pemekaran wilayah keluar area kota. Beberapa contoh yang fenomena Urban sprawl yang dapat kita tinjau adalah kawasan metropolitan Detabek, Depok-Tangerang-Bekasi dan yang terjadi di Amerika Serikat belakangan ini. Depok, Tangerang dan Bekasi sebenarnya merupakan daerah sprawl dari Metropolitan Jakarta. Mahalnya harga pertanahan di pusat kota, dan daerah perkotaan menjadi faktor utama yang menyebabkan banyak dari penduduk yang Jakarta berinisiatif untuk mencari lahan di pinggiran kota. Sama halnya dengan yang terjadi di Amerika Serikat, Sebelum tahun 1945, masyarakat Amerika hidup di lingkungan yang aman dan nyaman. Masyarakat tinggal di lingkungan perumahan yang biasa disebut sebagai Garden City Model (model kota taman) yang diperkenalkan

oleh Ebenezer Howard. Kota kecil seperti ini mempunyai filosofi mengkombinasikan berbagai fungsi penunjang kehidupan untuk masyarakat dengan beragam penghasilan serta kemudahan untuk menjangkau fasilitasfasilitas tersebut, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki (walkable). Akan tetapi setelah perang dunia ke dua, mulai dibangun mall, pusat pertokoan, jalan bebas hambatan (highway) dan infrastruktur yang jangkauannya harus ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor (automobilecentris). Hal ini telah mendorong perkembangan perkotaaan yang melebar dan tidak terkendali (urban sprawl) yang terjadi sampai saat ini. Hal ini menyebabkan institusionalisasi daerah-daerah sprawl (sebaran) menjadi daerah administrasi definitif. Kota diarahkan untuk meminimimalisir ketertinggalan pembangunan daerah-daerah sprawl. Pembangunan kawasan permukiman baru dan kawasan fungsi lainnya oleh developer dipinggiran kota termasuk dalam rangka meningkatkan kualitas fisik sprawl.

b. Pola Perkembangan Fisik Kota Perkembangan-perkembangan ini dapat Umumnya proses perkembangan fisik kota (urban sprawl), membentuk pola-pola perkembangan ruang diantaranya adalah: 1. Pola perkembangan fisik kota yang bersifat konsentris (concentric development/low density continous development). Merupakan jenis perkembangan fisik kekotaan yang paling lambat dimana perkembangan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik kekotaan. Karena sifat

perkembangannya yang merata di seluruh bagian luar kenampakan kota yang telah ada, maka tahap berikutnya adalah akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang relatif kompak. Pada pola

perkembangan ini terlihat bahwa peranan jalur transportasi terhadap perkembangannya tidak terlalu nampak.

2. Pola

perkembangan

memanjang

(ribbon

development/lineair

development/axial development). Pola ini menunjukkan keadaan yang tidak merata perkembangan areal kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar dari daerah inti kota. Perkembangan paling cepat terjadi di sepanjang jalur transportasi, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari inti kota. Daerah di sepanjang jalur transportasi mendapatkan tekanan paling berat dari proses perkembangan ini. Melambungnya harga lahan pada kawasan demikian semakin menggoda para pemilik lahan pertanian. Makin cepatnya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan bukan pertanian, meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya aktivitas di luar pertanian, semakin padatnya bangunan semakin memperbesar gangguan terhadap sektor pertanian yang ada di pinggiran kota, sehingga mendorong petani untuk meninggalkan aktivitas pertaniannya dan menjual lahan yang dimilikinya. Bagi masyarakat petani, hasil penjualan lahan ini kemudian diinvestasikan kembali pada lahan yang lebih jauh dari kota sehingga akan memperoleh lahan pertanian yang lebih luas. 3. Pola perkembangan fisik kota lompatan katak (leap frog development / checkerboard development). Pola perkembangan fisik kota jenis ini dinilai paling tidak efisien dan merugikan dari segi ekonomi dan tidak memiliki unsurestetika serta tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran

secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Keadaan ini sangat menyulitkan pemerintah kota sebagai administrator dalam

menyediakan sarana dan prasaran pendukung yang lain, karena akan memerlukan pembiayaan yang lebih tinggi Pembiayaan untuk

pembangunan jaringan listrik, air bersih dan sarana lainnya sangat tidak sebanding dengan yang dilayani, jika dibandingkan dengan daerah

perkotaan yang kompak. Jenis perkembangan ini akan cepat menimbulkan dampak negatif pada sektor pertanian pada wilayah yang luas, sehingga

akan menurunkan produktivitasnya. Di samping beberapa faktor-faktor pendorong yang telahdisebutkan di atas, kegiatan spekulasi lahan pada daerah-daerah yang belum terbangun sangat mencolok sekali adanya. c. Penyebab Terjadinya Urban Sprawl Urban sprawl adalah suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah, dengan kata lain terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah luar. Lebih jauh lagi, definisi dari urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari wilayah yang bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan. Perdesaan yang selama ini dianggap sebagai penyokong kehidupan perkotaan, yang membantu kota dalam pemenuhan kebutuhannya terutama dalam bidang pertanian, budidaya, kawasan lindung dan non-industri, justru mengalami kenaikan tingkat fungsi guna lahan, menjadi kawasan permukiman padat penduduk, bahkan kawasan industri. Urban sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota. Banyak alasan yang mendasari terjadinya fenomena urban sprawl ini. Mulai dari perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran kota, asumsi harga lahan yang lebih murah dan terjangkau serta kondisi udara yang masih sehat, belum banyak tercemari seperti pusat kota. Selain itu alasan yang juga menyebabkan masyarakat memilih tinggal diarea pinggiran kota adalah karena belum terlalu padat penduduk yang ada disana, jika dibandingkan dengan kawasan perkotaan, Ditambah karena memiliki akses yang dekat untuk menuju ke pusat kota. Seiring berjalannya waktu, dengan semakin meningkatnya pendapatan mereka, penduduk yang semula menyewa rumah diarea perkotaan karena ingin dekat dengan tempat dimana mereka bekerja, sebagian besar/ mayoritas memilih untuk tinggal di luar kota (pinggiran kota) agar dapat memiliki rumah tinggal sendiri. Walaupun pada sebagian penduduk yang

berpenghasilan rendah dengan terpaksa menempati rumah tinggal yang sempit dan kumuh, asalkan rumah tersebut miliknya sendiri. Sehingga biaya sewa rumah tidak lagi menjadi beban bagi anggaran rutin mereka. Karena tidak terlalu dekatnya tempat tinggal mereka dengan lokasi dimana mereka bekerja, masyarakat di pinggiran kota yang lebih cenderung menggunakan moda kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil pribadi untuk menuju lokasi kegiatan mereka yang lebih terkonsentrasi di pusat kota. Sedangkan banyaknya angkutan umum bermotor seperti bus, oplet dan taxi dapat mengindikasikan terjadinya fenomena urban sprawl ini. Dimana salah satu alasannya adalah pembuktian bahwa belum memadainya tingkat pelayanan fasilitas bagi masyarakat pinggiran kota, dalam hal ini adalah angkutan umum. Kurangnya pelayanan transportasi (angkutan umum) bagi masyarakat di pinggiran kota untuk menuju pusat kota jika dibandingkan dengan di pusat kota, sehingga gejala ini menjadikan angkutan umum seolaholah disediakan hanya bagi warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi (captive people). Selain perilaku masyarakat mengenai kepemilikan tanah dan transportasi, peran pemerintahpun ternyata juga turut mengambil andil dalam keberadaan fenomena Urban sprawl ini. Keberadaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diyakini masih belum dapat diimplementasikan dalam mencapai tata ruang yang pro-lingkungan. Terlalu banyak kepentingan sosial ekonomi yang ingin dilaksanakan oleh pemerintah setempat, sehingga pada kenyataannya mempengaruhi pelaksanaan RTRW. Hal ini diyakini dapat menyebabkan fungsi lingkungan terabaikan. Rencana awal yang disusun masih baik dalam teori konsep, tetapi karena tidak dapat diimplementasikan maka keberadaannya tidak mampu memformat kota agar dapat terkendali sesuai rencana. Sehingga pemekaran wilayahpun menjadi tidak terstruktur, tidak sesuai dengan rencana awal pembangunan wilayah tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pola Keruangan Kota Purwokerto Urban Sprawl di Kota Purwokerto merupakan salah satu

