You are on page 1of 51

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

TUGAS AGUSTUS 2012

STROKE, HIPERTENSI, DAN HIPOTENSI

DISUSUN OLEH :
Andhini Afliani Putri.F C 111 07 255

PEMBIMBING :
dr.Muhammad Ikhsan,MS,PKK. dr.Yanti Leman,M.Kes.,Sp.KK.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012

Stroke, Hipertensi, dan Hipotensi A. Stroke


A.1. Pendahuluan
Menurut statistik tahunan dari organisasi kesehatan sedunia (WHO 1996), penyakit pembuluh darah otak termasuk dalam 10 penyebab kematian utama di 54 dari 57 negara. Stroke hemoragik mencakup 16,6 19% dari semua stroke. Stroke adalah kematian tersering ketiga pada orang dewasa di Amerika serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih dari 200.000. insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun, dengan 200.000 adalah stroke rekuren. Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui suplai arteri otak. Istilah yang lebih lama dan masih sering digunakan adalah cerebrovascular accident (CVA). Berdasarkan data dari seluruh dunia statistiknya bahkan lebih mencolok dibandingkan penyakit jantung koroner dan stroke adalah penyebab kematian tersering pertama dan kedua serta menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab kecacatan.

A.2. Definisi
Stroke adalah suatu ganguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh ganguan peredaran darah otak. Berdasarkan etiologinya, stroke dibagi menjadi stroke non hemorrhagic (TIA, RIND,S toke progressive, Complete Stroke) dan stroke hemorrhagic (Intraserebral dan subarachnoid bleeding).

A.3. Epidemiologi
Stroke adalah kematian tersering ketiga pada orang dewasa di Amerika serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun, dengan 200.000 adalah stroke rekuren. Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui suplai arteri otak. Istilah yang lebih lama dan masih sering digunakan adalah cerebrovascular accident (CVA). Evaluasi data base mortalitas World Health Organisation (WHO) mengisyaratkan bahwa faktor utama yang berkaitan dengan epidemi penyakit kardiovaskular adalah perubahan global dalam gizi dan merokok ditambah urbanisasi dan menuanya populasi (WHO 1997) . Insiden yang lebih tinggi ini mungkin berkaitan dengan peningkatan insiden (yang tidak diketahui penyebabnya) hipertensi pada orang Amerika keturunan Afrika. Walaupun orang mungkin terkena stroke pada usia berapapun,dua pertiga stroke terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Perempuan juga membentuk sekitar 43% kasus stroke per tahun tetapi menderita 62 % kematian akibat stroke. The National Stroke Association mengajukan penjelasan bahwa risiko stroke meningkat seiring dengan usia dan bahwa perempuan hidup lebih lama dari laki-laki. Faktor resiko tambahan juga menimbulkan korban : perempuan berusia dii atas 30 tahun merokok dan mengkonsumsi kontrasepsi oral dengan kandungan estrogen yang lebih tinggi memiliki resiko stroke 22 kali lebih besar rata-rata,karena kecacatan yang sering terjadi setelah stroke dapat sangat merugikan,karena perempuan lebih besar kemungkinannya daripada pria untuk mengalami kecacatan serius setelah stroke. Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat juta orang amerika mengalami defisit neurologik akibat stroke,dua per tiga tahun bersifat sedang sampai parah (National stroke association 2001). Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35% dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35% sampai 40% (Wolf et al.,2000). Sampai tahun 2001,laporan tentangg insiden stroke hanya mencakup stroke simptomatik, walaupun stroke silent

diperkirakan 5 sampai 20 kali lebih sering terjadi (leary,saver, 2001) memperkirakan bahwa insiden pertahun stroke silent adalah lebih dari 11 juta orang. Faktor resiko demografik mencakup usia lanjut,ras dan etnis serta riwayat stroke dalam keluarga. Kecanduan alkohol dan merokok merupakan faktor resiko utama untuk stroke adalah hipertensi kronik. Kegemukan (obesitas) merupakan faktor resiko independen untuk stroke tidak saja melalui penyakit yang diperparah dengan kegemukan seperti hipertensi,diabetes,dan peningkatan kolesterol tetapi juga melalui mekanisme lain yang belum teridentifikasi.

A.4. Etiologi
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui suplai arteri otak. Istilah yang lebih lama dan masih sering digunakan adalah cerebrovascular accident (CVA). Berbagai gangguan patologik misalnya hipertensi menyebabkan stroke merupakan hal yang dapat diduga reproducible dan dapat dimodifikasi. Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan kedalam ruang subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin,karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum attau subaraknoid. Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatik.Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua :

1. Tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasi darah kedalam tengkorak yang volumenya tetap. 2. Vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan kedarah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan pia mater meningen. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran. Namun,apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien kemungkina besar mengalami nyeri kepala hebat,yang merupakan skenario atas perdarahan subaraknoid (PSA).tindakan pencegahan utama untuk perdarahan otak adalah mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah. Perdarahan dapat terjadi dimana saja dari sistem saraf. Secara

umum,perdarahan didalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dalam kaitannya dengan jaringan otak dan meningen oleh tipe lesi vaskular yang ada. Tipe perdarahan yang mendasari stroke hemoragik adalah intraserebrum (parenkimatosa), intraventrikel, dan PSA. Selain lesi vaskular anatomik,penyebab stroke hemoragik adalah hipertensi, gangguan perdarahan, pemberian antikoagulan yang terlalu agresif terutama pada pasien usia lanjut dan pemakaian amfetamin dan kokain intranasal.

A.4. Klasifikasi
Menurut WHO TCD-NA (The Application of The International Classification of Disease To Neurology) Hemorragic stroke di bagi atas : 1. Subarachnoid Haemorrhage (Perdarahan subaraknoid) PSA memiliki dua kausa utama yaitu ruptur suatu aneurisma vascular dan trauma kepala. Tempat aneurisma sakuler yang lazim,yang sebagian besar terletak di sirkulus willis. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi

darah kedalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi sekitar 50% pada bulan pertama bahwa

setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemik otak serta

morbiditas

dan

mortalitas

yang

dapat

terjadi

lama

serta

perdarahan

terkendali.

Penyulit-penyulit tersebut adalah : a. Vasospasme reaktif disertai infark b. Ruptur ulang c. Hiponatremia d. Hidrosefalus Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal,rupture ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca perdarahan dini. Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12 hari

setelah perdarahan awal.seberapa luas perdarahan arteri menyebabkan iskemia dan infark bergantung pada keparahan dan distribusi pembuluhpembuluh yang terlibat. Malformasi arteriovena (MAV) adalah jaringan kapiler yang mengalami malformasi kongenital dan merupakan penyebab PSA yang lebih jarang dijumpai. Dalam keadaan normal,jaringan kapiler terdiri dari pembuluhpembuluh darah yang garis tengahnya hanya 8/1000 mm. karena ukurannya yang halus ini memiliki resistensi vascular tinggi yang memperlambat aliran darah sehingga oksigen dan zat makanan dapat berdifusi kejaringan otak. Pada MAV, pembuluh melebar sehingga darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan system vena bertekanan rendah. Akhirnya, dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak. Pada sebagian besar pasien perdarahan terjadi di intraparenkim dengan perembesan kedalam ruang subaraknoid. Perdarahan mungkin massif,yang

menyebabkan kematian atau kecil dengan garis tengah 1 cm. 2. Intracerebral haemorrhage (Perdarahan intraserebrum) Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak paling sering terjadi akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Stroke perdarahan intraserebrum paling sering terjadi pada pasien terjaga dan aktif

sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain. Karena lokasinya dekat dengan arteri dalam,basal ganglia,dan kapsula interna yang sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini.Dengan mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi motorik volunter dan bahwa semua saraf eferen dan eferen diseparuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna,maka dapat dilihat bahwa stroke disalah satu bagian ini diperkirakan menimbulkan defisit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan dibagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis disisi yang letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada interna. Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi mendekati 50%.perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium diatas tentorium serebeli memiliki prognosis baik apabila volume darah sedikit. Namun perdarahan keruang infratentorium didaerah pons dan serebelum berlawanan dan

keterlibatan kapsula

memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepat timbul tekanan pada struktur vital dibatang otak. Terapi untuk stroke hemoragik adalah menurunkan tekanan darah apabila hipertensi adalah kausanya dan melawan anti koagulasi apabila kausanya adalah gangguan perdarahan endogen atau akibat obat. Tidak banyak yang dapat dilakukan terhadap perdarahan yang sudah terjadi,seperti pada stroke iskemik penurunan tekanan darah yang terlalu cepat atau drastis dapat menyebabkan kurangnya perfusi atau meluasnya iskemia. Pemantauan atau terapi pada peningkatan TIK serta evakuasi bekuan apabila tingkat kesadaran memburuk merupakan satu-satunya intervensi yang kemungkinan memberikan dampak positif pada prognosis. Pada pasien berusia kurang dari 40 tahun perlu dipikirkan pemakaian kokain sebagai yang kausa

stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum. Hubungan pasti antara

kokain dan perdarahan masih kontroversial,walaupun diketahui kokain meningkatkan aktivitas saraf simpatis

bahwa dapat

sehingga

menyebabkan peningkatan mendadak tekanan darah. Perdarahan terjadi di pembuluh vaskular. Perdarahan yang terjadi langsung kedalam ventrikel otak dijumpai yang lebih sering adalah perdarahan didalam parenkim otak yang menembus kedalam sistem ventrikel sehingga bukti asal perdarahan menjadi kabur. intraserebrum atau subaraknoid. Biasanya terjadi aneurisma

Seperti pada iskemia defisit neurologik utama mencerminkan kerusakan bagian otak tertentu. Dengan demikian, gangguan lapang pandang yang terjadi pada perdarahan oksipitalis,dan kelemahan atau paralisis pada korteks motorik lobus frontalis. kerusakan

A.5. Faktor Risiko


Risiko stroke meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor risiko. Data epidemiologi menunjukkan risiko untuk timbulnya serangan ulang stroke adalah 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang dibandingkan populasi normal. Faktor risiko stroke dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Tidak dapat dimodifikasi : Usia , jenis kelamin, dan genetik 2. Dapat di modifikasi : Riwayat stroke,merokok, hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, Transient Ischemic Attack (TIA), hiperkolesterol, obesitas, penggunaan kontrasepsi oral.

A.6. Vaskularisasi Otak


Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan dengan tingkat metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak sedikitnya dendrit dan sinaps di

daerah tersebut. Pembuluh darah utama yang menyuplai otak ialah sepasang arteria karotis interna dan sepasang arteria vertebralis. Dari kedua sumber pendarah itu akan berhubungan membentuk kolateral yang disebut sirkulus Willisi. Sistem kolateral juga dijumpai pada pembuluh-pembuluh yang berada di dalam jaringan otak. Penyaluran darah selanjutnya melalui sistem vena yang akan bermuara ke dalam sinus duramater.1,2

Gambar 1. Sirkulus Willisi.1

A.6.1. Sistem Karotis


Pembuluh utama ialah arteri carotis communis yang mempercabangkan selain arteria karotis eksterna juga arteri karotis interna yang akan banyak vaskularisasi intrakranial terutama dalam hal ini hemisferium serebri. Cabang-cabang besar arteria karotis interna adalah: a. oftalmika, a. komunikans posterior, a. khoroidal anterior, a. serebri anterior, a. komunikans anterior, a. serebri media. A.6.2. Sistem Vertebrobasiler Sepasang arteri vertebralis kemudian bersatu menjadi arteri basilaris, akan menyuplai darah ke batang otak dan serebellum dengan tiga kelompok arteri yakni: median,

paramedian, dan arteri sirkumferensial. Arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang a. serebri posterior.

A.7. Patofisiologi
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan kemudian melepaskan darah ke otak. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 20 persen dari stroke yang terjadi merupakan stroke hemoragik.

Gambar 2. Aneurisme yang pecah Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak mampu membawa darah dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati. Alasan lain yang dapat menyebabkan

stroke hemoragik adalah darah yang mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh darah tersebut membentuk gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak. Perdarahan kerusakan menyebabkan kerusakan pada neurologis melalui dua cara yaitu saat perdarahan. Ini terutama pada

otak yang nyata terjadi

kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak.. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta

gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel Pada perdarahan intraserebral (ICH), perdarahan terjadi secara langsung ke dalam parenkim otak. Mekanisme yang biasa dianggap kebocoran dari arteri intraserebral kecil rusak oleh hipertensi kronis. mekanisme lainnya termasuk diatesis pendarahan, antikoagulasi iatrogenik, amiloidosis otak, dan penyalahgunaan kokain. perdarahan intraserebral memiliki predileksi dalam otak, termasuk talamus, putamen, otak kecil, dan batang otak. Selain daerah otak terluka oleh pendarahan, otak sekitarnya dapat rusak oleh tekanan yang dihasilkan oleh efek massa hematoma. Kenaikan umum dalam tekanan intrakranial dapat terjadi. Stroke akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar dua pertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala, mual disertai muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang jarang terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya bergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsilateral dengan perubahan sensori, visual dan perilaku. Perubahan pupil terjadi akibat herniasi unkal

lobus temporal mengakibatkan midline shift. Gejala afasia bila hemisfer dominan terkena.

Gambar 4. Perdarahan intraserebral dan perdarahan subaraknoid. Perdarahan subarachnoid adalah suatu kondisi berupa perdarahan yang terjadi dalam jarak antara bagian atas otak dan tulang tengkorak. Penyebab paling umum stroke hemoragik subarachnoid adalah aneurisma. Hal ini ditandai oleh pembengkakan abnormal dari pembuluh darah di dalam otak diikuti oleh pecahnya pembuluh darah yang bengkak. Pendarahan intraserebral terjadi karena pendarahan antara otak dan jaringan. Sebagian besar perdarahan intraserebral disebabkan oleh perubahan drastis dalam fungsi arteri. Hal ini juga bisa terjadi karena hipertensi jangka panjang. Namun, banyak penyebab potensial lainnya yaitu penyakit seperti kanker dan tumor otak.

A.8. Gejala Klinis


Gejala stroke bisa dibedakan atas tanda akibat lesi dan tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk didiagnosa, akan tetapi bisa sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien bisa datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah spearuh badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkira diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke. Jenis hemoragik seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi saat bekerja.1,3,5,6,7

Gejala-gejala umum stroke dapat berupa,Kekakuan tiba-tiba, paralisis, atau kelemahan pada muka, lengan atau kaki terutama hanya pada satu sisi badan,Masalah baru berhubungan dengan kemampuan berjalan dan keseimbangan,Perubahan penglihatan tiba-tiba,Berbicara sambil meneteskan liur atau sulit berbicara,Memiliki masalah berbicara atau memahami pernyataan sederhana, atau merasa bingung,Sakit kepala hebat yang timbul tiba-tiba yang berbeda dengan sakit kepala sebelumnya,1,3,5,8,9 Gejala-gejala pada stroke hemoragik (disebabkan oleh perdarahan dalam otak) dapat mirip dengan stroke iskemik tetapi dapat dibedakan dengan gejal-gejala yang berhubungan dengan tekanan intracranial yang tinggi di dalam otak, seperti nyeri kepala hebat, mual dan muntah, kekakuan pada leher, kejang, parese ringan dapat berkembang menjadi ketidakmampuan pada lengan dan kaki pada satu sisi. Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral dan Perdarahan Subaraknoid Gejala Timbulnya Nyeri Kepala Kesadaran Kejang PIS Dalam 1 jam Hebat Menurun Umum PSA 1-2 menit Sangat hebat Menurun sementara Sering fokal +++ +/+++

