Professional Documents
Culture Documents
AktivisMahasiswa
ff
Kerjasama JEN (Jaringan Epidemiologi Nasional) Dengan PKBI Daerah Jawa Tengah (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
Jakarta 2009
ff
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA Buku ini merupakan hasil kerjasama antara Jaringan Epidemiologi Nasional (JEN) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Jawa Tengah dengan dukungan Ford Foundation. Dengan harapan buku ini bermanfaat untuk digunakan para aktivis kesehatan reproduksi di lingkungan Perguruan Tinggi. Diterbitkan oleh : Jaringan Epidemiologi Nasional d/a Badan Litbangkes Depkes RI Jl. Percetakan Negara 23A, Jakarta 10560 Telp: (021)426-6063 Fax: 426-6112 180mm x 260mm Segoe 12point Farid Husni, Eisabet Setya Asih Widyastuti, Slamet Riyadi, Harry Kurniawan Ganny Yuniar 978-979-8779-22-0
Ukuran Buku : Ukuran Tulisan : Penyusun : Design Cover & Layout : ISBN :
Informasi ini dapat di akses di: www.mudamudi.net Materi dalam buku ini boleh dikutip, diterjemahkan, digandakan, baik sebagian atau seluruhnya dengan mencantumkan sumbernya secara jelas, tanpa harus membayar biaya copyright, kepada penerbit
Kata Pengantar
I
stilah Advokasi dalam arti harfiah sering diartikan kegiatan bantuan hukum dalam beracara di Pengadilan. Selain itu di era orde baru Advokasi sering menjadi alat yang cukup ampuh buat para pegiat/aktivis LSM untuk menekan pemerintah. Bahkan Advokasi sering diartikan juga untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara yang lebih radikal, atau lebih dikenal dengan istilah revolusioner. Namun dalam perkembangannya, istilah Advokasi tidaklah seseram seperti yang dibayangkan. Advokasi lebih diartikan dengan upaya-upaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah agar selaras dengan tujuan-tujuan dari kelompok masyarakat yang ingin diperjuangkan. Dalam hubungannya dengan Kesehatan Reproduksi, strategi Advokasi digunakan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang berpengaruh langsung kepada masyarakat, khususnya para remaja, yang diutamakan kepada mahasiswa. Oleh karena itu penyusunan Modul Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Aktivis Mahasiswa ini dilakukan, dengan tujuan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan lokal di tingkat Perguruan Tinggi di lingkungan mahasiswa. Oleh karenanya stakeholder yang terlibat lebih diutamakan yang bersifat internal dari lingkungan Perguruan Tinggi, seperti Rektor, Pembantu Rektor, dan juga Dekan. Tujuan akhirnya adalah lahirnya kebijakan-kebijakan internal Perguruan Tinggi yang mampu memberikan wadah dan perlindungan bagi para mahasiswa di Perguruan Tinggi. Kebijakankebijakan tersebut diharapkan berimplikasi kepada perilaku kesehatan reproduksi dan seksual mahasiswa yang lebih positif, dalam artian mampu mengelola organ reproduksi secara bertanggung jawab. Didalam modul ini, strategi Advokasi yang digunakan adalah melalui Executive Brief kepada para stakeholder di Perguruan Tinggi. Dengan penguatan data dan fakta yang dikumpulkan dalam bentuk Fact Sheet, diharapkan para stakeholder dapat diyakinkan tentang pentingnya melahirkan kebijakan-kebijakan internal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Kami mengucapkan terima kasih kepada JEN (Jaringan Epidemiologi Nasional) yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan untuk menyusun modul ini,sehingga dapat selesai menjadi buku yang tentunya sangat bermanfaat untuk digunakan para aktivis kesehatan reproduksi di lingkungan Perguruan Tinggi. Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada para penyusun, mbak Lisa, mas Slam dan mas Harry. Kami meyakini, Buku Modul ini, masih sangat dimungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan, oleh karena itu saran-sarannya sangat kami harapkan. Semarang, 30 Juni 2009 Direktur Pelaksana Daerah PKBI Jawa Tengah Farid Husni i
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Kata Pengantar Daftar Isi Bagian Satu PENDAHULUAN Bab 1 Pendahuluan A. Latar Belakang B. Mengapa Perlu Modul Ini Bab 2 Tujuan, Manfaar dan Sasaran Modul A. Tujuan Modul B. Siapa yang Perlu Menggunakannya? C. Manfaat modul bagi pengguna (fasilitator) D. Sistematika modul E. Panduan Penggunaan Modul Bab 3 Persiapan Pelatihan A. Pembuatan Kerangka Acuan B. Tempat Pelatihan C. Waktu Pelatihan D. Perlengkapan E. Peserta F. Penyelenggara Pelatihan 1 2 5 5 6 6 6 9 10 11 11 11 12 i iii
iii
DAFTAR ISI
Bagian Dua MODUL PELATIHAN Topik 1 Perkenalan Topik 2 Kontrak Belajar Topik 3 Appreciative Inquiry (AI) Menuju Perubahan Positif Topik 4 Aspek Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi Topik 5 Situasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa Topik 6 Apa dan Mengapa Advokasi Topik 7 Mengolah Data Informasi Topik 8 Merancang Executive Brief Topik 9 Menggunakan Executive Brief Sebagai Alat Advokasi Topik 10 Evaluasi Lembar Evaluasi Daftar Pustaka Lampiran 1. Lembaran Kasus Lampiran 2. Bahan bacaan Lampiran 3. Merancang Executive Brief 13 14 16 19 21 25 29 31 34 37 38 40 41 61 85
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
emaja didefinisikan sebagai siapa pun yang berusia 10-24 tahun. Kelompok usia ini perlu mendapatkan perhatian serius, paling tidak terdapat tiga alasan mengapa kelompok ini membutuhkan perhatian lebih.
Pertama, populasi remaja cukup besar, sekitar 1 milyard manusia, hampir 1 diantara 6 manusia di bumi adalah remaja, di Indonesia populasi remaja berkisar antara 28 persen dari jumlah penduduk yang ada (UNFPA, 1997 dikutip oleh PATH & UNFPA, 2000). Kedua, pada masa ini seseorang mengalami perubahan yang bermakna baik secara fisik, mental, maupun sosial yang sering menghadapkan mereka pada berbagai risiko kesehatan reproduksi dan seksual. Ketiga, banyak remaja yang sudah aktif secara seksual, baik yang sudah menikah maupun belum. Kegiatan seksual ini menempatkan mereka pada berbagai risiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan tidak dikehendaki (KTD) yang dapat berakhir dengan aborsi tidak aman, terinfeksi penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks, HIV-AIDS serta kekerasan seksual. Mahasiswa yang termasuk dalam kelompok usia antara remaja akhir dan dewasa awal juga merupakan kelompok yang berisiko, karena kelompok ini mempunyai ciri rasa ingin tahu yang besar sehingga sering bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin tahunya tersebut. Ciri yang lain, mahasiswa juga ingin menunjukkan eksistensinya terutama di lingkungannya. Namun mahasiswa juga rentan terhadap permasalahan kesehatan reproduksi karena berbagai keterbatasan misalnya masih kurangnya pengetahuan seksualitas dan kesehatan reproduksi, terpengaruh oleh teman, tekanan dari teman sebaya, kurangnya kontrol dari orang tua maupun masyarakat-karena sebagian besar mahasiswa tinggal di
tempat kost dan jauh dari pengawasan orang tua, serta belum adanya sistem yang melembaga yang menangani kesehatan reproduksi mahasiswa. Beberapa penelitian yang dilakukan pada komunitas mahasiswa menunjukkan bahwa mahasiswa juga mulai berpacaran. Penelitian mengenai perilaku pacaran mahasiswa yang dilakukan oleh Youth Center (YC) PILAR PKBI Jawa Tengah tahun 2006 di Kota Semarang pada 500 mahasiswa menunjukkan bahwa 69% melakukan kissing, 22% melakukan petting dan 6,2% melakukan intercourse. Oleh karenanya beberapa perguruan tinggi di Semarang, atas inisiatif JEN (Jaringan Epidemiologi Nasional) berupaya membentuk kegiatan reproduksi mahasiswa yang disebut peer educator (PE). Kegiatan ini berbasis pada mahasiswa untuk meningkatkan akses mahasiswa akan informasi dan layanan kesehatan reproduksi dan seksual. Namun lesson learnt yang diperoleh dari kegiatan PE di beberapa perguruan tinggi di Semarang dapat diketahui bahwa kegiatan PE akan berjalan dengan baik bila ada dukungan penuh dari pihak perguruan tinggi, seperti yang sudah dilaksanakan di Unika Soegijapranata Semarang. Pada kenyataannya masih ada beberapa perguruan tinggi yang belum memberikan prioritas bahkan acuh tak acuh serta menganggap program ini tidak penting. Oleh karena itu diperlukan sebuah upaya untuk menyadarkan dan meyakinkan pihak perguruan tinggi melalui kegiatan advokasi. Advokasi secara umum sering diartikan sebagai upaya untuk mengubah kebijakan publik seperti mengubah undang-undang, peraturan daerah atau kebijakan lainnya. Namun, dalam modul ini advokasi yang dimaksud lebih difokuskan di lingkungan perguruan tinggi untuk mengubah cara pandang penentu kebijakan di lingkungan perguruan tinggi seperti rektor, dekan maupun pihak lainnya agar lebih peduli terhadap permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa serta mendukung adanya kegiatan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual bagi mahasiswa.
Reproduksi Mahasiswa ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan di Indonesia, khususnya di bidang advokasi kesehatan reproduksi mahasiswa. Secara khusus modul ini dirancang sebagai panduan pelatihan advokasi kesehatan reproduksi bagi aktivis mahasiswa. Bahwa pada beberapa perguruan tinggi di Indonesia saat ini telah banyak dikembangkan kegiatan pendidik sebaya (peer educator) yang beranggotakan para mahasiswa yang tertarik dengan isu kesehatan reproduksi. Modul ini merupakan panduan teknis pelatihan untuk meningkatkan kapasitas aktivis mahasiswa dalam menyusun langkah-langkah strategis kegiatan advokasi di perguruan tinggi. Seusai pelatihan, diharapkan peserta dapat melakukan kegiatan advokasi internal di lingkungan perguruan tinggi untuk meyakinkan para pemangku kebijakan di lingkungan perguruan tinggi seperti rektor, dekan dan dosen akan pentingnya program kesehatan reproduksi di kalangan mahasiswa, sehingga diharapkan pihak perguruan tinggi memberikan dukungan terhadap program kesehatan reproduksi di lingkungannya.
BAB 2
TUJUAN, MANFAAT, DAN SASARAN MODUL
A. Tujuan Modul
odul ini disususun sebagai pegangan bagi para fasilitator yang akan memberikan pelatihan bagi aktivis mahasiswa, dengan harapan dapat: 1. Memberikan pemahaman mengenai situasi kesehatan reproduksi mahasiswa termasuk dalam kaitannya dengan aspek sosial budaya, sebagai bahan advokasi 2. Memberikan pemahaman mengenai apa dan mengapa advokasi serta bagaimana langkah-langkah advokasi di lingkungan perguruan tinggi 3. Meningkatkan ketrampilan membuat executive brief sebagai salah satu alat untuk melakukan kegiatan advokasi di perguruan tinggi 4. Sebagai acuan dasar dalam mengadvokasi dan mengembangkan kinerja di kelompok peer educator
D. Sistematika Modul
Modul ini terdiri dari tiga bagian, dengan perincian sebagai berikut: Bagian Satu Terdiri dari dua bab, yaitu Bab 1 yang berisi latar belakang dan mengapa perlu modul advokasi kesehatan reproduksi bagi aktivis mahasiswa. Sedangkan Bab 2 berisi tujuan, siapa yang perlu mengunakan modul ini, manfaat bagi pengguna, sistematika modul dan panduan penggunaan modul. Bagian Dua Modul Advokasi Kesehatan Reproduksi Pada modul ini terdapat sepuluh topik yaitu 1. Perkenalan 2. Kontrak belajar 3. Appreciative inquiry menuju perubahan positif 4. Aspek sosial budaya kesehatan reproduksi 5. Situasi kesehatan reproduksi mahasiswa 6. Apa dan mengapa advokasi 7. Merancang agenda advokasi 8. Merancang executive brief 9. Menggunakan executive brief sebagai alat advokasi 10. Evaluasi Pelatihan Lampiran Lampiran berisi lembar bacaan dan lembar studi kasus.
Untuk mendapatkan manfaat yang lebih banyak maka disarankan setiap fasilitor yang akan menyelenggarakan pelatihan agar: 1. Sebaiknya fasilitator sudah membaca buku panduan pelatihan jauh-jauh hari sebelum menyelenggarakan pelatihan. Hal ini penting untuk membantu fasilitator memahami secara utuh sehingga akan lebih mudah untuk membawakan materi ketika kegiatan dilaksanakan 2. Meskipun pengetahuan fasilitator mengenai kesehatan reproduksi sudah baik namun tetap disarankan untuk membaca lembar bacaan 3. Cobalah setiap studi kasus dan role play pada diri anda sendiri, atau secara simulatif dengan teman-teman untuk memprediksi kemungkinan reaksi dan pertanyaan dari peserta. Fasilitator dapat melakukan modifikasi dari masing-masing modul asal tujuannya tercapai. 4. Untuk menghindari kejenuhan dan kebosanan pada saat penyelenggaraan pelatihan, fasilitator dapat meyisipkan ice breaking atau energizing untuk membangun suasana. Dalam hal ini fasilitator perlu mempertimbangkan unsur waktu dan kondisi peserta
BAB 3
PERSIPAN PELATIHAN
ang dimaksud dengan persiapan pelatihan adalah, bagaimana penggagas, penyelenggara maupun fasilitator pelatihan mempersiapkan segala sesuatunya sehingga pelatihan dapat berjalan sesuai dengan harapan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan pelatihan advokasi ini yang secara detail diuraikan berikut ini.
g. Peserta; Berisi jumlah, kriteria dan tata cara untuk menjadi peserta h. Susunan Kepanitiaan; Bila menggunakan panitia pengarah (steering committee) dan panitia pelaksana (organizing committee), perlu disebutkan secara jelas nama dan jabatannya dalam kepanitian tersebut. i. Susunan Acara; Susunan acara biasanya dibuat dalam bentuk tabel berisi waktu, kegiatan dan penanggung jawab atau pengisi materi j. Anggaran; Berisi uraian rinci dan jelas mengenai rencana anggaran kegiatan tersebut yang akan digunakan untuk apa saja serta darimana sumbernya. Penjelasan sumber dana ini menjadi penting, karena akan berimplikasi pada kesiapan dana lokal, bila dana tersebut disepakati bersumber dari pengusul proyek
B. Tempat Pelatihan
Pelatihan dapat diselenggarakan di kampus, hotel maupun tempat pertemuan lainnya yang memiliki daya tampung untuk seluruh peserta dan panitia. Idealnya tempat pelatihan tersebut juga terdapat area untuk diskusi kelompok, serta ada ruangan untuk sekretariat panitia. Bila pelatihan dirancang bagi peserta untuk menginap, maka sebaiknya ruang pelatihan berlokasi di tempat yang mudah dijangkau bagi seluruh peserta. Tata letak dan peralatan ruang pelatihan. Disarankan tata letak ruangan berbentuk tapal kuda atau U-shape, sehingga ada space yang luas di tengah bagi peserta maupun fasilitator untuk beraktivitas Ruangan sebaiknya tidak silau dari sinar matahari, sehingga dapat dilakukan pengaturan cahaya. Hal ini berguna ketika menggunakan slide atau pemutaran film Disarankan peserta menggunakan kursi yang ada papan penulis, tidak menggunakan meja sama sekali. Sebisa mungkin kursi yang ringan sehingga mudah digeser-geser Disarankan fasilitator menggunakan wireless mic sehingga dapat menghemat energi fisik dan memungkinkan mobilitas tinggi Perlu disediakan 4 papan flip chart yang masing-masing berisi 10 lembar kertas flipchart dan spidol, untuk kegiatan diskusi kelompok Idealnya dinding ruang pelatihan terdapat space yang dapat ditempeli kertas flipchart hasil kesepakatan dan diskusi para peserta
10
C. Waktu Pelatihan
Pelatihan ini terdiri dari 10 topik yang membutuhkan waktu 19 sesi, masingmasing sesi 60 menit ditambah acara pembukaan dan penutup. Jumlah hari pelatihan dapat disesuaikan dengan kondisi penyelenggara maupun peserta, namun disarankan peserta pelatihan menginap sehingga ada waktu untuk istirahat, dan menghindari keterlambatan di hari kedua dan selanjutnya. Sebaiknya di malam hari tidak ada sesi, namun dapat diganti dengan penugasan atau malam keakraban. Sehingga pelatihan dapat diselenggarakan selama 3 hari dua malam. Pada lampiran dapat berikan contoh jadual pelatihan.
D. Perlengkapan
Bahan perlengkapan yang perlu disediakan oleh Panitia adalah; Papan Flip chart, White board, Kertas Plano, Selotip/Lakban, Spidol aneka warna, sejumlah peserta, gunting. Akan lebih baik bila tersedia fasilitas Overhead Projector (OHP), atau Liquid Crystal Display (LCD) beserta Laptop/Notebook/Personal Komputer, dengan layar.
E. Peserta
a. Kriteria Peserta Mahasiswa aktivis dari organisasi di perguruan tingginya Mempunyai minat terhadap persoalan-persoalan kesehatan reproduksi remaja Bersedia melakukan kegiatan tindak lanjut dari hasil pelatihan Bersedia menjadi relawan/aktivis kesehatan reproduksi remaja di kampusnya Menunjukkan action setelah pelatihan dengan indikator mampu memberikan advokasi/ informasi melalui media kampus b. Jumlah Peserta Minimal 20 orang maksimal 30 orang. Mereka itu utusan dari perguruan tinggi masing-masing 5 orang. Sehingga dalam pelatihan ini perguruan tinggi yang mengikuti minimal 4 lembaga, maksimal 6 lembaga.
11
c. Seleksi Peserta Penyelenggara sebaiknya mengirimkan undangan peserta kepada perguruan tinggi paling tidak dua kali lipat dari jumlah peserta yang direncanakan. Semisal, penyelenggara menentukan jumlah peserta adalah 30 orang dari 6 perguruan tinggi, maka undangan peserta harus dikirimkan kepada dua belas Perguruan Tinggi. Seleksi peserta perlu dilakukan, dengan cara meminta kepada seluruh peserta yang diundang, untuk mengirimkan; Karangan satu halaman mengenai motivasi peserta, mengapa tertarik mengikuti pelatihan ini, dan Daftar riwayat hidup Panitia menentukan batas waktu penerimaan dokumen-dokumen yang sudah ditentukan, dan menentukan kriteria penilaian atas dokumen yang sudah masuk. Kriteria yang digunakan untuk meyeleksi peserta adalah berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan oleh panitia yang dapat dilihat dalam TOR.
