You are on page 1of 14

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Waham 1.1 Defenisi Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin aneh (misalnyasaya adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia) atau bias pula tidak aneh (hanya sangat tidak mungkin, contoh masyarakat di surge selalu menyertai saya kemanapun saya pergi) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba dkk, 2008). Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah

terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasar akal sehatnya, tidak bias. Atau disebut juga kepercayaan yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2007). Delusi atau waham merupakan gagasan (idea) atau pendapat bahwa seorang individu meyakini sutu kebenaran, yang kemungkinan besar bahkan hamper pasti, jelas, tidak mungkin. Tentu saja, banyak orang memegang keyakinan yang kemungkinan besar bias menjadi salah, seperti keyakinan akan menang lotre. Self deception (penipuan atau pembodohan diri sendiri ) semacam ini berbeda dengan delusi, setidaknya dalam tiga cara atau tiga hal hal berikut :

Universitas Sumatera Utara

Pertama, self-deception tidaklah secara penuh mustahil, sedangkan waham memang sering begitu. Memang mungkin memenangi lotre, tetapi tidak mungkin bahwa tubuh anda menghilang/melarut atau mengambang di udara. Kedua, orang yang memiliki self deception ini kadang-kadang memikirkan keyakinan tersebut, tetapi orang yang mengalami waham cenderung terokupasi (dikuasai) keyakinan sendiri. Orang-orang yang mengalami delusi atau waham mencari bukti-bukti untuk mendukung keyakinan mereka, berusaha untuk menyakinkan orang lain, dan melakukan tindakan-tindakan yang didasari keyakinannya itu, seperti mengajukan tuntutan secara hokum melawan orang-orang yang mereka yakini mencoba mengendalikan pikiran mereka. Ketiga, orang-orang dengan self-deception secara tipikal (khas) mengakui bahwa keyakinan mereka bisa jadi salah, tetapi orang-orang yang mengalami delusi sering kali sangat bertahan untuk mendebat fakta-fakta yang berlawanan (contradicting) dengan keyakinan mereka. Mereka mungkin memandang argumen atau pendapat orang lain yang melawan keyakinan mereka sebagai sebuah konspirasi (persekongkolan) untuk membungkam atau membunuh mereka, dan sebagai bukti benarnya keyakinan mereka (Wiramihardja, 2007). 1.2 Faktor Penyebab Waham pada Pasien Gangguan Jiwa 1.2.1 Faktor Predisposisi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan oleh Towsend 1998 adalah :

Universitas Sumatera Utara

1. Teori Biologis Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap waham:

a.

Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).

b.

Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia.

c.

Teori

biokimia

menyatakan

adanya

peningkatan

dari

dopamin

neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis. 2. Teori Psikososial a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (1998 : 147) menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu kondsi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan anakanak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.

Universitas Sumatera Utara

b.

Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain.

c.

Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian.

1.2.2

Faktor Presipitasi

1. Biologis

Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.

Pada pasien dengan waham, pemeriksa MRI menunjukkan bahwa derajat lobus temporal tidak simetris. Akan tetapi perbedaan ini sangat kecil, sehingga terjadinya waham kemungkinan melibatkan komponen degeneratif dari neuron. Waham somatic terjadi kemungkinan karena disebabkan adanya gangguan sensori

Universitas Sumatera Utara

pada sistem saraf atau kesalahan penafsiran dari input sensori karena terjadi sedikit perubahan pada saraf kortikal akibat penuaan (Boyd, 2005 dalam Purba dkk, 2008).

2. Stres Lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.

3. Pemicu Gejala

Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.

1.3 Sumber Koping

Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,

Universitas Sumatera Utara

ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.

1.4 Tanda dan Gejala Waham

Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, gelisah.

Menurut Kaplan dan shadok( 1997): 1. Status Mental a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas. b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya. c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.

Universitas Sumatera Utara

f. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap., kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar. 2. Sensorium dan kognisi a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi. b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh) c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek. d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan. Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham menurut Keliat (2009): a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, saya ini pejabat departemen kesehatan lho! atau, saya punya tambang emas. b. Waham curiga: Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya. c. Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Universitas Sumatera Utara

Contoh, kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setip hari. d. Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, saya sakit kanker. (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengataka bahwa ia sakit kanker.) e. Waham nihilistic: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kadaan nyata. Misalnya, Ini kana lam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.

2. Kemampuan Pasien Kemampuan seseorang untuk menilai realitas. Kemampuan ini akan menentukan persepsi, respons emosi dan perilaku dalam berelasi dengan realitas kehidupan. Kekacauan perilaku, waham, dan halusinasi adalah salah satu contoh penggambaran gangguan berat dalam kemampuan menilai realitas (RTA). Daya nilai adalah kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai dengan situasi tersebut. 1. Daya Nilai Sosial: kemampuan seseorang untuk menilai situasi secara benar (situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari) dan bertindak yang sesuai dalam situasi tersebut dengan memperhatikan kaidah sosial yang berlaku di dalam kehidupan sosial budayanya. Pada gangguan jiwa berat atau kepribadian antisosial maka daya nilai sosialnya sering terganggu.

