You are on page 1of 42

CASE REPORT

MENINGOENSEFALITIS e.c DEMAM TIFOID Dengan BRONKHITIS & SEPSIS

Rini Astriyana Yuliantika J500 060 040 Pembimbing : dr. Bambang Wuriadmojo Sp.PD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Pekerjaan Agama Alamat No RM MRS : Tn.S : 69 tahun : Pedagang : Islam : Matesih , Kr.anyar : xx : 7 Mei 2011
2

ANAMNESIS
Di bangsal Cempaka (8 Mei 2011)

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu, demam naik turun sejak 6 hari yang, demam dirasakan naik saat malam dan menurun pada siang hari. Sebelumnya pasien mengeluhkan kepala pusing, batuk disertai dahak warna putih kental dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, sesak napas, perut terasa sebah, mual, tetapi tidak muntah. Pasien mengalami gangguan bicara. Kedua kaki terlihat sedikit bengkak.
3

Sejak 6 bulan yang lalu pasien sering mengeluhkan sakit pada perut sebelah kanan kambuh-kambuhan disertai demam yang naik turun. Demam membaik bila diberi obat penurun panas. Pasien tidak menggigil dan tidak kejang. Pasien pernah mengobati keluhan nyeri perutnya ke rumah sakit, tetapi keluarga tidak mengetahui jenis obat yang diberikan. Tidak ada riwayat trauma kepala sebelumnya. Tidak ada riwayat batuk pilek dan keluhan nyeri tenggorokan yang sering kambuh-kambuhan. Buang air besar lancar dan tidak diare. Buang air kecil lancar, warna urin normal kekuningan dan tidak pernah mengeluhkan nyeri saat berkemih. Nafsu makan pasien sebelumnya juga tidak ada masalah.
4

Riwayat mondok dengan sakit serupa disangkal

Riwayat faringitis berulang ada


Riwayat infeksi saluran kencing sebelumnya disangkal Riwayat demam rematik tidak diketahui keluarga

pasien Riwayat hipertensi disangkal Riwayat DM disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat batuk lama disangkal Riwayat penyakit kulit disangkal Riwayat trauma kepala disangkal
5

- Riwayat sakit serupa disangkal - Riwayat hipertensi disangkal - Riwayat DM disangkal - Riwayat asma disangkal - Riwayat anggota keluarga atau tetangga yg sakit demam berdarah disangkal - Riwayat anggota keluarga dengan gejala atau sakit tifus disangkal
6

a.

b.

c.

d.

Neuro : tangan bergetar (+), sulit tidur (-), mengantuk yang berlebihan (+) kaku kuduk (+) b. Cardio: dada berdebar - debar (-), nyeri dada (-) Pulmo : sesak nafas (+), radang tenggorokan berulang (-), batuk (+) ,pilek (+) Abdomen : diare (-), sulit BAB (-), perut senep (+), asites (-)
7

Status generalis Kesan umum : lemah Kesadaran : samnolen Gizi : kurang Vital Sign : TD: 110 /70 mmHg Nadi : 88 x/mnt Respirasi: 24 x/mnt Suhu: 37,7 C

Kepala : mesochepal, simetris, oedema palpebra (/-), oedem fasialis(-/-) konjungtiva anemis (-/-)
Lidah : lidah kotor (+)

Leher : peningkatan JVP (-) Pemeriksaan neurologis :

Kaku Kuduk (+) Brudzinski I (+),Brudzinski II (+), kernig (+)


8

Jantung

Inspeksi : tidak tampak retus cordis Jantung Palpasi : kuat angkat Perkusi Kanan atas : SIC II LPS dextra Kanan bawah : SIC IV LPS dextra Kiri atas : SIC II LPS sinistra Kiri bawah : SIC V LMC sinistra Auskultasi Suara jantung : I II intensitas regular, tidak terdapat bising jantung

