You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

Morbili merupakan penyakit virus akut. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi ditularkan secara droplet malalui udara. 1 Penyakit ini biasanya ini timbul pada masa anak dan menyebabkan kekebalan seumur hidup pada anak yang sudah terkena. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan. Lalu kekebalan bayi tersebut akan berkurang dan bayi dapat terkena morbili. 2 Meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus morbili masih menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit morbili yaitu pada negara berkembang. Di Indonesia, penyakit ini menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada usia 1-4 tahun (0,77%). 3 Pengobatan morbili dilakukan untuk mengobati gejalanya karena penyebab morbili adalah virus. Penatalaksaan pada kasus morbili yang dilalakukan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran dan anti konvulsan bila diperlukan.4 Pemberian suplementasi vitamin A dalam kasus morbili saat ini sudah menjadi bagian penting dan harus diberikan pada anak yang menderita morbili. Perjalanan alamiah dari penyakit morbili dimana fokus infeksi virus terjadi

pada epitel saluran nafas dan konjungtiva yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel epitel. Angka mortalitas dan morbiditas penyakit morbili dapat ditekan dengan pemberian vitamin A karena vitamin A essensial untuk pertumbuhan dan merupakan senyawa penting yang membuat tubuh tahan terhadap infeksi dan memelihara jaringan epitel berfungsi normal dan membantu tubuh untuk melakukan proses epiteisasi kembali terhadap sel epitel yang mengalami kerusakan.5 Pembahasan referat ini, nantinya akan lebih menekankan kepada pemberian suplementasi vitamin A pada terapi morbili, bagaimana peranan vitamin A dan seberapa efektifkah pemberian suplementasi vitamin A dalam kasus morbili.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Morbili


2

II.1.1. Definisi Morbili (campak) adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Morbili memiliki gejala klinis yang khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodormal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.4

II.1.2. Etiologi Virus morbili adalah virus RNA dari family Paramixoviridae, genus Morbillivirus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar. 6 Virus morbili berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks nukleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan

pendek. Salah satu protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin. 4

Gambar 1. Virus Morbili

II.1.3 Patofisiologi Setelah tertular virus melalui droplet lewat udara, virus menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru, juga terdapat oedema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. 7 Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin
4

tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi deskuamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit. 7

II.1.4. Manifestasi klinis dan diagnosis Diagnosis morbili biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodormal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonis morbili (bercak koplik). 4 Diagnosis morbili dapat ditegakkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu, seperti pada pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. 4

II.1.5. Pengobatan

Pengobatan morbili dilakukan untuk mengobati gejalanya karena penyebab morbili adalah virus. Penatalaksaan pada kasus morbili yang dilakukan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran dan anti konvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada morbili dengan penyulit pasien perlu dirawat inap.4 Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang dan pemberian vitamin A. 4

II. 2 Vitamin A II. 2.1. Provitamin A Vitamin A dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk prekusor (provitamin). Provitamin A terdiri dari , , dan - karoten. karoten merupakan pigmen kuning dan salah satu jenis antioksidan yang memegang peran penting dalam mengurangi reaksi berantai radikal bebas dalam jaringan. Struktur kimia karoten ditunjukkan pada Gambar 2.1. 8

Gambar 2.1. Struktur kimia karoten8

II. 2.2. Struktur Kimia Vitamin A Vitamin A terdiri dari 3 biomolekul aktif, yaitu retinol, retinal (retinaldehyde) dan retinoic acid (Gambar 2.2) 8
6