F. Penyelenggara Pelatihan
Pelatihan ini dikhususkan untuk diikuti oleh mahasiswa, karena itu sebaiknya penyelenggara kegiatan pelatihan ini, juga dari lingkungan kampus, karena dianggap sudah cukup mengenal karakteristik mahasiswa yang akan menjadi peserta. Oleh karena itu kriteria penyelenggara untuk kegiatan pelatihan ini adalah: a. Penyelenggara dari lingkungan kampus perguruan tinggi, bisa di lingkungan rektorat ataupun di tingkat fakultas atau bisa juga unit-unit lain di lingkungan kampus seperti lembaga penelitian b. Bersedia meluangkan waktu untuk mengelola atau menjadi penyelenggara kegiatan pelatihan c. Bersedia menugaskan/menyediakan 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) orang yang akan bertugas sebagai panitia penyelenggara d. Personil yang ditugaskan sebaiknya memilki pengalaman dalam mengelola sebuah pelatihan e. Bersedia membuat laporan secara lengkap (narasi dan keuangan) setelah pelatihan selesai
12
TOPIK 1
PERKENALAN
Tujuan Mencairkan suasana Mengakrabkan hubungan diantara peserta dan peserta dengan fasilitator Membuat peserta lebih sensitif terhadap permasalahan reproduksi remaja Metode Permainan; Bola Reproduksi Alat Bantu Bola tenis atau gulungan bola dari kertas Waktu 20 menit Langkah-langkah a. Buka sesi dengan mengucapkan salam dan membangun semangat peserta b. Ajak peserta untuk bermain bola reproduksi. Fasilitator akan melempar bola kepada salah seorang peserta. Peserta yang mendapat bola harus menyebutkan nama panggilan dan masalah kesehatan reproduksi yang pernah dialami atau diketahui (Misal: Bunga - Keputihan ). Berikutnya peserta diminta melempar bola kepada peserta lainnya, hingga semua peserta mendapat giliran c. Jelaskan tujuan dan makna dari permainan ini. Inti permainan adalah agar peserta saling mengenal satu sama lain serta membiasakan diri untuk membicarakan permasalahan kesehatan reproduksi remaja
13
TOPIK 2
KONTRAK BELAJAR
Tujuan Menggali harapan dan kekhawatiran peserta terhadap pelatihan yang akan diselenggarakan Membangun kesepakatan antar peserta dan fasilitator mengenai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses pelatihan, sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik dan lancar Metode Curah pendapat Alat Bantu Kertas plano, spidol, plaster, meta plan. Waktu 70 menit Langkah-langkah a. Menggali harapan dan kekhawatiran peserta Tanyakan kepada peserta apa yang menjadi tujuan mengikuti pelatihan advokasi kesehatan reproduksi? adakah kekhawatiran dalam diri anda untuk mengikuti pelatihan ini? Bagikan dua kertas metaplan yang berbeda warna serta spidol besar kepada masing-masing peserta, dan minta mereka menulis masingmasing satu harapan dan satu kekhawatiran pada masing-masing kertas Minta peserta menempel harapan ke papan harapan dan kekhawatiran pada papan kekhawatiran Ajak peserta untuk meringkas dan menyimpulkan harapan dan kekhawatiran peserta dari metaplan yang tertempel
14
b. Menyusun kesepakatan selama proses belajar Tanyakan kepada peserta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta aturan-aturan yang ingin dibangun selama proses pelatihan berlangsung agar proses pelatihan berjalan sesuai dengan tujuan Susun kesepakatan bersama Tanyakan kepada peserta apakah perlu ada sangsi bila ada peserta maupun fasilitator yang melanggar kesepakatan. Bila perlu, susun sangsi secara bersama-sama Tekankan kepada peserta bahwa kesepakatan tersebut mengikat bagi semua peserta dan hendaknya ditaati Tempel kesepakatan di dinding yang dapat dibaca peserta dengan mudah c. Pembagian tugas Sampaikan kepada peserta mengenai tujuan pembagian tugas untuk memperlancar proses pelatihan. Kelompok yang bertugas dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan misalnya time keeper, ice breaker dan reviewer Bagi peserta sesuai dengan tugas dan jadual yang disepakati Tekankan kepada semua peserta untuk melakukan tugas dengan penuh kesadaran
15
TOPIK 3
APPRECIATIVE INQUIRY (AI) MENUJU PERUBAHAN POSITIF
engalaman masing-masing peserta tentu beragam dan merupakan hal yang menarik untuk diungkap serta mendapat apresiasi. Oleh karena itu pada awal pembelajaran dilakukan proses apresiasi inti positif pengalaman terbaik hidup bersama antar komunitas mahasiswa. Kemudian dari pengalamanpengalaman tersebut, diciptakan mimpi bersama serta merancang apa yang harus dilakukan dan apa yang dapat dilakukan. Tujuan Menggali pengalaman peserta tentang kegiatan kesehatan reproduksi remaja Merumuskan gagasan-gagasan program kesehatan reproduksi Pokok Bahasan Memahami data kasus-kasus kesehatan reproduksi mahasiswa. Upaya-upaya yang harus dilakukan mahasiswa Posisi strategis mahasiswa untuk perubahan Metode dan Media Diskusi kelompok, berbagi pengalaman Waktu Tiga sesi pembelajaran (180 menit) Peralatan dan Bahan a. Peralatan Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD (bila ada)
16
b. Bahan bacaan Bahan bacaan 1 Husni, Farid, 2008. Mengembangkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Mahasiswa: Studi Kasus di Jawa Tengah. Makalah disampaikan pada Konggres Jaringan Epidemiologi Nasional (JEN) XII di Semarang tahun 20-21 Juli 2007, sesi Seminar Nasional Kesehatan Seksual Mahasiswa. Langkah-langkah a. Menjelaskan tujuan sesi ini Jelaskan tujuan sesi ini kepada seluruh peserta (15 menit) b. Bagi peserta berdasarkan kelompok asal perguruan tinggi. Peserta dibagi menjadi 4 atau 5 kelompok berdasarkan asal perguruan tinggi. Setiap kelompok diharapkan menunjuk pelapor (15 menit) c. Peserta diminta melakukan diskusi kelompok (pengalaman, mimpi bersama, dan merancang desain program) 1. Peserta diminta menuliskan pengalaman pribadi masing-masing yang terkait dengan kegiatan kesehatan reproduksi. Informasi ini dapat berupa pengalaman melaksanakan kegiatan kesehatan reproduksi remaja untuk pertama kali (kapan, dimana, bagaimana perasaannya). Atau bisa juga peristiwa melaksanakan kegiatan ceramah, diskusi, siaran radio, seminar, pelatihan kesehatan reproduksi atau sejenisnya (kapan, dimana dan bagaimana tanggapanya). Dari pengalaman masing-masing itu, kemudian menjadi tugas kelompok untuk melakukan rangkuman dari pendapat pribadi. Dari pendapat kelompok ini diharapkan dapat memunculkan informasi mengenai hal-hal yang mendukung dan hal-hal yang menghambat kegiatan kesehatan reproduksi tersebut. (20 menit) 2. Masih dalam kelompok yang sama, peserta diminta merumuskan mimpi bersama mengenai pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja kepada mahasiswa. Apa yang menjadi cita-cita dari masing-masing kelompok. Diharapkan dalam diskusi kelompok ini akan menghasilkan mengenai visi kelompok, strategi yang akan dikembangkan dan upaya-upaya dukungan yang akan dilakukan. (20 menit)
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
17
3. Masih dalam kelompok yang sama, berdasar hasil mimpi bersama setiap kelompok kemudian diminta menyusun rancangan desain program. Misalnya strategi penguatan kapasitas mahasiswa dalam kesehatan reproduksi, maka rancangan desain programnya adalah melakukan pelatihan, studi banding dan lain-lain. Selain itu juga memunculkan informasi mengenai frekuensi kegiatan yang akan dilaksanakan dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. (20 menit) d. Peserta diminta mempresentasikan hasil diskusi kelompok Masing-masing kelompok diminta mempresentasikan hasilnya diskusi mengenai mimpi bersama dan desain rancangan program. (60menit) e. Ajak peserta untuk merumuskan hasil-hasil penting diskusi kelompok Hal penting untuk perumusan yaitu: Pengalaman melaksankan program kesehatan reproduksi di lingkungan mahasiswa? Peran apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa? Catat seluruh jawaban peserta, kemudian ajak peserta untuk merumuskan bersama-sama. (20menit) f. Pertanyaan evaluasi Apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa melihat meningkatnya perilaku seksual beresiko yang dilakukan oleh para mahasiswa? Kegiatan PE untuk mahasiswa Kegiatan konseling mahasiswa Kegiatan edutainment yang menggabungkan unsur pendidikan dan entertain untuk pemberian informasi kesehatan reproduksi. Untuk yang seksual aktif perlu diberikan pendidikan dan pemberian kontrasepsi. g. Bagikan bahan bacaan 1 kemudian sesi ditutup
18
TOPIK 4
ASPEK SOSIAL BUDAYA KESEHATAN REPRODUKSI
Tujuan Untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi Untuk meningkatkan komitmen terhadap isu kesehatan reproduksi Pokok Bahasan Pengertian kesehatan reproduksi Sepuluh domain kesehatan reproduksi Kontroversi kesehatan reproduksi Metode dan Media Ceramah Diskusi Berbagi pengalaman Waktu Satu setengah sesi pembelajaran (90 menit) Peralatan dan Bahan a. Peralatan Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD ( jika ada) b. Bahan Bacaan Bahan bacaan 2 Husni, Farid, 2005. Isu Kesehatan Reproduksi dalam Pilkada, Suara Merdeka, Semarang, Selasa 7 Juni 2005. Langkah-langkah a. Menjelaskan tujuan sesi ini (15 menit) Jelaskan secara singkat tujuan dari sessi ini kepada seluruh peserta
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
19
b. Menjelaskan isi sub pokok bahasan (45 menit) International Conference on Population and Development (ICPD) Kairo tahun 1994 Pengertian Kesehatan Reproduksi Kesehatan fisik mental dan sosial seseorang, bukan saja terbebas dari penyakit maupun kelemahan tetapi berkaitan pula dengan sistim reproduksi, fungsi, dan prosesnya Pengertian 10 Domain Kesehatan Reproduksi Ranah Kesehatan Reproduksi meliputi mulai dari dalam kandungan sampai dengan Lanjut usia (Lansia) Hak-hak Kesehatan Reproduksi vs Nilai Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi ranahnya adalah berbasiskan hak-hak asasi manusia, sementara masyarakat memandang berbasiskan nilai-nilai moral. Benturan/konflik keduanya antara hak melawan nilai moral merupakan fenomena yang sering terjadi dalam memperjuangkan hakhak kesehatan reproduksi di masyarakat. c. Bagikan lembar kasus 1 yaitu kliping koran mengenai kasus aborsi yang dilakukan oleh mahasiswi. Ajak para peserta untuk memberikan komentar tentang kasus tersebut. Pembahasan difokuskan kepada bagaimana konflik hak asasi manusia dengan nilai-nilai moral. (30 menit) d. Simpulkan dan tegaskan kembali tentang perlunya memahami realitas permasalahan kesehatan reproduksi di lingkungan masyarakat, dan kemudian diharapkan dapat memahami pentingnya keselarasan/ kesesuaian antara hak-hak kesehatan reproduksi dengan nilai-nilai moral di masyarakat (10 menit) e. Pertanyaan evaluasi Mengapa isyu kesehatan reproduksi belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah? Jawaban: Kesehatan reproduksi merupakan investasi jangka panjang Program kesehatan reproduksi membutuhkan anggaran yang cukup besar Kesehatan reproduksi sarat bersentuhan dengan masalah moral f. Bagikan bahan bacaan 2 kemudian sesi ditutup
20
TOPIK 5
SITUASI KESEHATAN REPRODUKSI MAHASISWA
ada sesi sebelumnya telah dibahas mengenai isu kesehatan reproduksi secara umum dalam kaitannya dengan aspek sosial dan budaya. Namun dalam rangka merumuskan kegiatan advokasi, mahasiswa juga perlu memahami isu kesehatan reproduksi remaja yang lebih mendasar menyangkut perilaku seksual dan kesehatan reproduksi serta implikasinya terhadap kesehatan masyarakat. Selain itu peserta juga perlu memahami bahwa remaja merupakan kelompok strategis dalam memutus berbagai mata rantai permasalahan kesehatan reproduksi. Tujuan Meningkatkan pengetahuan peserta mengenai perilaku seksual berisiko serta dampaknya bagi kesehatan Meningkatkan pemahaman akan pentingnya posisi mahasiswa sebagai kelompok kunci dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan reproduksi Pokok Bahasan Perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja Dampak perilaku seksual bagi kesehatan reproduksi remaja Metode dan Media a. Berbagi pendapat b. Diskusi kelompok c. Ceramah Waktu Satu setengah sesi pembelajaran (90 menit)
21
Peralatan dan Bahan a. Peralatan Kertas plano, spidol, isolasi kertas, LCD, lembar studi kasus dari kliping media. b. Bahan bacaan Sebelum sesi dimulai, peserta diharapkan sudah membaca bahan bacaan di bawah ini: DKT Indonesia, 2005. Ringkasan Riset: Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar Indonesia, Jakarta Hasil penelitian JEN mengenai seksualitas mahasiswa Path dan UNFPA, 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan yang Bermakna, Out Look, Vol 16 hal.1-8. Langkah-langkah a. Pengantar menuju sesi 3 (10 menit) Jelaskan secara singkat tujuan pembelajaran sesi 3, hasil yang ingin diperoleh di akhir sesi, manfaat sesi ini dalam kaitannya dengan materi yang sudah dan akan diterima selama proses pelatihan serta sekilas metode belajar yang akan dilakukan. (dapat disampaikan dengan presentasi menggunakan power point) b. Identifikasi permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa (15 menit) Ajak peserta untuk sejenak mereview kehidupan mahasiswa di lingkungan kampusnya, apa saja aktivitasnya, apa ciri khasnya serta bagaimana pola pergaulannya terutama yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi Ajukan pertanyaan kepada peserta: Apa sajakah permasalahan kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh mahasiswa di lingkungan kampus masing-masing? Adakah pengalaman yang menarik berkaitan dengan hal tersebut? Minta masing-masing peserta menulis di kertas 5 masalah kesehatan reproduksi yang pernah dijumpai atau dialami di lingkungan kampusnya
22
Minta peserta berpasangan dengan teman sebelahnya untuk mendiskusikan masalah kesehatan reproduksi yang sudah ditulis dan memilih 3 masalah yang paling sering dijumpai Tanyakan kepada peserta hasil diskusi, catat dan kelompokkan jawaban peserta di papan tulis. Gali bila ada pengalaman unik peserta, kemudian simpulkan Key messages: bahwa mahasiswa rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan reproduksi diantaranya: kehamilan tidak dikehendaki, IMS dan HIV/AIDS, kekerasan seksual dan narkoba. Hasil identifikasi ini akan menjadi pengantar untuk masuk ke tahap berikutnya, yaitu memahami permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa c. Memahami permasalahan kesehatan reproduksi mahasiswa Bagi peserta menjadi 4 kelompok secara acak (bisa dengan cara masing-masing peserta berhitung 1 sampai 4 kemudian kelompokkan peserta berdasarkan nomor yang diperoleh atau menggunakan teknik lain) Masing-masing kelompok diminta memberi nama kelompok serta memilih pelapor Bagikan lembar studi kasus 2-5 kepada masing-masing kelompok. Terdapat 4 jenis studi kasus yang berbeda meliputi: kehamilan tidak dikehendaki, Infeksi Menular Seksual (IMS), dan HIV-AIDS, kekerasan seksual dan narkoba di kalangan mahasiswa. (5 menit) Peserta diminta mendiskusikan hal-hal berikut: (30 menit) 1) Permasalahan kesehatan reproduksi apakah yang muncul pada studi kasus tersebut? 2) Apa saja kemungkinan yang melatar belakangi masalah tersebut? Mengapa hal itu bisa terjadi? 3) Apa alternatif solusinya? Dan apa peran yang dapat dilakukan perguruan tinggi untuk mengatasi masalah tersebut? d. Minta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan ajak kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi kemudian simpulkan. (25 menit) e. Pertanyaan evaluasi (5 menit) Apa sajakah masalah kesehatan reproduksi remaja? Dan apa yang melatar belakangi hal tersebut?
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
23
Jawaban: Masalah kesehatan reproduksi remaja: kehamilan tidak dikehendaki yang dapat berakhir dengan aborsi tidak aman, IMS dan HIV/AIDS, narkoba, kekerasan seksual Penyebab permasalahan tersebut: Kurang pengetahuan kesehatan reproduksi Tekanan kelompok sebaya Kurang kontrol dari orang tua dan lingkungan Kesehatan reproduksi masih tabu untuk dibicarakan Kurangnya kemampuan untuk mengelola dorongan seksual f. Key messages: Mahasiswa berpotensi untuk melakukan perilaku berisiko seperti melakukan hubungan seks pranikah, berganti-ganti pasangan, tidak konsisten dalam penggunaan kondom, menyalahgunakan narkoba yang dapat menjadikan mereka rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan reproduksi Mahasiswa juga berpotensi untuk berperan aktif untuk mencegah dan membantu dalam penyelesaian masalah kesehatan reproduksi
24
TOPIK 6
APA DAN MENGAPA ADVOKASI
agian ini akan mengajak peserta untuk memahami pengertian dasar advokasi sehingga mahasiswa mampu membuat kerangka kerja untuk mempengaruhi pengambil kebijakan di perguruan tinggi untuk peduli kesehatan reproduksi. Tujuan Peserta memahami pengertian advokasi Peserta memahami langkah-langkah advokasi Pokok Bahasan a. Pengertian, konsep dan kerangka kerja advokasi kesehatan reproduksi mahasiswa. b. Langkah-langkah advokasi kesehatan reproduksi mahasiswa - Memilih isu strategis - Mengolah data dan informasi - Menyusun executive brief - Menggalang sekutu dan pendukung - Lancarkan tekanan - Pengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan Metode dan Media a. Studi kasus b. Ceramah c. Diskusi kelompok Waktu Tiga sesi pembelajaran (180 menit)
25
Peralatan dan Bahan a. Peralatan Papan tulis, kertas plano, spidol, metaplan, LCD, lembar kasus Fenomena ayam kampus b. Bahan bacaan Pengertian dan Strategi Advokasi Kespro di Perguruan Tinggi Langkah-langkah a. Menjelaskan tujuan sesi ini (10 menit) Jelaskan secara singkat tujuan sesi ini b. Memahami pengertian advokasi Ajukan pertanyaan secara acak kepada seluruh peserta: Menurut kalian, apakah pengertian advokasi itu? (10 menit) Catat semua pokok jawaban peserta di kertas plano tanpa diberi komentar, kecuali minta penjelasan/klarifikasi jika dianggap perlu. (15 menit) Ajak peserta membahas semua jawaban yang ada di kertas plano. (15 menit) Biarkan peserta saling berdiskusi sampai akhirnya peserta tiba pada beberapa kesimpulan mereka sendiri. Tegaskan bahwa hal itu adalah kesimpulan sementara mereka tentang pengertian advokasi. Untuk memperoleh rumusan pengertian akhir yang lebih lengkap, jelaskan melalui presentasi (10 menit) c. Memahami langkah-langkah advokasi kesehatan reproduksi Bagikan lembar kasus Fenomena ayam kampus kepada setiap peserta, minta peserta membaca secara cermat selama 10-15 menit. (10 menit) Setelah semua peserta menyatakan telah selesai membaca, bagi peserta ke dalam 4 kelompok. Setiap kelompok bertugas mendiskusikan kasus tersebut dengan rincian pertanyaan sebagai berikut : (20 menit)
26
Kelompok I: * Apa isu utama dalam kasus tersebut? * Mengapa isu tersebut muncul? Kelompok II: * Apa risiko jika fenomena tersebut tidak ditanggulangi? * Siapa saja yang terkena imbas buruk dari fenomena ini? Kelompok III * Bagaimana cara mengatasi fenomena tersebut? * Faktor-faktor pendukung dan penghambat? Kelompok IV * Memetakan stakeholder * Langkah-langkah advokasi Setelah seluruh kelompok selesai berdiskusi, bagikan setumpuk potongan kartu / metaplan kepada peserta. (5 menit) Minta kepada peserta untuk menuliskan hasil diskusi kelompok ke dalam metaplan. Tekankan tulisan dalam kartu harus besar dan tidak panjang.(4-5 kata) (15 menit) Setelah semua kelompok selesai, minta setiap kelompok secara berurutan menempelkan metaplan di papan tulis/kertas plano. (10 menit) Setelah semua metaplan tertempel, ajaklah peserta mendiskusikan: (20 menit) - Apakah penyebab utama fenomena ayam kampus? - Apa yang terjadi jika hal ini tidak diantisipasi? - Siapa saja stakeholders/pihak di kampus yang berkepentingan dalam masalah ini? Catat dan rangkum hasil diskusi. (20 menit) Ajak peserta untuk menyimpulkan isu strategis dan siapa saja stakeholders di kampus perlu dilibatkan untuk mengatasi fenomena ini. (10 menit)
27
Saat mengidentifikasi tentang stakeholder, jelaskan perlunya mengajak media/pers kampus untuk mendukung proses ini. Untuk melibatkan pers kampus bisa melalui langkah-langkah sebagai berikut: menghubungi kontak person, menentukan agenda dan mengemas isu di media untuk mendukung proses advokasi d. Evaluasi (5 menit) Tunjuk peserta secara acak, kemudian ajukan pertanyaan : Jelaskan pengertian advokasi Jawab: Sebuah usaha sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan kebijakan Susunlah langkah-langkah advokasi yang akan dilaksanakan di kampus dengan mengisi tabel berikut ini (10 menit)
Kegiatan Sasaran Hasil Jadwal Indikator Realisasi Keterangan
28
TOPIK 7
MENGOLAH DATA DAN INFORMASI
etelah menentukan isu strategis, langkah berikutnya adalah mengumpulkan data, lalu diolah dan dikemas menjadi informasi untuk mendukung advokasi. Berbeda dengan pengumpulan data/riset akademis yan mementingkan formalitas baku dalam proses dan hasilnya, riset untuk advokasi lebih mementingkan manfaat praktis dari semua data dan informasi yang dihasilkannya. Tujuan Peserta memahami pengertian dan kaidah dasar pengemasan informasi untuk keperluan advokasi. Pokok Bahasan Pengertian dan kaidah dasar pengemasan informasi untuk keperluan advokasi Metode dan Media a. Ceramah b. Berbagi pengalaman Waktu Satu setengah sesi pembelajaran (90 menit). Peralatan dan Bahan a. Peralatan Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD dan metaplan. b. Bahan bacaan mengolah data dan informasi
29
Langkah-langkah a. Menjelaskan tujuan dari sesi ini (5 menit) b. Tanyakan kepada peserta: apakah di antara mereka ada yang memiliki pengalaman pernah melakukan langsung atau, paling tidak, pernah membaca factsheet/lembar fakta. Jika ada, minta 1-3 orang untuk menceritakan secara singkat tentang (30 menit): - Riset atau kajian apa? - Siapa yang melakukan, dimana? - Bagaimana proses dan metoda pelaksanaannya? - Apa saja data atau informasi yang dihasilkannya? - Hasil data dan informasi tersebut disampaikan kepada siapa atau digunakan untuk apa? c. Setelah 1-3 orang peserta menceritakan pengalamannya, langsung ajak peserta untuk mendiskusikan (30 menit): - Apakah yang disampaikan tadi itu memang benar-benar merupakan suatu kajian yang dapat digunakan untuk advokasi - Jadi, apa pengertian mereka sekarang tentang kajian untuk advokasi? Apa perbedaan dengan kajian akademis murni? d. Catat pokok-pokok jawaban dan pendapat peserta pada papan tulis/kertas plano, dan atas dasar itu, ajak mereka membuat suatu rangkuman dan kesimpulan umum tentang pengertian, kaidah asas serta berbagai kemungkinan bentuk dan cara pengemasan informasi dalam kegiatan advokasi (20 menit) e. Bagikan lembar bacaan : Mengolah Data & Informasi (5 menit)
30
TOPIK 8
MERANCANG EXECUTIVE BRIEF
Tujuan Untuk membangun pemahaman peserta tentang kegunaan executive brief di dalam kegiatan advokasi Untuk meningkatkan keterampilan peserta dalam merancang executive brief sebagai media advokasi Pokok Bahasan Definisi dan kegunaan executive brief dalam kegiatan advokasi Kiat merancang executive brief Metoda dan Media Ceramah dan tanya jawab Berbagi pengalaman Diskusi kelompok Waktu Tiga sesi pembelajaran (180 menit) Peralatan dan bahan a. Peralatan Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD ( jika ada) b. Bahan Tips Merancang Executive brief Langkah-langkah a. Menjelaskan tujuan sesi ini (10 menit) Jelaskan tujuan yang akan dicapai dari sesi ini secara singkat (bisa dalam bentuk presentasi power point)
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
31
b. Definisi dan kegunaan executive brief dalam kegiatan advokasi. Ajukan pertanyaan kepada peserta (10 menit): Bagaimana caranya agar pesan advokasi kita mudah ditangkap oleh publik atau kelompok yang kita advokasi? Catat dan kelompokkan jawaban peserta di papan tulis. Tarik kesimpulan bahwa salah satu cara efektif adalah kita harus mengemas dan menyampaikan pesan advokasi kita melalui media sehingga mudah dipahami dan diterima. Jelaskan bahwa salah satu cara adalah dengan merancang executive brief. Ajukan pertanyaan kepada peserta (15 menit): Apa itu executive brief? Apakah ada yang sudah pernah mendengar atau tahu? Apa keuntungan menggunakan executive brief? Apakah untuk mengubah kebijakan di kampus kita juga bias menggunakan media executive brief? Catat jawaban peserta di papan tulis Jelaskan tentang definisi dan kegunaan executive brief dalam kegiatan advokasi (15 menit) Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau mendiskusikan hal-hal yang dirasa penting. Tarik kesimpulan bersama tentang definisi dan kegunaan executive brief. (10 menit) c. Tips merancang executive brief Ajukan pertanyaan kepada peserta (15 menit): Bagaimana sebaiknya isi dan bentuk executive brief yang kita rancang agar dibaca dan dipahami oleh orang yang akan kita advokasi? Catat dan kelompokkan jawaban peserta di papan tulis. Jelaskan tentang kriteria dan struktur penulisan executive brief yang efektif. Buka kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan halhal yang dirasa penting. (30 menit)
32
Bagi peserta dalam kelompok. Sebaiknya jumlah maksimal dalam satu kelompok adalah 5 orang (sesuaikan dengan situasi dan kondisi). Minta masing-masing kelompok untuk: 1. Merumuskan satu agenda perubahan yang mereka inginkan terjadi di kampus menyangkut kesehatan reproduksi dan seksual mahasiswa. (Agenda perubahan bisa diambil dari sesi advokasi sebelumnya jika ada) 2. Merancang executive brief yang efektif sesuai dengan kriteria dan struktur penulisan yang sudah dipresentasikan. (30 menit) Minta setiap kelompok mempresentasikan hasil executive brief yang sudah mereka rancang. Minta kelompok lain untuk menanggapi dan memberikan masukan sesuai dengan kriteria dan struktur penulisan executive brief yang sudah dipresentasikan. (30 menit) Tutup sesi dan sampaikan bahwa executive brief ini hanyalah alat dan harus dikombinasikan dengan strategi advokasi lainnya secara efektif. (15 menit)
33
TOPIK 9
MENGGUNAKAN EXECUTIVE BRIEF SEBAGAI ALAT ADVOKASI
Tujuan Untuk meningkatkan ketrampilan peserta dalam merancang langkahlangkah menggunakan executive brief sebagai alat advokasi Untuk meningkatkan ketrampilan peserta dalam mempresentasikan executive brief untuk mempengaruhi pengambil kebijakan di kampus Pokok Bahasan Merancang langkah-langkah dalam menggunakan executive brief sebagai alat advokasi Mempresentasikan executive brief secara efektif Metoda dan Media Ceramah dan tanya jawab Diskusi kelompok Simulasi Waktu Tiga sesi pembelajaran (180 menit) Peralatan dan Bahan Peralatan Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD ( jika ada) Bahan Menggunakan executive brief sebagai alat advokasi
34
Langkah-langkah a. Menjelaskan tujuan sesi ini (10 menit) Jelaskan tujuan yang akan dicapai dari sesi ini secara singkat (bisa dalam bentuk presentasi powerpoint) b. Merancang langkah-langkah dalam menggunakan executive brief sebagai alat advokasi Bagi peserta dalam kelompok, diminta untuk berdiskusi (disarankan kelompok yang sama denga sesi sebelumnya) Bayangkan situasi kampus anda, diskusikan peluang-peluang dan tantangan yang ada dalam mendesakkan perubahan sesuai dengan tujuan executive brief yang anda rancang Saat ini anda sudah merancang executive brief, langkah-langkah apa yang anda lakukan agar executive brief anda diterima dan didengarkan oleh pihak kampus? (pertimbangkan peluang dan tantangan yang ada) (20 menit) Minta setiap kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya. Minta kelompok lain untuk menanggapi. Tulis di papan tulis dan kelompokkan langkah-langkah yang dipresentasikan peserta secara sistematis. (30 menit) Jelaskan tentang langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam menggunakan executive brief sebagai alat advokasi. Sepakati bersama peserta mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menggunakan executive brief nantinya. (15 menit ) Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau mendiskusikan hal-hal yang dirasa penting. Tarik kesimpulan bersama tentang definisi dan kegunaan executive brief. (10 menit) c. Mempresentasikan Executive brief Secara Efektif Jelaskan bagaimana teknik mempresentasikan executive brief secara efektif di depan pimpinan kampus (20 menit) Lakukan simulasi. Setiap kelompok diminta bertemu dengan pimpinan kampus. Mereka membawa dan mempresentasikan
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
35
executive brief yang telah mereka rancang. Fasilitator atau peserta dari kelompok lain bisa menjadi pimpinan kampus. Peragakan simulasi masing-masing kelompok 10 menit. Pandu kelompok agar memikirkan: Jika kamu dapat kesempatan bertemu dengan pimpinan kampus dan waktu yang tersedia hanya 10 menit, apa yang akan anda sampaikan sesuai dengan tujuan dan isi dari executive brief yang sudah dirancang? (45 menit) Setelah semua simulasi selesai, ajukan pertanyaan kepada peserta: Bagaimana perasaan anda saat mempresentasikan isi executive brief tadi di depan pimpinan kampus? Apa kendala yang anda temui? Apa pelajaran yang bisa kita ambil menyangkut cara efektif menyampaikan isi executive brief secara efektif? Diskusikan bersama peserta dan bahas kendala yang dihadapi. (10 menit) Sepakati bersama peserta tentang kiat-kiat mempresentasikan executive brief secara efektif. (10 menit menit) Tutup sesi dan bagikan lembar bacaan
36
TOPIK 10
EVALUASI
Tujuan Mengukur keberhasilan pelatihan baik secara proses maupun hasil. Mendapatkan masukan untuk perbaikan pelatihan sejenis di kemudian hari. Pokok Bahasan Mengidentifikasi hal-hal yang sudah bagus maupun belum berkaitan dengan pelatihan baik secara proses maupun hasil yang diperoleh dari masukan peserta untuk perbaikan pelatihan dimasa mendatang Metoda dan Media Kerja mandiri Waktu Satu sesi pembelajaran (60 menit) Peralatan dan bahan Peralatan Papan tulis, kertas plano, spidol, LCD ( jika ada) Bahan Lembar advokasi Langkah-langkah a. Jelaskan kepada peserta maksud dan tujuan kegiatan evaluasi b. Bagikan lembar evaluasi kepada peserta, dan minta mereka untuk mengisi c. Tanyakan kembali kepada peserta apakah ada masukan, saran yang ingin disampaikan untuk perbaikan pelatihan dikemudian hari
37
1. MATERI
Penyajian/ penyampaian oleh fasilitator/narasumber Sangat Buruk 1. Appreciative Inqiry (AI) Menuju Perubahan Positif 1 2 3 2. Aspek Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi 1 2 3 3. Situasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa 1 2 3 4. Apa dan Mengapa Advokasi 1 2 3 5. Mengolah Data Dan Informasi 1 2 3 6. Merancang Executive brief 1 2 3 7. Menggunakan Executive brief 1 2 3 Isi materi 1. Appreciative Inqiry (AI) Menuju Perubahan Positif 2. Aspek Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi 3. Situasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa 4. Apa dan Mengapa Advokasi 5. Mengolah Data Dan Informasi 6. Merancang Executive brief 7. Menggunakan Executive brief Sgt Tdk Berguna 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Sangat Baik 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 Sgt Berguna 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 Sangat Baik 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5
Metode yang digunakan fasilitatordalam penyampaian materi Sangat Buruk 1. Appreciative Inqiry (AI) Menuju Perubahan Positif 1 2 3 2. Aspek Sosial Budaya Kesehatan Reproduksi 1 2 3 3. Situasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa 1 2 3 4. Apa dan Mengapa Advokasi 1 2 3 5. Mengolah Data Dan Informasi 1 2 3 6. Merancang Executive brief 1 2 3 7. Menggunakan Executive brief 1 2 3
38
2. PARTISIPASI AKTIF PESERTA DALAM PROSES PELATIHAN 3. PENYELENGGARAAN PELATIHAN Akomodasi Fasilitasi panitia 4. SARAN-SARAN
Sangat Pasif 1 2 3
Sangat Aktif 4 5
Sangat Buruk 1 1 2 2 3 3
Sangat Baik 4 4 5 5
39
DAFTAR PUSTAKA
1 DKT Indonesia, & Synovate. (2005). Ringkasan Riset: Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar Indonesia. 2 PATH, & UNFPA. (2000). Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan yang Bermakna. Out Look, 16(Kesehatan Reproduksi Remaja), 1-7. 3 Ronodirdjo, R. F., & Sjahid, A. Panduan Pelatihan Advokasi Berbasis Persuasif Pendekatan Neuro Linguistik Programming (NLP). 4 Topatimasang, R., Fakih, M., & Rahardjo, T. (2004). Mengubah Kebijakan Publik. Yogyakarta: INSIST Press.