Paru Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-), fremitus (+/+) N Palpasi : fremitus (+/+) N, ketinggalan gerak(-) Perkusi : sonor di seluruh lapang paru Auskultasi : Suara dasar vesikuler Suara tambahan : Ronkhi basah basal (+/+) Whezing (-/-)

Abdomen Inspeksi :Supel, tidak terlihat massa Auskultasi : Peristaltik dbn, Palpasi : Nyeri tekan pada regio epigastrium Perkusi : Timpani Nyeri ketok costofrenicus (-/-) Auskultasi : Peristaltik (+) Ekstremitas : telapak tangan berkeringat (-/-), flapping tremor (+/+), oedem tungkai minimal (+/+), ikterik (-), sianosis(-)

Hemoglobin : 6,6 gr/dL Eritrosit : 4,45 x 106 uL Hematokrit : 20,5 % MCV : 78,4 pf MCH : 26,5 pg MCHC : 31,9 % Leukosit : 14.800 x103 uL Trombosit: 167.000 x103uL Limfosit : 10,2 % Monosit : 1,1 % Granulosit : 88,7%
GDS : 96 Ureum : 24,5 Creatinin : 1,42 SGOT : 65,2 SGPT : 16,9 HbSAg (-)

Urinalisa Warna Kejernihan Berat jenis pH Lekosit Erytrosit Epitel sel Silinder Jamur Bakteri

: kuning : jagak keruh : 1.030 :7 :2-3 : 9 - 10 : (+) : (-) : (-) : (-)

Widal test S. ParaThypi H : 1/320 S. ParaThypi CH : 1/320

10

DIAGNOSIS BANDING Meningoensefalitis

DIAGNOSIS KERJA Meningitis e.c Demam Tifoid Dengan Bronkhitis & Sepsis Anemia Gravis

USULAN PEMERIKSAAN Urin pagi Widal test USG abdoment

TERAPI : O2 2-3 liter/mnt Transfusi PRC 4 kolf Pasang DC ampicilin 4 x 1 amp Chloramphenicol 4 x 1 amp Aminophylin 1x 500 mg Vit B1, B6, B12 (Neurosanbe) 2 x 1 gr Citi colin 2 x 1 gr Paracetamol 3 x 500 mg

11

FOLLOW UP ( 9 Mei 2011 )

Subjektif : Penurunan kesadaran, lemas, gangguan bicara, sesak, batuk berdahak, dahak sulit dikeluarkan, pilek, mual, muntah , perut sebah. Pasien sedikit gelisah, demam pada malam hari, naik turun dan kembali demam pada pagi hari,, menggigil, nyeri kepala. BAB (-) 1 hari, BAK (+), jumlahnya sedikit berwarna kemerahan. Objektif : KU : Lemah Kesadaran : samnolen TD : 180 / 100 mmHg Suhu : 38,5 C Nadi : 100 x/menit Respirasi : 24 x/menit Paru : Rh +/+, Abdoment : nyeri tekan pada daerah epigastrium Asesment : Meningitis e.c demam tifoid dengan bronkhitis & sepsis

Planing : Terapi lanjut, Lasix 1x1 Asparka 1 x 1 Rubber dr.saraf

12

10 Mei 2011

Penurunan kesadaran, lemas, tidak bisa bicara, sesak, batuk berdahak, dahak sulit dikeluarkan, pilek, mual, muntah , perut sebah. Pasien sedikit gelisah, demam pada malam hari, naik turun, BAB (-) sejak 2 hari, BAK (+) warna kemerahan.