Gambar 2.2. Tiga biomolekul aktif vitamin A8

II. 2. 3. Sifat-sifat Vitamin A Tumbuh-tumbuhan tidak mensintesis vitamin A, akan tetapi manusia dan hewan mempunyai enzim di dalam mukosa usus yang sanggup merubah karotenoid provitamin A menjadi vitamin A. Dikenal bentuk-bentuk vitamin A, yaitu bentuk alkohol, dikenal sebagai retinol, bentuk aldehid disebut retinal, dan berbentuk asam, yaitu asam retinoat.8 Retinol dan retinal mudah dirusak oleh oksidasi terutama dalam keadaan panas dan lembab dan bila berhubungan dengan mineral mikro atau dengan lemak/minyak yang tengik. Retinol tidak akan berubah dalam gelap, sehingga bisa disimpan dalam bentuk ampul, di tempat gelap, pada suhu di bawah nol. Retinol juga sukar berubah, jika disimpan dalam tempat tertutup rapat, apalagi disediakan

antioksidan yang cocok. Vitamin dalam bentuk ester asetat atau palmitat bersifat lebih stabil dibanding bentuk alkohol maupun aldehid. 8 Di dalam praktek, terutama dalam penyimpanan, vitamin A bersifat tidak stabil. Guna menciptakan kestabilannya, maka dapat diambil langkah-langkah, yaitu secara kimia, dengan penambahan antioksidan dan secara mekanis dengan melapisi tetesan-tetesan vitamin A dengan lemak stabil, gelatin atau lilin, sehingga merupakan butiran-butiran kecil. Melalui teknik tersebut, maka sebagian besar vitamin A bisa dilindungi dari kontak langsung dengan oksigen. 8

II. 2.4. Manfaat Vitamin A Vitamin A essensial untuk pertumbuhan, karena merupakan senyawa penting yang menciptakan tubuh tahan terhadap infeksi dan memelihara jaringan epitel berfungsi normal. Jaringan epitel yang dimaksud adalah terutama pada mata, alat pernapasan, alat pencernaan, alat reproduksi, syaraf dan sistem pembuangan urine. 9 Vitamin A berperan dalam berbagai proses tubuh, antara lain, stereoisomer dari retinal yang disebut retinen, memainkan peranan penting dalam penglihatan. Vitamin A diperlukan juga dalam pencegahan ataxia, pertumbuhan dan perkembangan sel, pemeliharaan kesempurnaan selaput lendir (mukosa),

reproduksi, pertumbuhan tulang rawan yang baik dan cairan serebrospinal yang normal, mampu meningkatkan sistem imun, berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan terbukti bisa melawan ketuaan. 9

Secara

metabolik,

vitamin

berperan

dalam

memacu

sintesis

kortikosteroid, yaitu pada proses hidroksilasi pregnenolon menjadi progesteron, memacu perubahan mevalonat menjadi squalen, yang selanjutnya dirubah menjadi kolesterol dan sebagai pengemban (carrier) pada sintesis glikoprotein membran. 9

II. 2.5. Sumber Vitamin A Vitamin A banyak terkandung dalam minyak ikan. Vitamin A1 (retinal), terutama banyak terkandung dalam hati ikan laut. Vitamin A2 (retinol) atau 3dehidro retinol, terutama terkandung dalam hati ikan tawar. Vitamin A yang berasal dari minyak ikan, sebagian besar ada dalam bentuk ester.10 Vitamin A juga terkandung dalam bahan pangan, seperti mentega (lemak susu), kuning telur, keju, hati, sayur hijau dan wortel. Warna hijau tumbuh-

tumbuhan merupakan petunjuk yang baik tingginya kadar karoten. Buah-buahan berwarna merah dan kuning, seperti cabe merah, wortel, pisang, pepaya, banyak mengandung provitamin A, -karoten. Untuk makanan, biasanya vitamin A terdapat dalam makanan yang sudah difortifikasi (ditambahkan nilai gizinya). 10

II. 2.6. Metabolisme Vitamin A Vitamin A dan -karoten diserap dari usus halus dan sebagian besar disimpan di dalam hati. Bentuk karoten dalam tumbuhan selain , adalah , karoten serta kriptosantin. Setelah dilepaskan dari bahan pangan dalam proses

pencernaan, senyawa tersebut diserap oleh usus halus dengan bantuan empedu (pembentukan micelle). 11