Universitas Sumatera Utara

2. Uji Daya Nilai: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai dalam situasi imajiner yang diberikan (Kaplan dan Shadock, 1997) Kemampuan menilai realita berkaitan dengan kemampuan untuk menerima realitas, banyak sekali masalah-masalah kehidupan yang muncul. Perbedaan (discrepancy) antara impuls-impuls, harapan-harapan dan ambisi seseorang bias dilihat di pihak lain, kesempatan dan kemampuan yang bersifat aktual di pihak lainnya. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa pada dasarnya kita dapat menghadapi dua pihak yang bertentangan antara keinginan dan kenyataan (Wiramihardja, 2007). Pada orang-orang yang tidak normal, keinginan dan harapan seringkali terlalu jauh dibandingkan dengan kenyataan. Hal ini disebabkan oleh orientaasi orang tersebut terlalu bersifat subyektif atau terhadap dirinya sendiri saja. Orangorang dewasa atau normal dalam membuat suatu keputusan bahkan merumuskan keinginan senantiasa memperhatikan mengenai kemungkinan suatu keinginan tercapai. Artinya, mempertimbangkan realitas, orientasi bukan hanya pada diri sendiri, tetapi juga pada pihak-pihak lain yang tersangkut. Sebaliknya, pada mereka yang kurang sehat mental, antara keinginan dan kenyataan tidak banyak berbeda, sehingga tidak memperlihatkan adanya motivasi dan usaha (Wiramihardja, 2007). Pada mereka yang dinilai tidak mampu mengenali realitas, sering melakukan apa yang disebut oleh Freud sebagai defends mechanism. Defends mechanism ini bersifat alamiah dan timbul karena individu berkeinginan untuk mempertahankan diri dari ancaman-ancaman yang timbul dari realitas yang tidak mampu ia tanggulangi. Bentuk-bentuk defends mechanism semakin hari semakin

Universitas Sumatera Utara

banyak, karena pada dasarny manusia ingin bertahan dari jenis-jenis ancaman tersebut. Jenis-jenis ancaman ini akan bertambah banyak pada kehidupan yang lebih kompleks atau modern, diantaranya: 1. Denial, yaitu menolak, dalam bentuk melupakan atau melakukan tindakantindakan lain yang bertentangan dengan suatu realitas yang tidak menyenangkannya. 2. Fantasi, yaitu realitas-realitas yang tidak menyenangkan ia persepsikan justru sebagai hal yang menyenangkan. 3. Projection, yaitu menumpahkan pengalaman dan penghayatan atau ingatan yang tidak menyenangkan di dalam dirinya pada hal lain atau pihak lain. 4. Kompensasi, yaitu melakukan tindakan untuk mengurangi atau

menyembunyikan kekurangan yang dirasakannya. Kompensasi berlebih atau over compensation merupakan istilah yang lebih penting dalam wacana gangguan kejiwaan, yang berarti tindakan berlebihan (Wiramihardja, 2007). Menurut Keliat (1998), gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberikan respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Hal ini disebabkan karena terganggunya fungsi kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespon terganggu

Universitas Sumatera Utara

yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tangan) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). 3. Strategi Pertemuan pada Pasien Waham

3.1 Defenisi Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani, dalam asuhan keperawatan jiwa pada pasien waham. 3.2 Tujuan 1. Pasien dapat berorientasi pada realitas secara bertahap 2. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar 3. Pasien mampu berinteraksi denan orang lain dan lingkungannya 4. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar. 3.3 Tindakan 1. Membina Hubungan saling percaya Sebelum memulai mengkaji pasien waham, perawat harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat, tindakan yang harus perawat lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya, yaitu a. b. c. d. Mengucapkan salam terapeutik Berjabat tangan Menjelaskan tujuan interaksi Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.

Universitas Sumatera Utara

2. Membantu orientasi realitas a. b. c. d. Tidak mendukung atau membantah waham Meyakinkan pasien berada dalam keadaan aman Mengobservasi pengaruh waham pada aktifitas sehari-hari Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya. e. Memberikan pujian jika penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas. 3. Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimblkan kecemasan, rasa takut da marah. 4. Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien 5. Mendikusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki 6. Membantu melakukan kemampuan yang dimiliki 7. Mendiskusikan tentang obat yang diminum 8. Melatih minum obat yang benar (Keliat & Akemat, 2009). 3.4 Pembagian Strategi Pertemuan (SP) Pasien Waham SP 1 pasien: Membina hubungan saling percaya; mengidetifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktikan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. SP 2 pasien: Mengidentifikasi mempraktikannya. kemampuan positif pasien dan membantu

Universitas Sumatera Utara

SP 3 pasien: Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar. Strategi Pertemuan Pada Pasien Waham NO A 1. (SP1) Kemampuan / Kompetensi Kemampuan Merawat Pasien 1. Membantu orientasi realita 2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi 3. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian 2. (SP2) 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki 3. Melatih kemampuan yang dimiliki 3. (SP3) 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

3.5 Evaluasi Proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien atau kemampuan, hasil yang diharapkan dari pasien yang mengalami waham setelah diberikan tindakan keperawatan. Pasien mampu:

Universitas Sumatera Utara

a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan b. Berkomunikasi sesuai dengan kenyataan c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh (Purba, 2008).

Universitas Sumatera Utara

You might also like