fenomena geosfer yang jika ditinjau dari ekspresi keruangan merupakan gejala fisik budayawi (physico-artificial phenomena), sedangkan jika ditinjau dari proses terbentuknya merupakan gejala buatan

manusia.nalisismengenai pola keruanagn membutuhkan visualisasi obyek yang akan dikaji, dalam hal ini visualisasi obyek menggunakan citra Google Earth wilayah Purwokerto. Untuk dapat mengkaji pola keruangan Kota Purwokerto, dilakukan melalui tahapan sebagai berikut. 1) Mengabstrasksi Obyek Kajian Dalam tahap ini, abstraksi obyek kajian diperoleh melalui deliniasi penggunaan lahan permukiman pada citra yang sebelumnya sudah diunduh. Kota Purwokerto terbagi menjadi 4 Kecamatan yakni Kecamatan Purwokerto Utara, Kacamatan Purwokerto Timur,

Kecamatan Purwokerto Selatan dan Kecamatan Purwokerto Barat.

Gambar 1. Purwokerto bagian utara tahun 2003 (kiri) dan tahun 2011 (kanan)

Gambar 2 . Purwokerto bagian timur tahun 2003 (kiri) dan tahun 2011 (kanan)

Gambar 3 . Purwokerto bagian selatan tahun 2003 (kiri) dan tahun 2011 (kanan)

Gambar 4 . Purwokerto bagian barat tahun 2003 (kiri) dan tahun 2011 (kanan)

2) Mengklasifikasikan Sebaran Permukiman Dari abstraksi permukiman di Kota Purwokerto dapat diketahui bahwa secara umum, perkembangan kota perwokerto bermula dari tengah kota kemudian menyebar dengan proporsi kekuatan yang seimbang antara wilayah timur, selatan dan barat, serta lebih menonjol perkembangannya di bagaian utara. Hal ini nampak dari permukiman yang dari tahun ke tahun mengalami penambahan kuantitas. Perkembangan Kota Purwokerto sendiri menghasilkan pola yang tidak teratur. Permukiman berkembang mengikuti garis, namun kemudian kumpulan ini semakin berkelompok dan membentuk kelompok kelompok permukiman baru. Sehingga dapat dikatakan bahwa pola yang terbentuk adalah pola sebaran garis mengelompok. Secara umum, perkembangan Kota Purwokerto memiliki pola ribbon development/lineair development/axial development. Pola ini menunjukkan keadaan yang tidak merata perkembangan areal kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar dari daerah inti kota. Perkembangan paling cepat terjadi di sepanjang jalur transportasi, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari inti kota. Daerah di sepanjang jalur transportasi mendapatkan tekanan paling berat dari proses

perkembangan ini. Melambungnya harga lahan pada kawasan demikian semakin menggoda para pemilik lahan pertanian. Makin cepatnya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan bukan

pertanian, meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya aktivitas di luar pertanian, semakin padatnya bangunan semakin memperbesar gangguan terhadap sektor pertanian yang ada di pinggiran kota, sehingga mendorong petani untuk meninggalkan aktivitas pertaniannya dan menjual lahan yang dimilikinya. Dari hasil pengamatan citra time series dapat diketahui bahwa secara umum, Kota Purwoketrto mengalami pemadatan dari segi permukiman. Sedangkan untuk alih fungsi lahan yang terjadi adalah