asam

Vitamin A dan karoten diserap oleh usus dari micelle secara difusi pasif, kemudian digabungkan dengan kilomikron dan diserap melalui saluran limfatik, kemudian bergabung dengan saluran darah dan ditransportasikan ke hati, di hati, vitamin A digabungkan dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinilpalmitat. Bila diperlukan oleh sel-sel tubuh, retinil palmitat diikat oleh protein pengikat retinol (PPR) atau retinol-binding protein (RBP), yang disintesis dalam hati. Selanjutnya ditransfer ke protein lain, yaitu transthyretin untuk diangkut ke sel-sel jaringan. 11 Vitamin A yang tidak digunakan oleh sel-sel tubuh diikat oleh protein pengikat retinol seluler (celluler retinol binding protein), sebagian diangkut ke hati dan bergabung dengan asam empedu, yang selanjutnya diekskresikan ke usus halus, kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui feses. Sebagian lagi diangkut ke ginjal dan diekskresikan melalui urine dalam bentuk asam retinoat. 11 Karoten diserap oleh usus seperti halnya vitamin A, sebagian dikonversi menjadi retinol dan metabolismenya seperti di atas. Sebagian kecil karoten disimpan dalam jaringan adiposa dan yang tidak digunakan oleh tubuh diekskresikan bersama asam empedu melalui feses. 11 Pada diet nabati, di lumen usus, oleh enzim - karoten 15,15-deoksigenase, - karoten tersebut dipecah menjadi retinal (retinaldehid), yang kemudian direduksi menjadi retinol oleh enzim retinaldehid reduktase. Pada diet hewani, retinol ester

10

dihidrolisis oleh esterase dari pankreas, selanjutnya diabsorbsi dalam bentuk retinol, sehingga diperlukan garam empedu. 11 Proses di atas sangat terkontrol, sehingga tidak dimungkinkan produksi vitamin A dari karoten secara berlebihan. Tidak seluruh karoten dapat dikonversi menjadi vitamin A, sebagian diserap utuh dan masuk ke dalam sirkulasi, hal ini akan digunakan tubuh sebagai antioksidan. Beberapa hal yang menyebabkan karoten gagal dikonversi menjadi vitamin A, antara lain (1) penyerapan tidak sempurna ; (2) konversi tidak 100%, salah satu sebab adalah diantara karoten lolos ke saluran limfe, dan (3) pemecahan yang kurang efisien. 11

III. Pemberian Vitamin A pada penyakit campak Defisiensi vitamin A diketahui penyakit morbili dan sejak tahun menjadi faktor risiko dari keparahan 1987 WHO dan UNICEF telah

merekomendasikan pemberian vitamin A untuk anak-anak penderita morbili, analisis dari 270 judul penelitian mengenai pemberian vitamin A pada anak penderita morbili sejak tahun 1960-2008 yang pernah dilakukan oleh Sudfeld menemukan bahwa pemberian hanya satu dosis tinggi vitamin A secara tunggal terbukti tidak terlalu bermakna dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian pada penderita morbili, sedangkan pemberian dua dosis tinggi vitamin A terbukti dapat menurunkan angka kematian sebesar 62%. Hasil ini mendukung rekomendasi dari para ahli untuk memberikan dua dosis tinggi vitamin A pada anak penderita morbili. 12

11

Salah satu fungsi vitamin A dalam tubuh sebagai senyawa penting yang membuat tubuh tahan terhadap infeksi dan memelihara jaringan epitel berfungsi normal. Jaringan epitel yang dimaksud adalah terutama pada mata, alat pernapasan, alat pencernaan, alat reproduksi, syaraf dan sistem pembuangan urine dan mengingat perjalanan alamiah dari penyakit campak dimana fokus infeksi virus terjadi pada epitel saluran nafas dan konjungtiva yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel epitel, karena itulah pemberian vitamin A menjadi bagian penting dari terapi pada kasus morbili.5 WHO merekomendasikan pemberian suplementasi vitamin A dalam program terapi morbili yang terdiri dari dosis 50.000 UI untuk anak usia <6 bulan, 100.000 UI untuk yang berumur 6 bulan-1 tahun dan 200.000 UI untuk yang berusia di atas 1 tahun. Pemberian suplementasi vitamin A secara rutin juga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat komplikasi yang terjadi selama infeksi virus morbili, termasuk kejadian diare. 12 Pemberian suplementasi dengan 2 dosis oral 20.000 UI vitamin A pada infeksi virus morbili menurunkan angka kesakitan dan kematian secara bermakna. Bagaimanapun juga, WHO dan UNICEF hanya merekomendasikan pemberian vitamin A secara dosis tunggal, pada kasus morbili yang terdiagnosis lebih awal atau pada anak yang tidak menderita xeroftalmia. Baru-baru ini, Academy of
Pediatrics (AAP) merekomendasikan para dokter di Amerika untuk mengikuti panduan pemberian vitamin A dengan dosis tunggal seperti aturan WHO, sayangnya, efisiensi dari dosis tunggal vitamin A ( 200.000 UI) tidak pernah menunjukkan hasil yang memuaskan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada kejadian morbili.13

