You are on page 1of 9

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT MINI JULI 2012

INSECT BITE REACTION

DISUSUN OLEH : SARNISYAH DWI MARTIANI C 111 08 101

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

INSECT BITE REACTION


A. DEFINISI

Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang disebabkan oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan terjadi saat serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga tersebut mencari makanannya. Gigitan serangga dapat menyebabkan reaksi alergi, namun pengetahuan ilmiah mengenai alergi terhadap gigitan serangga masih terbatas. Reaksi paling sering dilaporkan terjadi setelah digigit nyamuk dan sejenisnya, serta dari golongan serangga Triatoma. Sayangnya, strategi manajemen untuk mengurangi resiko insect bite reaction ke depannya masi kurang dikembangkan dan kurang efektif bila dibandingksan dengan alergi terhadap sengatan serangga.1,2

B. ETIOLOGI

Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta memiliki tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki, dan tubuh bersegmen dimana kepala, toraks, dan abdomennya menyatu. Insekta merupakan golongan hewan yang memiliki jenis paling banyak dan paling beragam. Oleh karena itu, kontak antara manusia dan serangga sulit dihindari. Paparan terhadap gigitan atau sengatan serangga dan sejenisnya dapat berakibat ringan atau hampir tidak disadari ataupun dapat mengancam nyawa.2

C. PATOGENESIS

Saliva pada serangga dapat membantu dalam pencernaannya, menghambat koagulasi, meningkatkan aliran darah pada tempat gigitan, atau menganestesi daerah gigitan. Banyak lesi yang terjadi biasanya merupakan akibat dari respon imun terhadap sekret insekta ini. Kebanyakan gigitan serangga bentuknya kecil dan hanya menghasilkan luka tusuk superfisial.2

D. DIAGNOSIS Anamnesis Kebanyakan pasien sadar dengan adanya gigitan serangga ketika terjadi reaksi atau tepat setelah gigitan, namun paparannya sering tidak diketahui kecuali terjadi reaksi yang berat atau berakibat sistemik. Pasien yang memiliki sejarah tidak memiliki rumah atau pernah tinggal di tempat penampungan mungkin mengalami paparan terhadap organisme, seperti serangga kasur. Pasien dengan penyakit mental juga memungkinkan adanya riwayat paparan dengan parasit serangga. Paparan dengan binatang liar maupun binatang peliharaan juga dapat menyebabkan paparan terhadap gigitan serangga.2

Gejala Klinis Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal, nyeri sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada jaringan sekitar gigitan.2 Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri dari eritema yang luas, urtikaria, dan edema pruritis . Reaksi lokal yang berat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi sitemik serius pada paparan berikutnya.2
Gambar 1. Papular urtikaria: Bekas gigitan kutu, sangat gatal, urtikaria seperti papula di lokasi gigitan kutu pada lutut dan kaki seorang anak, papula biasanya berdiameter <1 cm serta memiliki vesikel di atasnya . Bila
3

tergoresakan

mengakibatkan erosi maupun krusta

Pada reaksi sistemik atau anafilaktik, pasien bisa mengeluhkan adanya gejala lokal sebagaimana gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan. Gejala dapat bervariasi dari ringan sampai fatal. Keluhan awal biasanya termasuk ruam

yang luas, urtikaria, pruritus, dan angioedema. Gejala ini dapat berkembang dan pasien dapat mengalami ansietas, disorientasi, kelemahan, gangguan

gastrointestinal, kram perut pada wanita, inkontinensia urin atau alvi, pusing, pingsan, hipotensi, stridor, sesak, atau batuk. Seiring berkembangnya reaksi, pasien dapat mengalami kegagalan napas dan kolaps kardiovaskuler.2

