You are on page 1of 3

Jenis-Jenis Cairan Intravena dan Cara Kerjanya serta Menghitung Kebutuhan Cairan dan Tetesan Cairan Intravena Oleh

Ria Febriyeni, 1006770942 KD 7 A FIK UI 2010 Cairan merupakan unsur penting dalam tubuh manusia karena segala proses yang ter jadi dalam tubuh tidak akan pernah akan berjalan tanpa cairan. Apabila cairan tu buh kurang dari kebutuhan, maka perlu ditambahkan cairan dari luar. Perhitungan kebutuhan cairan tubuh manuisa sangat penting untuk mengetahui kekurangan cairan yang terjadi. Pemberian cairan intravena merupakan tindakan memasukkan cairan m elalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus. Tind akan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan. Tulisan ini akan menjelaskan mengenai jenis-jenis cairan intravena dan cara kerjanya serta perhitungan kebutuhan cair an dan tetesan cairan intravena. Cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid dan koloid serta cairan kombinas i. Cairan kristaloid adalah ion (garam) dengan berat molekul rendah disertai ata u tanpa glukosa. Larutan koloid mengandung molekul protein yang besar atau polim er glukosa sehingga mempunyai tekanan osmotik yang tinggi dan dianggap hipertoni k (John A. Boswick, 1997). Terdapat tiga jenis cairan kristaloid, yaitu hipotoni k, isotonik, dan hipertonik. Cairan hipotonik merupakan cairan infus yang osmolaritasnya lebih rendah dibandi ngkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga laru t dalam serum dan menurunkan osmolaritas serum. Hai ini menyebabkan cairan ditar ik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpi ndah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel -sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, pasien hiperglikemia dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya ada lah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%. Cairan isotonik merupakan cairan infus yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cair annya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada d i dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekura ngan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). berisiko terjadinya o verload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit CHF dan hipertensi. Contohny a adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis ( NaCl 0,9%). Cairan hipertonik merupakan cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi diband ingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke da lam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin , dan mengurangi edema (bengkak). Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dex trose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumi n. Cairan koloid terdiri dari Albumin, HES, Dextran, dan Gelatin. Albumin t erdiri dari 2 jenis, yaitu (1) Albumin endogen merupakan protein utama yang diha silkan dihasilkan di hati. (2) Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum alb umin, albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eks ogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan. Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologi s. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan. Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi. Dilihat dari harga la rutan ini lebih mahal daripada kristaloid. Larutan ini digunakan pada sindroma n efrotik dan dengue syok sindrom. HES (Hidroxy Ethyl Starch). Senyawa kimia sintetis yang menyerupai gliko gen yang dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer gluko sa. HES merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dap

at berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan y ang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari. Dextran merupakan campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam uk uran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang d ikembang biakkan di media sucrose. Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan p erubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan p ada penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain p ayah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah. Gelatin banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang d ewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu: Modified Fluid Gel atin (MFG) dan Urea Bridged Gelatin (UBG). Kedua cairan ini mempunya BM 35.000 d an efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis. Prinsip kerja cairan infus berkaitan dengan partikel dan muatan serta dinding se l darah merah. Dinding sel darah merah mempunyai ketebalan 10 nm dan pori berdiam eter 0,8 nm. Molekul air berukuran setengah diameter tersebut, sehingga ion K+ dap at lewat dengan mudah. Ion K+ yang terdapat dalam sel juga berukuran lebih kecil dari pada ukuran pori dinding sel itu, tetapi karena dinding sel bermuatan posi tif maka ditolak oleh dinding sel. Cairan kombinasi merupakan kombinasi koloid dan kristaloid, seperti (1) KaEn1B ( (GZ 3:1) mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L, Dextrose 37,5 gr/L, digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis). (2) Cairan 2a (glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1:1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Na trium 150 mmol/L dan klorida 150 mmol/L, digunakan pada diare dengan komplikasi dan bronkopneumoni dengan komplikasi). (3) Cairan G:B 4:1 (glukosa 5% dan Natriu m Bikarbonat 1,5 % yang merupakan campuran dari 500 cc Glukosa 5% dan 25 cc Natr iun Bikarbonat 8,4%, digunakan pada neonatus yang sakit). (4) Cairan DG (Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat 27 mEq/L dan Klorida 52 mEq/L serta Dextr osa 25 g/L, digunakan pada diare dengan komplikasi). (5) Cairan Natrium Bicarbon at atau meylon (natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25 mEq/25ml, digunakan pada k eadaan asidosis akibat defisit bicarbonat. (6) Cairan RLD (1 bagian Ringer lakta t dan 1 bagian Glikosa 5% yang bisa digunakan pada demam berdarah dengue). (7) C airan G:Z 4:1 (4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL 0,9% yang bisa digunakan pada dehidrasi berat karena diare murni) Di Indonesia umumnya masih digunakan berat badan sebagai dasar perhitungan jumla h bahan yang diperlukan oleh tubuh. Darrow menganjurkan cara perhitungan jumlah kalori dan cairan untuk rumat (maintanance), yaitu Neonatus : 50 kal/kgBB/hari, Berat badan 3-10 kg: 70 kal/kgBB/hari, Berat badan 10-15 kg: 55 kal/kgBB/hari, B erat badan 15-25 kg: 45 kal/kgBB/hari. Kebutuhan cairan tergantung pada metaboli sme kalori. Untuk membentuk panas, metabolisme 100 kalori memerlukan 150 ml air. Untuk setiap kenaikan suhu badan 1o diatas 37oC harus ditambah 12% dari jumlah c airan yang telah diperhitungkan untuk rumus tersebut. Selain itu kebutuhan caira n juga dapat dihitung berdasarkan berat badan. Untuk 10 kg pertama berat badan b utuh 1 liter cairan, 10 kg kedua berat badan butuh 500 mililiter cairan, dan sis anya setiap kilogram berat badan butuh 20 mililiter cairan. Perhitungan intravena untuk infus cairan rumatan dihitung berdasarkan formula Ha lliday dan Segar (WHO,2004): Berat Badan (kg) Volume rumatan (ml) yang diberikan dalam 24 jam 10 100/kg 10-20 1000+50 untuk setiap kg pada kelebihan 10 >20 1500+20 untuk setiap kg pada kelebihan 20 Menghitung kecepatan aliran cairan intravena dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

Jika menggunakan pompa infus rumusnya:

Daftar Pustaka Boswick, John. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Editor Petrus Andrianto. Jakarta: EGC. Destiani, Desi G. 2012. Tekanan Osmosis . http://kimia.upi.edu/staf/nurul/Web%202011/08 07598/materi1.html. diakses Jum at, 15 September 2012 (00.46). Johnson, Ruth & Taylor, Wendy. 2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Editor Monica Ester. Jakarta: EGC. WHO. 2004. Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengenda lian Edisi 2. Jakarta: EGC. Hartono, Andry. (2004). Terapi Gizi dan Diet Seimbang Edisi 2.Editor Monica Este r. Jakarta:EGC

You might also like