adanya perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Bangunan ini rata-rata berupa perumahan dan bangunan besar seperti pabrik. 3) Menjawab Pertanyaan Geografis Pola perkembangan permukiman di Kota Purwokerto yang cenderung mengikuti jalur transportasi disebabkan oleh tingginya mobilitas manusia baik masuk maupun keluar kota Purwokerto. Selain itu, kota ini merupakan jalur alternatif menuju Jawa Barat dan Cilacap. Perkembangan kota yang semakin padat nampak di bagian utara dimana jalur ini merupakan jalur transportasi alternatif menuju Jawa Barat dan Jakarta. Pemadatan permukiman pada wilayah utara disebabkan oleh berkembangnya pusat pusat perdagangan. Perkembangan permukiman di bagian utara juga dilatarbelakangi oleh ketersediaan air tanah pada wilayah ini yang melimpah. Namun, keberadaan permukiman ini kemudian memberikan ancaman berupa penurunan muka air tanah sehingga memungkinkan kerusakan lingkungan.

2. Struktur Keruangan Kota Purwokerto Struktur keruangan adalah susunan keruangan suatu fenomena geosfer pada suatu wilayah tertentu. Dalam melakukan analisis mengenai pola permukiman, maka subyek kajian struktur ruang kali ini adalah bentuk pemanfaatan lahan Kota Purwokerto. Dari citra hasil perekaman tahun 2011, diketahui bahwa berdasrkan pemanfaatan lahannya, Kota Purwokerto tersusun dari 3 penggunaan lahan utama yakni permukiman, kebun/perkebunan dan sawah. Pada bagian tengah kota, hampir 100 % pemanfaatan lahan berupa permukiman. Sedangkan pada daerah pinggir kota masih nampak pemanfaatan lahan untuk kegiatan agraris.

Di Ko

Gambar 5 . Arah Perkembangan Kota Purwokerto dalam rekaman citra tahun 2011

3. Proses Keruangan Kota Purwokerto Proses keruangan yang terjadi di Purwokerto akan dijelaskan pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan Purwokerto Utara dan Kecamatan Purwokerto Selatan. Pada Purwokerto Utara, prosesnya dapat diamati dalam citra berikut ini.

Gambar 6 . Proses Keruangan Kota Purwokerto bagian utara

Kota Purwokerto bagian utara selama 8 tahun (2003-2011) telah mengalami berbagai perkembangan. Perkembangan yang paling dominan dan teramati secara jelas adalah pemadatan permukiman. Pemadatan permukiman ini terjadi sedikitnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu: 1) Purwokerto bagian utara hingga Baturaden merupakan wilayah yang memiliki potensi air tanah yang tinggi. Hal ini berbeda dengan Purwokerto bagian Selatan yang berpotensi lebih rendah. 2) Bagian utara merupakan jalur alternatif untuk menuju Jawa Barat dan Jakarta. Perkembangan permukimannya pun mengikuti jalur

transportasi. Selain itu, perkembangan permukimannya cenderung ke arah perdagangan dan bisnis.

Gambar 7 . Proses Keruangan Kota Purwokerto bagian selatan

Proses keruangan yang terjadi di Purwokerto bagian selatan hampir sama dengan bagian utara yaitu berupa pemadatan. Namun, luasan permukiman pun nampak berubah secara signifikan. Jika diamati dengan cermat, wilayah bagian selatan ini banyak dibangun perumahan dan bangunan-bangunan besar seperti pabrik. Perkembangan Purwokerto bagian selatan ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah kota sendiri untuk mengarahkan pemekaran ke arah selatan. Perkembangan ke arah utara dikhawatirkan akan merusak