Objektif : KU : Lemah Kesadaran : samnolen


TD : 110 70mmHg Suhu : 37,3C Nadi : 88 x/menit Respirasi : 24 x/menit Paru : Rh +/+, Abdoment : nyeri tekan pada daerah epigastrium

Asesment : Meningitis e.c demam tifoid dengan bronkhitis & sepsis Planing : terapi lanjut
13

11 Mei 2011 Subjektif : Penurunan kesadaran membaik, lemas, tidak bisa bicara, kaki masih terlihat sedikit bengkak, BAB (+) BAK (+) warna urin masih kemerahan. Tidak ada demam, tidak sesak, tidak mual dan muntah, tidak ada nyeri perut. Objektif : TD : 110 / 60mmHg Suhu : 36 C Nadi : 76 x/menit Respirasi : 20 x/menit Paru : Rhonki +/+

Assesment : Meningoensepalitis Thyposa dengan Sepsis

Keadaan Umum membaik dari sebelumnya, pasien dipulangkan atas permintaan keluarga dan berobat jalan

Hemoglobin : 8,6 gr/dL Eritrosit : 3,19 x 106 uL Hematokrit : 26,6 % MCV : 83,4 pf MCH : 27,0 pg MCHC : 32,3 % Leukosit : 10.600 x103 uL Trombosit: 146.000 x103uL Limfosit : 11,5 % Monosit : 0,8% Granulosit : 87,7%

Planing : Thyamphenicol 3 x 500 mg Ampicllyn 4 x 500 mg Antasida syrup 3 x 1

14

15

MENINGOENSEFALITIS

ETIOLOGI
Meningoensefalitis adalah peradangan pada otak (encephalon) dan selaput pembungkusnya (meningen).
Mycobacterium tuberculosis Treponema pallidum spirochete Borrelia burgdorferi Arbovirus, TORCH, Enterovirus, Rabies, Candida albicans, Mucor, Aspergillus fumigatus, Salmonella thyposa Cryptococcus neoformans (Seisyuhada, 2010)

DEFINISI

16

FAKTOR RESIKO

Anak < 6 tahun Orang dengan Imunosupresi Close contact dengan penderita

(Seisyuhada, 2010)
17

Sign and symptom : gabungan gejala meningitis & ensefalitis

Sign: - Pleocytosis ( gabungan PMN dan mononuclear cell) -Increased CSF protein -Decrease or normal CSF glucose Focal necrosis -Kaku kuduk -Peningkatan intracranial pressure -Iritasi selaput otak

Symptom : - Kejang
- Mental confussion - Penurunan kesadaran hingga koma - Severe headache - Demam - Mual dan muntah - Mood alteration -Gejala psychotic - Sudden dementia (chronic)

Trias ensefalitis : - tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas - kejang-kejang - kesadaran menurun (Widodo, 2004)

- Delirium
18

Pada pasien ini terdapat penurunan kesadaran , nyeri kepala, gangguan bicara, kaku kuduk, demam, mual muntah. Peningkatan suhu tubuh sebagai petanda infeksi akut atau sub akut.

19

DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap) CT Scan dan MRI untuk memeriksa bagian otak mana yang mengalami kerusakan EEG : pada sebagian kasus menunjukkan slow waves Lumbar puncture
(Seisyuhada, 2010)

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah rutin, urin rutin, fungsi hati dan ginjal untuk mencari etiologi dan menegakkan diagnosa

20

TERAPI

Tergantung etiologi

Antibiotic : cephalosporin, carbapenem, ampicilin, rifamycin dan vancomycin

Simptomatik Antipiretik Anticonvulsant

Antiviral

: Acyclovir

(Seisyuhada, 2010)

Pada pasien ini diberikan antibiotik sesuai dengan etiologinya yaitu demam tifoid : Ampicilyn & Chloramphenicol
21

Demam Thyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem RES yang bersifat difus, pembentukan mikroasbes dan ulserasi Nodus Peyer di distal ileum. Etiologi : Salmonella Thyposa Mempunyai 3 macam antigen : Antigen O : Dinding sel Antigen H : Flagel Antigen Vi : Kapsul yang melindungi kuman
Sunarjo D, 2008
22