Tanda rangsangan Meningeal. +/Hemiparese Gangguan saraf otak ++ +

A.9. Diagnosis
Diagnosis ditujukan untuk mencari beberapa keterangan, antara lain apakah pasien menderita stroke atau bukan. Anamnesis riwayat awal dapat menuntun dokter untuk menentukan kausa paling mungkin dari stroke yang dialami pasien. Dari anamnesis akan ditelusuri mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, gangguan visual, penurunan kesadaran serta faktor risiko stroke seperti adanya riwayat hipertensi, penggunaan obat obatan seperti kokain dan amfetamin, adanya riwayat penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan antikoagulan mengisyaratkan suatu tanda stroke hemoragik. Setelah anamnesis dilakukan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik meliputi penilaian tanda vital, pemeriksaan kepala dan leher misalnya cedera kepala akibat jatuh, pemeriksaan thoraks, abdomen, kulit, dan ekstremitas. Pemeriksaan neurologis sebagai penilaian yang biasa dilakukan seperti pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, refleks, koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Dapat juga dilakukan penilaian cepat dengan teknik FAST, yaitu Face dengan meminta pasien untuk senyum dan perhatikan sisi yang lemah, Arm meminta pasien untuk mengangkat kedua tangannya dan perhatikan tangan mana yang terjatuh lebih dulu, Speech meminta pasien untuk mengucapkan satu kalimat ringkas dan perhatikan adanya perkataan atau pengulangan yang kurang tepat, Time yakni jika ada pasien menunjukkan gejala di atas , maka sangat bermakna untuk melakukan penatalaksanaan segera. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neorologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari dua jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. Perdarahan pada ruang subaraknoid ditandai dengan adanya nyeri kepala yang sangat hebat dan tanda kaku kuduk positif Bila penilaian cepat menunjukkan stroke, maka harus segera ditentukan jenis, letak, dan luas lesi. Diagnosis secara pasti melalui pencitraan tomografi komputer (CT scan), walaupun pada beberapa keadaan seringkali tidak didapatkan abnormalitas, sehingga harus diulang 24 jam kemudian.

CT scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus PSA dengan ruptur aneurisma berry. PSA pada tampilan CT Scan dapat terlihat gumpalan pada ruang subarachnoid pada sisterna basal dan sulcus atau gumpalan darah dengan diameter >1mm di fissura cerebral. Adanya koleksi darah pada sisterna subarakhnoid, didasar otak bisa dideteksi pada hari-hari pertama setelah perdarahan. Beberapa hari sampai minggu, tampak pembesaran ruang subarachnoid karena pengisian dari methemoglobin atau formasi methemoglobin . pasien yang dicurigai PSA juga dapat dilakukan diagnosis pasti dengan cara punksi lumbal apabila pada hasil CT scan meragukan atau tidak menunjukkan tanda perdarahan yakni mengambil cairan serebrospinal dan melihat kandungan didalamya. Pada PSA, lumbal punksi akan menunjukkan keberadaan sel eritrosit yang masif. Pada stroke hemoragik jenis PIS, gambaran CT scan yang nampak tidak jauh berbeda dengan CT scan pada PSA. Kedua jenis perdarahan ini akan memberikan kesan hiperdens dan hanya terletak perbedaan pada lokasi lesinya, pada PIS kesan hiperdens dapat terlihat pada daerah ganglia basalis, nucleus caudatus, atau cerebellum dengan riwayat hipertensi pada pasien. Studi diagnosis yang dianjurkan selain pemeriksaan di atas yang segera dilakukan pada penderita stroke akut adalah kadar gula, elektrolit, EKG,tes fungsi ginjal, dan hitung darah lengkap. Selain hal di atas, terdapat pula beberapa sistem skor untuk mendiagnosis jenis, letak dan besarnya lesi antara lain skor Gajah Mada, Siriraj , dan Hasanuddin akan tetapi ketepatannya masih belum terlalu dapat diandalkan. Kriteria Tekanan darah Sistole >200; diastole <110 Sistole <200;diastole>110 Waktu serangan Sedang bergiat 6,5 7,5 1 Skor

Tidak bergiat Sakit kepala Sangat hebat Hebat Ringan Tidak ada Kesadaran menurun Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 1 24 jam setelah onset Sesaat tapi pulih kembali >24 jam setelah onset Tidak ada Muntah proyektil Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 1 24 jam setelah onset Sesaat tapi pulih kembali >24 jam setelah onset Tidak ada

10 7,5 1 0

10 7,5 6 1 0

10 7,5 1 0

Interpretasi : <15 stroke non hemoragik, 15 stroke hemoragik

A.10. Penatalaksanaan
Pengobatan stroke sedini mungkin sangat penting mengingat beratnya kelainan yang timbul dan komplikasi yang akan terjadi. Penatalaksanaan yang cepat, epat, dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Penatalaksanaan penerapannya. A.10.1. Penatalaksanaan umum a. Stabilisasi jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi Airway : Mengusahakan agar jalan nafas bebas dari segala stroke hemoragik sendiri memiliki beberapa prinsip dalam

hambatan. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Breathing : Fungsi bernafas, yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat nafas atau oleh karena infeksi di saluran nafas dengan jalan oksigen 1-2 liter per menit sampai hasil analisa gas darah batas normal. Circulation : Dapat diatasi dengan pemberian cairan kristaloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa). b. Perbaikan gangguan atau komplikasi sistemik Pada pasien stroke harus diawasi gangguan lain yang dapat terjadi setelah pneumoni onset ,dan seperti peningkatan lainnya. tekanan intrakranial, kejang, dengan pemberian mencapai

gangguan

Penatalaksanaanpasien

peningkatan tekanan intrakranial meliputi : - Tinggikan posisi kepala 20-300 - Posisi pasien menghindari penekanan vena jugulare

- Osmoterapi atas indikasi: - Mannitol bolus 1 gr/kgBB selama 20 menit diulangi setiap 4-6 jam sebanyak 0,25-0,5 gr/kgBB selama 48 jam lalu diturunkan perlahan - Kalau perlu beri furosemide 1gr/kgBB iv - Intubasi untuk menjaga normoventilasi. - Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi udem otak . A.10.2. Penatalaksanaan Spesifik 1. Perdarahan Intraserebral - Konservatif : 1. Memperbaiki faal hemostasis : Asam traneksamat 1gr/6jam 2. Mencegah vasospasme otak akibat perdarahan dengan nimodipine. - Operatif : 1. Dilakukan bila volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter diatas 2 cm. 2. Letak lobar dan kortikal dengan tanda tanda peningkatan akut dan ancaman herniasi otak. 3. Hidrosefallus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum dAN GCS >7. 2. Perdarahan Subaraknoid - Konservatif : a. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang

direkomendasikan untuk keadaan klinis tertentu.

b. Pemberian Nimodipin untuk pencegahan vasospasme dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam/IV pada hari ketiga atau secara oral 60mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian Nimodipine oral terbukti memperbaiki defisit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. - Operatif : a. Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus. b. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisme, AVM. Clipping sangat direkomendasi untuk mencegah perdarahan ulang setelah ruptur aneurisma pada PSA ini. c. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai besar yang memburuk. d. Pembedahan untuk mengevakuasi hematom terhadap pasien muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm-3)

A.11. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain : 13,14,15 1. Ischemic cerebral edema 2. Trombosis Vena 3. Emboli paru 4. Aritmia jantung 5. Kehilangan kemampuan motorik dan sensorik dari salah satu atau lebih anggota tubuh secara permanen. 6. Kehilangan fungsi kognitif atau fungsi otak yang lain (demensia). 7. Kontraktur sendi 8. Spasme otot 9. Ulkus dekubitus 10. Infeksi saluran pernapasan dan saluran kemih

11. Kesulitan berkomunikasi 12. Menurunkan kemampuan untuk berinteraksi secara sosial dan merawat diri. 13. Menurunkan angka harapan hidup

A.12. Prognosis
Stroke adalah penyebab ketiga kematian di negara maju. Stroke hemoragik jarang terjadi tetapi bersifat lebih fatal dari stroke iskemik. Sekitar 25% dari penderita stroke hemoragik meninggal sebagai akibat dari stroke atau komplikasinya. Sekitar 50% dapat menyebabkan cacat jangka panjang, dan 25% dapat pulih sebagian besar atau seluruh tubuhnya dapat berfungsi kembali.

