You are on page 1of 6

Hal-hal yang Perlu Diwaspadai untuk Menghindari Keracunan Kafein dalam Minuman

Banyak orang terpikat untuk mengonsumsi minuman berenergi. Dengan

publikasi/promosi yang menarik, minuman berenergi dapat disalahartikan oleh masyarakat sebagai minuman yang mampu meningkatkan energi atau tenaga untuk lebih semangat dalam beraktifitas. Namun, perlu dipahami bahwa minuman berenergi berbeda dengan minuman sumber energi. Bahan pangan disebut sebagai sumber energi bila mengandung zat gizi minimal 10 % dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) per takaran saji. Kecukupan energi untuk pria umur 20-45 tahun adalah 2800 kkal/hari, sedangkan usia 46-59 tahun adalah 2500 kkal/hari. Dengan demikian bahan pangan yang dikonsumsi setidaknya mengandung 250-280

kkal/takaran saji agar dapat dikategorikan sebagai minuman sumber energi. Pemenuhan energi yang diperoleh dari minuman berenergi adalah 100-125 kkal/takaran saji (150 mL/botol), atau dibutuhkan 2-3 botol untuk memenuhi angka kecukupan gizi. Dari perhitungan ini diketahui bahwa minuman berenergi tidak dapat dikategorikan sebagai minuman sumber energi. Berenergi karena Kafein Konsumsi minuman berenergi seolah-olah dapat menimbulkan efek meningkatnya energi/stamina. Efek ini salah satunya ditimbulkan oleh kafein yang terkandung dalam minuman tersebut. Kafein (C8H10N4O2) yang juga dikenal dengan nama 1,3,7trimethylxanthine atau 1,3,7-trimetil-2,6-dioxopurin diklasifikasikan sebagai alkaloid. Kafein merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen pada beberapa tanaman. Kafein dalam bentuk murni sebagai kristal putih, memiliki massa molar 194,19 gram /mol, mudah larut dalam air dan dalam banyak pelarut organik. Kafein diperoleh dengan melakukan ekstraksi bahan alami atau sintesis dari dimetil urea dengan asam malonat. Lebih dari enam puluh tanaman, termasuk kopi, teh, biji kola, dan coklat, menghasilkan kafein dari purin xanthine. Dengan demikian, kafein merupakan kandungan alami dalam

kopi, teh, cokelat, dan minuman cola. Kafein juga merupakan bahan adiktif sehingga dapat menimbulkan ketagihan. Kafein dalam Tubuh Kafein memiliki efek yang beragam pada setiap individu. Beberapa individu akan merasakan efek secara langsung, sedangkan yang lain tidak merasakan efek sama sekali. Hal ini terkait dengan sifat genetika yang dimiliki oleh masing-masing individu terkait kemampuan metabolisme tubuh dalam mencerna kafein. Individu yang memiliki tipe enzim isozim tipe tertentu mampu memetabolisme kafein secara cepat dan efektif sehingga kafein dapat segera dirasakan manfaatnya. Tidak demikian pada individu dengan enzim isozim tipe lainnya, laju metabolisme kafein cenderung lambat sehingga efek dari kafein yang dikonsumsi tidak dirasakan atau cenderung berefek negatif. Kafein yang sudah mengalami metabolisme akan menghasilkan tiga metabolit dimetilxantin, yaitu: 1. Paraxanthine (84%) : meningkatkan lipolisis, sehingga kadar gliserol dan asam lemak dalam plasma darah bertambah. Inilah yang menyebabkan energi tubuh seseorang meningkat setelah minum kafein. 2. Theobromine (12%) : meningkatkan dilatasi pembuluh darah (aliran darah semakin cepat) dan meningkatkan volume urine (efek diuretik). 3. Teofilin (4%) : melemaskan otot-otot polos dari bronki. Ketiga metabolit tersebut selanjutnya dimetabolisme dan kemudian dikeluarkan tubuh melalui urin. Meskipun demikian, kemampuan tubuh untuk mengeluarkan hasil metabolit (waktu paruh) tersebut bervariasi pada setiap individu, tergantung usia, fungsi hati, kehamilan, konsumsi obat, dan konsentrasi enzim dalam hati. Pada orang dewasa sehat, waktu paruh kafein sekitar 4,9 jam. Pada wanita hamil, waktu paruhnya meningkat menjadi 9-11 jam. Pada wanita yang mengonsumsi pil KB waktu paruhnya adalah 5-10 jam. Pada bayi dan remaja waktu paruh lebih lama dibanding orang dewasa, pada bayi

yang baru lahir mencapai 30 jam. Kafein dapat berakumulasi pada individu dengan kerusakan hati yang berat, waktu paruhnya meningkat hingga 96 jam. Efek Konsumsi Kafein Terhadap Kesehatan Pada tahun 2004, Badan POM mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Dalam keputusan ini, disebutkan bahwa batas konsumsi kafein maksimum adalah 150 mg/hari dibagi minimal dalam 3 dosis. Kopi dapat mengandung 50-200 mg kafein per cangkir tergantung penyeduhan. Untuk teh dapat mengandung 40-100 mg kafein per cangkir. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut diatas, batas kandungan kafein dalam minuman adalah 50 mg per sajian. Akan tetapi berdasarkan uji sampling yang dilakukan oleh Badan POM yang tercantum dalam Press Release pada tahun 2001 tentang Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Minuman Suplemen yang Mengandung Kafein, ditemukan 4 (empat) produk minuman dengan kadar kafein sekitar 80 mg per sajian. Hal ini tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan juga ternyata tidak sesuai dengan yang tercantum pada labelnya yaitu 50 mg per sajian. Jika individu mengonsumsi kopi dan minuman lain yang mengandung kafein pada hari yang sama, maka individu tersebut dapat mengonsumsi kafein melebihi dosis yang direkomendasikan sehingga dapat menimbulkan risiko terjadinya efek keracunan kafein yang bersifat akut. Berdasarkan tingkat keparahan, keracunan kafein dibagi menjadi 3 tingkat. Pada tingkat ringan, keracunan kafein menimbulkan gejala mual dan selalu terjaga. Keracunan kafein tingkat sedang menyebabkan gelisah, tremor, agitasi, takikardia, hipertensi, dan muntah. Sedangkan keracunan kafein tingkat berat menyebabkan muntah (parah,

