You are on page 1of 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Perilaku kesehatan Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Secara lebih terperinci, perilaku kesehatan mencakup : 1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya) maupun secara aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. 2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik modern maupun tradisional. 3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan sehubungan dengan kebutuhan tubuh. 4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior). Kwick dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Blum dalam Butunuhal (1990), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu lingkungan (fisik,biologis, sosial budaya), perilaku manusia yang menjadi faktor yang paling besar pengaruhnya di samping genetik dan upaya pelayanan kesehatan. Suatu langkah bijaksana apabila di dalam penanggulangan penyakit ini yang secara jelas terbukti bahwa faktor manusia dan lingkungan yang paling besar pengaruhnya, maka mengubah perilaku individu merupakan intervensi yang tepat guna. Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dibagi ke dalam tiga domain (ranah atau kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Ketiga domain tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain tersebut diukur dari: a. Pengetahuan (knowledge) b. Sikap atau tanggapan (attitude) c. Praktik atau tindakan (practice) Uraian sari ketiga domain tersebut adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

Universitas Sumatera Utara

behavior). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,

Universitas Sumatera Utara

dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. b. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional yang afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya), di samping komponen kognitif (pengetahuan tentang objek tersebut) serta aspek konotatif (kecenderungan bertindak). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosial (Sarwono, 1997). Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan predisposisi tindakan atau

Universitas Sumatera Utara

perilaku. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 2003): 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan respons terhadap suatu objek. c. Praktik atau tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain,

Universitas Sumatera Utara

misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003). Praktik mempunyai beberapa tingkatan, yakni: 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respons terpimpin (guided respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. 3. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 2.1.1. Pengaruh Karakteristik Ibu dalam Perilaku Kesehatan Manusia adalah individu dengan jati diri yang khas yang memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik adalah sifat individu yang relatif tidak berubah, atau yang dipengaruhi lingkungan seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa, kebangsaan, pendidikan dan lain-lain (Junadi, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Para ahli telah merumuskan berbagai faktor karakteristik individu yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatannya. Menurut Notoatmodjo (2003), beberapa faktor individu (person) yang terkait kesehatan antara lain: 1. Jenis pekerjaan Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Anderson menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satunya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Notosiswoyo dkk (2003), dari 340 responden 255 orang (75% ) di antaranya adalah ibu rumah tangga yg tidak bekerja lebih dapat memahami keadaan anaknya. 2. Tingkat pendidikan Menurut Feldstein, tingkat pendidikan dipercaya memengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang tinggi akan memungkinkan seseorang untuk mengetahui atau mengenal gejala-gejala awal. Anderson dan Antonovsky, mengatakan bahaw kunjungan dokter yang rendah adalah sebagai akibat rendahnya pendidikan dan sikap masa bodoh terhadap pelayanan kesehatan (Nasution, 2001). Menurut Sutrisno dalam Kasnodiharjo (1999), seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan rendah atau bahkan buta huruf, pada umumnya akan mengalami kesulitan untuk menerapkan ide-ide baru dan membuat mereka bersifat konservatif, karena mereka tidak mengenal alternatif yang lebih baik yang tersedia baginya. Sebaliknya menurut Soekanto dalam Kasnodiharjo (1999),

Universitas Sumatera Utara

orang yang berpendidikan tinggi akan lebih menerima gagasan-gagasan baru, karena orang yang berpendidikan relatif cukup tinggi lebih terbuka jalan pikirannya untuk menerima hal-hal atau ide-ide baru 3. Penghasilan Penghasilan merupakan variabel yang dinilai ada hubungannya dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan penyakit (Notoatmodjo, 2003). Tingkat penghasilan merupakan penghasilan yang diperoleh bapak dan ibu yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari, sehingga semakin besar jumlah pendapatannya, maka taraf kehidupan akan semakin membaik (Kartasasmita, 2003). 2.2. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.2.1. Pengertian DBD Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. DBD ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik-bintik perdarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, feses berdarah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan atau syok (Depkes RI, 2000). Hingga saat ini, DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Sejak dilaporkan pertama kali di Surabaya dan Jakarta pada

Universitas Sumatera Utara

Tahun 1968, jumlah kasusnya cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Pada Tahun 1994, DBD telah tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia (Depkes RI, 2000). Penyakit ini berkembang sangat pesat dan bahkan dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya. Hingga saat ini, belum ditemukan obat atau vaksin bagi penyakit DBD. Berat tidaknya penyakit ini sangat ditentukan oleh daya tahan tubuh seseorang. Jika daya tahan tubuh kuat maka virus penyebabnya akan mati dan dalam waktu lebih kurang dari satu minggu penderita akan sembuh. Berbagai upaya pemberantasan telah dilakukan, namun sampai sekarang belum berhasil dengan baik, sehingga daerah endemis semakin meluas di Indonesia dan kejadian luar biasa masih sering terjadi (Depkes RI, 2000). Faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik dan peningkatan sarana transportsi. Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan virus dan kondisi geografis setempat (Hadinegoro dkk, 2004). 2.2.2. Nyamuk Penular Penyakit DBD Menurut riwayatnya nyamuk penular penyakit demam berdarah disebut nyamuk Aedes aegypti itu, awal mulanya bersal dari mesir yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut dan udara. Nyamuk hidup dengan subur di