A.13. Kesimpulan
Stroke merupakan gejala dan atau tanda gangguan fungsi otak fokal maupun global yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung progresif atau menetap atau berakhir dengan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler, tanpa didahului trauma/ penyakit infeksi. Kategori dasar gangguan sirkulasi yang

menyebabkan stroke adalah iskemia-infark dan perdarahan intrakranium, yang masingmasing menyebabkan 80% sampai 85% dan 15% sampai 20% dari semua kasus stroke. Meskipun insidens stroke hemoragik atau perdarahan hanya menempati 15-20% dari kasus yang terjadi, akan tetapi stroke hemoragik memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik. Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20 % dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarkhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskuler yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain

pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subaraknoid. Stroke hemoragik atau stroke perdarahan terdiri dari perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan subarakhnoidal (PSA). Gejala klinisnya berupa penurunan kesadaran, kejang, gangguan saraf kranial, hemiparesis/ hemiplegia, mual, muntah , defisit neurologik fokal dapat ditemukan pada perdarahan intraserebral sedangkan rangsang menings dapat ditemukan pada perdarahan subarakhnoid. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta skor Hasanuddin bila belum atau tidak dapat dilakukan CT-Scan. Pemeriksaan radiologi yang menjadi pilihan utama untuk stroke adalah CT-scan maupun MRI. Pada stroke hemoragik akan ditemukan gambaran hiperdens pada parenkim otak maupun dalam ruang

subarakhnoid, bergantung pada lokasi terjadinya perdarahan. Adapun pemeriksaan laboratorium lainnya seperti complete blood count, profil koagulasi, kadar elektrolit, kimia darah, laju endap darah, dan profil koagulasi juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis bandingserta untuk menilai faktor risiko dan rencana terapi yang akan diberikan. Selain itu pemeriksaan elektrokardiogram juga penting dilakukan mengingat kejadian cardiac dysrhythmias dan myocardial ischemia sering terjadi bersamaan dengan stroke. Prognosis stroke hemoragik bergantung pada tingkat keparahan stroke, lokasi, serta luasnya perdarahan. Stroke hemoragik jarang terjadi tetapi bersifat lebih fatal dari stroke iskemik. Sekitar 25% dari penderita stroke hemoragik meninggal sebagai akibat dari stroke atau komplikasinya.

B. Hipertensi
B.1. Pendahuluan
Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, merupakan salah satu penyebab kematian paling sering di dunia. Hampir satu miliar orang di dunia berisiko terkena kegagalan jantung, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan kebutaan akibat hipertensi. Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat dan/atau saluran darah menyempit,

sehingga membuat jantung memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi kepada setiap sel di dalam tubuh. Tekanan darah diukur berdasarkan tekanannya terhadap dinding pembuluh darah (yang besarannya dinyatakan dalam mmHg). Angka 120/80 mmHg adalah tekanan darah yang normal yang terjadi pada waktu jantung memompa (systole) dan berisitirahat (diastole). Jika tekanan darah melebihi tingkat yang normal, maka resiko kerusakan bisa terjadi pada organ organ vital di dalam tubuh seperti jantung, ginjal, otak, dan mata. Berdasarkan American Heart Association (AHA,2001) terjadi peningkatan ratarata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai 1999. Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) menyebutkan hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkolosis, jumlahnya mencapain 6.8% dari populasi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.

B.2. Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg . Tekanan darah diukur dengan

spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.

B.3. Epidemiologi
Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal dari ketuaan, insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada tahun 1988-1991 National Health and Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok umur 65-74 tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1 (140-159/90-99 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109 mmHg), dan 6.5% untuk hipertensi derajat 3 (>180/110 mmHg). Prevalensi HST adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki.4 Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95 mmHg) meningkat sesuai dengan umur, lebih tinggi pada perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%).5 Di Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian pada usia diatas 65 tahun dengan kriteria hipertensi berdasarkan JNVC ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 60,4% (lakilaki 59,1% dan perempuan 61,9%), yang sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah 31,1% (laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%), hipertensi yang baru terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7% dan perempuan 28,8%). Pada kclompok ini, adanya riwayat keluarga dengan hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi.6 Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu dengan usia a 50 tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi sangat rentan terhadap kejadian penyakit

kardiovaskuler Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi

saat ini dan pertambahan penduduk saat ini . Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%.

B.4. Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikas meliputi stress, obesitas, dan nutrisi.

B.5. Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan WHO

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan JNV VI dan JNC VII

B.6. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya memegang peran oleh hormon, renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ginjal. ekskresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi komplek. Faktor-faktor jaringan yang adekuat

meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural.

Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk

memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari

prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan

perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.

B.7. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,

gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya

memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu: Sistem Organ Komplikasi Jantung Komplikasi Hipertensi Gagal jantung kongestif Angina pektoris Infark miokard Sistem saraf pusat Ginjal Mata Pembuluh darah perifer Ensefalopati hipertensi Gagal ginjal kronik Retinopati hipertensi Penyakit pembuluh darah perifer

Tabel 3. Komplikasi hipertensi Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat

mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA)

B.7.1. Retinopati Hipertensi B.7.1.1. Definisi Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada

sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan

bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi. B.7.1.2. Epidemiologi Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan

didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas. Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang

mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Ini mungkin disebabkan oleh sensivitas alat yang semakin baik apabila dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik di klinik-klinik. Pada penelitian yang dilakukan pada masyarakat Amerika Serikat, didapatkan insidensi 3 tahun dari retinopati Prevalensi yang lebih tinggi hipertensi adalah 2.9%-4.3%.

juga ditemukan pada orang berkulit hitam berbanding

orang kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih banyak ditemukan pada orang berkulit hitam.

B.7.1.3. Klasifikasi Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam

praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati digunakan dalam praktek sehari-hari. Stadium Stadium 0 Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV Tidak ada perubahan Penyempitan arteriol yang hampir tidak terdeteksi Penyempitan yang jelas dengan kelainan lokal Stadium III disertai perdarahan retina dan/atau eksudat Stadium III disertai papil edema Karakteristik

Tabel 4. Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtamology Berdasarkan penelitian telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi yang dibuat berdasarkan berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina. Retinopati Mild Satu atau Deskripsi lebih dari Asosiasi Sistemik tanda Asosiasi penyakit arterioler atau fokal, AV ringan stroke, dengan penyakit

berikut : Penyempitan menyeluruh

jantung koroner dan mortalitas kardiovaskular

nicking, dinding arterioler lebih padat (silver-wire) Moderate berat dengan Retinopati mild dengan satu atau Asosiasi penyakit stroke, gagal jantung, lebih tanda berikut : disfungsi renal dan mortalitas