40
41
42
Mahasiswa STPDN Pesta Narkoba Digrebek Ronda, Warga Malah Disuruh Tandatangani BAP Pemukulan dan Perusakan
Bandung, Pelita
epuluh mahasiswa Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, yang diduga melakukan pesta seks dan narkoba bersama lima wanita di Desa Cibeusi, Jatinangor sekitar Kampus STPDN, digrebeg petugas ronda malam bersama warga setempat. Meski penggrebegan ini terjadi 27 Maret 2004 lalu, namun yang menjadi permasalahan adalah kasus ini terpaksa diambil alih Kapolres Sumedang karena diduga Kapolsek Jatinangor diduga berusaha untuk tidak menindaklanjuti perkara penggrebekan pesta narkoba ini. Meski demikian, pihak Polsekta Jatinangor yang dihubungi Senin (19/4) petang membantah adanya dugaan untuk mem-peti-es-kan kasus ini dengan alasan belum menerima laporan atas kejadian penggerebekan rumah kos Praja STPDN oleh warga dan petugas ronda malam itu. Diambil alih Mapolres Sumedang Jadi, pihaknya tidak sedang memproses kasus tersebut. Malah, Mapolsek baru mendengar sekarang. Kalau memang ada kejadian seperti itu pihaknya akan minta informasi itu agar dilakukan penyelidikan, kata Kanit Reskrim Polsek Jatinangor, Aiptu A. Supriatna. Sementara itu aparat Mapolres Sumedang sudah mengambil alih penanganan kasus penggerebekan pesta narkoba di rumah kost praja STPDN itu. Empat saksi warga Desa Cibeusi, Jatinangor akan dipanggil untuk dimintai keterangan sehubungan kasus ini.
43
Menurut informasi yang diperoleh, hal itu dilakukan Mapolres diduga karena terjadinya kesalahan komunikasi dalam penanganannya sehingga informasi yang berkembang tidak sesuai fakta. Warga mengaku kasus itu sudah ditangani pihak Polsek Jatinangor. Namun demikian, sebaliknya pihak Polsek menyatakan belum menerima laporan kejadian itu dari warga. Isi BAP Beda, Warga Terkejut Sebelumnya, beberapa warga di lingkungan RW 01 Desa Cibeusi, Kecamatan Jatinangor, mengaku telah dipanggil oleh pihak STPDN dan Polsek Jatinangor sehubungan kasus penggrebekan itu. Mereka (warga) diminta menandatangani berita acara kasus penggerebekan rumah kost praja STPDN di Jalan K.H. Mustofa Desa Cibeusi itu. Namun demikian warga mengaku terkejut karena isi berita acara pemeriksaan itu berbeda dengan fakta di lokasi kejadian yang dialami mereka. Berita acara yang tandatangani warga itu ternyata berisi tentang kejadian pemukulan dan perusakan mobil Praja STPDN oleh sejumlah warga ketika berlangsung aksi penggerebekan tanggal 27 Maret 2004 lalu. Warga merasa heran dengan isi BAP itu padahal saat itu tidak ada pemukulan yang dilakukan warga terhadap Praja STPDN. Begitu pula soal perusakan mobil, sama sekali tidak terjadi. Kami hanya melakukan penggerebekan karena sering kali melihat wanita keluar-masuk rumah kost Praja itu, kata seorang warga. Ada Lima Wanita Begitu pula pada malam kejadian, lima wanita di rumah kost itu tidak juga keluar rumah, padahal sudah pukul 23.00 WIB, ujar salah seorang warga RT 004/01 Desa Cibeusi, yang tidak mau disebut namanya. Kapolres Sumedang AKBP Drs. Yoyok Subagiono, SH, MSi, sulit dihubungi karena HP-nya non aktif. Namun diperoleh keterangan dari Mapolres Sumedang, Senin (19/4) petang bahwa pihak Mapolres membenarkan jika pihaknya mengambil alih penanganan kasus dari Mapolsek Jatinangor tentang penggrebekan pesta narkoba itu.
44
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
Aparat Kepolisan Polres Sumedang, sudah mulai melakukan pemanggilan terhadap empat saksi warga yang mengetahui kejadian itu, walau baru tahap menyampaikan surat panggilan terhadap empat warga. Apakah benar ada penganiayaan dan perusakan mobil Praja oleh warga atau justru sebaliknya, kata sumber itu menjelaskan. Disebut sumber tadi, keberadaan Praja dan lima gadis, yang diduga mahasiswi di dalam rumah kost itu memang menimbulkan keresahan warga sekitar, apalagi karena lokasinya berdekatan dengan pondok pesantren. Namun, pihaknya belum mendapat laporan secara pasti, apakah benar saat itu sedang terjadi perbuatan mesum atau pesta narkoba, seperti isu-isu yang berkembang. Aparat Polsek Sumedang akan menerjunkan anggotanya untuk menyelidiki laporan kebenaran atas kasus ini. Jika memang telah terjadi tindak pidana, pihaknya tidak akan pandang bulu untuk mengambil tindakan, termasuk mereka yang berupaya menutup-nutupi kasus ini. (ksm)
45
17 Desember 2008
ebuah Kisah Nyata.. tentang seseorang yang pernah terjerat dalam penyalahgunaan Narkoba
Jika waktu bisa kembali ke masa lalu. Saya ingin sekali melihat terakhir kali wajah ayah saya sebelum meninggal. Dia adalah pahlawan bagi saya. Saya ingin meminta maaf kepadanya. Begitulah ungkapan TPI Boyo, salah seorang pengidap HIV-AIDS saat ditemui Global kemarin. Seperti juga dengan kondisi orang yang sehat, Boyo begitu ia akrab disapa, fisiknya masih kelihatan sehat dan bugar. Tapi di balik itu, tersimpan sebuah rahasia Tuhan yang tak bisa ia hindari ialah kematian. Boyo mengisahkan, sudah hampir lima tahun ini tubuhnya digerogoti virus HIV yang sampai kini belum ada obatnya.Kalau Tuhan memutar waktu ke belakang, saya ingin melihat ayah saya terakhir kalinya. Tapi, itu tidak mungkin. Saat ini yang bisa saya lakukan adalah bagaimana bisa berbuat baik kepada orang lain, ucapnya dengan suara yang tegas. Kondisi keluarga yang mengalami masalah di saat dirinya masih duduk di bangku sekolah membawa Boyo ke dunia yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Ia terlibat ke dalam dunia hitam. Awalnya hanya sekedar mencoba, selanjutnya ketagihan mengkonsumsi narkoba. Awalnya sih hanya ingin menghilangkan rasa kesal saja. Tapi malah ketagihan. Dari mulai konsumsi ganja sampai kemudian ke putaw. Pingin melepaskan diri saja dari masalah yang ada saat itu, jelas Boyo mengenang masa lalunya.
46
Pindah ke Bandung Selesai menyiapkan sekolahnya di Medan, Boyo pun kemudian pindah ke Bandung. Di kota kembang ini, kehidupan yang dialaminya justru bertambah. Pergaulan bebas ala anak muda Bandung menyeretnya ke dalam dunia hitam yang lebih dalam. Ia sudah ketergantungan dengan barang haram ini. Perkenalannya dengan seorang model, sebut saja namanya DV, yang sekarang ini menjadi salah seorang artis papan atas Indonesia, membuat dirinya mulai kenal dengan jarum suntik. Dari biasanya yang hanya mengkonsumsi narkoba dengan menghisap, kemudian beralih ke suntik. Nggak usah disebutkan siapa dia. Saat ini sudah jadi artis. Di Bandung keadaan saya bertambah gawat. Sampai kemudian saya dibawa pulang kembali oleh ayah. Bahkan kuliah pun saya tak tamat, paparnya. Sebelumnya, sang ayah tidak mengetahui jika kondisinya semakin memprihatinkan. Hingga pada suatu hari, ayahnya ingin memberikan kejutan dengan datang diam-diam di kost yang disewanya. Namun yang dilihat sang ayah, bukan Boyo yang sedang membaca buku kuliah, tapi sebuah kamar kosong yang sudah tak ada isinya lagi. Saat membuka pintu kost, Boyo melihat sang ayah duduk terpaku di tempat tidurnya. Tak ada kata-kata, yang ada hanya linangan air mata.Saya nggak tahu kalau ayah saya datang dari Medan. Semua yang ada di kamar sudah saya jual semua untuk beli narkoba, termasuk sebuah mobil Escudo, kenangnya. Masuk Rehabilitasi, Jual Gas dan Blender Sekitar tahun 1999, setiba di Medan, ia masuk pusat rehabilitasi. Hanya tiga bulan ia mampu bertahan.Di Medan saya kuliah lagi di UMSU. Tapi itu pun nggak sampai selesai. Sekitar tiga bulan saya berhenti mengkonsumsi narkoba, ujar anak bungsu dari tujuh bersaudara ini. Pada tahun itu, ia sampai enam kali bolak-balik masuk rehabilitasi. Keluarganya sangat mencemaskan perilakunya. Sang ayah pun kemudian jatuh sakit. Tapi, dirinya masih belum bisa berubah total. Kebiasannya mengkonsumsi barang haram masih dilanjutkannya.
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
47
Menginjak tahun 2001, sebuah peristiwa pahit menyadarkan dirinya. Sang ayah yang menderita kanker paru-paru stadium tiga dipanggil sang kuasa. Ia merasa terpukul. Dengan langkah yang tak punya arah, ia pulang ke rumah setelah beberapa bulan kabur dari rumah. Sebelum ayah meninggal, saya sempat kabur dari rumah. Karena nggak ada uang lagi, saya jual semua barang yang ada di rumah. Termasuk gas dan blender. Dari situlah, saya dihajar abang. Saya pun kabur. Tapi dari situ jugalah saya menyesal. Saya belum sempat melihat ayah terakhir kalinya, seru Boyo. Apalagi kata abang, pesan ayah sebelum meninggal adalah agar semua saudaranya menjaga dirinya. Ayah ternyata masih sayang sama saya. Itu yang nggak akan pernah saya lupakan, tambahnya. Dua tahun berikutnya, ia mencoba memeriksakan dirinya. Hasilnya? Darah yang ada di tubuhnya dinyatakan positif HIV. Mendengar hal itu, keluarganya syok. Ia pun menyesali segala perbuatannya. Ada satu titik cahaya terang yang menyinari hatinya. Ia mencoba bangkit dan mencoba untuk terus bertahan. Tahanan Pertama di Rutan Labuhan Deli yang Mengidap AIDS Sepak terjang kehidupan Boyo sepertinya penuh dengan lika-liku. Tak hanya pernah menjadi pecandu narkoba, tapi ia pernah kena tuduhan curanmor. Hingga dirinya harus mendekam di penjara. Bahkan, ia tercatat sebagai tahanan pertama yang mengidap HIV AIDS. Yang selanjutnya dibebaskan, Sebenarnya masa tahanan masih dua bulan lagi. Di bulan keempat, penyakit saya ketahuan. Seisi rutan pun tahu kalau saya adalah pengidap AIDS, ungkapnya. Tak hanya itu, Boyo juga menjadi pasien pertama pengobatan terapi Metadon yang dilakukan di RS Adam Malik. Dengan melakukan terapi dan menjalankan hidup sehat, keadaan Boyo masih tetap segar bugar. Banyak orang yang bertanya kepada saya. Kok bisa berumur panjang. Apa rahasianya? Saya hanya menjawab hidup sehat, berpikir positif dan berdoa. Itulah yang saya lakukan. Sampai sekarang ini setiap jam 10 pagi saya harus minum Metadon, untuk memperkuat tubuh saya, jelasnya.
48
Jangan Pernah Coba-coba Narkoba Sejak divonis positif HIV, Boyo mengalami perubahan 180 derajat. Ia tak pernah lagi bersinggungan dengan narkoba. Ia pun mulai aktif di organisasi yang bergerak di HIV AIDS. Dari mulai di Center For Drugs User, Medan Plus sampai di Cordia Caritas Medan, tempatnya mengabdikan dirinya saat ini. Dari sinilah ia ingin menyadarkan masyarakat, terutama generasi muda untuk menghindari narkoba. Selama berbincang-bincang dengannya, Boyo selalu mengatakan jangan pernah bersinggungan dengan narkoba. Sekali masuk, sulit untuk keluar. Saya sebenarnya bersyukur dengan ini. Kalau tidak kena HIV-AIDS, mungkin nasib saya lebih buruk lagi. Buat semuanya, tolonglah jangan sekali-kali mencicipi narkoba. Itu barang sesat. Nggak akan pernah bisa membahagiakan. Hanya sesaat saja. Lakukan hal-hal terbaik, jelasnya. Ia pun tak canggung untuk membantu setiap masyarakat yang terlibat dengan barang haram ini. Bahkan, beberapa pasien HIV-AIDS yang sudah kritis keadaannya dengan telaten selalu dibimbingnya. Saya ingin membalas semua kelakukan buruk saya dengan kebaikan. Itulah yang berharga dalam diri saya. Karena saya tidak tahu kapan Tuhan memanggil saya. Kapan saja saya sudah siap untuk itu. Meskipun begitu, saya ingin Tuhan memberikan kesempatan untuk melihat anak pertama saya nikah kelak. tapi, itu semua saya serahkan kepada Tuhan, pungkasnya menutup pembicaraan.
49
Ditulis dalam Human Interest SEMARANGSeptian Agung Setyobudi, 26, mahasiswa universitas negeri ternama di Kota Semarang kemarin ditangkap aparat Polres Semarang Barat. Pria yang menghuni sebuah rumah di Gang XIII RT 3 RW 4, Panjangan, Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, itu, diduga menghabisi nyawa kekasihnya, Dwi Ariyani, 20, asal Desa Sendang Gawung RT 2 RW 3, Kangkung, Kabupaten Kendal. Diduga Agung membunuh korban karena tak siap dimintai pertanggungjawaban atas janin 3 bulan yang dikandung korban, buah cinta antara korban dan Agung. Sayangnya, kemarin, Polresta Semarang Barat belum bersedia blak-blakan perihal kasus ini. Ada dugaan, Kapolres Semarang Barat AKBP Sugihardi menunggu momen tepat untuk membeber kasus dugaan pembunuhan tersebut. Diperkirakan, AKBP Sugiharti akan mengekspose kasus ini ke pers pada Sabtu (20/12) hari ini. Diperoleh keterangan dari sejumlah sumber di kepolisian, mayat Dwi Ariyani ditemukan di areal persawahan di tepi jalan lingkar perbatasan SemarangKendal pada Jumat (19/12) dini hari pukul 03.00. Di tubuh korban, ditemukan luka jeratan di leher dan pergelengan kaki. Juga luka serius di kepala bagian belakang akibat hantaman benda keras. Polisi mengamankan barang bukti berupa Supra Fit nopol H 5548 MW milik Agung, batu sebesar berukuran kepala orang, tas, dan pakaian korban yang berlumuran darah. Kapolres Semarang Barat AKBP Sugihardi didampingi Kasat Reskrim AKP Garjita mengatakan, penangkapan Septian Agung berawal dari kecurigaan warga. Pada Jumat dini hari, warga melihat seorang pria memboncengkan seorang perempuan dengan sepeda motor Supra Fit. Anehnya, perempuan yang dibonceng, dalam kondisi tubuh terikat dengan si pengendara motor. Sepeda motor itu melaju dari arah Semarang menuju Kendal. Lebih mengherankan lagi, si pembonceng terlihat tak sadarkan diri.
50
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
Kepalanya tergolek. Juga tak ada tanda-tanda gerakan seperti orang hidup. Kaki dan tangan perempuan yang belakangan diketahui sebagai Dwi Ariyani, mantan karyawan Alfamart di Jalan Untung Suroto, Manyaran, itu, juga terlihat lemas. Warga lantas berinisiatif menguntit laju motor pria tersebut. Kecurigaan warga semakin kuat karena sesampainya di perbatasan, pengendara motor justru berbalik arah ke Semarang. Ironisnya, perempuan yang diboncengkan pria tersebut sudah tidak ada. Melihat kecurigaan itulah warga melapor ke polisi. Dari laporan itu, lanjut AKBP Sugihardi, aparat Polres Semarang Barat melakukan penyelidikan. Berbekal nomor polisi (nopol) motor yang dicatat warga, polisi berhasil melacak keberadaan dan menangkap si pengendara motor yang ternyata Septian Agung. Untuk sementara ini, kami telah mengamankan seorang pria (Septian Agung) yang diduga pelaku pembunuhan. Kami sedang melakukan pemeriksaan dan penyelidikan intensif terhadap pria ini, tandas Sugihardi. Keterangan yang dihimpun koran ini menyebutkan, Agung diduga tega menghabisi nyawa kekasihnya saat korban meminta pertanggungjawaban lantaran tengah hamil. Saat itulah terjadi percekcokan hebat. Agung diduga tak siap menikahi korban dan punya anak, karena statusnya masih sebagai mahasiswa. Diduga karena panik dan jengkel, dalam kondisi cekcok, Agung khilaf dan memukul kepala korban dengan batu. Tubuh korban pun ambruk berlumuran darah. Diduga lokasi cekcok keduanya di sebuah penginapan di Sekaran, Gunungpati. Saat itu korban dalam kondisi masih hidup namun tak sadarkan diri. Agung lantas membawa kekasihnya ke rumah kosong yang dia huni di Jalan Penataran Timur Gang XIII RT 3 RW 4, Manyaran. Di rumah itulah, diduga Agung kembali mengeksekusi korban untuk kali kedua. Diduga eksekusi dilakukan dengan cara menjerat leher korban dengan seutas tali, dan kembali memukul kepalanya. Setelah memastikan korban tak bernyawa, tersangka lantas berniat membuang mayat pacarnya dengan sepeda motor. Ia lantas mengikat tubuh korban dengan tali yang diikatkan juga ke badannya agar tubuh korban tak ambruk. Kini mayat Dwi Ariyani berada di kamar mayat RS Bhayangkara Semarang untuk diotopsi. Hingga semalam Agung masih menjalani pemeriksaan intensif. Ia menjalani pemeriksaan mulai olah tempat perkara hingga kronologis pembantaian. Kepada penyidik, Agung mengaku jengkel karena dituntut terus untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya setelah pacarannya hamil 3 bulan.
51
Sebelum membantai kekasihnya di sebuah hotel di Gunungpati, Agung mengaku sempat mengulang perbuatan layaknya suami-istri dengan korban. Puas menyalurkan hasrat seksnya, keduanya kembali cekcok. Dia minta tanggung jawab terus, padahal kan saya belum siap karena harus menyelesaikan kuliah dulu, tutur Agung kepada penyidik. Ditanya motifnya membuang mayat korban di perbatasan, Agung mengaku untuk menghilangkan jejak. Waktu itu saya bingung karena ternyata dia meninggal. Akhirnya saya kepikiran untuk membuangnya. Supaya aman saya buang jauh dari Semarang, tuturnya lagi. (zal/dib/tah/jpnn/is)
52
Kasus: D, 23 tahun.
acar kedua saya yang saya kira sangat baik dan sopan, ternyata sangatlah suka melakukan kekerasan (abusive). Hal itu sebelumnya tidak diketahui sampai akhirnya setelah 3 bulan pacaran dan ada konflik ringan, dia mulai menyiksa dirinya sendiri, awalnya hanya dengan mencakar muka dan bajunya sampai robek, lalu memukul tembok, sampai membentur-benturkan kepalanya ke dinding dengan keras. Setelah itu, frekuensi dan derajat kekerasan meningkat. Selain menarik-narik tangan saya jika sedang memaksakan atau mengajak pergi ke suatu tempat, ia juga mulai mendatangi rumah saya dan menggedor-gedor pintu kamar serta jendela saya dengan paksa. Syukurlah waktu itu ada tetangga saya yang menolong saya dengan cara duduk di ruang tamu sampai pacar saya itu pulang. Kalau tidak, saya tidak tahu apa yang akan dilakukannya pada saya, padahal, pembantu saya sampai pulang ke rumahnya saking ketakutannya. Kekerasan terhebat yang pernah saya alami dan bahkan sampai menyebabkan hampir hilangnya nyawa saya adalah setelah 2,5 tahun pacaran dengan frekuensi putus-sambung yang sangat sering. Saat itu, sesudah saya putuskan dia, saya datang ke rumahnya membawa buku kuliahnya yang tertinggal di mobil saya. Lalu dia mulai memukul meja marmer yang keras sampai pecah, juga lemari. Setelah itu, dia menarik kerah baju saya, melemparkan saya ke dinding dan saat saya terbaring di lantai, dia menginjak dada saya dengan kakinya sampai saya tidak bisa bernapas dan pingsan. Sesaat sebelum pingsan dia masih membekap muka saya dengan benda lunak (kemungkinan bantal). Syukurlah tidak begitu lama dibekap olehnya, kalau lama mungkin saya sudah tiada. Saya tersadar saat dia kembali melemparkan saya ke dinding untuk yang kedua kalinya sampai badan dan lengan saya memar. Saya berusaha meminta bantuan teman-temannya yang laki-laki untuk menolong saya namun dengan santainya mereka bilang bahwa itu bukan urusan mereka. Bagaimana mungkin, satu nyawa terancam dan mereka yang menyaksikannya tidak tergerak sedikit pun
53
untuk menolong. Sungguh pengalaman tragis yang tidak pernah akan terlupakan oleh saya. Memang orangtuanya anggota militer dan pernah melakukan kekerasan pada anaknya hanya karena anaknya sulit tidur malam. Mungkin hal inilah yang direkam di alam bawah sadarnya sampai besar dan berdampak pada perlakuannya kepada orang lain. Atau mungkin juga karena terlalu seringnya dia dipukuli oleh orangtuanya, akibatnya dia jadi ketagihan untuk disakiti orang. Namun di depan semua orang, termasuk saya, sikapnya sangatlah baik dan sopan, apalagi jika diputuskan, dia akan memohon-mohon agar saya mau kembali padanya. Apa pun dilakukannya demi tercapainya keinginannya, mulai dari memberikan bunga yang sangat indah, sampai duduk berjam-jam di depan rumah saya agar hati saya luluh dan bersedia menjadi pacarnya kembali. Saya pun bersedia menjadi pacarnya kembali hanya agar saya tidak diteror di kampus. Namun setelah 2,5 tahun pacaran, akhirnya saya memutuskan dia, karena sudah tidak tahan lagi dengan perilakunya itu.