Invasi Salmonella thyphosadiserap di ususmenginvasi sel epitel dan tinggal di lamina propiamengalami fagositosis dan ada di sel mononuklearfolikel limfoid intestin/ nodus Peyer masuk ke pembuluh limfe dan ductus torasikus peredaran darah (bakteremia)hati dan limpa masuk kembali ke peredaran darah (bakteremia)menyebar ke seluruh tubuh limpa, usus dan kandung empedu kuman dilepaskan dari kantung empedu reinfeksi pada usus Pengeluaran Endotoksin oleh Salmonella thyphosa

Merangsang makrofag melepaskan mediator IL1meningkatkan set point hipothalamus (demam); TNFnekrosis jaringan dan melepaskan NO (hipotensi dan syok septik); IL 1+TNFreaksi sistem akut, depresi sumsum tulang (pansitopenia relatif) Aktivasi Faktor XIIDIC
Sunarjo D, 2008
23

Sunarjo D, 2008

Masa inkubasi 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)


Akhir minggu pertama (HIPERPLASIA) Demam sekitar interminten/remiten Lidah kotor, mulut kering, mual muntah Gambaran gejala saluran nafas atas Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/ hepatomegali Raseola mungkin ditemukan
Minggu kedua (NEKROSIS)
Demam kontinu Bradikardia

relatif Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung Lidah tertutup selaput tebal dan kehilangan nafsu makan Nyeri, distensi perut, meteorismus

Minggu Ketiga (ULSERASI) - Disorientasi, bingung, insomnia, lesu dan tidak bersemangat - Wajah tampak toksik : mata berkilat dan mungkin kemerahan, kelopak mata cekung, pucat dan flushing di daerah pipi - Pernafasan cepat dan dangkal - Abdomen tampak lebih distensi - Sewaktu-waktu dapat timbul pendarahan dan perforasi - Pea soap diarrhoea

Pada pasien ini terdapat demam yang intermiten, lidah kotor, mual,muntah, batuk, pilek, konstipasi, dysuria, hematuri, dan

24

Pemeriksaan darah : leukopenia, leukositosis relatif fase akut, mungkin terdapat anemia dan trombositopenia, SGOT dan SGPT Uji serologis Widal : Titer O, H (titer untuk menyatakan seseorang positif thyfoid adalah tergantung dari daerah endemik dan kesepakatan institusi) Isolasi/ biakan kuman (darah, feses, urin atau empedu)
Sunarjo D, 2008

Pada pasien ini terdapat leukositosis, anemia, dan peningkatan SGOT, uji serologis widal (+)
25

Komplikasi di usus halus Pendarahan usus halus Perforasi usus Peritonitis Komplikasi di luar usus halus Manifestasi Pulmonal gangguan nafas atas, bronkitis Manifestasi Hematologis pansitopenia Manifestasi Neuropsikiatri sakit kepala, meningitis, tifoid ensefalopati, koma Manifestasi Kardiovaskular bradikardi relatif - miokarditis Manifestasi Hepatobilier hepatitis hepatobilier asimtomatis ( SGOT dan SGPT), kolesistisis akut dan icterus Manifestasi Urogenital SN, glomerulonefritis Komplikasi lain otitis media, pankreatitis, abses (hati, limpa dan jaringan lunak), dll
Sunarjo D, 2008

Pada pasien ini terdapat manifestasi pulmonal, neuropsikiatri, hepatobilier dan urogenital
26

Non Farmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat Farmakologis : simtomatis antimikroba : chloramphenicol 4 x 500 mg sampai 7 hari bebas demam (pilihan utama) tiamfenicol 4 x 500 mg ampisilin & amoksisilin 50 -150 mg/kgbb selama 2 minggu Pada pasien ini telah diberikan terapi sebagaimana mestinya
Sunarjo D, 2008
27