berkepanjangan), hematemesis, hipotensi, jantung disritmia, hipertonisitas, myoklonus (otot berkedut), kejang, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan alkalosis respiratorik. Dosis letal kafein secara oral adalah 10 gram (150-200 mg/kg), meskipun dilaporkan terdapat individu yang mampu bertahan setelah menelan 24 g kafein. Pada anak-anak menelan 35 mg/kg kafein dapat menyebabkan keracunan tingkat sedang.

Berdasarkan jangka waktu konsumsi, konsumsi kafein sekali minum dalam jumlah melebihi takarannya dapat menimbulkan keracunan akut seperti rasa sangat gelisah, halusinasi, kejang, denyut jantung lebih cepat, tekanan darah tinggi, demam, tidak tenang, dan murung. Konsumsi kafein secara terus-menerus pada orang dewasa dapat menyebabkan keracunan kronis berupa kafeinsm dengan gejala gugup, cemas, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, dan hiperefleksia. Banyak orang beranggapan bahwa mengonsumsi kafein setelah minum alkohol dapat mengurangi efek mengantuk/ mabuk dikarenakan efek stimulan dari minuman berenergi mampu mengurangi efek depresan dari alkohol. Namun hal itu tidaklah benar, konsumsi kafein bersamaan dengan alkohol justru dapat memperburuk kondisi. Kafein tidak mengurangi kadar alkohol dalam tubuh, sehingga apabila efek terjaga/waspada dari kafein hilang, efek mengantuk dari alkohol akan tetap ada . Penatalaksanaan Keracunan Akibat Kafein 1. Penanganan Darurat dan Tindakan Suportif a. Penatalaksanaan jalan nafas, yaitu membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara. b. Jika ada kejang, beri diazepam dengan dosis: Dewasa: 10-20 mg diberikan secara intra vena dengan kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5 mL/30 menit, jika perlu dosis ini dapat diulang setelah 30-60 menit. Mungkin diperlukan infus kontinyu sampai maksimal 3 mg/kg BB/24 jam. Anak-anak: 200-300 g/kg BB.

c. Hipokalemia biasanya sembuh tanpa pengobatan d. Lakukan monitoring EKG dan tanda-tanda vital selama minimal 6 jam setelah konsumsi. 2. Obat Spesifik dan Antidotum.

Atasi takiaritmia dan hipotensi dengan memberikan propranolol 0,01-0,02 mg/kg intravena atau esmolol 0,025-1 mg/kg/mnt, dimulai dengan dosis rendah dan amati gejalanya. 3. Dekontaminasi Pemberian arang aktif secara oral dapat dilakukan jika kondisi memungkinkan. Kumbah lambung tidak diperlukan selama menelan dalam jumlah kecil atau sedang. Cukup dengan pemberian arang aktif. 4. Peningkatan Eliminasi Ulangi pemberian arang aktif untuk meningkatkan eliminasi dari kafein. Pada pasien dengan keracunan serius (kejang hebat, takiaritmia signifikan, dan hipotensi berat) dapat dilakukan hemodialisis dan hemoperfusion. Upaya Pencegahan Timbulnya Efek Merugikan Akibat Konsumsi Minuman yang Mengandung Kafein 1. Hindari mengonsumsi minuman yang mengandung kafein pada kondisi tubuh usai beraktifitas dan mengeluarkan banyak keringat, karena efek diuretik dari kafein dapat menimbulkan dehidrasi. 2. Bagi penderita penyakit jantung, diabetes, dispepsia dan hipertensi disarankan agar lebih berhati-hati dalam mengonsumsi semua produk yang mengandung kafein karena kafein dapat meningkatkan efek lipolisis, dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan volume urin. 3. Berdasarkan Surat Keputusan Badan POM No. HK.00.05.23.3644 Tahun 2001 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan menyatakan batas konsumsi kafein maksimum adalah 150 mg/hari dibagi minimal dalam 3 dosis. 4. Konsumen juga harus waspada pada produsen yang tidak bertanggung jawab dalam mencantumkan kadar kafein pada kemasan. Badan POM telah mengeluarkan Press Release pada tahun 2001 tentang Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Minuman Suplemen yang Mengandung Kafein.

Hasil sampling dan pengujian laboratorium yang dilakukan oleh Badan POM, ditemukan 4 (empat) produk minuman dengan kadar kafein sekitar 80 mg per sajian/per botol. Hal ini tidak sesuai dengan yang tercantum pada labelnya yaitu 50 mg per sajian/per botol. Daftar Pustaka 1. Olson, K. R., 2007, Lange Poisoning and Drug Overdose 4th ed., McGraw-Hill Inc., hal.142-143. 2. http://www.toxinz.com/Spec/2296286, akses tanggal 30 April 2012. 3. Press Release Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Minuman Suplemen yang Mengandung Kafein (http://www.pom.go.id/public/press_release/detail.asp?id=3&qs_menuid=7) 4. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan (http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/final%20kep_lampiran.pd f) -tika

You might also like