Perdarahan retina (blot, dot atau kardiovaskuler flame-shape), microaneurysme,

cotton-wool, hard exudates Accelerated berat dengan Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi mortalitas dan gagal ginjal dengan edema papil : dapat disertai dengan kebutaan Tabel 5. Klasifikasi dari retinopati hipertensi berdasarkan data populasi oleh New England Journal of Medicine 2004 B.7.1.4. Patofisiologi Retinopati Hipertensi Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara

generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan

degenerasi hialin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai arteriovenous

nicking. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai copper wiring. Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol lebar lumen. Apabila dinding arteriol

akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh

darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabuan yang terdapat

pada dinding pembuluh darah bercampur dengan warna merah darah pada lumen pembuluh darah akan menghasilkan gambaran khas copper-wire. Hal ini menandakan telah terjadi arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis berlanjut, refleksi cahaya dinding pembuluh darah berbentuk silver-wire. Tahap pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, eksudat keras dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui dua mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain

percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam jaringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Perubahan-perubahan yang terjadi ini tidak bersifat spesifik hanya pada hipertensi, karena selain itu juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan

yang terjadi juga tidak bersifat sekuensial, misalnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan- perubahan lain terlebih dulu. Dalam penelitian yang dilakukan di Australia, didapatkan arteriolar retina lebih sempit pada orang-orang yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia lebih tua, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh menyempit dan kaku, hal yang sama juga berlaku pada arteriol darah semakin retina. Penelitian

tersebut juga menunjukkan hubungan yang erat antara peningkatan tekanan darah dengan penyempitan arteriol retina, dimana semakin semakin sempit pula arteriol retina. tinggi tekanan darah, maka

B.7.1.5. Diagnosis Retinopati Hipertensi Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga untuk membantu penting untuk

menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi. Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium vaskularisasi akibat hipertensi. Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnigs spot yaitu atrofi III atau stadium IV peubahan

sirkumskripta dan dan proliferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan

adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang bentuk yang lebih ekstrem, retina (Branch Retinal Vein lebih tinggi dapat terlihat mengindikasikan bahwa

perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, dan/ atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang. Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga

terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Pada edema retina dan makula, yang terlihat secara histologis adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier. B.7.1.6. Penatalaksanaan Retinopati Hipertensi Dalam penatalaksanaan retinopati hipertensi, mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial.

Tekanan darah penderita retinopati hipertensi harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik telah berkurang dengan

menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat

mengontrol kadar tekanan darah . Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor Perubahan pola dan terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina. gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk

menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara asupan lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur. Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien hipertensi tanpa tanda-tanda retinopati . B.7.1.7. Komplikasi Retinopati Hipertensi Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO). Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan jam atau hari ia dapat menimbulkan edema walaupun

yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusaka yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. Ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa. Penelitian yang dilakukan oleh Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) mendemonstrasikan bahwa keadaan retinopati hipertensi meningkatkan resiko stroke 2.6 kali lipat, dan 2-4 kali lipat kemungkinan terjadinya insiden stroke walaupun faktor resiko lain seperti merokok dan kadar lipid dikontrol. Dan penelitian Mithcell et al menunjukkan hubungan antara retinopati hipertensi dengan insidensi stroke/Transient Ischemic Attack/kematian serebrovaskular. Penelitian ini melakukan follow pada 859 subjek selama 7 tahun. Dan terdapat penelitian tersebut . beberapa penelitian lain yang mendukung

B.8. Diagnosis Hipertensi Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian, salah diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat beberapa faktor seperti berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau orang terlalu kurus. Penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sering menyebabkan fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural. Fluktuasi akibat ketegangan (hipertensi jas putih = white coat hypertension) & latihan fisik juga lebih sering pada lanjut usia. Arteri yang kaku akibat arterosklerosis menyebabkan tekanan darah terukur lebih tinggi. Kesulitan pengukuran tekanan darah dapat diatasi dengan cara pengukuran ambulatory.Bulpitt et al menganjurkan bahwa sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu. Gejala

HTS yang sering ditemukan pada lanjut seperti ditemukan pada the SYST-EUR trialadalah: 25% dari 437 perempuan dan 21% dari 204 laki-laki menunjukkan keluhan. Gejala yang menonjol yang ditemukan pada penderita perempuan dibandingkan penderita laki-laki adalah; nyeri sendi tangan (35% pada perempuan vs. 22% pada lakilaki), berdebar (33% vs. 17%), mata kering (16% vs. 6%), penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada tungkai (43% vs. 31 %), nyeri tenggorok (15% vs. 7%), Nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis kelamin 68%.

B.9. Penatalaksanaan
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler.1,2 Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih dan sangat bervariasinya tekanan darah sistolik.

B.9.1. Sasaran tekanan darah Pada hipertensi lanjut usia, penurunan tekanan darah diastolik hendaknya

mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNC VI dimana pengendalian tekanan darah (tekanan darah sistolik<140 mmHg dan tekanan darah diastolik<90mmhg) tampaknya terlalu ketat untuk penderita lanjut usia. sys-eur trial merekomendasikan penurunan tekanan darah sistolik < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal.

B.9.2. Modifikasi pola hidup Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi lanjut usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah : menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat,

mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol. Seperti halnya pada orang yang lebih muda, intervensi nonfarmakologis ini harus dimulai sebelum menggunakan obat-obatan.

B.9.3. Terapi Farmakologis Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat bermanfaat namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaankeadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan ptlihan terbaik. Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural (penyekat adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obatobatan yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis a 2 sentral) harus diberikan dengan hati-hati. Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya : obat anti psikotik terutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisiklik, Ldopa, benzodiapezin, baklofen dan alkohol. Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan toksisitas adalah: a. Tiazid: teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, lithium risiko toksisitas meningkat, karbamazepin risiko hiponatremia menurun

b. Penyekat beta : verapamil menyebabkan bradikardia, asistole, hipotensi, gagal jantung; digoksin memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral meningkatkan efek hipoglikemia, menutupi tanda peringatan hipoglikemia.

Dosis beberapa obat diuretic penyekat beta, penghambat ACE, penyekat kanal kalsium, dan penyakat alfa yang dianjurkan pda penderita hipertensi pada lanjut usia adalah sebagai berikut: a. Dosis obat-obat diuretic (mg/hari) msialnya: bendrofluazid 1,25- 2,5, klortiazid 500-100, klortalidon 25-50, hidroklortiazid 12,5-25, dan indapamid SR 1,5. b. Dosis obat-obat penyekat beta yang direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg sekali atau dua kali sehari, atenolol 50 mg sekali sehari, bisoprolol 10-20 mg sekali sehari, celiprolol 200-400 mg sekali sehari, metoprolol 100-2000 mg sekali sehari, oksprenolol 180-120 mg dua kali sehari, dan pindolol 15-45 mg sekali sehari. c. Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: kaptopril 6,25-50 mg tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8 mg sekali sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali sehari. d. Dosis obat-obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah: amlodipin 5-10 mg sekali sehari, diltiazem 200 mg sekai sehari, felodipin 5-20 mg sekali sehari, nikardipin 30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari, verapamil 120240 mg dua kali sehari. e. Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah doksazosin 1-16 mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari.

B.10. Kesimpulan
Prevalensi hipertensi pada lanjut usia lebih tinggi dibanding dengan penderita yang lebih muda. Sebagian besar merupakan hipertensi primer dan hipertensi sistolik terisolasi. Diagnosis hipertensi sama dengan orang pada umumnya seperti yang dianjurkan oleh JNC VI dan WHO. Mekanisme hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya diketahui. Hal yang penting mungkin karena adanya pengakuan pembuluh

darah arteri, disamping faktor lainnya seperti penurunan sensitivitas baroreseptor maupun adanya retensi natrium. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia, pada prinsipnya tidak berbeda dengan hipertensi pada umumnya; yaitu terdiri dari modifikasi pola hidup dan bila diperlukan dilanjutkan dengan pemberian obatobat antihipertensi. Obat yang umum digunakan adalah diuretic dan antagonis kalsium, dengan prinsip dosis awal yang kecil dan ditingkatkan secara perlahan. Sasaran tekanan darah yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik 140 dan diastolic 90 mmHg.