SEPSIS
Sepsis merupakan respons sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi American College Of Chest Physician dan Society Of Critical Care Medicine tahun 1992 Mendefinisikan sepsis sebagai sindroma respons inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Respons Syndrome / SIRS) sepsis berat dan syok/ renjatan sepstik (Sudoyo W.A, 2009)

(Sudoyo W.A, 2009)

28

SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome). Respons tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 hal atau lebih keadaan berikut: 1) suhu >380C atau <360C 2) frekuensi jantung > 90x.menit 3) frekuensi napas >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg 4) leukosit darah >12000/mm3, <4000/mm3 atau batang >10%

29

Sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oligouria dan penurunan kesadaran.
Sepsis dengan hipotensi yaitu sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi lainnya. Renjatan septik yaitu sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Sudoyo W.A, 2009)

30

ETIOLOGI
Bakteri gram Bakteri gram negatif 70% (pseudomonas positif 20-40% (stafilokokus auriginosa, aureus, klebsiella, enterobakter, stretokokus, echoli, proteus, pneumokokus) neiseria)
Virus (dengue dan herpes) Parasit - jamur oportunistik - protozoa (Falciparum malariae)

31

Patogenesis
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi Sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel (Guntur H.A, 2008).

32

Diagnosis
Manifestasi Klinis
Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai pasiendengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan keadaanhiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan mental (Susantha, 2008).
33

Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya dua atau lebih manifestasi respons inflamasi sistemik dan kecurigaan terdapatnya infeksi. :
suhu >380C atau <360C frekuensi jantung >90x.menit frekuensi napas >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg leukosit darah >12000/mm3, <4000/mm3 atau batang >10% (Rani A.A, 2006)
Semua manifestasi SIRS terdapat pada pasien ini ; suhu tubuh 38,50C, nadi 100x/mnt,dan leukosit 14.800
34

PEMERIKSAN PENUNJANG
pemeriksaan prokalsitonin

laktat
lipopolisakarida (Limulus)

jamur (glukan)

35

Resusitasi

Modifikasi respons inflamasi

PENATALAK SANAAN

Eliminasi sumber infeksi

Terapi suportif

Terapi antimikroba
36

1. Resusitasi Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan (Ginanjar E, 2010).

2. Eliminasi sumber infeksi menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi.1 Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat (Ginanjar E, 2010).

3. Terapi antimikroba Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. (Widodo D, 2004).

37

4. Terapi suportif
a. Oksigenasi

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan. b. Terapi cairan 1) Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. 2) Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. 3) Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL (Widodo D, 2004) Pasien mendapat transfusi PRC sebanyak 4 kolf untuk memperbaiki Hb yang rendah dan oksigenasi
38

c. Vasopresor dan inotropik


Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8g/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5g/kg.menit, phenylepherine 0.58g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone) (Widodo D, 2004).

d. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik (Widodo D, 2004)

39

e. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 g/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis (Widodo D, 2004).

f.

Nutrisi

Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.
40

g. Kontrol gula darah


Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.

h. Gangguan koagulasi
Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.

i.

Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis (Ginanjar E, 2010).
41

DAFTAR PUSTAKA
Ginanjar E., 2010. Sepsis dan Syok Sepsis. http;//abuhamzah.multiply.com/journal/item/8/pusstaka_kedokteran_s epsis. Diakses tanggal 23 Mei 2010 Rani A.A,et all. 2006. Sepsis dalam Panduan Pelayanan Medik. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta Seiyuhada, 2010. Meningoensefalitis, FKUI Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,Setiati S, 2009. Septikemia dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed V; Jilid III; 2323. FKUI Sunarjo D, 2008, Pengelolaan Diare Cair Akut Pada Anak, FKUI Widodo D, Pohan Ht (Editor). Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta: 2004; H.54-88. Widodo J, Govinda A., 2006. Penanganan Sepsis. Dexa Media. Jurnal Kedokteran Dan Farmasi. Subagian Penyakit Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / Rsupn Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
42

You might also like