54
rostitusi memang tak mengenal ruang dan waktu. Bisnis esek-esek ini sudah merambah ke segala penjuru, tak terkecuali di kalangan mahasiswi tertentu di sejumlah perguruan tinggi di Banten. Sebagian generasi intelek ini tak sedikit yang terjerumus ke dalam jaringan prostitusi terselubung. Tak mudah mengungkap fenomena bisnis prostitusi di kalangan anak kampus. Jaringan mereka tertutup, hingga sulit bagi orang kebanyakan untuk mengetahuinya. Mahasiswi yang melakukan praktik bisnis syahwat ini tenar dengan sebutan Ayam Kampus. Untuk membuka tabir bisnis prostitusi ini, kami mencari celah penghubung dari dalam maupun luar kalangan kampus. Pada Kamis (17/4) lalu, kami mendapatkan kontak seorang mahasiswa bernama Erwin (bukan nama sebenarnya), dari sebuah perguruan tinggi di Kota Serang. Erwin merupakan mahasiswa yang mengetahui cukup banyak seluk-beluk bisnis ini. Pria yang sedang merampungkan skripsinya ini dikenal sebagai penghubung antara ayam kampus dengan pelanggannya. Semula, perbincangan dengan Erwin akan dilakukan di lingkungan kampus. Namun wawancara dialihkan ke luar kampus untuk menghindari kecurigaan internal kampus. Untungnya pada saat itu, Erwin sedang ada kegiatan di luar kampus. Erwin mengaku mengenal cukup banyak mahasiswi yang kerap menjajakan diri. Kalau puluhan sih nggak. Yang saya kenal paling belasan. Kebanyakan dari non regular (kelas karyawan-red), ujarnya. Semua nama ayam kampus itu disimpan rapi di dalam memori tiga buah telepon genggamnya. Nama-nama ayam kampus ini ditandai dengan huruf XXX di belakang namanya. Ya sebagai tanda saja. Biar nggak lupa, ujarnya seraya menunjukkan salah satu nama ayam kampus di telepon genggamnya. Para ayam kampus ini tidak hanya berasal dari kampus tempat Erwin mencari ilmu. Yang saya ketahui saja dari tiga kampus. Mungkin di kampus-kampus
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
55
lain juga ada. Yang jadi penghubung juga tidak hanya saya, banyak yang lainnya. Fenomena seperti ini sudah lama. Dan saya yakin dosen juga sudah mengetahuinya, tapi mereka tutup mata, ujarnya, seraya menyebutkan ayam kampus tak hanya berasal dari Kota Serang, tapi juga ada dari Lebak, Pandeglang, dan Tangerang. Bisnis prostitusi di kalangan mahasiswi ini berlangsung rapi. Di kampus, mereka menjalankan aktivitas kuliahnya seperti biasa. Bahkan pakaiannya saja ada yang terkesan alim. Tahun ini ada tiga ayam kampus lulus kuliah di kampus saya, ungkap cowok bertubuh besar ini. Erwin mengaku sudah berulangkali menjadi perantara. Dikatakan, para konsumen ayam kampus ini sebagian besar adalah orang-orang berduit tebal, baik dari kalangan pengusaha atau pejabat. Menurutnya, tak semua calon konsumen langsung direspons ayam kampus. Mereka tak mau kalau yang berasal dari lingkungan yang dikhawatirkan akan membongkar identitasnya, ujar Erwin. Soal tarif ayam kampus, Erwin menyebutkan, angka Rp 500 ribu untuk sekali main atau short time. Dari mulut Erwin juga terungkap beberapa motif perilaku ayam kampus ini. Selain faktor ekonomi dan kepuasan, ada juga yang karena status. Dari dulunya dia memang sudah gitu (menjadi profesi pekerja seks komersial-red) tapi ingin menaikkan tarifnya, maka dia naikkan statusnya dengan kuliah, ujarnya. Erwin menyebutkan, ada beberapa tempat mangkal para ayam kampus dalam menjalankan operasinya, di antaranya adalah kawasan pusat perbelanjaan yang ada di Kota Serang dan Cilegon. Ada pula sebuah cafe yang berada di dekat sebuah kampus yang kerap dijadikan tempat mereka nongkrong dan bertransaksi. Biasanya sekitar jam 1 atau jam 2 siang mereka kumpul di cafe itu, ungkapnya. Kami mencoba menyambangi cafe yang dimaksud Erwin pada Jumat (18/4), sekira pukul 14.00. Cafe tersebut berada di depan sebuah kampus di pusat Kota Serang. Ketenaran cafe ini sebagai lokasi nongkrong ayam kampus juga dibenarkan sejumlah mahasiswa. Sering banget mas, mereka nongkrong di sini, ungkap mahasiswa perguruan tinggi swasta yang kerap nongkrong di lokasi tersebut. Seorang dosen yang mengajar di perguruan tinggi yang lokasinya berdekatan dengan cafe tersebut juga membenarkan tentang keberadaan cafe itu dijadikan tempat tongkrongan mahasiswi yang dicurigai sebagai ayam kampus. Dosen ini menceritakan, para ayam kampus tersebut kerap bergerombol. Dari pakaian dan gayanya juga dapat dicirikan. Gaya pegang
56
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
telepon genggamnya juga terkesan siap menerima panggilan, ungkap dosen muda ini seraya memperagakan gaya ayam kampus menenteng telepon genggamnya. Namun sayangnya, pada saat berkunjung, tak ada sesuatu yang mencurigakan sebagai petunjuk bahwa tempat tersebut jadi ajang transaksi seks terselubung. Cafe tersebut terlihat lengang. Dari cafe ini, kami malah mendapatkan beberapa nomor kontak mahasiswi yang disinyalir ayam kampus, dari mahasiswa yang berkuliah di kampus dekat cafe tersebut. Coba saja mas dihubungi. Kabarnya dia bisa dipake, ungkap seorang mahasiswa. Sehari kemudian, kami mencoba menghubungi beberapa nomor kontak milik mahasiswi yang disebut-sebut sebagai ayam kampus. Kami membuat janji dengan Melani (nama samaran), ayam kampus dari sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Serang, melalui telepon genggam. Melani pun dengan sigap siap melayani ajakan. Namun saat dijemput di sebuah pusat perbelanjaan di Serang, Melani dan salah seorang rekannya urung bertemu. Ia langsung membatalkan janji pertemuan saat melihat wajah tim investigasi. Saya nggak mau jalan dengan orang yang belum dikenal, ungkap Melani beralasan melalui telepon genggamnya. Walau enggan bertemu, Melani masih mau menerima perbincangan lewat telepon genggam. Dalam perbincangan tersebut, mahasiswi diploma tiga ini terkesan ketakutan. Ia berulangkali menanyakan sumber kontak kami. Ia ingin mengetahui tentang siapa yang telah merekomendasikan kami untuk mewawancarainya. Emang tahu nomor kontak saya dari siapa, tanyanya. Setelah diceritakan bahwa kami bermaksud mengetahui tentang sisi kehidupan ayam-ayam kampus, Melani mau sedikit bercerita tentang pribadinya. Saya asli Tangerang dan tinggal bersama tante saya di Serang. Sepupu saya akan sangat marah kalau tahu tentang keadaan saya, ujar mahasiswi yang tinggal di sekitar Ciceri ini. Melani tak menampik tentang sisi gelap kehidupannya. Saya menuliskannya di friendster (salah satu situs internet yang bisa diisi biodata atau catatan pribadi anggotanya-red). Dari fotonya juga bakal ketahuan, ungkapnya. Namun sayang, perbincangan dengan Melani terputus. Beberapa saat kemudian, sebuah pesan singkat dari HP Melani pun dikirimkan. Hdup sbaiky rahasia krn menyangkut aib, harkat dn martabat. Demikian pesan singkat yang dikirimkan teman Melani. Sejak saat itu, Melani enggan lagi menerima telepon dari kami.
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
57
Riska (bukan nama sebenarnya), ayam kampus lainnya, juga tak mudah untuk ditemui oleh orang yang belum lama dikenalnya. Riska mengaku trauma saat kencan dengan orang yang baru dikenalnya. Saya pernah diturunkan di tengah jalan tol oleh orang yang baru saya kenal. Untungnya saya jalan bareng teman, ujarnya. Riska juga selalu pilah-pilih dalam menerima pasien. Ia menolak untuk diajak kencan di lingkungan Kota Serang. Saya tak mau kalau naik motor. Harus mobil pribadi, ujar perempuan yang mengaku tinggal di pinggiran Kota Serang ini. Pada Rabu (24/4/08) sore, kami menyamar sebagai orang yang hendak kencan dengan ayam kampus. Alin (nama samaran), perempuan yang direkomendasikan salah seorang penghubung langsung mengiyakan janji pertemuan. Saat dijemput di salah satu salon di pusat Kota Serang, Alin tak menolak ajakan untuk jalan-jalan. Perjalanan dari Kota Serang ke Kota Cilegon ini untuk mengorek informasi tentang sisi lain kehidupan kampus. Alin sudah bukan mahasiswi aktif. Sejak lima tahun lalu sudah menyelesaikan pendidikan diplomanya dari sebuah lembaga pendidikan. Perempuan yang sejak SMP sudah menjadi perokok ini telah melakoni sisi gelap kehidupannya saat SMA. Waktu SMA saya sering ke diskotek, ujarnya. Walau mengaku belum kecanduan, hidupnya yang terbiasa dengan alkohol dan obat terlarang telah membuat Alin melakukan tindakan lebih jauh. Alin mengaku, check in di berbagai hotel, baik di Kota Serang, Tangerang, maupun Jakarta dengan berganti pasangan sudah tak asing lagi bagi dirinya. Yang penting baginya adalah bisa memberikan kepuasan batin. Malam minggu kita nokip (mabuk-red) di hotel yuk. Sekalian check in aja biar enak, ajak Alin tanpa sungkan kepada tim investigasi. Alin mengaku sering dimarahi orangtuanya yang tinggal di sebuah perumahan di pinggiran Kota Serang ini. Anak tunggal ini punya strategi untuk menghindari kemarahan orangtuanya. Biasanya saya alasan mau nginap di rumah teman, ujar perempuan yang biasa nongkrong di salah satu cafe di kawasan Lippo Karawaci Tangerang ini. Cerita Alin berbeda dengan Atik (21), mahasiswa semester VIII dari sebuah perguruan tinggi di Kota Serang. Perempuan yang menggeluti kehidupan ayam kampus sejak tiga tahun lalu ini secara blak-blakan bercerita tentang sisi lain kehidupan kampusnya. Atik mengaku, dirinya terpaksa menggeluti dunia ayam kampus lantaran untuk kebutuhan ekonomi. Sejak semester II saya tak lagi dibiayai orangtua, ujar perempuan asli Cilegon ini. Atik mengaku, dirinya pertama kali terjun ke bisnis esek-esek ini diajak rekan kuliahnya yang sudah
58
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
lebih dulu menggelutinya. Perempuan yang kini hidup kost di dekat tempat kuliahnya ini mengaku merasa menyesal saat pertama kali melakukannya. Satu sisi saya menyesal, tapi di sisi lain saya juga butuh biaya untuk kuliah saya. Orangtua sudah tak sanggup membiayai saya, karena harus membiayai enam adik saya, ujar perempuan yang bercita-cita menjadi Polwan ini. Hampir sepekan sekali, Atik kencan dengan pria lain dengan tarif minimal Rp 700 ribu. Atik mengaku, pelanggannya dari berbagai kalangan, mulai dari pengusaha hingga pejabat pemerintahan. Atik mengaku, tak ada syarat khusus untuk bisa kencan dengannya. Asal sesuai tarifnya ya mau saja. Pelanggan saya biasanya kontak saya melalui penghubung atau teman saya. Kalau tempat kencan paling di Serang, Tangerang, atau Jakarta, ujarnya. Apakah ada komisi untuk penghubung? Atik mengaku tak ada uang komisi bagi penghubungnya. Biasanya uang hasil kencan, selain untuk biaya kuliah dan kebutuhan hidup, saya pakai untuk traktir penghubung dan teman-teman, ujarnya. Hingga saat ini, orangtua Atik belum mengetahuinya. Begitupun lingkungan kampusnya. Yang tahu paling teman-teman dekat. Di kampus saya tampil biasa saja, seperti mahasiswa lainnya. Jadi nggak ada yang curiga, ujarnya. Atik belum bisa memastikan hingga kapan ia akan melakoni hal ini. Kendati demikian, ia bertekad akan berhenti setelah dirinya memiliki pekerjaan tetap dan berkeluarga.
59
enurut data statistik, jumlah penduduk di Jawa Tengah pada tahun 2002 mencapai 31.691.866 jiwa, terdiri dari 15.787.143 (49,81 %) laki-laki dan 15.904.723 (50,19 %) perempuan. Dari jumlah tersebut, sekitar 9.019.505. (28,46 %) adalah mereka yang berusia anak/remaja. Jumlah ini relatip cukup besar karena mereka akan menjadi generasi penerus yang akan menggantikan kita dimasa yang akan datang. Status/keadaan kesehatan mereka saat ini akan sangat menentukan kesehatan mereka di saat dewasa khususnya bagi perempuan terutama bila mereka menjadi ibu dan melahirkan. Data Potensi Jawa Tengah (Pemerintah Propinsi Jawa Tengah) tahun 2004/2005, jumlah mahasiswa/i di Jawa Tengah mencapai 280.473 orang terdiri dari 113.445 orang mahasiswa negeri dan 167.028 orang mahasiswa swasta, suatu jumlah yang cukup besar. Studi mengenai perilaku pacaran mahasiswa yang dilakukan oleh Youth Center PILAR PKBI Jawa Tengah tahun 2002, menunjukkan 7.6 % mahasiswa melakukan perilaku seksual hubungan seks. Selain itu data hasil polling mahasiswa di Undip Semarang tahun 2006, menunjukkan bahwa 9,86 % mahasiswa melakukan perilaku hubungan seksual. Dari survey yang dilakukan Youth Center PILAR PKBI Jawa Tengah khususnya tahun 2004 di Semarang mengenai pengetahuan mahasiswa mengenai aspek kesehatan reproduksi mengungkapkan bahwa, dengan pertanyaan-pertanyaan tentang proses terjadinya bayi, Keluarga Berencana, cara-cara pencegahan IMS HIVAIDS, anemia, cara-cara merawat organ reproduksi, dan pengetahuan fungsi organ reproduksi diperoleh informasi, bahwa 43,22 % pengetahuannya rendah, 37,28 % pengetahuan cukup sedangkan 19,50 % pengetahuanya memadai.
*) Disampaikan pada Kegiatan Konggres JEN XII, Semarang, 20-21 Juli 2007, sesi Seminar Nasional Kesehatan Seksual Mahasiswa **) Direktur Pelaksana Daerah, PKBI Jawa Tengah.
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
61
Meski perilaku seksual mahasiswa yang melakukan hubungan seks ini masih di bawah 10 %, namun memberikan implikasi yang besar bagi masa depannya. Apalagi di tambah dengan tingkat pengetahuan para mahasiswa mengenai kesehatan reproduksi belumlah seperti yang diharapkan, maka permasalahan kesehatan reproduksi remaja menjadi lebih kompleks dalam penangananya. Bila melihat angka-angka fakta tersebut diatas, angka para mahasiswa yang melakukan seksual aktif (melakukan hubungan seks) rata-rata di bawah 10 %, sisanya melakukan perilaku seksual yang tidak melakukan hubungan seks. Namun lihatlah fakta yang terungkap dalam data dibawah ini: Perilaku seks intercourse (Data YC PILAR th 2002) 7,6% Perilaku seks intercourse (Data DCC th 2006) 9,86% Perilaku seks petting (Data YC PILAR th 2002) 25% Perilaku seks petting (Data DCC th 2006) 30,3% Bila disepakati dua perilaku seks tersebut sebagai pembanding, maka ada kecenderungan angkanya naik. Kenaikan angka ini merupakan pertanda, bahwa permasalahan kesehatan reproduksi remaja di lingkungan mahasiswa merupakan sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, terutama dari pihak otoritas dunia pendidikan tinggi, yang harus lebih pro aktif untuk melakukan pemberdayaan kepada mahasiswanya, agar mampu menjadikan mahasiswanya menghindari permasalahan kehamilan yang tidak dikehendaki dan terinfeksi HIV-AIDS. Apa yang Harus Dilakukan ? Prinsip mencegah lebih baik dari pada mengobati menjadi penting untuk sesegera mungkin dapat dilaksanakan. Paling tidak ada dua Program yang harus dilakukan yaitu :Pencegahan dan Upaya Advokasi baik secara internal maupun eksternal. Program Pencegahan perlu dilakukan melindungi mahasiswa dari perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan terjadinya: kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD) dan terjadinya penularan infeksi menular seksual (IMS ), HIV dan AIDS. Untuk mendukung program pencegahan tersebut, maka ada kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan: 1. Kegiatan Pelatihan bagi Mahasiswa sebagai relawan untuk mahasiswa yang lain (Pelatihan PE /Peer Educator) 2. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja bagi mahasiswa, melalui kegiatan ceramah, konseling, dan juga kegiatan edukasi lainnya
62
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
3.
Kegiatan Edutainment, (Kegiatan Pendidikan yang menghibur) yang diikuti oleh banyak orang, dan menggabungkan antara kegiatan pendidikan dengan kegiatan entertainment, sifatnya masal, dan biasanya berlangsung di tempat terbuka. Misalnya Penyuluhan HIVAIDS diikuti dengan pentas musik. Ini sesuatu yang sangat digemari oleh para mahasiswa di kampusnya.
Apa yang tercantum pada butir 1 sd 3 adalah untuk kegiatan pencegahan khususnya untuk mereka yang kegiatan seksualnya non aktif. Sekarang bagaimana dengan kegiatan untuk mereka-mereka yang secara seksual sudah aktif yaitu mereka yang sudah melakukan hubungan seks?. Memberikan pilihan solusi agar mereka menghentikan perilaku hubungan seksnya bukan sesuatu yang mudah, bahkan hampir tidak mungkin dilakukan. Apa mungkin kita dapat mengontrol perilaku seksual mereka secara langsung dalam 24 jam sehari. Adalah sesuatu yang sangat mustahil untuk dilaksanakan. Oleh jumlahnya yang masih belum besar (<10 %) maka secara terbatas, perlu diberikan informasi, bagaimana mereka melakukan pencegahan kehamilan, dan penularan IMS, HIV dan AIDS, melalui pengenalan alat kontrasepsi secara bertanggung jawab kepada mereka. Ini mungkin dianggap sebuah gagasan yang kontroversi, mengingat apa yang kita ketahui selama ini mengenai alat kontrasepsi hanya terbatas digunakan untuk pasangan suami istri dan pencegahan kehamilan. Padahal faktanya alat kontrasepsi, kondom misalnya, sebenarnya mempunyai fungsi ganda. Pertama sebagai alat pencegahan kehamilan, yang kedua sebagai alat untuk mencegah terjadinya penularan IMS, HIV dan AIDS. Pilihan ini memang sangat dilematis ditengah masyarakat Indonesia yang sangat menghargai nilai-nilai moral. Namun pilihan ini harus diambil, suka atau tidak, setuju atau tidak setuju. Bila tidak setuju dengan pilihan ini, maka kita harus siap menerima konsekuensi dari pilihan ini. Terjadinya KTD dan terjadinya penularan IMS, dan HIV-AIDS hanya menunggu waktu saja. Namun bila setuju, maka bersiaplah-siaplah menjadi pihak yang akan dihujat, dicaci maki karena dianggap melegalkan perzinahan, dengan mengenalkan pendidikan kontrasepsi bagi remaja (mahasiswa). Sesuatu yang sangat dilematis, namun semuanya tergantung cara kita memandang permasalahan ini. Hal lain yang perlu dilakukan adalah melakukan kegiatan advokasi baik secara internal perguran tinggi, ataupun eksternal. Secara internal harus dilakukan upaya meyakinkan stakeholder perguruan tinggi/universitas, bahwa pendidikan
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
63
kesehatan reproduksi remaja bagi mahasiswa/i adalah investasi sumberdaya manusia dan bersifat jangka panjang. Hasil dari pendidikan ini akan dinikmati saat mereka mungkin sudah tidak menjadi mahasiswa/i lagi. Dari aspek sumberdaya manusia, memiliki mahasiswa yang cerdas dan mampu melindungi dari Kehamilan, narkoba, HIV-AIDS adalah menjadi cita-cita mulia dari Universitas. Oleh karena itu universitas perlu mendukung kegiatan ini dengan memberikan peluang dan kebijakan. Pendirian pusat informasi kesehatan reproduksi menjadi sebuah kebutuhan di lingkungan universitas di era yang serba global saat ini. Oleh karena itu perlu dukungan dalam bentuk regulasi, kebijakan dan dukungan dana untuk menjalankan ini. Kegiatan advokasi eksternal perlu juga dilakukan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan lokal maupun nasional, agar tercipta situasi yang kondusif untuk remaja dalam menjalankan kegiatannya. Misalnya kebijakan mengenai kebebasan media cetak/elektronik dalam melakukan penerbitan/siaran, dapat menjadi area advokasi. Selain itu perlu juga dukungan regulasi-regulasi lokal yang memberikan kewajiban kepada Universitas, untuk memberikan alokasi waktu, sumberdaya, dan kebijakan dalam program pendidikan kesehatan reproduksi remaja bagi mahasiswa di lingkungan universitas masing-masing. Tujuan yang akan dicapai adalah agar para mahasiswa dapat melindungi diri sendiri dari masalah kehamilan, narkoba, HIV-AIDS, serta IMS. Posisi mahasiswa sebagai agen perubahan sosial di banyak negara, termasuk di Indonesia sebenarnya mempunyai peran yang sangat strategis untuk melakukan advokasi agar terjadi perubahan-perubahan kebijakan seperti yang diperjuangkan. Masalahnya, tidak semua mahasiswa mengerti mengenai isu kesehatan reproduksi, kemudian tidak semua mahasiswa sepakat dengan isu agenda apa yang akan diperjuangkan dan isu kesehatan reproduksi sendiri tidak terlalu populer, seperti halnya isu korupsi, hak asasi manusia dan juga isu lingkungan hidup. Karena tidak menarik, dan tidak populer, maka mahasiswa enggan melakukan perannya sebagai agen perubahan sosial, padahal mereka mepunyai potensi untuk melakukan itu. Advokasi sebagai sebuah alat perjuangan untuk mempengaruhi dan merubah kebijakan harus senantiasa dilakukan di berbagai level, mulai dari daerah hingga ke tingkat nasional. Sehingga pada akhirnya akan dapat diwujudkan kebijakan kesehatan reproduksi, khususnya untuk remaja yang kondusif.