C. Hipotensi
C.1. Pendahuluan
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting bagi sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostasis tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadi gangguan pada sistem transpor O2, CO2 serta hasil metabolisme lainnya. Tekanan darah memiliki sifat yang dinamis. Pada perubahan posisi tubuh, dari tidur ke berdiri, tekanan darah akan

mengada kan penyesuaian untuk dapat tetap menunjang kegiatan tubuh adalah hal yang normal bila penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 30 mmHg yang disertai peningkatan frekuensi denyut jantung 11 hingga 20 kali/menit. Diagnosis Hipotensi Ortostatik patut dipertimbangkan bila dijumpai penurunan tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 80 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari Hipotensi Ortostatik dapat terjadi pada segala tingkatan usia Hanya saja ada kecenderungan peningkatan jumlah kasus seiring dengan pertambahan usia. Diduga 20% pasien yang berobat jalan dengan usia di atas 60 tahun dan 30% dengan usia di atas 75 tahun menderita gangguan ini morbiditas dan mortalitas akibat jatuh dan sinkope pada usia lanjut sering berhubungan dengan gangguan ini

C.2. Definisi
Penyakit darah rendah atau Hipotensi (Hypotension) adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang turun di bawah angka normal, yaitu mencapai nilai rendah 90/60 mmHg. Telah dijelaskan bahwa nilai normal tekanan darah seseorang

dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktivitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mHg. Namun demikian, beberapa orang mungkin memiliki nilai tekanan darah berkisar 110/90 mmHg atau bahkan 100/80 mmHg akan tetapi mereka tidak/belum atau jarang menampakkan beberapa keluhan berarti, sehingga hal itu dirasakan biasa saja dalam aktivitas kesehariannya. Apabila kondisi itu terus berlanjut, didukung dengan beberapa faktor yang memungkinkan memicu menurunnya tekanan darah yang signifikan seperti keringat dan berkemih banyak namun kurang minum, kurang tidur atau kurang istirahat (lelah dengan aktivitas berlebihan) serta haid dengan perdarahan berlebihan (abnormal) maka tekanan darah akan mencapai ambang rendah (hipotensi) 90/60mmHg.

C.3. Etiologi
Penurunan tekanan darah yang drastis saat perubahan posisi dapat terjadi oleh banyak penyebab. Penyakit diabets mellitus dan penggunaan obat yang

berkepanjangan merupakan penyebab yang paling sering ditemukan.

Tabel 6. Etiologi Hipotensi

C.4. Klasifikasi
Ada tiga jenis utama hipotensi:

Hipotensi Ortostatik. Hipotensi ortostatik disebabkan oleh perubahan tiba-tiba posisi tubuh, biasanya ketika beralih dari berbaring ke berdiri, dan biasanya hanya berlangsung beberapa detik atau menit. Hipotensi jenis ini juga dapat terjadi setelah makan dan sering diderita oleh orang tua, orang dengan tekanan darah tinggi dan orang dengan penyakit Parkinson.

Hipotensi Dimediasi Neural (NMH dalam singkatan bahasa Inggris). NMH paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan anak-anak dan terjadi ketika seseorang telah berdiri untuk waktu yang lama.

Hipotensi akut akibat kehilangan darah tiba-tiba (syok)

C.5. Patofisiologi
Pada perubahan posisi tubuh misalnya dari tidur ke berdiri maka tekanan darah bagian atas tubuh akan menurun karena normal, tekanan darah darah pengaruh gravitasi. Pada orang dewasa

arteri rata-rata pada kaki adalah 180-200 mmHg. Tekanan

arteri setinggi kepala adalah 60-75 mmHg dan tekanan venanya 0. Pada

dasarnya, darah akan mengumpul pada pembuluh kapasitas vena ekstremitas inferior: 650 hingga 750 ml darah akan terlokalisir pada satu tempat. Pengisian atrium kanan jantung akan berkurang, dengan sendirinya curah jantung juga berkurang sehingga pada posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan darah sistolik hinga 25 mmHg, sedang tekanan diastolik tidak berubah atau meningkat ringan hingga 10 anggota tubuh

mmHg. Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada

bagian bawah akan cenderung mengurangi darah ke otak. Tekanan arteri kepala akan turun mencapai 20-30 mmHg. Penurunan tekanan ini akan diikuti kenaikan tekanan parsial CO2 (pCO2) dan penurunan tekanan parsial O2 (pCO2) serta pH jaringan otak. Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat di dalam

dinding dan hampir setiap arteri besar di daerah dada dan leher; namun dalam jumlah banyak didapatkan dalam dinding arteri karotis interna, sedikit di atas bifurcatio carotis, daerah yang dikenal sebagai sinus karotikus dan dinding arkus aorta. Respon yang ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi zat-zat vasoaktif. Sekresi zat vasoaktif berupa katekolamin, pengaktifan sistem Renin - Angiotensin Aldosteron, pelepasan ADH dan neurohipofisis. inilah yang menjadi Kegagalan fungsi refleks autonom

penyebab timbulnya hipotensi ortostatik, selain oleh faktor

penurunan curah jantung akibat berbagai sebab dan kontraksi volume intravaskular baik yang relatif maupun absolut. Tingginya kasus hipotensi ortostatik pada usia lanjut berkaitan dengan a) penurunan sensitivitas baroreseptor yang diakibatkan oleh proses atherosklerosis sekitar sinus karotikus dan arkus aorta; hal ini akan menyebabkan tak berfungsinya refleks vasokonstriksi dan peningkatan frekuensi denyut jantung sehingga mengakibatkan kegagalan pemeliharaan tekanan arteri sistemik saat berdiri: dan b) menurunnya daya elastisitas serta kekuatan otot ekstremitas inferior. C.6. Gejala Apabila tekanan darah tidak cukup untuk menyalurkan cukup darah ke organorgan tubuh. Maka organ-organ tersebut tidak bekerja dengan baik dan dapat tidak berfungsi untuk sementara bahkan permanen. Misalnya, jika darah tidak cukup mengalir ke otak sehingga otak tidak menerima cukup oksigen dan nutrisi maka seseorang dapat merasa pusinh atau nahkan pingsan. Perubahan posisi dari duduk atau berbaring ke posisi berdiri seringkali menimbulkan gejala tekanan darah rendah. Hal ini terjadi karena berdiri menyebabkan darah menetap dalam vena pada tubuh bagian bawah, hal ini memicu turunnya tekanan darah. Apabila tekanan darah awal memang sudah rendah, maka posisi berdiri dapat memperburuk gejala. Pusing atau pingsan saat berdiri disebut hipotensi ortostatik. Pada orang normal mampu mengkompensasi dengan cepatnya tekanan darah rendah akibat perubahan posisi.

Ketika tekanan darah tidak cukup untuk menyuplai darah ke arteri koroner yang menyuplai darah untuk otot jantung, maka seseorang dapat menderita nyeri dada yang merupakan gejala angina atau bahkan serangan jantung. Ketika darah tidak sampai ke ginjal, maka ginjal gagal dalam menyaring racun dalam tubuh, misalnya urea (BUN) dan kreatinin, dan meningkatkan kadarnya dalam darah. Syok merupakan keadaan yangmengancam nyawa dimana tekanan darah rendah dapat menyebabkan kegagalan organ yang cepat pada hati, jantung, paru, dan otak.