Laboratorium Pemeriksaan laboratorium jarang dibutuhkan. Pemeriksaan laboratorium yang sesuai harus dilakukan apabila pasien mengalami reaksi yang berat dan membutuhkan penanganan di rumah sakit atau dicurigai mengalami kegagalan organ akhir atau membutuhkan evaluasi akibat infeksi sekunder, seperti sellulitis.2 Pemeriksaan mikroskopis dari apusan kulit dapat bermanfaat pada diagnosis scabies atau kutu, namun tidak berguna pada kebanyakan gigitan serangga.2 Pemeriksaan serologis mungkin berguna dalam menentukan infeksi yang diakibatkan oleh vektor serangga, namun jarang tersedia dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya.2

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding insect bite reaction didasarkan oleh reaksi pada tempat gigitan (papula eritema, vesikel), organisme yang menggigit serta neksrosis kutaneous yang menyebabkan timbulnya lesi yang berbeda a. Dermatitis Kontak Alergi3 Dermatitis kontak alergi merupakan tipe delayed dari perangsangan alergi yang berasal dari kontak antara kulit dengan alergen spesifik dimana pasien memiliki sensitivitas tertentu. Reaksi alergi ini menyebabkan radang kulit yang bermanifestasi dalam berbagai bentuk eritema, edema, dan vasikulasi.4 Diagnosis didasarkan pada riwayat dan ditambah dengan pengetahuan tentang penyebab alergi umum dan iritan di lingkungan.5 Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak

eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.6

Gambar 2. Dermatitis kontak alergi akut pada pasien yang alergi terhadap akrilat yang digunakan dalam industri percetakan5

b. Skabies Skabies adalah infeksi parasit yang umum terjadi di dunia. Arthropoda Sarcoptes scabiei var hominis menyebabkan pruritus berat dan merupakan penyakit kulit yang sangat menular, dapat menyerang pria dan wanita dari semua tingkat status sosioekonomi dan etnik.7 Gejala dan tanda biasanya berkembang perlahan sekitar 2-3 minggu sebelum pasien mencari penanganan medis untuk mengatasinya. Skabies muncul dalam bentuk cluster, pada individu terlihat sebagai ruam yang gatal dan papul. Diagnosis skabies dapat dipertimbangkan apabila ada riwayat banyak anggota keluarga yang mengalaminya. Pruritus nokturnal merupakan keluhan utama yang khas pada skabies. Lesi primer skabies berbentuk liang, pustul, nodul, biasanya papul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-sela jari, area fleksor pergelangan tangan, axilla, area antecubiti, umbilicus, area genital dan gluteal, serta kaki. Lesi sekunder skabies berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak eksematous.7,8

Gambar 3. Memperlihatkan lesi tipikal khas skabies liang linier dengan vesikel kecil diujungnya9

c. Reaksi Obat yang merugikan Kulit (Adverse Cutaneous Drug Reactions)3

Gambar 4. Urtikaria yang disebabkan acetylsalicylic acid

Adverse Cutaneous Drug Reactions merupakan kasus rawat inap yang tersering begitu pula pada pasien rawat jalan. Reaksi yang sering timbul adalah reaksi ringan disertai dengan pruritus dan akan membaik ketika penggunaan obat dihentikan. Erupsi obat dapat timbul seperti hampir semua ekspresi morfologi di dermatologi dan harus menjadi pertimbangan pertama dalam diagnosis

diferensial dari suatu lesi yang muncul secara tiba-tiba. Erupsi obat disebabkan oleh kekebalan atau mekanisme nonimmunologi dan diprovokasi oleh pemberian sistemik atau topikal obat. Sebagian besar didasarkan pada mekanisme hipersensitivitas dan dengan demikian imunologi dan mungkin jenis I, II, III, atau IV.10

PENATALAKSANAAN

Perawatan Pra Rumah Sakit Kebanyakan gigitan serangga dapat dirawat pada saat akut dengan memberikan kompres setelah perawatan luka rutin dengan sabun dan air untuk meminimalisasi kemungkinan infeksi. Untuk reaksi lokal yang luas, kompres es dapat meminimalisasi pembengkakan. Pemberian kompres es tidak boleh dilakukan lebih dari 15 menit dan harus diberikan dengan pembatas baju antara es dan kulit untuk mencegah luka langsung akibat suhu dingin pada kulit.2 Epinefrin merupakan kunci utama untuk penanganan pra rumah sakit pada reaksi sistemik. Antihistamin sistemik dan kortikosteroid, bila tersedia, dapat membantu mengatasi reaksi sistemik.2