64
Bulan Juni 2005 ini di beberapa kota dan kabupaten di Jawa Tengah melaksanakan pilkada secara langsung. Dalam berbagai kesempatan para calon walikota dan bupati mulai menggulirkan berbagai macam isu strategisnya sebagai penjabaran dari visi dan misinya bila kelak terpilih. Dalam sosialisasi tersebut paling tidak ada empat isu strategis yang sering diangkat sebagai bahan untuk menarik masyarakat agar mendukungnya. Pertama masalah ekonomi mencakup upaya pertumbuhan, investasi dan mengatasi pengangguran. Kedua, pendidikan tentang peningkatan kualitas, perbaikan infrastruktur, sekolah murah, beasiswa dan kesejahteraan guru. Ketiga, kesehatan tentang pelayanan murah dan mudah diakses segala lapisan masyarakat dan pembangunan fasilitas. Keempat adalah isu yang bersifat lokal dan spesifik. Sejauh ini ternyata tidak ada satu pun calon walikota atau bupati yang secara khusus mengagendakan isu kesehatan reproduksi (kespro) sebagai bahan untuk menarik calon pendukungnya. Isu kesehatan lebih diartikan sebagai persoalan biaya, akses, dan pembangunan fasilitas kesehatan. Menurut WHO, kespro diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial seseorang secara keseluruhan dan bukan saja terbebas dari penyakit maupun kelemahan dalam hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Dari definisi tersebut jelas persoalan kesehatan reproduksi sebenarnya memerlukan prioritas dan juga menyangkut hak-hak reproduksi. Dengan melaksanakan isu ini diharapkan setiap orang bisa mendapatkan kepuasan dan keamanan dalam kehidupan seksualnya. Artinya bila mereka mempunyai kemampuan untuk bereproduksi secara bebas sesuai dengan
* Direktur Pelaksana Daerah PKBI Jawa Tengah, LSM yang aktif di bidang kesehatan reproduksi.
65
keadaan dirinya. Bisa dibayangkan bagaimana resahnya masyarakat ataupun individu bila proses reproduksinya terganggu, tentu sulit mengharapkan lahirnya generasi penerus yang sehat dan berkualitas. Dalam jangka panjang akan sangat merugikan bangsa. Bangsa bangsa lemah dan tidak berkualitas baik dari segi pendidikan dan kesehatan maupun ekonomi. Logis akibatnya adalah, sudah bodoh, sakit-sakitan dan miskin pula. Lengkap penderitaannya. Mengingat betapa pentingnya hal tersebut diperhatikan di masa global sekarang, banyak organisasi dunia seperti PBB, WHO, UNDP, UNFPA, dan UNAIDS memberikan prioritas dan perhatian khusus pada isu ini. Diharapkan setiap negara memberikan perhatian dan anggaran yang memadai untuk melaksanakannya. Enam Masalah Di Jawa Tengah paling tidak ada enam masalah kesehatan reproduksi yang perlu diperhatikan secara serius. Pertama tentang KB. Jumlah penduduk Jateng tahun 2003 tercatat 32.052.840 jiwa terdiri atas 49,78% laki-laki dan 50,22% perempuan. Jumlah peserta KB saat ini 70,41%. Berarti ada 28,59% yang tidak menjadi peserta KB dengan berbagai alasan. Para peserta KB tersebut 85,73% menggunakan non - metoda kontrasepsi jangka panjang (Non-MKJP) seperti pil, suntik, kondom. Sisanya 14,27% menggunakan MKJP seperti IUD, inplant dan sterilisasi. Dari data tersebut permasalahan yang muncul adalah, timbulnya kemungkinan kegagalan kontrasepsi baik sebagai akibat perilaku akseptor yang tidak disiplin, langkanya kontrasepsi karena mahal maupun karena sebab-sebab lain. Bila hal ini terjadi akibatnya muncul ledakan penduduk yang tidak terkendali, sehingga pertumbuhan ekonomi berapa persen pun akan habis dimakan oleh pertumbuhan penduduk, sehingga pembangunan ekonomi menjadi sia-sia. Kedua, angka kematian ibu dan anak. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, angka kematian ibu tahun 2003 menunjukkan 116,12 per seratus ribu kelahiran hidup. Artinya, setiap 100.000 ibu yang melahirkan dalam setiap tahunnya sebanyak 116,12 ibu meninggal akibat melahirkan. Penyebab utama adalah 4 terlalu dan 3 terlambat. Yaitu terlalu muda punya anak, terlalu banyak melahirkan, terlalu rapat melahirkan, dan terlalu tua. Sedangkan 3 terlambat yaitu terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, dan terlambat mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan angka kematian bayi 31 per seribu kelahiran hidup pada
66
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
tahun 2003. Dengan angka tersebut maka permasalahan pendidikan masyarakat tentang kehamilan dan proses persalinan dengan melibatkan laki-laki sebagai suami belum berjalan dengan semestinya. Ketiga adalah HIV-AIDS. Kasus HIV-AIDS jumlahnya setiap tahun meningkat. Bila tahun 2003, tercatat 98 kasus HIV dan 3 kasus AIDS, pada tahun 2004 naik menjadi 130 kasus HIV dan 19 kasus AIDS. Kenaikan kasus inil mengkhawatirkan. Dari cara penularan 57,45% dari faktor heteroseksual, 31,91% dari intra drug user (IDU) atau penggunaan jarum suntik secara berganti-ganti untuk pengguna narkoba suntik, 8,51% dari faktor homoseks, dan 2,13% dari sebab perinatal. Sebaran daerah kasus HIV-AIDS sudah hampir menjangkau ke seluruh wilayah Jateng. Dari 35 kota/kabupaten, hanya ada 3 kabupaten yang belum ditemukan laporan kasus ini, yaitu Brebes, Purworejo, dan Kudus. Mengenai jenis kelamin para pengidap kasus HIV sebanyak 73% perempuan sisanya sebesar 27% adalah laki-laki, sedangkan pada kasus AIDS sebesar 61% adalah laki-laki, dan 38% adalah perempuan. Keempat adalah kesehatan reproduksi remaja. Dari penelitian yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah diperoleh data perilaku remaja dalam berpacaran yaitu, saling ngobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium/ kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan hubungan seks, pasangannya pacar adalah 78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5%, sebagai ungkapan rasa cinta 43,3% dan memenuhi kebutuhan biologis 29,9%. Masalah lainnya adalah rendahnya pengetahuan para remaja tentang pengetahuan kespro. Mereka lebih memercayai sumber-sumber informasi yang tidak sepatutnya untuk dijadikan bahan rujukan, karena memang menyesatkan, di antaranya adalah VCD porno, internet, dan media massa baik dalam bentuk koran maupun tabloid. Sekolah yang seharusnya bisa dijadikan tempat untuk memberikan informasi kepada siswanya dengan alasan-alasan tertentu justru menjadi sebaliknya. Akhirnya remaja lebih akrab untuk mengakses berbagai informasi yang tidak sebenarnya.
67
Kelima adalah pemberdayaan perempuan dan kekerasan terhadap perempuan. Akses perempuan pada pendidikan SD dan SMA lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Pada jenjang pendidikan SD angka akses pendidikan perempuan mencapai 91,77%, laki-laki mencapai 94,23%. Sedangkan untuk SMA angka 50,70% untuk perempuan dan untuk laki-laki mencapai 53,49%. Sedangkan untuk SMP angka akses pendidikan perempuan dan laki-laki relatif seimbang. Di bidang angkatan kerja partisipasi perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki yaitu 84,67% dan 53,45% untuk perempuan. Di bidang politik partisipasi perempuan belum menunjukkan peran yang maksimal. Untuk Badan Perwakilan Desa hanya sebesar 4,66%, sebagai kepala desa sebesar 2,29% dan DPRD provinsi hanya sebesar 15%. Khusus mengenai kekerasan terhadap perempuan data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Jawa Tengah tahun 2004 tercatat 310 kasus yang meliputi 79 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 195 perkosaan, 3 pelecehan seksual, 24 kekerasan terhadap buruh migran, 36 prostitusi, 4 trafficking, dan 59 kasus kekerasan dalam pacaran. Keenam adalah lansia atau lanjut usia. Jumlah penduduk lansia meningkat dari tahun ke tahun. Bila tahun 2003 jumlahnya 6,36% namun dalam tahun 2004 menjadi 6,43%. Meningkatnya jumlah lansia ini salah satunya disebabkan meningkatnya angka harapan hidup penduduk Jateng dari 68,2 tahun 2000 menjadi 69,3 pada tahun 2004. Dengan data tersebut muncul berbagai kebutuhan akses pelayanan kespro untuk lansia, karena mereka memang masih tergolong seksual aktif meski derajatnya berbeda bila dibandingkan saat usia 40 tahun. Selain itu para lansia juga membutuhkan kegiatan penunjang untuk mendukung keberadaannya. Masalahnya adalah mengapa keenam masalah tersebut tidak diminati dan bahkan jarang disosialisasikan sebagai isu strategis para calon wali kota dan bupati. Alasan pertama adalah melaksanakan program kespro membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melihat hasilnya. Ini adalah investasi SDM yang hasilnya tidak bisa dilihat secara cepat. Sementara masa jabatan walikota dan bupati adalah 5 sampai 10 tahun bila yang bersangkutan berhasil dipilih kembali. Alasan kedua yaitu kebutuhan biaya yang cukup besar. Di awal program ini dijalankan banyak membutuhkan biaya yang cukup besar misalnya untuk
68
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
penyediaan alat kontrasepsi, sementara di era otonomi daerah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) menjadi isu utama para anggota legislatif. Bila melaksanakan program lain, katakanlah membangun pasar, atau akses jalan akan mendatangkan penghasilan untuk daerah tersebut, maka program ini akan kebalikannya justru akan banyak mengeluarkan biaya dan tentunya hal ini akan mengganggu PAD. Alasan ketiga yaitu adanya anggapan menjalankan program kespro sarat bersinggungan dengan kepentingan moral. Sebagai contoh bila seorang calon walikota atau bupati menyetujui adanya lokalisasi dan pemakaian kondom di tempat tersebut, maka lawannya akan dengan mudah menjatuhkannya dengan menyebarkan informasi bahwa hal tersebut sebagai upaya untuk melegalkan perzinaan, padahal tujuan sesungguhnya adalah mengurangi dan melokalisasi penyebaran kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS agar tidak terjadi di masyarakat. Tersedianya anggaran yang memadai untuk mendukung hal tersebut, misalnya untuk pembelian alat kontrasepsi, obat anti-retroviral (ARV) bagi pengidap HIVAIDS untuk masyarakat miskin, dan untuk membiayai kegiatan dalam rangka membangun sistem pelaksanaan kesehatan reproduksi di masyarakat. Contoh lainnya adalah bila ada kebijakan memberikan pendidikan kespro remaja di sekolah, hal itu oleh lawan-lawan politiknya dianggap sebagai upaya memberikan pelajaran kepada anak dan remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah. Yang Dilakukan Lalu apa yang bisa dilakukan oleh para calon walikota dan bupati? Harus ada kesepakatan dan kesadaran bersama para stakeholders bahwa membangun masyarakat haruslah ada keseimbangan antara pembangunan yang bersifat fisik dan non fisik. Dari aspek non fisik selain penanaman nilai-nilai moral, maka memberikan komitmen untuk melaksanakan kesehatan reproduksi terutama pada enam area tersebut di atas menjadi penting untuk dijadikan kebijakan para calon walikota atau bupati kelak bila terpilih. Pembangunan SDM haruslah dimulai semenjak dalam kandungan, menyangkut proses dan upaya perawatannya, maupun pascamelahirkan untuk menciptakan generasi penerus yang sehat, dan berkualitas.
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
69
Oleh karena itu hak-hak reproduksi yang merupakan hak asasi manusia (HAM) yang diakui secara hukum internasional dan nasional adalah hak-hak dasar bagi pasangan maupun individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi reproduksinya, yang terbebaskan dari diskriminasi, pemaksaan, dan kekerasan. Hak-hak tersebut di dalamnya termasuk untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kepada siapa pun, baik laki-laki, perempuan termasuk kepada remaja. Dengan demikian ada dua langkah yang bisa dilakukan. Pertama, kebijakan memberikan informasi yang benar dan komprehensif serta terjaminnya pelayanan kesehatan reproduksi yang non diskriminatif. Kebijakan tersebut adalah tersedianya alat kontrasepsi yang murah dan dalam jumlah yang memadai serta tersedianya informasi yang cukup kepada para peserta KB untuk menentukan jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dirinya. Kedua, tersedianya informasi yang cukup tentang proses kehamilan dan proses kelahiran di berbagai pelosok kota yang melibatkan laki-laki, dengan didukung sarana pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang memadai dan terlatih sesuai dengan standar. Khusus untuk kesehatan reproduksi remaja adalah, adanya kebijakan memasukkan kurikulum pendidikan kespro remaja sebagai muatan lokal di seluruh jenjang sekolah. Sedangkan untuk permasalahan HIV-AIDS adalah adanya kewajiban pemakaian kondom bagi mereka yang perilaku hubungan seksnya berisiko (dengan banyak pasangan) di lokalisasi. Selain itu tersedianya anggaran yang memadai untuk mendukung hal tersebut, misalnya untuk pembelian alat kontrasepsi, obat anti-retroviral (ARV) bagi pengidap HIV-AIDS untuk masyarakat miskin, dan untuk membiayai kegiatan dalam rangka membangun sistem pelaksanaan kesehatan reproduksi di masyarakat. Perempuan Di bidang pemberdayaan perempuan diharapkan adanya kebijakan yang berpihak kepada perempuan, antara lain menyediakan beasiswa khusus untuk perempuan untuk meneruskan sekolah dengan alasan semata-mata masalah ekonomi.
70
Kebijakan mengenai lansia, adalah tersedianya sarana dan prasarana terutama layanan medis agar kualitas hidupnya lebih meningkat dan terbebas dari osteoporosis. Pada akhirnya, siapa pun yang terpilih sebagai wali kota dan bupati akan menghadapi masalah ini meski derajatnya berbeda antara satu kota dengan kota lainnya. Oleh karena itu semenjak para calon walikota dan bupati mencalonkan, harus ada niatan dan kepedulian yang kuat bahwa melaksanakan program kespro pada dasarnya adalah merupakan investasi pembangunan manusia terutama menyiapkan generasi.
71
memilih isu strategis yang aktual (sedang hangat atau sedang menjadi perhatian kampus). Suatu isu dapat dikatakan strategis jika memang penting dan mendesak, dalam artian tuntutan memang semakin luas agar isu tersebut segera ditangani, jika tidak akan membawa dampak negatif lebih besar pada kehidupan di dalam perguruan tinggi. 2. Mengolah Data dan Informasi Untuk mendukung isu strategis yang telah dipilih, kumpulkan sebanyak mungkin data/info yang berkaitan dengan isu yang diangkat. Kemas data/info yang terkumpul dalam bentuk fact sheet. 3. Menyusun Executive brief Berdasarkan data yang terkumpul dalam fact sheet, dilakukan pengemasan isu agar lebih mengena dalam bentuk executive brief. 4. Menggalang Sekutu dan Pendukung Sebelum menggalang sekutu diperlukan pemetaan stakeholder/pemangku kepentingan di perguruan tinggi. Hal ini diperlukan untuk dapat mengenali pihak yang mendukung maupun menghambat dalam proses advokasi ini. Setelah itu barulah dilakukan penggalangan sekutu dan pendukung. Agar kerja advokasi lebih efektif sebaiknya dilakukan pembagian tugas. Sekutu dalam kegiatan advokasi dapat terdiri dari perseorangan maupun kelompok/organisasi kampus yang memiliki sumberdaya (keahlian, akses, pengaruh, informasi, prasarana dan sarana, juga dana) yang bersedia, dan kemudian terlibat aktif langsung, mendukung dengan mengambil peran dalam proses advokasi. 6. Lancarkan Tekanan. Advokasi dapat dilakukan dengan cara melakukan tekanan ke berbagai pihak dengan berbagai cara, mulai dari yang bersifat lunak, misal : dengan mempengaruhi pendapat umum melalui tulisan di media yang ada dalam perguruan tinggi, sampai dengan cara-cara yang lebih atraktif seperti demonstrasi. 7. Pengaruhi Pembuat dan Pelaksana Kebijakan. Dalam hal ini dapat dilakukan pendekatan persuasif yaitu dengan mengajak diskusi atau proaktif menginformasikan pada pembuat kebijakan arti penting penanganan masalah kesehatan reproduksi di perguruan tinggi.
73
erbeda dengan riset akademis yang mementingkan formalitas baku dalam proses dan hasilnya, riset untuk advokasi lebih mementingkan manfaat praktis dari semua data dan informasi yang dihasilkannya. Karena itu, riset advokasi sebenarnya lebih merupakan riset terapan (application reserach), terutama dalam bentuk kajian kebijakan (policy studies). Tujuannya adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data dan mengolahnya menjadi informasi yang diperlukan untuk mendukung semua kegiatan lain dalam proses advokasi: dalam rangka memilih dan merumuskan isu strategis, sebagai bahan proses legislasi, untuk keperluan lobi dan kampanye, dan sebagainya, dengan demikian, semua data dan informasi yang sama, jika digunakan untuk keperluan melobi pejabat pemerintah misalnya, tentu saja memerlukan kemasan dan cara penyajian yang berbeda jika digunakan untuk keperluan menggalang dukungan langsung dan aktif dari berbagai pihak lain sebagai calon sekutu potensial, atau jika digunakan untuk keperluan kampanye pembentukan pendapat umum. Ada dua sumber data yang yang digunakan untuk mendukung riset advokasi yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder dapat diperoleh dari kliping, hasil penelitian terdahulu, buku referensi dan lain-lain. Data primer diperoleh dengan pengumpulan data secara langsung bisa melalui observasi maupun wawancara. Yang harus diperhatikan dalam pengambilan data primer adalah unsur kepercayaan, mengingat isu seksualitas merupakan hal yang masih tabu bagi sebagian orang. Beberapa tips untuk membangun kepercayaan saat mengambil data : 1) Kenalkanlah diri terlebih dahulu; ucapkan salam dan sapa dengan sopan 2) Terangkan maksud dan tujuan pengambilan data secara singkat dan sederhana 3) Pilih tempat yang nyaman; cari lokasi yang tidak terlalu ramai sehingga responden merasa nyaman diwawancarai 4) Pilih waktu yang tepat, tawarkan kepada responden waktu yang nyaman untuk diwawancarai
74
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
5) Bersikaplah terbuka terhadap perbedaan, tidak perlu menunjukkan ekspresi yang berlebihan (kaget, marah, tertawa terbahak-bahak, menangis) saat responden memberikan jawaban 6) Menjaga kerahasiaan, sampaikan diawal proses bahwa seluruh jawaban/pernyataan responden akan dijaga kerahasiaannya. Ciri Khas & Perbedaannya Riset Advokasi dengan Riset Akademis
Riset Akademis Tujuan Manfaat Isi dan Objek Pembuktian teori/ hipotesa Kebenaran ilmiah Riset Advokasi Pembuktian kasus, kejadian Kebenaran isu yang diadvokasi Pengakuan hak atau pelayanan publik lebih baik bagi masyarakat Umpan balik perubahan perbaikan kebijakan Kebijakan publik Fakta/data tentang pelaksanaan dan dampak kebijakan publik Ideografis ( justru subjektif, harus memihak/tidak netral, tidak ada kaidah baku, umumnya kualitatif) Campuran, mutlak harus melibatkan aktivis dan masyarakat/civitas akademika Singkat, padat, jelas, tegas Gaya bahasa tidak resmi, populer, mudah diverna Angka-angka hanya seperlunya saja Sesedikit mengkin istilah-istilah teknis Sistematika terbalik: kesimpulan, pernyataaan sikap/tuntutan, baru data dan ilustrasinya Boleh oleh orang lain, mungkin lebih baik oleh tokoh ternal yang cakap berbicara, tangkas menjawab pertanyaan, tegas bersikap, bahasa populer, selera humor tinggi 75
Pengakuan akademis (gelar, ijasah, dsb) untuk pribadi/kelompok peneliti Pengembangan teori itu sendiri Teori/hipotesa ilmiah Fakta/data berkaitan dengan teori/ hipotesa tersebut Nomotetik (harus objectif, netral/ tidak memihak, ikut sistematika baku, umumnya kuantitatif) Pakar, profesional
Metodologi
Pelaksana
Penyajian Hasil 1. Sangat rinci, dingin, penuh data (biasanya angka statistik), pakai istilah-istilah baku Sistematika baku: hipotesa, data pembuktian, baru kesimpulan Bentuk resmi/formal, terlalu banyak ilustrasi akan dianggap tidak ilmiah Harus disajikan sendiri oleh penelitinya, menggunakan orang lain (meskipun orang terkenal) sama sekali tidak relevan
elakukan advokasi menuntut kreatifitas kita. Sebagai ilmu, aktivitas advokasi bisa dipelajari dan dinalarkan sesuai pengalaman dan penjelasan akademis. Akan tetapi advokasi juga sebuah seni. Sebagai sebuah seni, tentu saja insting dan kreativitas kita sangat dituntut. Dan ini sangat dinamis. Sejauh kita bisa berpikiran tidak biasa maka kita bisa mengembangkan berbagai kegiatan advokasi juga bisa menjadi tidak biasa dalam artian bisa menarik perhatian target advokasi (pengambil kebijakan) untuk membuat perubahan. Termasuk menggunakan executive brief dalam kegiatan advokasi. Tantangannya: Bagaimana membuat isi dan layout executive brief menarik untuk dibaca Bagaimana isinya jelas dan fokus tentang apa yang diinginkan termasuk apa yang pembaca harus lakukan Bagaimana executive brief sampai ketangan mereka dan kita bisa berdialog dengan mereka Jika executive brief tidak sampai ketangan pembuat kebijakan, mereka tidak tertarik membaca karena tidak menarik atau terlalu teoritik dan membingungkan, atau perubahan yang kita inginkan dianggap mengada-ada, maka tidak akan ada respon dari mereka. Apa yang Bisa Kita Lakukan? 1. Lihat Kesiapan Kita Benarkah kita yakin dengan apa yang kita perjuangkan? Apa yang mendasari keyakinan kita? Dua pertanyaan ini penting untuk dibahas dalam kelompok kita. Karena advokasi bukanlah tentang perdebatan akademis tapi adalah soal menyuarakan keyakinan. Jika ada data dan bukti-bukti termasuk akademis itu adalah dasar pembenar atau pembukti dari keyakinan kita. Keyakinan kita adalah amunisi atau bahan bakar kita untuk memperjuangkan perubahan yang diinginkan. Maka oleh sebab itu, keyakinan yang ada haruslah terus didiskusikan dan
76
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
menjadi keyakinan bersama (kelompok). Tantangannya, bagaimana keyakinan kita tergambar dalam executive brief dan itu jelas serta mudah dipahami ketika pembuat kebijakan membaca executive brief yang kita rancang. 2. Berpikiran Cerdas dan Strategis Advokasi adalah soal kalah dan menang bukan soal benar dan salah. Maksudnya seberapa benar-pun kita belum tentu kita bisa menang dalam artian bahwa apa yang kita inginkan bisa diterima. Oleh sebab itu, berpikiranlah secara cerdas dan strategis. Di dalam kelompok kita, bangun pemahaman: Isu atau permasalahan Apa isu atau permasalahan yang kita perjuangkan? Apakah isu atau permasalahan ini hanya mempengaruhi kita atau banyak orang lainnya? Audien Bayangkan siapa audien kita? Apa yang penting bagi mereka? Ini akan secara mendasar mempengaruhi isi, layout dan cara kita menyampaikan pesan advokasi kita melalui executive brief. Semakin kita bisa meraba apa yang penting bagi mereka, maka kita bisa menyelaraskan pesan kita di dalam executive brief dengan menunjukkan bahwa ini sebenarnya sejalan dengan kepentingan mereka. Coba masuk dari sisi atau pandangan mereka tetapi tetap fokus dengan apa yang kita perjuangkan. Biasanya dengan cara ini pesan kita akan lebih mudah mereka terima Aktor (pelaku) Siapa sebenarnya aktor penting yang bisa merubah kondisi saat ini? Artinya jika kita mempengaruhi mereka maka mereka punya kekuatan atau kekuasaan untuk membuat perubahan. Aktor tersebut akan menjadi target executive brief kita. Setelah kita tahu siapa mereka, maka kita bisa mengembangkan cara untuk mendekati dan berdialog dengan mereka Ketertarikan Apa ketertarikan aktor tersebut? Penting untuk mengetahui hal ini. Karena dengan memahami ketertarikan mereka kita bisa membangun cara dan pesan yang bisa mereka pahami tidak bertentangan dengan ketertarikan mereka. Ini tantangannya, bagaimana menjelaskan bahwa apa yang kita perjuangkan ini selaras dengan ketertarikan mereka. Carilah titik temunya, tapi jangan mengorbankan apa yang kita perjuangkan. Bisa jadi aktor yang ingin kita advokasi lebih dari satu orang atau
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
77
lebih dari satu kelompok dan bisa saja ketertarikan mereka berbeda. Maka penting mencari tahu, apa perbedaan ketertarikan mereka dan seberapa berbeda? Rekomendasi Tawarkan kenapa ini menjadi solusi? Keuntungan apa yang bisa didapat jika perubahan terjadi? Jika perlu tunjukkan betapa mereka akan menjadi bagian yang berkontribusi terhadap perbaikan. Menyentuh sisi emosi (perasaan) biasanya lebih mempunyai kekuatan pendorong dari hanya sekedar perdebatan akademis Tindakan Jika mereka telah mengubah pemikirannya dan menganggap perubahan ini penting, lalu apa yang harus mereka lakukan? Diskusikan secara jelas peran atau dukungan apa yang kita harapkan dari mereka dan kenapa hal tersebut penting
3. Bangunlah Aliansi Biasanya jika kita berdialog dengan pembuat kebijakan, maka yang sering ditanyakan adalah, apakah perubahan ini hanya kita yang menginginkan atau banyak orang lainnya?. Siapakah yang kita wakili? Maka tidak ada cara lain kita harus bangun aliansi. Undang organisasi kemahasiswaan di kampus, bicarakan tentang perubahan yang kita inginkan. Minta dukungan mereka dan ajak mereka menjadi bagian dari kita. Jika perlu (malah sebaiknya) executive brief dirancang bersama mereka sehingga mereka merasa menjadi bagian dari perjuangan tersebut. Semakin banyak orang atau lembaga yang terlibat maka akan semakin kuat dan bisa dianggap mewakili banyak kepentingan. Mungkin sebagai motor gerakan ini, maka aliansi dari berbagai organisasi kampus lebih baik. 4. Cari Dukungan Mahasiswa Lainnya Executive brief kita bisa ditempel di majalah dinding kampus. Tuliskan apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa lain untuk mendukung gerakan. Disisi lain kita bisa menyebarkan angket atau mengumpulkan sebanyakbanyaknya tanda-tangan mahasiswa yang setuju untuk membuktikan bahwa perubahan ini memang diinginkan semua orang. 5. Cari Dukungan Dosen atau Pihak Kampus Lainnya Akan lebih kuat jika ada dosen atau pihak kampus lainnya mendukung gerakan ini. Ini untuk menunjukkan bahwa memang perubahan perlu dan ini bukan hanya kepentingan segolongan orang. Datangi orang78
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
orang yang kita anggap pro perubahan dan punya kekuatan untuk membantu kekuatan kita, berikan executive brief dan sampaikan dengan cara apa mereka bisa mendukung kita. Tentu saja peran yang bisa mereka mainkan bermacam-macam, seperti: ada yang bisa memberikan penjelasan tentang jika menginginkan perubahan kebijakan di kampus bagaimana prosedurnya, ada yang membantu menghubungkan kita dengan pimpinan kampus, ada yang terlibat bersuara langsung, dsb, tergantung kepada keinginan mereka, jangan dipaksa. 6. Ajukan Permohonan Bertemu dengan Pimpinan Kampus Cari waktu dan ajukan permohonan untuk bertemu dengan pimpinan kampus. Sebaiknya hindari gerakan yang radikal atau seperti mengkudeta. Bagaimanapun tidak ada seorang pun yang suka disalahkan atau ditekan, termasuk pimpinan kampus. Gunakan jalurjalur atau cara-cara yang elegan dan membuat pimpinan kampus merasa tetap dihargai. 7. Rancang Rencana Dialog atau Presentasi Jika sudah ada jadwal kapan bertemu dengan pimpinan kampus, maka di dalam tim diskusikan: Apa yang akan disampaikan kepada pimpinan kampus rancang pokok pembicaraan atau presentasi kita (talking points). Jangan terlalu panjang tapi fokus. Biasanya menyangkut: apa permasalahan kita, kenapa ini terjadi, perubahan apa yang kita inginkan, bagaimana cara mengubahnya (apa yang bisa dilakukan oleh pimpinan kampus untuk mengubahnya) Siapa yang akan menjadi juru bicara karena tidak setiap orang akan bicara. Itu akan membingungkan. Pilih satu hingga maksimal tiga juru bicara kita. Walaupun dalam dialog nantinya setiap orang bisa bicara akan tetapi menyiapkan juru bicara penting Lakukan simulasi biar tidak merasa grogi atau kaget pada saat bertemu dengan pimpinan. Selain itu kita bisa membayangkan situasinya dan bisa merancang cara-cara untuk membuat dialog kita sukses. Ingat bahwa waktu pimpinan tidak akan banyak. Lakukan semua proses itu maksimal hanya 1 jam Pelajari sistem dan kebijakan kampus seringkali kita kalah berargumentasi bukan karena tidak memahami permasalahan tetapi lebih karena tidak memahami peluang perubahan. Biasanya pimpinan kampus akan memberikan alasan mengenai
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
79
rumitnya sistem dan kebijakan di kampus. Oleh sebab itu mempelajari sistem dan kebijakan di kampus menjadi penting dan kita bisa tahu di mana peluangnya 8. Lakukan dialog atau presentasi Pada waktu yang sudah disepakati maka kita bisa melakukan dialog atau presentasi: Sampaikan penghargaan kita bahwa pimpinan kampus sudah ikut peduli dengan mau menerima kita Sampaikan maksud kita bertemu Presentasikan executive brief kita ( jangan terlalu lama, kira-kira maksimal 30 menit) batasi presentasi kita dengan menyampaikan: permasalahan apa yang kita rasakan, kenapa muncul, apa dampaknya bagi kita jika dibiarkan, keuntungan apa yang akan kita dapatkan jika terjadi perubahan, apa yang bisa dilakukan untuk mengubahnya, serta tindakan apa yang kita harapkan dilakukan oleh pimpinan kampus. Ingat, bahwa menyentuh sisi emosi atau perasaan lebih mengena daripada debat akademis Gunakan bahasa yang singkat dan jelas Jangan arogan atau menyalahkan Selalu tunjukkan bahwa kita menghargai pimpinan kampus dan sedang tidak menyidangi dia Sampaikan kita mendukung dia untuk melakukan perubahan Minta respons dari pimpinan kampus dan fokuskan pembicaraan pada tindakan apa yang bisa dilakukan berikutnya Sepakati apa langkah-langkah yang akan dilakukan berikutnya Catat janji dari pimpinan kampus. Jika kita bisa mengajak media kampus maka minta mereka mempublikasikan janji pimpinan kampus sehingga diketahui oleh seluruh elemen kampus Sampaikan kita akan menunggu langkah-langkah perubahan dan akan meminta waktu lagi untuk melakukan dialog berikutnya Ucapkan terima kasih dan rasa bangga kita atas kesediaan pimpinan kampus menerima kita Untuk membuat perubahan tidaklah mudah dan sebentar. Oleh sebab itu, terus pantau perkembangan dari usaha yang sudah dilakukan. Yang penting adalah kita jelas dengan apa yang kita yakini.