C.7.Penyebab
Kondisi-kondisi yang menyebabkan kurangnya volume darah, mengurangi Cardiac output (jumlah darah yang dipompa oleh jantung), dan obat-obatan yang menurunkan tekanan darah. Dehidrasi adalah keadaan yang sering dijumpai pada pasien dengan mual , muntah dan diare yang lama. Besarnya jumlah air yang hilang ketika muntah dan diare terutama jika orang tersebut tidak minum untuk menggantikan cairan yang hilang. Penyebab lain dehidrasi termasuk olahraga, berkeringat, demam, lelah, dan terpapar suhu tinggi. Seseorang dengan dehidrasi ringan mungkin hanya akan mengalami kehausan dan mulut kering. Dehidrasi sedang sampai berat dapat menyebabkan hipotensi ortostatik (dimanifestasikan dengan kepala ringan, pusing, atau pingsan sewaktu berdiri). Dehidrasi yang berkepanjangan dan parah bisa menimbulkan syok, gagal ginjal, kebingungan, asidosis (terlalu banyak asam dalam darah), koma, dan bahkan kematian. Perdarahan sedang atau berat dapat dengan cepat menghilangkan darah dari tubuh seseorang, yang menyebabkan tekanan darah rendah atau hipotensi ortostatik. Perdarahan dapat diakibatkan oleh dari trauma, komplikasi operasi, atau kelainan-

kelainan pencernaan seperti ulkus, tumor, atau divertikulosis. Adakalanya, perdarahan mungkin begitu berat dan cepat (misalnya, perdarahan dari aneurisma aorta pecah) yang menyebabkan syok dan menyebabkan kematian dengan cepat. Peradangan parah organ dalam tubuh seperti pankreatitis akut dapat menyebabkan tekanan darah rendah. Pada pankreatitis akut, cairan meninggalkan pembuluh-pembuluh darah memasuki jaringan-jaringan yang meradang di sekitar pankreas serta rongga perut, menurunkan konsentrasi darah dan volumenya. Penyebab tekanan darah rendah karena penyakit jantung antara lain : Otot jantung melemah dapat menyebabkan jantung gagal dankurangnyai jumlah darah yang dipompa. Salah satu penyebab umum dari otot jantung yang melemah adalah kematian sebagian besar otot jantung karena serangan jantung. Contoh lain dari kondisi yang dapat melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah termasuk intoksikasi obat jantung, infeksi virus-virus

(myocarditis), dan penyakit katup jantung seperti aortic stenosis. Perikarditis adalah peradangan pada perikardium (selaput yang membungkusi jantung). Perikarditis dapat menyebabkan cairan menumpuk di dalam

perikardium dan menyebabkan kompresi jantung, membatasi kemampuan jantung untuk mengisi dan memompa darah. Emboli pulmonal adalah suatu kondisi di mana terdapat gumpalan darah di vena (deep vein thrombosis) yang terlepas dan bergerak ke jantung dan akhirnya paru-paru. Bekuan darah besar dapat memblokir aliran darah ke dalam ventrikel kiri dari paru-paru dan sangat mengurangi darah kembali ke jantung untuk memompa. Emboli pulmonal adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa. Denyut jantung yang lambat (bradikardi) dapat mengurangi jumlah darah yang dipompa oleh jantung. Denyut jantung normal untuk orang dewasa sehat adalah antara 60 dan 100 detak / menit. Bradikardia (denyut jantung kurang dari 60 detak / menit) tidak selalu menyebabkan tekanan darah rendah. Bahkan, beberapa atlet yang sangat terlatih dapat memiliki denyut jantung selitar 40-an dan 50-an (denyut per menit) tanpa gejala apapun. (Tingkat jantung yang lambat

diimbangi dengan kontraksi kuat lebih dari jantung yang memompa darah lebih dari non-atlet.) Tapi banyak pasien dengan bradikardi dapat mengakibatkan tekanan darah rendah, ringan, pusing, bahkan pingsan. Beberapa penyebab umum bradikardi antara lain: 1) sick sinus syndrome, 2) blok jantung, dan 3) keracunan obat. Kondisi tersebut banyak terjadi pada orang tua. 1. Sick sinus syndrome: Sick sinus syndrome terjadi ketika sistem listrik jantung tidak dapat menghasilkan sinyal cukup cepat untuk mempertahankan denyut jantung normal. 2. Blok jantung: Blok jantung terjadi ketika jaringan khusus yang mengirimkan arus listrik dalam jantung yang rusak oleh serangan jantung, degenerasi dari atherosclerosis, dan obat. Blok jantung mencegah beberapa atau semua sinyalsinyal listrik dari mencapai bagian-bagian jantung, dan ini mencegah jantung berkontraksi dan juga itu akan sebaliknya. 3. Intoksikasi obat: Obat-obatan seperti digoxin (Lanoxin) atau beta blockers untuk tekanan darah tinggi, dapat memperlambat transmisi listrik di jantung kimia dan dapat menyebabkan bradikardia dan hipotensi. Denyut jantung yang cepat (takikardi) juga dapat menurunkan tekanan darah. Contoh umum yang paling sering menyebabkan rendahnya tekanan darah antara lain fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium adalah gangguan pada jantung yang ditandai oleh liran listrik yang cepat dan ireguler dari jantung yang menyebabkan ventrikel berkontraksi secara irreguler dan biasanya cepat. Kontraksi yang cepat menyebabkan tidak maksimalnya volume darah yang dipompakan. Kelainan lain akibat cepatnya irama jantung seperti ventrikuler takikardi juga dapat menyebabkan tekanan darah rendah, dan biasanya mengancam nyawa akibat syok. Obat-obatan yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah antara lain : 1. Obat-obatan seperti penghambat saluran kalsium, beta blocker, digoxin dan (Lanoxin) dapat memperlambat denyut jantung berkontraksi. Beberapa orang tua sangat sensitif terhadap obat-obat ini karena mereka lebih berisiko memiliki

penyakit hati dan gangguan konduksi jantung. Pada beberapa iorang dosis kecil pun dapat menueunkan denyut jantung. 2. Obat yang digunakan dalam mengobati tekanan darah tinggi (seperti ACE inhibitors, angiotensin reseptor blocker, beta blocker, calcium channel blockers, dan alpha-blocker) dapat menurunkan tekanan darah secara berlebihan dan mengakibatkan gejala tekanan darah rendah terutama di kalangan orang tua. 3. Diuretik seperti furosemid, hydrochlorothiazide (Lasix) dapat mengurangi volume darah dengan menyebabkan buang air kecil yang berlebihan. 4. Obat yang digunakan untuk mengobati depresi, seperti amitriptyline (Elavil), penyakit Parkinson, seperti levodopa-carbidopa (Sinemet), atau yang

menyebabkan disfungsi ereksi (impotensi), seperti sildenafil (Viagra), vardenafil (Levitra), dan tadalafil (Cialis) bila digunakan dalam kombinasi dengan nitrogliserin, dapat menyebabkan tekanan darah rendah. 5. Alkohol dan narkotika juga dapat menyebabkan tekanan darah rendah. Reaksi vasovagal adalah kondisi umum di mana orang yang sehat mengalami tekanan darah rendah, denyut jantung lambat, dan kadang-kadang pingsan. Reaksi vasovagal biasanya dipicu oleh emosi takut atau nyeri seperti pasca donor darah, infus intravena, atau oleh gangguan pencernaan. Reaksi vasovagal disebabkan oleh aktivitas sistem (otonom) tanpa disadari saraf, khususnya saraf vagus, yang melepaskan hormon yang memperlambat jantung dan melebarkan pembuluh darah. Saraf vagus juga mengontrol fungsi saluran pencernaan dan aktivitas indera dalam sistem pencernaan. Dengan demikian, beberapa orang dapat memiliki reaksi vasovagal dari tegang pada buang air besar atau muntah. Postural (orthostatic) hypotension adalah penurunan mendadak tekanan darah ketika seorang individu berdiri dari posisi (dataran) duduk, jongkok, atau terlentang. Ketika seseorang berdiri, gravitasi menyebabkan darah untuk menetap di pembuluh darah di kaki sehingga darah kembali kurang ke jantung untuk memompa, dan, sebagai hasilnya, tetes darah tekanan. Tubuh biasanya merespon secara otomatis ke penurunan tekanan darah dengan meningkatkan tingkat di mana jantung berdetak dan dengan mempersempit pembuluh darah untuk kembali lebih banyak darah ke jantung.