Pemberian Glukokortikoid Glukokortikoid topikal kuat diberikan untuk waktu yang singkat , pemberian glukokortikoid sangat membantu untuk keluhan pruritus yang terusmenerus. 3

Agen Antimikroba Infeksi sekunder Antibiotik pengobatan dengan agen topikal seperti salep mupirocin atau agen antistaphylococcal / antistreptococcal jika terdapat infeksi sekunder. Infeksi Sistemik / Infestasi. Pengobatan diberikan agen antimikroba yang sesuai3

Perawatan Unit Gawat Darurat Intubasi endotrakeal dan ventilator mungkin diperlukan untuk menangani anafilaksis berat atau angioedema yang melibatkan jalan napas. Penanganan anafilaksis emergensi pada individu yang atopik dapat diberikan dengan injeksi awal intramuskular 0,3-0,5 ml epinefrin dengan perbandingan 1:1000. Dapat diulang setiap 10 menit apabila dibutuhkan. Bolus intravena epinefrin (1:10.000) juga dapat dipertimbangkan pada kasus berat. Begitu didapatkan respon positif, bolus tadi dapat dilanjutkan dengan infus dicampur epinefrin yang kontinu dan

termonitor.2 Eritema yang tidak diketahui penyebabnya dan pembengkakan mungkin sulit dibedakan dengan sellulitis. Sebagai aturan umum, infeksi jarang terjadi dan antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan untuk digunakan.2

PROGNOSIS

Prognosis dari insect bite reaction bergantung pada jenis insekta yang terlibat dan seberapa besar reaksi yang terjadi. Pemberian topikal berbagai jenis analgetik, antibiotik, dan pemberian oral antihistamin cukup membantu, begitupun dengan kortikosteroid oral maupun topikal. Pemberian insektisida, mencegah pajanan ulang, dan menjaga higienitas lingkungan juga perlu diperhatikan. Sedangkan untuk reaksi sistemik berat, penanganan medis darurat yang tepat memberikan prognosis baik. 11

DAFTAR PUSTAKA

1. Moffitt, John E. MD. Allergic Reactions to Insect Bites and Stings on Southern Medical 1073-1079. 2. Burns, Bo. DO, FACEP, FAAEM. Insect Bites. [Posted : 14 Februari 2011] Taken from : http://emedicine.medscape.com/article/769067Journal, November 2003, Volume 96, Issue 11, pp

overview#showall [Downloaded : 28 Juni 2012] 3. Insect Bites and Infestations. In : Freedberg IM at al, eds, Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 5th. 2007. USA: McGrawHill. 4. Hogan, Daniel J. MD. Allergic Contact Dermatitis. [Posted : 14 September 2011] Taken from : http://emedicine.medscape.com/article/1049216-

overview#showall [Downloaded : 28 Juni 2012] 5. Beck, M.H., Wilkinson, S.M.. Contact Dermatitis: Allergic. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. Eight Edition. USA: Blackwell publishing; 2010. P. 26.13-14. 6. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.5. Jakarta: FKUI; 2005. P. 135 7. McCroskey, Amy L. MD. Scabies. [Posted : 6 October 2010] Taken from : http://emedicine.medscape.com/article/785873-overview#showall [Downloaded : 28 Juni 2012] 8. Amiruddin MD. Skabies. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. P. 5-10. 9. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. P. 1718-27 10. Adverse Cutaneous Drug Reactions. In : Freedberg IM at al, eds, Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 5th. 2007. USA: McGrawHill 11. Elston D. Parasitic Infestations, Stings, and Bites in : Andrews' Diseases Of The Skin Clinical Dermatology 11th Edition : Jame W, Berger T, Elston D. Philadelphia : Esevier; 2006. p.434-47

You might also like