80
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
ika anda pernah melakukan kegiatan advokasi atau pernah membaca laporan atau cerita dari berbagai lembaga yang melakukan advokasi, tentu anda pernah membaca atau mendengar tentang istilah executive brief.
Executive brief adalah dokumen yang berisi garis besar hasil pengalaman, data penelitian atau bukti-bukti (evidence-based) yang rasional yang digunakan untuk menawarkan alternatif aksi/tindakan atau kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang dirasakan oleh kelompok yang merancang atau mengajukannya. Biasanya ditujukan untuk pembuat kebijakan untuk menyampaikan sikap (positioning) kelompok yang meminta perubahan terhadap situasi/permasalahan yang dihadapi serta perubahan apa yang diinginkan. Tujuan executive brief adalah untuk meyakinkan pembacanya mengenai urgensi permasalahan yang ada saat ini dan kebutuhan untuk mengubahnya serta cara/langkah yang bisa dilakukan untuk membuat perubahan terjadi. Sama seperti alat/ media pemasaran lainnya, maka kunci sukses executive brief adalah membuat pesan yang spesifik untuk kelompok yang spesifik. Bagaimana Merancang Executive brief yang Efektif? 1. FOKUS keseluruhan aspek executive brief (dari isi pesan hingga layout) secara strategis harus difokuskan untuk mencapai tujuan meyakinkan pembacanya. Contohnya, argumentasi yang diungkapkan harus membangun pemahaman kenapa mereka harus mengetahui permasalahan tersebut, apa yang mereka tidak ketahui tentang permasalahan tersebut dan disampaikan dengan bahasa yang merefleksikan nilai-nilai yang dianut, seperti: menggunakan ide, buktibulti, dan bahasa yang bisa meyakinkan pembaca
MODUL ADVOKASI KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI AKTIVIS MAHASISWA
81
2. PERSPEKTIF PROFESIONAL, BUKAN AKADEMIK dari pengalaman, sebagian besar pembaca executive brief biasanya tidak tertarik dengan bukti-bukti berdasarkan hasil analisis atau penelitian yang dilaksanakan, tetapi akan sangat tertarik dengan perspektif pembuatnya terhadap permasalahan dan solusi potensial berdasarkan bukti-bukti yang aktual 3. BERDASARKAN BUKTI-BUKTI pembaca biasanya tidak hanya berharap menemukan argumentasi rasional tetapi hanya akan bisa diyakinkan dengan argumentasi yang didukung oleh bukti-bukti atas permasalahan yang dihadapi 4. PEMBATASAN Agar pesan yang diangkat fokus, maka perlu membatasi isi executive brief dengan isu atau permasalahan yang spesifik. Semakin spesifik permasahalan yang diangkat maka akan semakin baik dan fokus sehingga lebih mudah diterima 5. RINGKAS pembuat kebijakan atau pimpinan kampus biasanya tidak punya waktu banyak untuk membaca executive brief yang panjang. Usahakan maksimal panjang executive brief adalah 4 halaman. Tapi yang terbaik maksimal adalah 2 halaman 6. MUDAH DIMENGERTI bukan hanya dengan menggunakan bahasa yang mudah dan jelas (jangan menggunakan jargon dan konsep-konsep akademis), tetapi juga mengembangkan penjelasan yang mudah dimengerti dan diikuti oleh pembaca yang beragam 7. MENARIK executive brief harus menarik minat orang untuk membaca secara lengkap dan mendalam sehingga bisa membangun kesan dalam diri pembaca. Untuk itu, kita dapat menggunakan warna dan disain yang menarik, menggunakan logo, foto-foto, slogan, ilustrasi, dsb) 8. PRAKTIS DAN MUDAH UNTUK DITERAPKAN executive brief mestinya berisi argumentasi tentang apa yang terjadi secara aktual dengan kebijakan yang ada dan mengusulkan rekomendasi yang bisa dianggap realistis oleh pembacanya
82
Struktur penulisan Executive Brief 1. Judul Pilih judul yang menarik perhatian pembaca yang bisa menggambarkan isi executive brief secara keseluruhan, menggelitik dan relevan 2. Executive Summary Berisi ringkasan sepanjang 1 hingga 2 paragraf tentang: Deskripsi dari permasalahan yang diangkat Pernyataan singkat dan jelas tentang kenapa kebijakan yang ada saat ini perlu diubah (atau kebijakan yang belum ada perlu dibuat) Rekomendasi aksi yang harus dilakukan 3. Konteks Permasalahan Bagian ini berisikan fakta-fakta, bukti, argumentasi dan perspektif tentang permasalah yang sedang dihadapi sekaligus alasan kenapa aksi untuk merubah itu dibutuhkan. Hal-hal penting yang perlu ditulis adalah: Pernyataan yang jelas tentang masalah yang dihadapi Analisis singkat tentang akar penyebab masalah (kenapa masalah terjadi) Pernyataan singkat mengenai implikasi kebijakan yang ada saat ini terhadap masalah Yang perlu diingat adalah masalah yang diangkat harus spesifik dan fokus 4. Kritik terhadap Kebijakan yang Ada Bagian ini menggambarkan secara jelas tentang gap yang ada saat ini antara kebijakan dan realita di lapangan. Tuliskan: Pandangan singkat tentang isi dan praktek kebijakan yang ada saat ini dan hubungannya dengan masalah Argumentasi tentang kenapa dan bagaimana pendekatan kebijakan yang ada saat ini gagal dan perlu diperbaiki? 5. Rekomendasi Bagian ini berisi rekomendasi secara rinci, spesifik dan meyakinkan tentang bagaimana cara memperbaiki situasi saat ini. Tuliskan: Tindakan atau langkah-langkah apa secara spesifik yang harus dilakukan Kadang bisa pada paragraf penutup untuk menegaskan kembali mengenai pentingnya melakukan tindakan segera
83
85
86
87
88
89
90
OUT LOOK
M
Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan yang Bermakna
asa Remaja* diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi. Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial terhadap remaja semakin menjadi perhatian di seluruh penjuru dunia. Dipacu rekomendasi dari hasil International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 atau yang disebut dengan Konperensi Internasional mengenai Kependudukan dan Pembangunan (lihat kotak, halaman 2), banyak organisasi di berbagai negara telah menciptakan berbagai program agar dapat lebih memenuhi kebutuhan para remaja di bidang kesehatan reproduksi. Meskipun untuk memenuhi kebutuhan global, program remaja yang ada masih sangat sedikit dan terbatas serta evaluasinya masih belum memadai, namun ternyata banyak pelajaran yang dapat dipetik dari proyek perintis/percontohan dan upaya inovatif yang telah dilakukan di berbagai wilayah mengenai jenis kegiatan remaja, baik yang dapat menghasilkan perubahan yang bermakna maupun yang tidak. Sekitar 1 milyar manusia hampir 1 di antara 6 manusia di bumi ini adalah remaja; 85% di antaranya hidup di negara berkembang.1 Banyak sekali remaja yang sudah aktif secara seksual (meski tidak selalu atas pilihan sendiri), dan di berbagai daerah atau wilayah, kira-kira separuh dari mereka sudah menikah.2 Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) yang dapat disembuhkan. Secara global, 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15-24 tahun. Perkiraan terakhir adalah, setiap hari ada 7.000 remaja terinfeksi HIV.3 Risiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, misalnya tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup yang populer. Remaja seringkali kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi, keterampilan menegosiasikan hubungan seksual, dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau serta terjamin kerahasiaannya. Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan (privacy) atau kemampuan membayar, dan kenyataan atau persepsi remaja terhadap sikap tidak senang yang ditunjukkan oleh pihak petugas kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu ada. Di samping itu, terdapat pula hambatan legal yang berkaitan dengan pemberian pelayanan dan informasi kepada kelompok remaja. Banyak di antara remaja yang kurang atau tidak memiliki hubungan yang stabil dengan orangtuanya maupun dengan orang dewasa lainnya, dengan siapa seyogianya remaja dapat berbicara tentang masalah-masalah kesehatan reproduksi yang memprihatinkan atau yang menjadi perhatian mereka.
* Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun.
Volume 16
Januari 2000
91
OUT LOOK
Meskipun dihadapkan pada tantangan-tantangan di atas, program yang memenuhi kebutuhan remaja akan informasi dan pelayanan dapat membawa perubahan bermakna. Program-program yang berhasil dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan perencanaan hidup mereka, menghormati kebutuhan dan keprihatinan kaum muda, dapat melibatkan masyarakat dalam upaya mereka, serta memberikan pelayanan klinis yang dapat menghormati dan menjaga kerahasiaan kliennya. Artikel ini menelaah aspek-aspek yang mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja, mengulas program-program yang telah dilakukan, serta mengevaluasi pelajaran (lessons learned) yang dapat di petik dari pengalaman program-program tersebut. Berbagai Risiko Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, dan oleh sistem yang membatasi akses terhadap informasi dan pelayanan klinis. Kesehatan reproduksi juga dipengaruhi oleh gizi, kesehatan psikologis, ekonomi dan ketidak-setaraan jender yang menyulitkan remaja putri menghindari hubungan seks yang dipaksakan atau seks komersial.4 Kehamilan. Di berbagai belahan dunia, wanita menikah dan melahirkan di masa remaja mereka (lihat Tabel 1). Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang telah berusia 20 tahunan, terutama di wilayah di mana pelayanan medis sangat langka atau tidak tersedia (lihat Outlook, Volume 16 Januari 1999 Edisi Khusus: Keselamatan lbu). Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko kematian (maternal mortality) dibandingkan dengan wanita yang telah berusia 18-25 tahun akibat persalinan lama dan persalinan macet, perdarahan maupun faktor lain.5 Kegawat daruratan yang berkaitan dengan kehamilan, misalnya tekanan darah tinggi (hipertensi) dan anemia (kurang darah) juga lebih sering terjadi pada ibu-ibu berusia remaja, terutama pada daerah di mana kekurangan gizi merupakan endemis. Aborsi yang tidak aman. Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali berakhir dengan aborsi. Banyak survei yang telah dilakukan di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu (mistimed).6 Pada akhir tahun 1980-an di Kanada, Inggris, Selandia Baru dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa 50% lebih dari semua aborsi terjadi pada wanita di bawah usia 25 tahun.7 Di banyak negara berkembang, mahasiswi atau pelajar yang hamil seringkali mencari pelayanan aborsi agar mereka tidak dikeluarkan dari sekolah.8 Tabel 1. Prosentase wanita berusia 20-24 tahun yang melahirkan pada usia 20 tahun, menurut wilayah dan negara Cina Amerika Latin/Karibia Afrika Utara/Timur Tengah Sub-Sahara Afrika Asia Selatan Asia Tenggara Amerika Serikat
Data dari tahun 1980-an dan 1990-an Data dari Indonesia, .ili pina dan Thailand. Sumber: AGI 1998.9
Rekomendasi ICPD untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja International Conference on Population and Development (ICPD) atau yang disebut Konperensi Internasional mengenai Kependudukan dan Pembangunan mendorong Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengembangkan program yang tanggap terhadap masalah seksual dan reproduksi remaja. Berbagai negara juga direkomendasikan agar berupaya menghilangkan hambatan hukum, hambatan peraturan dan hambatan sosial atas informasi dan pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja.10 Pelayanan dan kegiatan penting yang digaris bawahi, termasuk: informasi dan konseling KB; pelayanan klinis bagi remaja yang aktif secara seksual pelayanan bagi remaja yang melahirkan dan remaja dengan anaknya; konseling yang berkaitan dengan hubungan antar jender, kekerasan, perilaku seksual yang bertanggung-jawab, dan penyakit menular seksual; dan pencegahan dan perawatan terhadap penganiayaan seksual (sexual abuse) dan hubungan seksual sedarah (incest). Berbagai kemajuan telah dihasilkan semenjak ICPD tersebut. Sudah lebih banyak negara yang telah merumuskan kebijakan program yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja. Dan telah lebih banyak program yang dikembangkan dengan pendekatan terintegrasi, yang mengakomodasikan pengaruh sosial terhadap perilaku. Di samping itu, semakin banyak partisipasi remaja dalam mengembangkan dan mengevaluasi program, dengan penekanan baru pada lingkungan program yang aman dan mendukung.11 Aborsi yang disengaja (induced abortion) seringkali berisiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada wanita yang lebih tua. Remaja cenderung menunggu lebih lama sebelum mencari bantuan karena tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan, atau bahkan mungkin mereka tidak sadar atau tahu bahwa mereka hamil. Di berbagai negara, risiko ini menjadi berat di mana aborsi hanya tersedia dalam keadaan yang tidak aman. Di Nigeria misalnya, 50 70% wanita yang masuk rumah sakit akibat komplikasi aborsi yang disengaja, umumnya mereka yang berusia di bawah 20 tahun. Sebuah telaah yang dilaksanakan di sana selama 13 tahun, menemukan bahwa 72% kematian ibu di sebuah rumah sakit universitas, terjadi pada wanita di bawah usia 19 tahun dan disebabkan oleh komplikasi akibat aborsi yang tidak aman.12 Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV. Infeksi PMS dapat menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup, termasuk kemandulan dan rasa sakit kronis, serta meningkatkan risiko penularan HIV. Sekitar 333 juta kasus PMS yang dapat disembuhkan terjadi setiap tahunnya; dan data yang ada menunjukkan bahwa sepertiga dari infeksi PMS di negara-negara berkembang terjadi pada mereka yang berusia 13-20 tahun.13 Di pedesaan Kenya misalnya, 41% wanita berusia 15-24 tahun yang mengunjungi klinik Kesehatan lbu-Anak & KB (KIA/KB) terinfeksi PMS dibanding 16% dari seluruh wanita usia reproduksi.9 Risiko remaja untuk tertular HIV/AIDS juga meningkat. Perkiraan terakhir memperhitungkan bahwa 40% dari infeksi HIV terjadi pada kaum muda berusia 15-24 tahun; 7.000 dari 16.000 kasus infeksi baru yang terjadi setiap hari. Infeksi baru pada kelompok wanita jauh lebih tinggi dibanding pada pria, dengan rasio 2 banding 1. 3
2
92
OUTLOOK/Volume 16
OUT LOOK
Guatemala City menemukan bahwa 40% dari 143 anak jalanan Kaum muda cenderung lebih berisiko tertular PMS, termasuk yang disurvei melakukan hubungan seks pertama dengan HIV/AIDS karena berbagai sebab. Seringkali hubungan seksual 14,15 orang yang tidak mereka kenal; semua pernah berhubungan seks terjadi tanpa direncanakan atau tanpa diinginkan. (Lihat faktor demi uang, semua pernah dianiaya secara seksual, dan 93% sosial budaya di bawah ini ). Walaupun hubungan seks dilakukan pernah terinfeksi penyakit menular seksual (PMS).20 atas keinginan bersama (mau sama mau). Seringkali remaja tidak _ Di Thailand, diperkirakan 800.000 pekerja seks komersial (PSK) merencanakan lebih dahulu sehingga tidak siap dengan kondom berusia di bawah 20 tahun dan dari jumlah ini, 200.000 di maupun kontrasepsi lain, dan mereka yang belum berpengalaman antaranya berusia di bawah 14 tahun. Beberapa di antara mereka berKB cenderung menggunakan alat kontrasepsi tersebut secara 16 dijual sebagai PSK oleh orangtuanya guna menghidupi tidak benar. Lebih lanjut, remaja putri mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi dibandingkan wanita lebih tua karena anggota keluarga yang lain.15 belum matangnya sistem reproduksi mereka. Tantangan Mengembangkan Program yang Efektif Female Genital Mutilation (FGM) atau Pemotongan Program untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja Kelamin Wanita. Yang dimaksud dengan .GM atau pemotongan menghadapi beberapa tantangan. Program harus dapat memberikan alat kelamin wanita adalah pemotongan sebagian atau seluruh alat informasi dan pelayanan klinis yang tepat, sekaligus membantu kelamin luar wanita maupun tindak perlukaan lainnya terhadap alat remaja mengembangkan kemampuan membuat keputusan maupun kelamin wanita. .GM merupakan praktek tradisional yang sudah memperoleh keterampilan utama yang lain. Program juga harus berurat-berakar yang berdampak sangat parah dan berat terhadap memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan kesehatan reproduksi remaja putri atau wanita. Umumnya remaja (misalnya norma budaya, pengaruh teman sebaya dan media praktek semacam ini dilakukan di negara-negara Afrika. massa, serta kesulitan ekonomi) dan mengembangkan strategi Kebanyakan perempuan yang telah menjalankan .GM adalah mereka program yang mampu menjawab kebutuhan remaja. Selain itu yang tinggal di salah satu dari 28 negara di Afrika; sekitar 2 juta 17 program juga harus mampu membangun masyarakat dan remaja putri menjadi korban praktek ini setiap tahunnya. Selain trauma psikologis yang dialami saat pemotongan, .GM dapat menggalang dukungan politis bagi kegiatan-kegiatan yang berpusat mengakibatkan infeksi, perdarahan hebat dan shock. Perdarahan pada remaja. yang tidak terkontrol ataupun infeksi, dapat mengakibatkan kematian Penyediaan pelayanan klinis. Pelayanan klinis kesehatan dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari. Beberapa bentuk reproduksi remaja paling baik dilakukan oleh petugas yang telah .GM dapat menyebabkan rasa sakit kronis setiap kali melakukan terlatih menghadapi masalah khas remaja dan mampu memberikan hubungan seks, infeksi radang panggul yang berulang-ulang dan konseling untuk remaja yang berkaitan dengan masalah reproduksi persalinan lama maupun macet. ICPD menyatakan bahwa dan kontrasepsi yang dinilai sangat peka (lihat kotak hal. 4). Dalam .GM merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan mendesak semua kegiatan intervensi, petugas harus mempertimbangkan status penghapusan kebiasaan tersebut. perkawinan si remaja, keadaan kesehatannya secara keseluruhan, Faktor sosial budaya. Penganiayaan seksual dan pemaksaan serta seberapa besar kuasa yang mereka miliki dalam hubungan seks. seks meningkatkan risiko kesehatan pada remaja, demikian pula Remaja seringkali menyebutkan karakteristik berikut ini sebagai norma kultural yang berkaitan dengan jender dan hubungan seksual. hal yang penting dalam memenuhi kebutuhan kesehatan mereka: Sebagai contoh : jaminan kerahasiaan, lokasi dan _ Di berbagi negara, seperti India, praktek perwaktu/jam yang sesuai, kawinan yang diatur orangtua pada gadis di balingkungan yang bersahabat bagi Membatasi akses terhadap pendidikan wah usia 14 tahun masih sangat umum. remaja, terbuka bagi remaja putri kesehatan seksual yang ditujukan untuk _ Hubungan seksual terjadi pada gadis usia 9-12 tahun maupun putra, memiliki menunda hubungan seks pertama dan karena banyak pria dewasa mencari gadis muda sekomponen program konseling mempraktekkan seks aman adalah bagai pasangan seksual untuk melindungi diri yang kuat, petugas yang terlatih pelanggaran terhadap hak anak. Anakmereka sendiri terhadap penularan PMS/HIV.2 secara khusus serta pelayanan anak, baik perempuan maupun laki-laki _ Di beberapa budaya, pria muda diharapkan untuk klinis yang komprehensif.21 perlu memahami bagaimana mereka memperoleh pengalaman hubungan seks pertama Pemberian I n fo r m a s i . dapat membantu untuk mengambil kalinya dengan seorang pekerja seks komersial Memberikan informasi yang tepat tanggung jawab atas hidup mereka sendiri - untuk melindungi diri sendiri (PSK). dan relevan tentang kesehatan dan orang lain dari HIV. _ Remaja, terutama remaja putri seringkali dipaksa reproduksi, merupakan hal yang Peter Piot berhubungan seks. Di Uganda misalnya, 40% sangat penting bagi program jenis UNAIDS. dari siswi sekolah dasar yang di pilih secara apapun. Pendidikan dan konseling acak melaporkan telah dipaksa untuk berhubungan yang berbasis di klinik merupakan seks.18 hal yang terpenting dalam upaya ini, _ Di Sub-Sahara Afrika, pengalaman hubungan demikian pula program yang berbasis di sekolah (lihat kotak hal. seks pertama bagi beberapa remaja putri adalah dengan 5). Jelas sekali bahwa orangtua adalah sumber utama informasi, Om Senang yang memberikan mereka pakaian, biaya sekolah, walau seringkali para orangtua merasa kurang punya informasi, malu dan buku-buku sebagai imbalan atas jasa seks yang diberikan. membahas topik ini dengan anak mereka, atau bahkan tidak setuju _ Di negara berkembang, jutaan anak hidup dan bekerja di jalanan, bila remaja mengutarakan minatnya untuk mengetahui hal-hal yang dan banyak di antara mereka yang terlibat dalam seks demi berkaitan dengan seksualitas. Pendekatan gaya remaja seperti bertahan hidup (survival sex) dimana mereka menukar seks program radio on-air di mana remaja dapat menelpon, sanggar untuk memperoleh makanan, uang, jaminan keamanan maupun remaja (drop-in centers), majalah, telepon hotline juga merupakan obat-obat terlarang.19 Sebagai contoh, sebuah survei di strategi efektif untuk menjangkau remaja (lihat kotak hal.6).