Universitas Sumatera Utara

belahan dunia yang mempunyai iklim tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Nyamuk Aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah. Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti tersebar di seluruh peosok tanah air, baik di kota maupun di desa, kecuali di wilayah yang ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Suroso 2004). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti Menurut Depkes RI (2004), ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah : 1. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya. 2. Hidup di dalam dan sekiyar rumah, juga di tempat umum 3. Mampu terbang sampai 100 meter. 4. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari yaitu pukul 09.00-10.00 dan sore hari yaitu pukul 16.00-1700. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung gula. 5. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya dapat hidup hidup 2-3 bulan. Adapun siklus nyamuk Aedes aegypti adalah telur jentik kepompong (pupa) nyamuk. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 910 hari. Tempat hinggap yang paling disenangi adalah benda-benda yang tergantung seperti pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan di dekat tempat

berkembangbiaknya, biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab.

Universitas Sumatera Utara

Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti,selain nyamuk Aedes aegypti , penyakit demam berdarah juga dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, yang kurang berperan dalam menyebarkan penyakit DBD, jika di banding nyamuk Aedes aegypti. Hal ini karena nyamuk Aedes albopictus hidup dan berkembangbiak di kebun atau semak-semak, sehingga lebih jarang kontak dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti yang berada di dalam dan sekitar rumah (Suroso dan Umar, 2004) Menurut Anonim dalam Suroso dan umar (2004), genangan yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti berupa genagan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut container atau tempat penampungan air (TPA), antara lain: 1. TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. 2. Tempat perindukan tambahan atau non-TPA, seperti tempat minum hewan, barang bekas, vas bunga, perangkap semut dan lain-lainnya. 3. TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-lainnya. 2.2.3. Penyebab Terjadinya dan Penularan DBD Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina. Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD atau tidak sakit DBD tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue

Universitas Sumatera Utara

(karena orang ini memiliki kekebalan terhadap virus dengue). Orang yang mengandung virus dengue tetapi tidak sakit, dapat pergi kemana-mana dan menularkan virus itu kepada orang lain di tempat yang ada nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk termasuk kelenjar-kelenjar, bila nyamuk menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Bila orang yang ditulari itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak) ia akan mengandung virus dengue, seumur hidupnya dapat menularkan kepada orang lain. Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang 1 minggu (Depkes RI, 2007). 2.2.4 Diagnosis DBD Terdapat empat gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi (Hadinegoro, 2004). Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik. Gejala klinik utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun uji tourniquet (Soegianto, 2004). Menurut WHO dalam Tumbelaka (2004), pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis DBD secara dini, di samping menentukan derajat beratnya penyakit adalah: a. Secara Klinis, antara lain : 1. Demam mendadak tinggi

Universitas Sumatera Utara

2. Perdarahan (termasuk uji bendung/tourniquet (+) seperti petekie apistaksis, hematemesis, dan lain-lain 3. Hepatomegali 4. Syok : nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan menggigil. b. Laboratoris : 1. Trombositopenia (< 100.000/l) 2. Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari normal) c. Berat penyakit : 1. Derajat I : demam uji bendung (+) 2. Derajat II : derajat I ditambah perdarahan spontan 3. Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi 20 mmHg (hipotensi), menggigil 4. Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur Dua gejala klinis pertama ditambah dua gejala laboratories dianggap cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD. Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita adalah: 1. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan. 2. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, tak nafsu makan (anoreksia), diare, konstipasi. 3. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada

Universitas Sumatera Utara

seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan(flushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fofobia otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal (Effendi, 1995). 2.3. Upaya Pencegahan Penyakit DBD Mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit DBD hingga dewasa ini belum ditemukan, maka upaya untuk pemberantasan penyakit DBD dititikberatkan pada pemberantasan nyamuk penularnya (Aedes aegypti) di samping kewaspadaan dini terhadap kasus DBD untuk membatasi angka kematian (Suroso dan Umar, 2004). Penyakit DBD perlu diberantas karena penyakit ini menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang dalam waktu singkat. Penyakit DBD semakin menyebar luas sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk. Semua desa/kelurahan mempunyai risiko untuk terjangkitnya penyakit DBD karena nyamuk penularnya (Aedes aegypti) tersebar luas di seluruh pelosok tanah air (Suroso dan Umar, 1994). Menurut Notoatmodjo (2003), partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam partisipasi, setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan yang diwujudkan dalam 4 M, yakni man power (manusia), money (uang), material ( benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, dan sebagainya) dan mind (ide atau gagasan). Partisipasi masyarakat (perorangan, keluarga dan masyarakat) dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di wilayahnya. Kegiatan

Universitas Sumatera Utara

ini dimaksud untuk meyakinkan masyarakat bahwa program ini perlu dilaksanakan untuk mengatasi masalah yang ada di lingkungannya. Melalui kegiatan ini dapat menaikkan rasa percaya diri masyarakat dalam ikut melaksanakan pembangunan. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang

memungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif berkontribusi dalam pembangunan sehingga dapat menghasilkan manfaat yang merata bagi seluruh warganya (Depkes RI, 2000). Adapun cara-cara memberantas nyamuk Aedes aegypti menurut Depkes RI (2008) adalah: 1. Penyemprotan Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan menyemprotkan racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan penyemprotan saja tidak cukup, karena dengan penyemprotan itu yang mati hanya nyamuk (dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk baru yang menetas dari tempat perkembangbiakannya. 2. PSN DBD (Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue) PSN DBD dilakukan dengan cara 3M+1T (baca: plus atau satu T) yaitu: 1. Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. 2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air. 3. menguburkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, plastik bekas, dan lainlain.