lingkungan akibat pengambilan air tanah yang berlebih sehingga dapat mencemari lingkungan. Pengembangan kawasan Purwokerto bagian selatan diarahkan untuk mewujudkan daerah ini menjadi Kota Mandiri dimana sumbersumber kehidupan masyarakat utama tersedia, kota dimana didalamnya akan berkembang pusat-pusat kegiatan baru bagi masyarakat. Konsep pengembangan kota yang direncanakan untuk wilayah selatan, menurut adalah kota yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu pengembangan kawasan industri akan diarahkan pada industri-industri non-polutan misalnya industri pengepakkan, elektronika dan industri berbahan baku lokal. Secara lebih detail, kondisi existing Purwokerto bagian selatan yang saat ini diantaranya berupa kawasan pemukiman, kawasan lahan pertanian basah (sawah), kawasan pertanian kering (kebun dan tegalan) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan dikembangkan menjadi kawasan-kawasan pemukiman sehat, pusat perdagangan dan jasa serta kawasan industri nonpolutan. Sejalan dengan itu, berbagai infrastruktur mulai dibangun. Seperti dilakukan pekerjaan perbaikan ruas jalan Gunung Tugel sepanjang 4.929 meter, mulai Karang Klesem Kecamatan Purwokerto Selatan sampai Desa Pegalongan Kecamatan Patikraja. Mengenai peningkatan infrastruktur lainnya, khususnya untuk menyuplai kebutuhan air bersih bagi masyarakat, PDAM Kabupaten Banyumas berencana akan membangun instalasi air bersih dengan memanfaatkan air Sungai Serayu. Karena wilayah Gunung Tugel dan sekitarnya lebih tinggi, maka air Serayu akan ditarik dan diangkat agar bisa disalurkan ke daerah ini. Saat ini menurutnya PDAM telah menyiapkan lahan untuk pembangunan instalasi tersebut. Kemudian mengenai fasilitas pengelolaan sampah, TPA Gunung Tugel dipastikan akan segera dipindahkan ke tempat yang lebih luas dan memadai di Kaliori, Kecamatan Kalibagor.

4. Interaksi Keruangan yang Terjadi di Kota Purwokerto Interaksi keruangan yang terjadi di Purwokerto merupakan bentuk solid interaction jika dilihat dari hierarki keruangan berupa pusat pertumbuhan dan daerah pinggiran. Daerah pinggiran yang masih

memiliki aktivitas pertanian menjadi penyuplai sumberdaya pertanian di pusat Kota Purwokerto. Selain itu, kebutuhan tanaga kerja untuk bekerja di sektor industri, jasa, dan perdagangan di pusat Kota Purwokerto terpenuhi dari daerah pinggiran ini. Interaksi ini kemudian menimbulkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara pusat dan pinggiran. Dengan adanya arus ulang alik ini, jalur transportasi yang menghubungkan wilayah pusat dan pinggiran semakin memadai. Akses masyarakat pinggiran terhadap berbagai fasilitas di kota pun menjadi semakin mudah.

5. Kecenderungan Keruangan yang Terbentuk di Kota Purwokerto Kajian mengenai kecenderungan keruangan pada akhirnya berfungsi untuk menjawab dua hal, yaitu: 1. Arah Perubahan Ruang. Arah perubahan ruang di Kota Purwokerto relatif seimbang antara bagian utara dan selatan. Hal ini dikerenakan sebelumnya arah perkembangan ke utara yang cenderung lebih dominan telah ditekan oleh pemerintah sehingga arah selatan pun mengimbangi

perkembangannya Sedangkan, untuk wilayah barat timur juga terjadi perkembangan walaupun tidak terlalu signifikan. Yang nampak jelas dari

perkembangannya adalah pemadatan permukiman. 2. Kecenderungan dampak yang ditimbulkan Tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena urban sprawl membawa dampak negatif, dianatranya:

1) Semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan sebagai habitat bagi makhluk hidup, selain manusia. Para petani terkadang lebih memilih untuk menjual sawah mereka untuk pengembangan perumahan oleh stakeholders dan meningkatkan persediaan keuangan mereka untuk simpanan dihari tua. Sedangkan kawasan lindung, yang seharusnya memiliki peran untuk melindungi kawasan, serta habitat yang ada didalamnya, keberadaannya juga semakin menyempit karena mengalami perubahan guna lahan, yang dimanfaatkan untuk pembangunan gedung dan perumahan untuk kepentingan manusia. 2) Morfologi kota yang semakin tidak teratur Akibat terjadinya pemekaran kota keluar area yang tidak diawali dengan rencana mengakibatkan morfologi kota menjadi tidak teratur. Terjadi banyak perubahan penggunaan lahan dikawasan yang terkena urban sprawl tersebut, Kondisi existing tidak lagi sesuai dengan rencana awal guna lahan yang tercantum pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Para stakeholders umumnya akan berasumsi bahwa nilai guna ekonomis suatu lahan akan semakin meningkat jika lahan tersebut dijadikan sebagai perumahan, bahkan area komersil yang tentunya akan menguntungkan bagi mereka. 3) Meningkatnya biaya pajak lokasi kawasan permukiman yang semakin meluas dan menjauh, terpisah dari pusat kota, menyebabkan biaya dari penyediaan dan pelayanan fasilitas dan infrastruktur yang semakin mahal karena ongkos kirimnya yang lebih mahal. Sehingga pemerintah lokalpun membutuhkan biaya yang ekstra untuk memperluas jaringan pelayanan yang kemudian meningkatkan harga wajib pajak bagi masyarakat setempat. 4) Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya konsumsi energi oleh manusia. Semakin banyaknya penduduk yang tinggal disuatu wilayah maka semakin banyak sumber daya yang dibutuhkan dari alam untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Semakin banyak juga pengeluaran/ sisa buangan dari proses pengolahannya. Sesuai

dengan fungsi alam yang sebenarnya, yaitu sebagai penyedia sumber daya sekaligus sebagai tempat penampungan/ limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia tersebut. 5) Terjadinya kesenjangan sosial. Karena adanya kawasan kumuh (slum). Daerah slum / slums adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya. dan permukiman liar (squatter settlement).

Selain memberikan dampak negatif, urban sprawl juga memiliki dampak positif diantaranya: 1) Bertambahnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Hal ini menambah jumlah sumberdaya manusia di suatu wilayah. 2) Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota yang terkena dampak, baik perdesaan maupun perkotaan. Karena akibat semakin banyak penduduk yang bermukim disana, semakin banyak aktivitas yang terjadi yang akan meningkatkan perekonomian wilayah. 3) Bertambahnya infrastruktur diwilayah yang terkena dampak, sebagai supply dari pemerintah setempat akan kebutuhan masyarakatnya.

KESIMPULAN Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Pola keruangan Kota Purwokerto Pola perkembangan permukiman di Kota Purwokerto yang cenderung mengikuti jalur transportasi disebabkan oleh tingginya mobilitas manusia baik masuk maupun keluar kota Purwokerto. Selain itu, kota ini merupakan jalur alternatif menuju Jawa Barat dan Cilacap. 2) Struktur keruangan Kota Purwokerto Dari citra hasil perekaman tahun 2011, diketahui bahwa berdasrkan pemanfaatan lahannya, Kota Purwokerto tersusun dari 3 penggunaan lahan utama yakni permukiman, kebun/perkebunan dan sawah. Pada bagian tengah kota, hampir 100 % pemanfaatan lahan berupa permukiman. Sedangkan pada daerah pinggir kota masih nampak pemanfaatan lahan untuk kegiatan agraris. 3) Proses keruangan Kota Purwokerto secara umum meliputi pemadatan dan penambahan luas permukiman 4) Interaksi keruangan yang terjadi di Kota Purwokerto solid interactions 5) Kkecenderungan keruangan yang terbentuk di Kota Purwokerto menimbulkan dampak positif dan negatif

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id diakses pada 22 Juni 2012 http://www.penataanruang.net diakses pada 22 Juni 2012 http://repository.ipb.ac.id diakses pada 22 Juni 2012 http://wartawarga.gunadarma.ac.id diakses pada 22 Juni 2012 http://iplbi.or.id diakses pada 22 Juni 2012

You might also like