Pada

pasien

dengan

hipotensi

postural,

refleks

kompensasi

gagal

terjadi,

mengakibatkan tekanan darah rendah dan gejala-gejalanya. Hipotensi postural dapat terjadi pada orang dari segala usia tetapi jauh lebih umum di antara orang tua, terutama pada mereka pada obat untuk tekanan darah tinggi dan / atau diuretik. Penyebab lain dari hipotensi postural termasuk dehidrasi, kekurangan adrenal (dibahas kemudian), istirahat di tempat tidur berkepanjangan, diabetes yang telah menyebabkan kerusakan pada saraf otonom, alkoholisme dengan kerusakan pada saraf otonom, dan beberapa sindrom neurologis yang jarang terjadi (misalnya, Shy-Drager sindrom ) yang merusak saraf otonom. Bentuk lain dari hipotensi postural terjadi biasanya pada orang sehat muda. Setelah lama berdiri, denyut jantung individu dan penurunan tekanan darah, pusing menyebabkan, mual, dan sering pingsan. Pada individu-individu, sistem saraf otonom salah menanggapi berdiri terlalu lama dengan mengarahkan jantung untuk

memperlambat dan pembuluh darah untuk membesar. Micturation syncope adalah penurunan sementara dalam tekanan darah dan kehilangan kesadaran yang ditimbulkan oleh berkemih. Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien usia lanjut dan mungkin karena rilis oleh saraf otonom hormon yang menurunkan tekanan darah. Insufisiensi adrenal, misalnya, karena penyakit Addison, dapat menyebabkan tekanan darah rendah. Penyakit Addison adalah gangguan di mana kelenjar adrenal (kelenjar kecil di sebelah ginjal) dihancurkan. Kelenjar adrenal hancur tidak bisa lagi memproduksi hormon adrenal yang cukup (khusus kortisol) yang diperlukan untuk mempertahankan fungsi normal tubuh. Kortisol memiliki banyak fungsi, salah satunya adalah menjaga tekanan darah dan fungsi jantung. Penyakit Addison ditandai dengan penurunan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah, dan, terkadang, penggelapan kulit. Septikemia adalah infeksi berat di mana bakteri (atau organisme infeksius lain seperti jamur) memasuki darah. Infeksi biasanya berasal dari paru-paru (pneumonia), kandung kemih, atau di perut akibat diverticulitis atau batu empedu. Bakteri kemudian masukkan darah di mana mereka melepaskan racun dan menyebabkan tekanan darah

yang mengancam jiwa dan mendalam rendah (syok septik), sering dengan kerusakan beberapa organ. Anafilaksis (anafilaktik syok) adalah reaksi alergi fatal pada obat-obat seperti penisilin, yodium intravena digunakan dalam beberapa sinar-X, makanan studi seperti kacang tanah, atau sengatan lebah (sengatan serangga). Selain penurunan berat pada tekanan darah, individu juga mungkin mengalami gatal-gatal serta mengi karena penyempitan saluran napas, dan tenggorokan bengkak yang menyebabkan kesulitan bernafas. Kejutan ini disebabkan oleh pembesaran darah yang mengandung pembuluh darah dan keluarnya air dari darah ke dalam jaringan.

C.8. Penatalaksanaan
Tekanan darah rendah pada pasien sehat tanpa gejala atau kerusakan organ tidak perlu diobati. Namun, semua pasien dengan gejala mungkin karena tekanan darah rendah harus dievaluasi oleh dokter. Pasien yang telah mengalami penurunan besar dalam tekanan darah dari tingkat biasa mereka bahkan tanpa penyulit dari gejala juga harus dievaluasi. Dokter perlu untuk mengidentifikasi penyebab dari tekanan darah rendah, obat akan tergantung pada penyebabnya. Misalnya, jika obat yang menyebabkan tekanan darah rendah, dosis obat mungkin harus dikurangi atau pengobatan dihentikan, meskipun hanya setelah konsultasi dokter. Penyesuaian diri dari obat tidak harus dilakukan. Dehidrasi diobati dengan cairan dan mineral (elektrolit). Dehidrasi ringan tanpa mual dan muntah dapat diobati dengan cairan oral dan elektrolit. Dehidrasi yang sedang sampai berat biasanya dirawat di rumah sakit atau ruang gawat darurat dengan cairan infus dan elektrolit Kehilangan darah dapat dirawat dengan cairan infus dan transfusi darah. Pendarahan terus menerus dan parah perlu diobati segera. Syok septik keadaan darurat dan diperlakukan dengan cairan intravena dan antibiotik.

Obat tekanan darah atau diuretil disesuaikan, diganti, atau dihentikan oleh dokter jika mereka menyebabkan gejala tekanan darah rendah. Bradikardi mungkin disebabkan oleh obat. Dokter mungkin mengurangi, mengganti atau menghentikan obat. Bradikardia karena sick sinus syndrome atau blok jantung diobati dengan alat pacu jantung implan. Takikardi dirawat tergantung pada sifat takikardia tersebut. Atrial fibrillation dapat diobati dengan obat oral, kardioversi listrik, atau prosedur kateterisasi yang disebut pulmonary vein isolation. Ventricular tachycardia dapat dikontrol dengan obat atau dengan defibrillator implant. Emboli paru dan trombosis vena dalam diobati dengan pengencer darah, intravena awalnya dengan heparin, warfarin dan oral (Coumadin) yang nanti. disebut

Cairan

perikardial

dapat

dihilangkan

dengan

prosedur

perikardiosentesis. Hipotensi postural dapat diobati dengan perubahan diet seperti air meningkat dan asupan garam , peningkatan asupan minuman berkafein (karena kafein menyempitkan pembuluh darah), dengan menggunakan stoking kompresi untuk memampatkan pembuluh darah di kaki dan mengurangi pengumpulan darah di pembuluh darah kaki, dan pada beberapa pasien, penggunaan obat yang disebut midodrine (ProAmatine). Masalah dengan ProAmatine adalah bahwa sementara itu meningkatkan tekanan darah dalam posisi tegak, tekanan darah terlentang mungkin menjadi terlalu tinggi, sehingga meningkatkan risiko stroke. Mayo Clinic peneliti menemukan bahwa obat digunakan untuk mengobati kelemahan otot pada myasthenia gravis yang disebut pyridostigmine (Mestinon) meningkatkan tekanan darah tegak tetapi tidak tekanan darah terlentang. Mestinon, obat antikolinesterase, bekerja pada sistem saraf otonom, terutama ketika seseorang berdiri. Efek samping termasuk kram perut ringan atau peningkatan frekuensi buang air besar. * Catatan: Peningkatan asupan garam dapat menyebabkan gagal jantung pada pasien dengan penyakit jantung yang ada dan tidak boleh dilakukan tanpa konsultasi dokter. Hipotensi postprandial mengacu pada tekanan darah rendah terjadi setelah makan. Ibuprofen (Motrin) atau indomethacin (Indocin) mungkin bermanfaat.

Sinkop vasovagal dapat diobati dengan beberapa jenis obat seperti beta blockers contohnya, propanolol (inderal, Inderal LA) serotonin reuptake inhibitor fluoxetine (Prozac), escitalopram oksalat (Lexapro), paroxetine (Paxil), sertraline ( Zoloft), citalopram (Celexa), fluvoxamine (Luvox), fludrokortison (Florinef) (obat yang mencegah dehidrasi dengan menyebabkan ginjal (s) untuk menahan air). Sebuah alat pacu jantung juga dapat membantu ketika pasien gagal terapi obat.

You might also like