12

Mekanisme kerja vitamin A dalam terapi morbili

Vitamin A dan derivatnya (retinol) secara langsung menghambat replikasi virus morbili dalam penelitian in vitro melalui reseptor retinoid di dalam inti sel, namun sampai saat ini mekanisme molekuler yang lebih terperinci dari kemampuan vitamin A dalam menghambat replikasi virus campak belum diketahui. Ketika vitamin A dikonsumsi melalui makanan sehari-hari, retinoid akan diserap oleh usus dan akan dirubah menjadi retinol yang akan disimpan di dalam hati sebagai retinil ester, saat dikeluarkan dari hati dan memasuki sel target, retinol dirubah lagi menjadi ikatan-ikatan aktif, termasuk metabolit aktifnya yaitu all-trans retinoic acid (ATRA) yang bertanggung jawab dalam mediasi banyak fungsi penting yang diperantarai oleh retinoid. ATRA memasuki inti sel, dan akan berikatan dengan protein inti menjadi reseptor retinoid. Pengaktifan reseptor retinoid berefek dalam pertumbuhan dan diferensiasi sel, integritas sel epitel, embriogenesis, dan imunitas.
5

Retinoid berperan dalam respon imunitas alamiah, dalam hal ini adalah jalur interferon tipe 1 (IFN-1). IFN-1 adalah kelompok sitokin yang poten sebagai anti virus. IFN tipe 1 diproduksi sebagai respon untuk mendeteksi adanya molekul patogen yang masuk dalam tubuh. Beberapa strain dari virus morbili menghambat ekspresi dari IFN-1 yang akhirnya akan mengakibatkan kemampuan IFN-1 sebagai sitokin anti virus tidak bekerja. 5 Retinoid diketahui mempengaruhi IFN-1 melalui beberapa cara, dalam beberapa penelitian in vitro, retinoid meningkatkan ekspresi reseptor IFN-1, meningkatkan proses fosforilasi dan meningkatkan translokasi IFN-1 ke inti sel,

13

banyak virus memiliki mekanisme pertahanan diri untuk melawan respon imunitas tubuh selama proses infeksi. Anggota dari famili Paramyxoviridae, termasuk virus morbili menghambat perjalanan jalur pengaktifan IFN-1 melalui penghambatan fosforilasi Stat1 atau proses translokasi dalam inti sel. 5 Retinoid juga berperan dalam pengaturan ekspresi dari IFN stimulated genes (ISGs), termasuk retinoid-induced gene I (RIG-I) dan IFN regulatory factor 1 (IRF-1). RIG-1 diketahui berperan dalam pengenalan beberapa jenis virus RNA, termasuk virus morbili. RIG-1 nantinya juga berperan dalam pengaktifan IFN-1 yang berperan sebagai sitokin anti virus yang akan melawan infeksi virus morbili.14 Begitu pentingnya peranan vitamin A dan derivatnya dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak yang menderita morbili seharusnya menjadi perhatian bagi kita semua, para klinisi dan orang tua untuk memperhatikan pemberian suplementasi vitamin A secara rutin pada anak-anak yang sehat dan juga tidak lupa memberikan vitamin dosis tinggi yaitu 50.000 UI untuk anak usia <6 bulan, 100.000 UI untuk yang berumur 6 bulan-1 tahun dan 20.000 UI untuk yang berusia di atas 1 tahun sebanyak dua dosis, tidak hanya satu dosis sebagai dosis tunggal karena tidak akan terlalu efektif untuk mencegah keparahan penyakit morbii.