Universitas Sumatera Utara

4. Menelungkupkan barang bekas yang dapat menampung air. Selain itu ditambah dengan cara lain (yang dikenal dengan istilah 3M plus), seperti: a. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali. b. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak. c. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lainnya misalnya dengan tanah. d. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampungan air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk termpat-tempat yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain. e. Abatisasi f. Ikanisasi, pelihara ikan pemakan jentik. g. Pasang kawat kasa di rumah. h. Pencahayaan dan ventilasi yang memadai. i. j. Jangan membiasakan menggantung pakaian di dalam rumah. Tidur menggunakan kelambu.

k. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok, oles, semprot/spray) dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk. 3. Larvasiding Larvasiding adalah menaburkan bubuk abate atau altosid ke dalam tempattempat penampungan air. Bila menggunakan abate disebut abatisasi.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Suroso dan Umar (2004), kegiatan pokok penanggulangan penyakit DBD antara lain: 1. Penemuan dan pelaporan penderita 2. Penanggulangan fokus 3. Pemberantasan vektor intensif, meliputi: 1) Fogging focus. 2) Abatisasi. 3) Penyuluhan dan pergerakan masyarakat dalam PSN DBD (Gerakan 3M). 4) Penyuluhan kepada masyarakat. 5) Pemantauan jentik berkala (PJB). 2.4. Upaya Pemberantasan Vektor DBD Oleh Masyarakat Cara yang paling tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara 3M plus (Sutrisna, 2003). Ahmad (2004) mengemukakan bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh masyarakat adalah menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali dan menutup rapat-rapat atau menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi), mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dan sampah-sampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk. Menurut Depkes (2006), hal-hal yang dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat dalam pencegahan DBD adalah: 1. Memberikan informasi dan penyuluhan kepada warga tentang DBD seperti memberikan penyuluhan DBD kepada keluarga, penyuluhan di posyandu, di

Universitas Sumatera Utara

arisan, PKK, kelompok agama, memberikan informasi kepada teman dan tetangganya, menyampaikan pesan-pesan bahaya penularan DBD melalui poster, spanduk, dan selebaran. 2. Mengajak masyarakat untuk kerja bakti secara berkala, seperti membersihkan lingkungan dan menimbun barang-barang bekas kedalam satu lobang atau mengumpulkannya ke tempat pembuangan sampah umum, menabur bubuk abate, membersihkan genangan air. 3. Kunjungan rumah secara berkala memberikan penyuluhan dan pemeriksaan jentik Salah satu cara untuk mencegah dan menaggulangi penyakit DBD adalah dengan gerakan PSN-DBD yang dilakukan masyarakat dan pemerintah secara

berkesinambungan. Melalui gerakan ini semua masyarakat diharapkan untuk : a. Melakukan konsultasi (memeriksakan) kepada petugas jika ada anggota kelurga yang sakit dan diduga menderita penyakit DBD. b. Melaporkan kepada Kepala Desa/Kelurahan jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit DBD. c. Membantu kelancaran penaggulangan kejadian penyakit DBD yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Untuk memberantas penularan DBD secara tuntas yang paling penting adalah usaha-usaha masyarakat sendiri dalam memelihara kebersihan lingkungan rumah, tempat kerja dan tempat-tempat umum agar bebas dari nyamuk penular demam berdarah. Pemberantasan DBD jangka panjang dilaksanakan melalui

pendidikan/penyuluhan kepada masyarakat. Dalam hal ini pendidikan kepada anak-

Universitas Sumatera Utara

anak melalui sekolah serta kepada orangtua, agar PSN sebagai bagian dari kebersihan lingkungan dapat dilakukan di rumah dan di lingkungan masing-masing. Pesan yang disampaikan meliputi tanda dan gejala DBD dan pertolongan serta cara pencegahannya (Suroso,1998). 2.5. Kerangka Konsep Variabel bebas Karakteritik Ibu - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan keluarga - Pengetahuan - Sikap Varibel terikat

Pencegahan Penyakit DBD

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Defenisi Konsep: 1. Karakteristik ibu adalah hal-hal yang melekat dalam diri ibu yang membedakan seseorang dengan yang lainnya, meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pengetahuan dan sikap. 2. Pencegahan penyakit DBD adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh ibu agar penyakit DBD pada keluarga tidak terjadi. 2.6. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh karakteristik Ibu (meliputi: pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pengetahuan,sikap dan tindakan) terhadap perilaku ibu dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue.

Universitas Sumatera Utara

You might also like