OUTLOOK/Volume 16
3
93
OUT LOOK
Kontrasepsi Bagi Remaja yang Aktif Secara Seksual Remaja yang meminta konseling kontrasepsi, menginginkan konseling yang memberikan jaminan kerahasiaan, bersifat akurat, tidak menghakimi serta dalam suasana lingkungan yang nyaman dan menyenangkan. Setiap klien yang meminta konseling kontrasepsi mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat mengenai metode kontrasepsi, termasuk penggunaan yang benar, efek sampingnya dan bagaimana menghubungi petugas kesehatan yang punya kepedulian. Kondom jelas merupakan pilihan pertama bagi mereka yang telah aktif secara seksual, terutama yang belum menikah dan/atau mempunyai pasangan tetap (monogamis). Kondom mencegah penularan PMS dan HIV bila digunakan secara benar dan konsisten serta efek sampingnya sangat kecil. Pantang berhubungan seks (abstinence) perlu dibahas sebagai salah satu pilihan bagi mereka yang belum aktif secara seksual maupun yang sudah. Mereka yang memilih kontrasepsi hormonal atau metode kontrasepsi lainnya disarankan untuk juga menggunakan kondom apabila mereka berhubungan seks dengan seseorang yang tidak diyakini bebas dari PMS. Pilihan kontrasepsi lain mencakup berikut ini: .emale Barrier Methods termasuk kondom wanita, diafragma, dan spermisida dapat juga menjadi pilihan serta dapat memberikan pelindungan tertentu terhadap PMS. Namun penerimaan metode kontrasepsi tersebut dan cara penggunaannya dapat menjadi masalah. Pil kontrasepsi darurat (emergency contraception pills) tidak melindungi terhadap PMS, namun merupakan metode penting. Penggunaannya 72 jam sesudah berhubungan seksual tanpa pelindung (unprotected intercourse). Pil KB tidak dapat mencegah PMS, tetapi merupakan kontrasepsi populer di kalangan remaja putri di berbagai wilayah di dunia. Cara penggunaan yang benar serta konsisten dapat menjadi masalah bagi beberapa remaja putri, terutama bila mereka mengalami efek samping hormonal seperti payudara nyeri dan naiknya berat badan. Dengan demikian, konseling menjadi penting sebelum menggunakan pil KB. Cara KB tradisional seperti sanggama terputus dan KB alamiah tidak dapat mencegah PMS, namun tetap merupakan pilihan. Bahkan mungkin, sanggama terputus merupakan satu-satunya metode dalam situasi tertentu. IUD atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan sterilisasi umumnya tidak dianjurkan bagi remaja. Metode yang hanya berisiprogestin (seperti pil, susuk KB dan KB suntik) lebih tepat bagi klien yang telah berusia di atas 16 tahun, karena keprihatinan teoretis bahwa progestin bisa berpengaruh terhadap perkembangan tulang pada remaja putri. Umumnya, remaja tidak merencanakan hubungan seks terlebih dahulu serta juga tidak mengantisipasi akan adanya kesulitan dalam penggunaan kondom atau metode kontrasepsi lainnya. Namun demikian, selayaknya mereka memahami atau mengetahui adanya berbagai pilihan metode di atas. Untuk informasi lebih lanjut mengenai metode kontrasepsi dan kriteria WHO untuk penggunaannya, baca edisi Outlook Vol. 13, No. 4, 1995 dan Vol. 14, No. 1, 1996, serta publikasi WHO, Division of .amily and Reproductive Health Improving Access to Quality Care in .amily Planning: Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use Geneva, WHO, 1996. Publikasi ini hanya tersedia dalam bahasa Inggris. (lihat kotak hal. 5). Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan Mengembangkan kemampuan. Remaja perlu mungkin merasa tidak ada gunanya merencanakan hari depan dan/ mengembangkan kemampuan praktis untuk meningkatkan atau melindungi kesehatan mereka. Berbagai faktor lain yang kesehatan mereka. Salah satu pendekatan untuk menghadapi mempengaruhi kesehatan dan perilaku remaja mencakup: tantangan ini adalah program Pilihlah Sebuah Masa Depan yang Kemiskinan, termasuk kekurangan gizi; dilaksanakan di lima negara di Sub-Sahara Afrika. Program tersebut Kekacauan politik, termasuk penduduk yang tersingkir atau menggunakan pelatihan, permainan peran, kunjungan masyarakat, terisolasi; dan cara-cara lain guna meningkatkan keterampilan kesehatan, Tekanan kelompok sebaya dan pengaruh media; termasuk bagaimana mencegah penyakit menular seksual (PMS), Ketidaksetaraan jender dan eksploitasi seksual (lihat hal. 3); merumuskan tujuan dan meningkatkan komunikasi dengan keluarga Tuntutan masyarakat mengenai kehamilan dan melahirkan dan teman. Kurikulum tersebut juga membahas ketidaksetaraan (childbearing). jender yang mempengaruhi kesehatan dan mempromosikan Baru-baru ini, sebuah artikel menelaah tanggung jawab bersama antara pria - wanita 22 bagaimana merumuskan strategi perencanaan terhadap kesehatan. Contoh lain dari cara pendekatan ini adalah Kurikulum Keterampilan Menerima kenyataan bahwa remaja program yang didasarkan pada perbedaan Perencanaan Hidup (Life Planning Skills juga adalah individu seksual tampak- tingkat pengalaman seksual remaja (lihat kotak Curriculum) yang sedang dilaksanakan di nya merupakan salah satu hal yang hal. 7). Menjamin program yang cocok atau berbagai sekolah lanjutan pertama di Kenya. Di paling berat untuk diterima oleh samping memberikan informasi tentang PMS, kebanyakan lapisan masyarakat. relevan untuk remaja. Perencana program pertama-tama harus mengidentifikasi secara Dr. Pramilla Senanayake, kehamilan dan kontrasepsi, program tersebut jelas kelompok remaja yang bagaimana yang IPPF juga melatih pendidik sebaya untuk akan dilayani oleh programnya dan kemudian memberikan pendidikan AIDS berbasis 23 melibatkan kelompok remaja tersebut dengan cara yang bermakna sekolah. guna mengembangkan program tersebut. Beberapa organisasi Mempertimbangkan sisi kehidupan remaja. Pandangan misalnya International Planned Parenthood .ederation (IPP.) telah remaja atau kaum muda di seluruh dunia sebenarnya dibentuk oleh melakukan hal ini dengan membentuk Panel Penasehat Remaja situasi dimana mereka hidup, Remaja putri dengan pendidikan untuk membantu membentuk ide-ide program. Proyek Anak Jalanan minim, atau mereka yang tidak terdidik, mungkin akan melihat yang diprakarsai oleh Badan Kesehatan Dunia bidang Program untuk kawin muda dan melahirkan sebagai satu-satunya jalan hidup mereka
4
94
OUTLOOK/Volume 16
OUT LOOK
Penyalahgunaan Zat Adiktif, merekomendasikan agar organisasi atau kelompok yang bekerja dengan anak jalanan untuk terus memantau perubahan kebutuhan kelompok sasarannya dengan melakukan tiga atau empat seri diskusi kelompok terarah (focus group discussion) setiap tahunnya.5 Menggalang dukungan masyarakat. Program untuk remaja seringkali menghadapi kesulitan untuk memperoleh penerimaan masyarakat karena orang dewasa takut atau kuatir bila remaja memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan reproduksi, remaja justru akan terdorong menjadi aktif secara seksual. Namun hasil evaluasi berbagai program di berbagai negara membuktikan lain (lihat kotak di bawah ini). Berbagai program telah membuktikan bahwa menjelaskan tujuan program kepada para orangtua, pemuka agama dan tokoh masyarakat, serta mengundang mereka berdiskusi dengan remaja, dapat mengurangi tentangan atau keberatan mereka terhadap program. Di Nyeri, Perkumpulan Keluarga Berencana Kenya membantu orangtua mendekati anak-anak mereka untuk berbagi informasi mengenai kesehatan reproduksi, dan mendorong adanya diskusi seumur hidup mengenai kesehatan reproduksi.24 Di Uganda, Program Pemantapan Kesehatan Reproduksi Remaja (Program for Enhancing Adolescent Reproductive Life/PEARL) melibatkan wakil pemerintah, LSM, masyarakat, kaum muda dan lainnya di dalam program untuk meningkatkan kesadaran mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, mendorong terjadinya advokasi dan menyediakan pelayanan.1 Strategi Program Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi dari berbagai pendekatan seringkali paling efektif dalam menjangkau kelompok remaja. Namun hanya sedikit program yang dievaluasi secara seksama berkaitan dengan dampak atau hasil akhirnya. Oleh karena itu, menentukan program seperti apa yang paling efektif justru
Poster dari Tanzania ini menekankan tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anak mereka mengenai kesehatan reproduksi. Dari .amily Planning Association of Tanzania, 1995
Pentingnya Pendidikan Termasuk Pendidikan Seksualitas Membantu remaja agar tetap bersekolah - dengan fokus utama pada remaja putri - merupakan hal yang sangat penting bagi setiap upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. Pendidikan sekolah membantu kaum muda mengembangkan keterampilan dan memperoleh informasi yang dapat membantu mereka bertahan dalam pasar kerja, dan memberikan mereka keterampilan yang lebih baik untuk merawat kesehatan mereka sendiri dan kesehatan keluarga mereka. Bersekolah juga membantu remaja putri untuk menunda perkawinan dan kelahiran anak pertama. Di Kolombia misalnya, 46% remaja putri dengan pendidikan dasar (7 tahun) melahirkan pada usia 20, tetapi hanya 19% remaja putri dengan pendidikan di atas 7 tahun (setingkat SMP/SMU) yang melahirkan pada usia 20 tahun. Di Meksiko, wanita tanpa pendidikan dasar punya kemungkinan tiga kali lebih besar untuk melahirkan pada usia tidak lebih dari 20 tahun, dan di Mesir, kemungkinannya adalah lima kali lebih besar.25 Di berbagai negara, pendidikan seksualitas menjadi bagian dari kurikulum sekolah untuk siswa-siswi yang lebih tua. Penelitian mengenai dampak program pendidikan seksualitas pada remaja di negara-negara maju menemukan bahwa program yang efektif: Memfokuskan pada pengurangan perilaku yang berakibat pada penularan PMS/HIV serta kehamilan yang tidak diinginkan. Memberikan informasi dasar yang tepat dan akurat mengenai berbagai risiko berhubungan seks yang tidak terlindung/tidak aman. Mengajarkan remaja atau kaum muda cara menunda hubungan seksual dan cara menggunakan kontrasepsi. Mendiskusikan pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi. Mengembangkan model tentang cara menolak hubungan seksual yang tidak diinginkan dan mendukung perilaku seksual yang bertanggungjawab, Membantu remaja memahami masyarakat dan pengaruh-pengaruh lainnya. Penelaahan terhadap 35 penelitian yang dilakukan di negara maju maupun negara berkembang menyimpulkan bahwa pendidikan seksualitas berbasis sekolah tidak menyebabkan terjadinya hubungan seks lebih dini dan juga tidak mengakibatkan bertambahnya kegiatan seksual remaja atau kaum muda. Sebaliknya, justru separuh dari program yang ditelaah memberikan bukti bahwa pendidikan seksual justru berdampak pada penundaan kegiatan seks dini, penurunan kegiatan seks secara keseluruhan; dan bagi kalangan remaja yang sudah aktif secara seksual meningkatkan kegiatan pencegahan PMS dan penggunaan kontrasepsi.26 Program yang mendukung penundaan kegiatan seks yang disertai dengan pemberian informasi mengenai seks aman dan kontrasepsi ternyata lebih efektif dibandingkan dengan program yang hanya mendukung abstinensi (tidak berhubungan seks). Program akan sangat efektif bila diperkenalkan pada remaja berusia lebih muda dimana mereka belum aktif secara seksual. 27, 28
OUTLOOK/Volume 16
5
95
OUT LOOK
Penyalahgunaan Zat Adiktif, merekomendasikan agar organisasi atau kelompok yang bekerja dengan anak jalanan untuk terus memantau perubahan kebutuhan kelompok sasarannya dengan melakukan tiga atau empat seri diskusi kelompok terarah (focus group discussion) setiap tahunnya.5 Menggalang dukungan masyarakat. Program untuk remaja seringkali menghadapi kesulitan untuk memperoleh penerimaan masyarakat karena orang dewasa takut atau kuatir bila remaja memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan reproduksi, remaja justru akan terdorong menjadi aktif secara seksual. Namun hasil evaluasi berbagai program di berbagai negara membuktikan lain (lihat kotak di bawah ini). Berbagai program telah membuktikan bahwa menjelaskan tujuan program kepada para orangtua, pemuka agama dan tokoh masyarakat, serta mengundang mereka berdiskusi dengan remaja, dapat mengurangi tentangan atau keberatan mereka terhadap program. Di Nyeri, Perkumpulan Keluarga Berencana Kenya membantu orangtua mendekati anak-anak mereka untuk berbagi informasi mengenai kesehatan reproduksi, dan mendorong adanya diskusi seumur hidup mengenai kesehatan reproduksi.24 Di Uganda, Program Pemantapan Kesehatan Reproduksi Remaja (Program for Enhancing Adolescent Reproductive Life/PEARL) melibatkan wakil pemerintah, LSM, masyarakat, kaum muda dan lainnya di dalam program untuk meningkatkan kesadaran mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, mendorong terjadinya advokasi dan menyediakan pelayanan.1 Strategi Program Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi dari berbagai pendekatan seringkali paling efektif dalam menjangkau kelompok remaja. Namun hanya sedikit program yang dievaluasi secara seksama berkaitan dengan dampak atau hasil akhirnya. Oleh karena itu, menentukan program seperti apa yang paling efektif justru
Poster dari Tanzania ini menekankan tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anak mereka mengenai kesehatan reproduksi. Dari .amily Planning Association of Tanzania, 1995
Pentingnya Pendidikan Termasuk Pendidikan Seksualitas Membantu remaja agar tetap bersekolah - dengan fokus utama pada remaja putri - merupakan hal yang sangat penting bagi setiap upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. Pendidikan sekolah membantu kaum muda mengembangkan keterampilan dan memperoleh informasi yang dapat membantu mereka bertahan dalam pasar kerja, dan memberikan mereka keterampilan yang lebih baik untuk merawat kesehatan mereka sendiri dan kesehatan keluarga mereka. Bersekolah juga membantu remaja putri untuk menunda perkawinan dan kelahiran anak pertama. Di Kolombia misalnya, 46% remaja putri dengan pendidikan dasar (7 tahun) melahirkan pada usia 20, tetapi hanya 19% remaja putri dengan pendidikan di atas 7 tahun (setingkat SMP/SMU) yang melahirkan pada usia 20 tahun. Di Meksiko, wanita tanpa pendidikan dasar punya kemungkinan tiga kali lebih besar untuk melahirkan pada usia tidak lebih dari 20 tahun, dan di Mesir, kemungkinannya adalah lima kali lebih besar.25 Di berbagai negara, pendidikan seksualitas menjadi bagian dari kurikulum sekolah untuk siswa-siswi yang lebih tua. Penelitian mengenai dampak program pendidikan seksualitas pada remaja di negara-negara maju menemukan bahwa program yang efektif: Memfokuskan pada pengurangan perilaku yang berakibat pada penularan PMS/HIV serta kehamilan yang tidak diinginkan. Memberikan informasi dasar yang tepat dan akurat mengenai berbagai risiko berhubungan seks yang tidak terlindung/tidak aman. Mengajarkan remaja atau kaum muda cara menunda hubungan seksual dan cara menggunakan kontrasepsi. Mendiskusikan pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi. Mengembangkan model tentang cara menolak hubungan seksual yang tidak diinginkan dan mendukung perilaku seksual yang bertanggungjawab, Membantu remaja memahami masyarakat dan pengaruh-pengaruh lainnya. Penelaahan terhadap 35 penelitian yang dilakukan di negara maju maupun negara berkembang menyimpulkan bahwa pendidikan seksualitas berbasis sekolah tidak menyebabkan terjadinya hubungan seks lebih dini dan juga tidak mengakibatkan bertambahnya kegiatan seksual remaja atau kaum muda. Sebaliknya, justru separuh dari program yang ditelaah memberikan bukti bahwa pendidikan seksual justru berdampak pada penundaan kegiatan seks dini, penurunan kegiatan seks secara keseluruhan; dan bagi kalangan remaja yang sudah aktif secara seksual meningkatkan kegiatan pencegahan PMS dan penggunaan kontrasepsi.26 Program yang mendukung penundaan kegiatan seks yang disertai dengan pemberian informasi mengenai seks aman dan kontrasepsi ternyata lebih efektif dibandingkan dengan program yang hanya mendukung abstinensi (tidak berhubungan seks). Program akan sangat efektif bila diperkenalkan pada remaja berusia lebih muda dimana mereka belum aktif secara seksual. 27, 28
OUTLOOK/Volume 16
96
OUT LOOK
Bicara Secara Terbuka: Forum Tanya Jawab Remaja mengenai Masalah Kesehatan Seksual
Sejak 1993, The Straight Talk .oundation (Yayasan Bicara Secara Terbuka) di Uganda telah mempublikasikan sebuah majalah khusus bagi remaja untuk menjawab keprihatinan remaja mengenai kesehatan seksual dan reproduksi. Majalah Straight Talk diterbitkan setiap bulan dan didistribusikan ke seluruh sekolah secara nasional dimana kelompok siswa-siswi mendiskusikan topik pada majalah tersebut. Pada tahun 1998, Straight Talk .oundation menerbitkan Young Talk, majalah yang khusus ditujukan bagi anak-anak usia 10-12 tahun. Majalah Young Talk ini memberikan informasi bagi anak-anak tentang masalah-masalah yang akan mereka hadapi di kemudian hari yang berkaitan dengan masalah pertumbuhan/ perubahan tubuh dan pengaruh kelompok sebaya. Dengan penekanan pada hak anak, termasuk hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan, majalah ini juga mendidik anak-anak mengenai cara menunda seks, menghindari situasi yang berisiko dan menghindari orang dewasa yang ingin mengeksploitasi mereka. Para pembaca majalah Straight Talk bertukar pikiran mengenai perasaan mereka dan menyampaikan banyak pertanyaan penting. Seperti diungkapkan salah seorang siswa dari Kampala Bagi saya sangat menakutkan melihat begitu banyak remaja dewasa ini yang melakukan hubungan seks yang tidak aman. Remaja lainnya mempertanyakan tentang rumor antara lain Saya dengar bahwa Pil KB dapat menyebabkan kanker atau cacat pada bayi. Para dokter dan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan menekankan pentingnya menjaga harga diri, menghargai orang lain, dan melindungi kesehatan pribadi. Salah satu masalah yang diangkat adalah kekerasan seksual, termasuk perkosaan oleh pacar (date rape) dan hubungan seks yang dipaksakan (coerced sex) serta memberikan nasehat pada korban-korban kekerasan seksual. Kedua majalah tersebut menekankan bahwa absen seks (abstinence) adalah perilaku yang paling aman bagi remaja, dan mendorong para remaja untuk aktif dalam berbagai kegiatan seperti olahraga, sebagai cara sehat untuk berinteraksi dengan remaja lain. Bagi remaja yang telah aktif secara seksual, ditekankan penggunaan kondom dan tes PMS/HIV. Straight Talk melibatkan remaja dalam diskusi mengenai kesehatan dan membahas tekanan yang sering mereka hadapi atau rasakan sehingga memungkinkan terlibat di dalam perilaku berisiko. Program kunjungan ke sekolah memungkinkan para remaja bertanya langsung kepada konselor maupun dokter. Straight Talk tersedia dalam bahasa setempat dan juga disebarluaskan kepada remaja putus sekolah, serta menjalin kerjasama dengan program radio yang disiarkan dalam 3 bahasa. Publikasi juga tersedia pada Website secara elektronik dan mendorong para perencana program untuk menggunakan materi-materi tersebut guna mengembangkan program serupa di daerah lainnya.29 Straight Talk dan program pencegahan PMS/HIV didukung penuh di Uganda, dan studi evaluasi baru-baru ini menunjukkan bahwa kaum muda di Uganda kini melakukan kegiatan seks yang aman dan cenderung menunda kegiatan seksual mereka dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, dan bahkan penularan HIV terus menurun terutama di kalangan remaja.3
menjadi tantangan tersendiri. Berikut ini adalah beberapa pendekatan yang umum dilakukan. Pelayanan klinik berorientasi remaja (Youth-oriented clinic services) adalah pelayanan yang cukup umum di Amerika, Eropa Barat dan Amerika Latin. Klinik-klinik ini memberikan berbagai pelayanan sosial dan klinis seperti kehamilan, konseling pencegahan PMS dan pengetesan atau pemeriksaannya. Sebagai contoh, pada tahun 1990, rumah sakit Maria Auxiliadora mulai memberikan pelayanan bagi satu juta remaja di daerah sekitar kota Lima, Peru. Rumah Sakit tersebut membentuk 10 klinik remaja untuk memberikan pelayanan dan konseling pencegahan di luar rumah sakit. Keterkaitan antara PMS dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya tampaknya membuat klinik-klinik ini lebih bermanfaat bagi remaja. 30 Klinik berbasis sekolah (School-based clinics) tersedia di beberapa negara maju dan negara berkembang. Pelayanan yang diberikan bervariasi, tetapi minimum mencakup pemantauan kesehatan dasar dan pelayanan rujukan. Di negara maju, klinik berbasis sekolah menyediakan kondom dan konseling yang berkaitan dengan kehamilan dan pencegahan PMS, serta rujukan untuk berbagai pelayanan lainnya sehubungan dengan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi. Pelayanan klinik seperti ini seringkali mengundang kontroversi. Di negara berkembang, klinik berbasis sekolah seringkali dibatasi oleh adanya pembatasan kebijakan, kekurangan tenaga, kurangnya jaminan kerahasiaan untuk konseling, serta kurangnya jaringan kerja dengan sumber daya yang ada di luar sekolah.5 Pusat multi pelayanan remaja (Youth Center) sering memberikan pelayanan kontrasepsi sebagai bagian program menyeluruh bagi kaum muda, termasuk pendidikan, rekreasi, dan persiapan kerja. Salah satu program yang berhasil adalah Womens Center for Pregnant Adolescents (Pusat Pelayanan Remaja Hamil) di Jamaica.