BAB III PENUTUP

14

Morbili (campak) masih merupakan permasalahan serius di banyak negara di dunia, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di

Indonesia, penyakit ini menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada usia 1-4 tahun (0,77%). Angka kesakitan dan kematian dari penyakit morbili terbukti dapat diturunkan dengan pemberian suplementasi vitamin A dosis tinggi. Dosis yang dimaksud adalah sebesar 50.000 UI untuk anak usia <6 bulan, 100.000 UI untuk yang berumur 6 bulan-1 tahun dan 20.000 UI untuk yang berusia di atas 1 tahun. Penerapan pemberian vitamin A di lapangan sebagai terapi pada penyakit morbili saat ini sudah menjadi suatu kewajiban, namun sayangnya vitamin A dosis tinggi hanya diberikan sebagai dosis tunggal dan hal ini tidak terlalu dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak penderita morbili. Pemberian vitamin A yang terbukti bermakna dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak penderita morbili adalah dengan pemberian vitamin A dosis tinggi sebanyak dua kali. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi semua pihak untuk memperhatikan pemberian vitamin A secara rutin pada anak sehat dan memberikan vitamin A dosis tinggi sebanyak dua kali untuk mencegah keparahan dan menurunkan angka kematian akibat morbili.

DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI.

2008. Pendekatan Diagnosis Demam Disertai Ruam Anak.http://www.idai.or.id. diakses pada tanggal 25 Agustus 2011

pada

15

2. Diana. 2011. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit. PT Bina Pustaka

SarwonoPrawiroharjo : Jakarta
3. Depkes,

R.I. 2009. Campak di Indonesia. http://www.penyakit menular.info. diakses pada tanggal 2 september 2011 Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. IDAI: Jakarta

4. Soedarma, S.S., Garna, H., Hadinegoro, S.R.S., dan Satari, H.I. 2010. Buku

5. Trottier,C., Colombo,M., Mann,K.K., Miller Jr.,W.H., and Ward, B.J. 2009.

Retinoids inhibit measles virus through a type I IFN-dependent bystander effect. FASEB Journal; 23: 3203-3212
6. Behrman, R.E., Kliegman, R., and Arvin, A.M. 1999. Nelson, Ilmu

Kesehatan Anak volume 2. EGC: Jakarta 7. Sabella, C. 2010. Measles: Not just a childhood rush.Cleveland Clinic Journal of Medicine; 77(3): 207-213 8. Harper
9. Zile,M.H. 2001. Function of Vitamin A in Vertebrate Embryonic

Development. The Journal of Nutrition; 131: 705708


10. Almatsier S. 2003. Prinsip dasar ilmu gizi. Gramedia Pustaka Utama:

Jakarta
11. Arnhold,T., Nau,H., Meyer,S., Rothkoetter, H.J.,Lampen, A.D. 2001.

Porcine Intestinal Metabolism of Excess Vitamin A Differs Following Vitamin A Supplementation and Liver Consumption. The Journal of Nutrition; 131: 197-203
12. Sudfeld, C., Navar, A.M., and Halsey, N.A. 2010. Effectiveness of measles

vaccination and vitamin Epidemiology; 39: i48i55

treatment.

International

Journal

of

13. Rosales,F.J., Kjolhede,C., and Goodman, S. 2006. Efficacy of a Single Oral

Dose of 200,000 IU of Oil-soluble Vitamin A in Measles-associated Morbidity. Am J Epidemiol; 143(5): 413-422


14. Soye,K.J.,Trottier, C., Richardson, C.D., Ward, B.J., Miller Jr., W.H. 2011.

RIG-I Is Required for the Inhibition of Measles Virus by Retinoids. Plos One; 6(7)

16

17

You might also like