Sejak tahun 1978, program ini telah memungkinkan remaja putri untuk melanjutkan sekolah sekalipun sedang hamil, kembali ke sekolah sesudah persalinan, dan mencegah terulangnya kehamilan selama masa remajanya. Selama mengikuti program, remaja putri meneruskan pendidikan akademisnya, menerima informasi dan pelayanan KB, belajar keterampilan untuk merawat bayi/anak, serta menerima pelayanan perencanaan hidup.31 Baru-baru ini, evaluasi terhadap program tersebut menunjukkan bahwa hanya 1,4 % remaja putri yang dijangkau program mengalami kehamilan untuk kedua kalinya sebelum lulus sekolah atau sebelum mulai bekerja.1 Program penjangkauan berbasis masyarakat (Community-based outreach programs) adalah program penting, terutama bagi kelompok seperti remaja putus sekolah, remaja jalanan, dan remaja putri yang memiliki kesempatan terbatas untuk keluar dari lingkungannya. Proyek berbasis masyarakat seperti ini menggunakan berbagai cara untuk menjangkau remaja dimana mereka berkumpul untuk bekerja atau bermain. Sebagai contoh, di Meksiko, para anggota gang dilatih untuk menjangkau kelompok remaja putus sekolah, bekerjasama dengan Mexican Social Security Institute (IMMS) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Meksiko (MEX.AM). Sesudah mengikuti sesi pendidikan, para anggota gang yang tertarik diundang untuk bergabung dalam kelompok teater untuk mementaskan pertunjukan di tempat umum maupun di sekolah, agar dapat memberikan informasi kepada kelompok sebaya mereka.30 Kelompok remaja seperti Pramuka dan perkumpulan olahraga juga terbukti bermanfaat dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi sebagai bagian dari program yang berfokus pada kesehatan dan kesejahteraan umum para anggotanya. Sebagai contoh, di Kenya, Persatuan Olahraga Remaja Mathare (MYSA) sejak tahun 1987 memulai proyek bantu-diri yang melibatkan remaja putra dan putri dalam kegiatan pengembangan masyarakat dan pada
OUTLOOK/Volume 16
97
OUT LOOK
Bicara Secara Terbuka: Forum Tanya Jawab Remaja mengenai Masalah Kesehatan Seksual
Sejak 1993, The Straight Talk .oundation (Yayasan Bicara Secara Terbuka) di Uganda telah mempublikasikan sebuah majalah khusus bagi remaja untuk menjawab keprihatinan remaja mengenai kesehatan seksual dan reproduksi. Majalah Straight Talk diterbitkan setiap bulan dan didistribusikan ke seluruh sekolah secara nasional dimana kelompok siswa-siswi mendiskusikan topik pada majalah tersebut. Pada tahun 1998, Straight Talk .oundation menerbitkan Young Talk, majalah yang khusus ditujukan bagi anak-anak usia 10-12 tahun. Majalah Young Talk ini memberikan informasi bagi anak-anak tentang masalah-masalah yang akan mereka hadapi di kemudian hari yang berkaitan dengan masalah pertumbuhan/ perubahan tubuh dan pengaruh kelompok sebaya. Dengan penekanan pada hak anak, termasuk hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan, majalah ini juga mendidik anak-anak mengenai cara menunda seks, menghindari situasi yang berisiko dan menghindari orang dewasa yang ingin mengeksploitasi mereka. Para pembaca majalah Straight Talk bertukar pikiran mengenai perasaan mereka dan menyampaikan banyak pertanyaan penting. Seperti diungkapkan salah seorang siswa dari Kampala Bagi saya sangat menakutkan melihat begitu banyak remaja dewasa ini yang melakukan hubungan seks yang tidak aman. Remaja lainnya mempertanyakan tentang rumor antara lain Saya dengar bahwa Pil KB dapat menyebabkan kanker atau cacat pada bayi. Para dokter dan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan menekankan pentingnya menjaga harga diri, menghargai orang lain, dan melindungi kesehatan pribadi. Salah satu masalah yang diangkat adalah kekerasan seksual, termasuk perkosaan oleh pacar (date rape) dan hubungan seks yang dipaksakan (coerced sex) serta memberikan nasehat pada korban-korban kekerasan seksual. Kedua majalah tersebut menekankan bahwa absen seks (abstinence) adalah perilaku yang paling aman bagi remaja, dan mendorong para remaja untuk aktif dalam berbagai kegiatan seperti olahraga, sebagai cara sehat untuk berinteraksi dengan remaja lain. Bagi remaja yang telah aktif secara seksual, ditekankan penggunaan kondom dan tes PMS/HIV. Straight Talk melibatkan remaja dalam diskusi mengenai kesehatan dan membahas tekanan yang sering mereka hadapi atau rasakan sehingga memungkinkan terlibat di dalam perilaku berisiko. Program kunjungan ke sekolah memungkinkan para remaja bertanya langsung kepada konselor maupun dokter. Straight Talk tersedia dalam bahasa setempat dan juga disebarluaskan kepada remaja putus sekolah, serta menjalin kerjasama dengan program radio yang disiarkan dalam 3 bahasa. Publikasi juga tersedia pada Website secara elektronik dan mendorong para perencana program untuk menggunakan materi-materi tersebut guna mengembangkan program serupa di daerah lainnya.29 Straight Talk dan program pencegahan PMS/HIV didukung penuh di Uganda, dan studi evaluasi baru-baru ini menunjukkan bahwa kaum muda di Uganda kini melakukan kegiatan seks yang aman dan cenderung menunda kegiatan seksual mereka dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, dan bahkan penularan HIV terus menurun terutama di kalangan remaja.3
menjadi tantangan tersendiri. Berikut ini adalah beberapa pendekatan yang umum dilakukan. Pelayanan klinik berorientasi remaja (Youth-oriented clinic services) adalah pelayanan yang cukup umum di Amerika, Eropa Barat dan Amerika Latin. Klinik-klinik ini memberikan berbagai pelayanan sosial dan klinis seperti kehamilan, konseling pencegahan PMS dan pengetesan atau pemeriksaannya. Sebagai contoh, pada tahun 1990, rumah sakit Maria Auxiliadora mulai memberikan pelayanan bagi satu juta remaja di daerah sekitar kota Lima, Peru. Rumah Sakit tersebut membentuk 10 klinik remaja untuk memberikan pelayanan dan konseling pencegahan di luar rumah sakit. Keterkaitan antara PMS dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya tampaknya membuat klinik-klinik ini lebih bermanfaat bagi remaja. 30 Klinik berbasis sekolah (School-based clinics) tersedia di beberapa negara maju dan negara berkembang. Pelayanan yang diberikan bervariasi, tetapi minimum mencakup pemantauan kesehatan dasar dan pelayanan rujukan. Di negara maju, klinik berbasis sekolah menyediakan kondom dan konseling yang berkaitan dengan kehamilan dan pencegahan PMS, serta rujukan untuk berbagai pelayanan lainnya sehubungan dengan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi. Pelayanan klinik seperti ini seringkali mengundang kontroversi. Di negara berkembang, klinik berbasis sekolah seringkali dibatasi oleh adanya pembatasan kebijakan, kekurangan tenaga, kurangnya jaminan kerahasiaan untuk konseling, serta kurangnya jaringan kerja dengan sumber daya yang ada di luar sekolah.5 Pusat multi pelayanan remaja (Youth Center) sering memberikan pelayanan kontrasepsi sebagai bagian program menyeluruh bagi kaum muda, termasuk pendidikan, rekreasi, dan persiapan kerja. Salah satu program yang berhasil adalah Womens Center for Pregnant Adolescents (Pusat Pelayanan Remaja Hamil) di Jamaica.
Sejak tahun 1978, program ini telah memungkinkan remaja putri untuk melanjutkan sekolah sekalipun sedang hamil, kembali ke sekolah sesudah persalinan, dan mencegah terulangnya kehamilan selama masa remajanya. Selama mengikuti program, remaja putri meneruskan pendidikan akademisnya, menerima informasi dan pelayanan KB, belajar keterampilan untuk merawat bayi/anak, serta menerima pelayanan perencanaan hidup.31 Baru-baru ini, evaluasi terhadap program tersebut menunjukkan bahwa hanya 1,4 % remaja putri yang dijangkau program mengalami kehamilan untuk kedua kalinya sebelum lulus sekolah atau sebelum mulai bekerja.1 Program penjangkauan berbasis masyarakat (Community-based outreach programs) adalah program penting, terutama bagi kelompok seperti remaja putus sekolah, remaja jalanan, dan remaja putri yang memiliki kesempatan terbatas untuk keluar dari lingkungannya. Proyek berbasis masyarakat seperti ini menggunakan berbagai cara untuk menjangkau remaja dimana mereka berkumpul untuk bekerja atau bermain. Sebagai contoh, di Meksiko, para anggota gang dilatih untuk menjangkau kelompok remaja putus sekolah, bekerjasama dengan Mexican Social Security Institute (IMMS) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Meksiko (MEX.AM). Sesudah mengikuti sesi pendidikan, para anggota gang yang tertarik diundang untuk bergabung dalam kelompok teater untuk mementaskan pertunjukan di tempat umum maupun di sekolah, agar dapat memberikan informasi kepada kelompok sebaya mereka.30 Kelompok remaja seperti Pramuka dan perkumpulan olahraga juga terbukti bermanfaat dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi sebagai bagian dari program yang berfokus pada kesehatan dan kesejahteraan umum para anggotanya. Sebagai contoh, di Kenya, Persatuan Olahraga Remaja Mathare (MYSA) sejak tahun 1987 memulai proyek bantu-diri yang melibatkan remaja putra dan putri dalam kegiatan pengembangan masyarakat dan pada
6
98
OUTLOOK/Volume 16
OUT LOOK
waktu yang bersamaan juga menyediakan kesempatan berolahraga. Saat ini hampir 3.000 remaja putri berusia 10-18 tahun terlibat dalam program sepakbola masyarakat. MYSA kemudian mengembangkan program tersebut dengan mencakup pelatihan kesadaran akan HlVdan bahkan telah memulai proyek kesetaraan jender. Penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa remaja putri yang terlibat di dalam kegiatan olahraga yang terorganisir, secara mental dan fisik menjadi lebih sehat, dan tingkat putus sekolahnya lebih rendah, kepercayaan diri lebih baik, dan mempunyai tingkat stres dan depresi yang lebih rendah. Semua faktor tersebut membantu mereka menjadi lebih matang dalam membuat keputusan.32 Program kesehatan di tempat kerja dapat menjadi satu sumber penting bagi kaum muda pria maupun wanita. Sebagai contoh, sebuah program di Thailand memberikan informasi kesehatan reproduksi bagi pekerja wanita yang tinggal di asrama tempat kerja. Teman sebaya yang telah dilatih memberikan penyuluhan menggunakan berbagai media populer seperti komik, buku novel dan diskusi kelompok sebaya. Diskusi ini memberikan kesempatan kepada peserta untuk belajar dan mempraktekkan keterampilan khusus seperti bernegosiasi, merencanakan, dan mengetahui kesehatan seksual misalnya dalam hal penggunaan kondom.33 Implikasi dan Kesimpulan Kelompok kaum muda termasuk remaja menghadapi berbagai risiko yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya - kehamilan dini dan kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman, infeksi PMS/HIV, dan kekerasan seksual. Program yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja perlu memahami risiko-risiko ini dan mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan remaja. .aktor seperti, apakah remaja telah memulai aktivitas seksual, apakah sudah menikah, masih sekolah, atau telah bekerja, menjadi faktor pertimbangan penting. Dampak kemiskinan, ketidaksetaraan jender, pembatasan undangundang serta berbagai tuntutan budaya juga perlu diperhitungkan dalam merencanakan program kesehatan reproduksi remaja. Program yang sukses, dapat memberikan pelayanan konseling dan klinis yang dibutuhkan remaja, serta bertujuan membantu kaum muda mengembangkan keterampilan untuk membuat pilihan yang sehat. Program seperti ini seyogianya menghormati kebutuhan, keprihatinan dan pemahaman kaum muda, dengan melibatkan mereka dalam kegiatan perancangan dan pelaksanaan program. Program yang berhasil, melibatkan dan bekerjasama dengan orangtua, kelompok masyarakat, serta tokoh agama untuk
Poster yang diproduksi oleh Pusat Program Komunikasi John Hopkins University tahun 1996, untuk Program Kesehatan Reproduksi Wanita Rusia, punya pesan sederhana berbunyi: Masa Muda sungguh indah. Jangan bergantung pada kesempatan. Gunakan kontrasepsi.
memperoleh dukungan serta keterlibatan mereka dalam program. Dengan adanya kebutuhan pelayanan kesehatan remaja yang tumbuh begitu pesat, maka sangat penting bagi program yang baru maupun pengembangan program dibuat berdasarkan pengalaman program yang sudah berhasil. Setiap kali dimungkinkan, program harus terus dipantau, dievaluasi dan didokumentasikan untuk menjamin bahwa tantangan-tantangannya dipahami benar, dan keberhasilannya dapat direplikasikan secara luas.
Perangkat Perencanaan untuk Meningkatkan Kesesuaian Antara Kebutuhan dan Program Berbagai studi menunjukkan adanya kesenjangan antara program yang ada dengan kebutuhan kesehatan kaum muda di negara berkembang. Sebuah artikel baru-baru ini menunjukkan bahwa, selain mempertimbangkan perbedaan utama antara kaum muda, seperti misalnya jender, usia, dan status perkawinan, perencana program perlu memulai dengan mengenal bahwa kaum muda berbeda dalam hal pengalaman seks.24 Kaum muda dapat digolongkan dalam 3 kategori untuk tujuan perencanaan: a) mereka yang belum aktif secara seksual; b) mereka yang aktif secara seksual dan belum mengalami akibat buruk pada kesehatan reproduksi (misalnya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan atau PMS); c) mereka yang aktif secara seksual dan sudah punya pengalaman buruk dan mengalami konsekuensi yang tidak sehat. Penggolongan berdasarkan pengalaman ini akan membantu perencana program untuk menggunakan secara efektif sumber daya masyarakat dan sumber daya klinis yang tersedia, termasuk organisasi masyarakat, lokasi atau fasilitas rekreasi, klinik kesehatan dan lain-lainnya. Banyak remaja yang cenderung datang ke klinik sebagai jalan terakhir; tetapi akan memanfaatkan program masyarakat yang menawarkan bantuan sehingga mereka dapat memperoleh keterampilan, informasi kesehatan, konseling dan memperoleh kondom. Pelayanan klinik yang bersahabat dengan gaya remaja dapat dibuat untuk remaja yang membutuhkan perawatan kehamilan, perawatan PMS dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.
OUTLOOK/Volume 16
7
99
OUT LOOK
1. UN.PA. UN.PA and Adolescents. New York: UN.PA (1997). Also available at http://www.unfpa.org/PUBLICAT/TECH/ADOLES.HTM. 2. Blanc, A. and Way, A. Sexual behavior, contraceptive knowledge and use. Studies in .amily Planning 29(2): 106-116 (June 1998). 3. UNAIDS. Report on the Global HIV/AIDS Epidemic: December 1997. http:// www.unaids.org/highband/document/epidemio/report97.html (accessed November 1998). 4. Gage, A. Decision making regarding sexual activity and contraceptive use. Studies in .amily Planning 29(2):154-166 (June 1998). 5. WHO. Programming for Adolescent Health and Development. Report of the WHO/UN.PA/UNICE. Study Group on Programming for Adolescent Health. Geneva: WHO (in press). 6. International Council on Management of Population Programmes (ICOMP), Adolescents/youth reproductive health hazards. .eedback 23(3):5 (1997). 7. Henshaw, S.K. and Morrow, E. Induced Abortion: A World Review 1990 Supplement. Table 4. New York: The Alan Guttmacher Institute (1990). 8. Zabin, L. and Kiragu, K. Health consequences of adolescent sexuality and fertility behavior in sub-Saharan Africa. Studies in .amily Planning 29 (2):210-232 (June 1998). 9. The Alan Guttmacher Institute (AGI). Into a New World: Young Womens Sexual and Reproductive Lives. New York: AGI. (May 1998). 10. UN.PA. Programme of Action. International Conference on Population and Development (ICPD). New York: UN.PA (1994). 11. UN.PA. Report on the Round Table on Adolescent Sexual and Reproductive Health and Rights: Key .uture Actions. http://www.unfpa.org/ICPD/ reportrtl.htm (accessed August 1998). 12. Unuigbe, J.A. et al. Abortion-related mortality in Benin City, Nigeria:. 19731985. International Journal of Gynecology and Obstetric 26:435-439 (1988). 13. Islam, Q. STDs: the burden and the challenge. AIDScaptions 3(l):4-7 (May 1996). 14. International Center for Research on Women (ICRW). Vulnerability and Opportunity: Adolescents and HIV/AIDS in the Developing World. Washington, DC.: ICRW (1996). 15. PATH. Adolescent Girls and their Rights. Adolescent Girls Health and Nutrition - with special emphasis on reproductive health. Background paper for UN.PA expert group meeting for adolescent girls and their rights. Washington, DC.: PATH (October 1997). 16. Richters, J. et al. Why do condoms break or slip off in use? An exploratory study. lnternationalJournalof STD andAIDS. 6(1): 8-11 (January/.ebruary 1995). 17. PATH: The .acts: .emale Genital Mutilation Washington, DC.: PATH (1997) Information also available at http://www.path.org/html/fgm/htm. 18. Bagarukayo, H. et al. An operational study relating to sexuality and AIDS prevention among primary school students in Kabale District of Uganda. 1993. Entegge: Uganda, as cited in Heise, L. et al. Sexual coercion and reproductive health: a focus on research. Population Council (1995). 19. WHO. Substance Use Among Street Children and Other Children and Youth in EspeciallyDifficult Circumstances. .act Sheet N151. WHO: Geneva(1998). Also available at http://www.who.int/inf-fs/en/fact151.html. 20. Casa Alizanza. Street Children and AIDS. http://www.casa-alianza.org (accessed December 1998). 21. .OCUS on Young Adults. Why .ocus on Young Adults? http://www.pathfind.org/ ourwork.htm (accessed October 1998). 22. Centre for Development and Population Activities. Adolescent and Gender Project for Suh-Saharan Africa. http://www.cedpa.org/trainprog/saharan/ subsahaf.htm (accessed August 1998). 23. Wilson, A. PATH/Washington. D.C. Personal communication (December 1998). 24. Hughes, J. and McCauley, A. Improving the fit: adolescents needs and future programs. Studies in .amily Planning 29(2):233-245 (June 1998). 25. The Alan Guttmacher Institute (AGI). Issues in Brief: Risks and Realities of Early Childbearing Worldwide. NewYork: AGI (.ebruary 1997). 26. Grunseit, A. and Ki ppax, S. Effects of sex education on young peoples sexual behavior, Geneva: Global Programme on AIDS, World Health Organization (1993). 27. Population Action International (PAI). Youth at risk; meeting the sexual health needs of adolescents. Population Policy Information Kit Number 9 (April 1994). 28. Kirby , D. School based programs to reduce sexual risk behaviors: a review of effectiveness. Public Health Reports 109(3):339-360 (1994). 29. Straight Talk .oundation. Straight Talk Web site. http://www.swiftuganda.com/ ~strtalk/str8talk.html (accessed December 1998). 30. Pathfinder International. Insights from Adolescent Project Experience: 19921997. Galen, MA: Pathfinder (1998). 31. Bamett, B. et al. Case Study of the Womens Center of Jamaica .oundation Program for Adolescent Mothers. Research Triangle Park, .amily Health International: (June 1996). Also available at http://www.fhi.org/en/wsp/wspubs/ wspubs.html. 32. Brady, M. Laying the foundation for girls healthy futures: can sports play a role? Studies in .amily Planning 29(l):79-82 (March 1998). 33. Cash, K. and Anasuchatku, B. Experimental educational interventions for AIDS prevention among Northern Thai single female migratory adolescents. Women and AIDS Program Research Report Series. Washington, D.C.: International Center for Research on Women (1995).
CATATAN EDITOR: Jurnal Studies in .amily Planning terbitan bulan Juni 1998 memberikan informasi latar belakang yang penting bagi artikel ini. Edisi tersebut menelaah masalah-masalah yang mempengaruhi remaja dan menjajaki kejadian-kejadian sosial, ekonomi, biologis maupun demografis yang mempengaruhi kesehatan remaja di negara-negara berkembang. Publikasi WHO, Programming for Adolescent Health and Development dan laporan AGI berjudul lnto a New World: Young Womens Sexual and Reproductive Lives juga memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi edisi ini. In .ocus, kumpulan berisi rumusan singkat tentang masalah kesehatan reproduksi remaja, juga tersedia dalam tiga bahasa di dalam Website .OCUS, bagian yang membahas kelompok Dewasa Muda (http://www.pathfind.org/focus/publicat.htm).
Staf penulis edisi ini adalah Maggie Kilbourne-Brook dengan asisten editor Paulette McKay, serta Doug Swan, asisten produksi (versi bahasa Inggris Desember 1998). Edisi dalam bahasa Indonesia ini diterjemahkan dan ditelaah oleh: Yanti Triswan, Joyce Djaelani-Gordon, dan Peggy Pratomo. Sebagai tambahan, nama-nama berikut ini ikut menelaah edisi ini: Dr. J. Hughes, Dr. E. Murphey, dan Dr. A. Wilson. Redaksi Outlook sangat menghargai komentar dan saran-saran mereka.
OUT LOOK
ISSN:0737-3732
DEWAN PENASEHAT
Giuseppe Benagiano, M.D., Director General, Italian National Institute of Health, Italy Gabriel Bialy, Ph.D., Special Assistant, Contraceptive Development, National Institute of Child Health & Human Development, U.S.A. Willard Cates, Jr., M.D., M.P.H., President, .amily Health International, U.S.A. Lawrence Corey, M.D., Professor, Laboratory Medicine, Medicine, and Microbiology and Head, Virology Division, University of Washington, U.S.A. Horacio Croxatto, M.D., President, Chilean Institute of Reproductive Medicine, Chile Judith A. .ortney, Ph.D., Corporate Director for Scientific Affairs, .amily Health International, U.S.A. John Guillebaud, M.A., .RCSE, MRCOG, Medical Director, Margaret Pyke Centre for Study and Training in .amily Planning, U.K. Atiqur Rahman Khan, M.D., Country Support Team, UN.PA, Thailand Louis Lasagna, M.D., Sackler School of Graduate Biomedical Sciences, Tufts University, U.S.A. Roberto Rivera, M.D., Corporate Director for International Medical Affairs, .amily Health International, U.S.A. Pramilla Senanayake, MBBS, DTPH, Ph.D., Assistant Secretary General, IPP., U.K. Melvin R. Sikov, Ph.D., Senior Staff Scientist, Developmental Toxicology, Battelle Pacific Northwest Labs, U.S.A. Irving Sivin, M.A., Senior Scientist, The Population Council, U.S.A. Richard Soderstrom, M.D., Clinical Professor OB/GYN, University of Washington, U.S.A. Martin P. Vessey, M.D., .RCP, ..CM, .RCGP, Professor, Department of Public Health & Primary Care, University of Oxford, U.K.
Outlook diterbitkan oleh PATH dalam bahasa Inggris dan Perancis, dan dapat di peroleh dalam bahasa Cina, Spanyol, Portugis dan Rusia. Dan untuk edisi kali ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Outlook menyajikan berita tentang produk yang berkaitan dengan produk kesehatan reproduksi, dan keputusan tentang penggunaan obat, dengan perhatian khusus kepada pembaca di negara berkembang. Outlook dapat terbit dengan bantuan antara lain United Nations Population .und. Isi dan pendapat yang disajikan dalam Outlook tidak harus merefleksikan pendapat penyandang dana Outlook, anggota Dewan Penasehat Outlook atau PATH. PATH adalah organisasi nirlaba internasional yang bergerak di bidang perbaikan kesehatan, khususnya kesehatan ibu dan anak. Outlook dikirimkan tanpa pungutan biaya kepada pembaca di negara berkembang; permintaan berlangganan dari perorangan yang berminat dari negara maju dikenakan biaya sebesar US$40 per tahun. Pembayaran harap ditujukan kepada PATH. Editor : Jacqueline Sherris, Ph.D. PATH 4 Nickerson Street Seattle, Washington 98109 - 1699 USA Phone: 206-285-3500. .ax: 206-285-6619 Email: outlook@path.org URL: www.path.org
PATH (PROGRAM .OR APPROPRIATE TECHNOLOGY IN HEALTH), 1998. HAK CIPTA DILINDUNGI.
OUTLOOK/Volume 16
100
9 7 8 9 7 9 8
7 7 9 2 2 0