You are on page 1of 6

AKSIOLOGI

PENDAHULUAN Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami dinamika dan perkembangan sesuai dengan dinamika dan perkembangan ilmuilmu yang lain, yang biasanya mengalami percabangan. Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu telah melahirkan tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistimologi), dan teori nilai (aksiologi). Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan

bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhirakhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

PEMBAHASAN

Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut, Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. Adapun Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek. Semua penelahaan ilmiah dimulai dengan menentukan masalah dan demikian juga halnya dengan proses pengambilan keputusan dalam kehidupan masyarakat. Apakah mungkin suatu masalah diselesaikan sekiranya masyarakat itu sendiri tidak sadar akan pentingnya masalah tersebut? Beberapa masalah sedemikian esoteric dan rumit sehingga masyarakat tidak dapat meletakkan dengan proporsi yang sebenarnya. Pada setiap masalah dibutuhkan peranan ilmuwan menjadi suatu yang imperative. Merekalah yang mempunyai pengetahuan cukup untuk dapat menempatkan masalah tersebut pada proporsi yang sebenarnya. Oleh sebab itu, para ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan hal itu kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna. Singkatnya dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogjanya mereka sadari. Bagaimana sikap seorang ilmuwan menghadapi cara berpikir masyarakat yang keliru? seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa

berpikir dengan teratur dan teliti, bukan saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur namun juga segenap materi yang menjadi bahan pemikirannya dikaji dengan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa suatu pemikiran yang cermat. Di sinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang awam. Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis bagi seorang ilmuwan. Karakteristik tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan. Kegiatan intelektual yang yang meninggikan kebenaran sebagai tujuan akhirnya mau tidak mau akan mempengaruhi pandangan moral. Kebenaran berfungsi bukan saja sebagai jalan pikirannya namun seluruh jalan hidupnya. Dalam usaha masyarakat untuk menegakkan kebenaran inilah maka seorang ilmuwan terpanggil oleh kewajiban sosialnya, bukan saja sebagai penganalisa materi kebenaran tersebut namun juga sebagai prototype moral yang baik. Dibidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaiman caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini beserta sifat-sifat lainnya yang tidak disebutkan di sini, merupakan implikasi etis dari penemuan kebenaran secara ilmiah. Di tengah situasi di mana segenap nilai mengalami kegoncangan maka seorang ilmuwan harus tampil ke depan. Demikian juga dalam masyarakat yang membangun maka dia harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan suri tauladan. Ilmu yang mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman kita. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia dan untuk digunakan dalam menawarkan berbagai kemudahan kepadanya.

Pengetahuan ilmiah atau ilmu dapat diibaratkan sebagai alat manusia dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Pemecahan tersebut pada dasarnya adalah dengan meramalkan dan mengontrol gejala alam. Oleh sebab itu

sering dikatakan bahwa dengan ilmu manusia mencoba memanipulasi dan menguasai alam. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil

penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang menindas itu bangsanya sendiri. Sejarah telah mencatat bahwa para ilmuwan bangkit dan bersikap terhadap politik pemerintahannya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan. Ternyata bahwa dalam soal-soal yang menyangkut kemanusiaan para ilmuwan tidak pernah bersifat netral. Mereka tegak dan bersuara sekiranya kemanusiaan memerlukan mereka. Suara mereka bersifat universal mengatasi golongan, ras, sistem kekuasaan, agama, dan rintangan-rintangan lainnya yang bersifat sosial. Oleh karena itu diharapkan para ilmuwan itu bisa bersikap netral terhadap apapun dan kepada siapapun. Kenetralan dalam proses penemuan kebenaran inilah yang mengharuskan ilmuwan untuk bersikap dalam menghadapi bagaimana penemuan itu digunakan. Pengetahuan bisa merupakan berkah dan mungkin juga merupakan kutukan tergantung bagaimana manusia memanfaatkan pengetahuan tersebut. Bila ilmu pengetahuan dipergunakan tidak sebagaimana mestinya, tidak membawa berkah kepada kemanusiaan sebagaimana yang diharapkan dan bahkan merupakan kutukan, maka dalam hal ini ilmuwan wajib bersikap dan tampil ke depan.

PENUTUP

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aksiologi merupakan teori nilai yang membicarakan kegunaan pengetahuan itu sendiri. Dengan ilmu maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan lebih mudah, namun ilmu tanpa diimbangi moral yang benar malah akan menjadi kutukan yang membawa malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. Etika dan sikap kebenaran ilmiah yang menjadi dasar dan rujukan bagi masyarakat harus bisa dipertanggung jawabkan karena kebenaran berfungsi bukan saja sebagai jalan pikirannya namun seluruh jalan hidup bagi seluruh umat manusia. Etika pengetahuan ilmu akan bergantung kepada orang yang memiliki pengetahuan tersebut (ilmuwan), kalau memang mereka dibekali dengan moral yang benar maka pengetahuan ilmu akan sangat bermanfaat bagi peradaban manusia, begitu juga sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Abror,

Ainun.

2010.

Pengertian

Aksiologi.

Tersedia

(http://blog.uin-

malang.ac.id/abrorainun/2010/10/15/pengertian-aksiologi/) diakses tanggal 11 Oktober 2012. Asfahania. 2011. Aksiologi Ilmu Pengetahuan. Tersedia

(http://asfahanialshafy.blogdetik.com/2011/10/04/aksiologi-ilmupengetahuan/) diakses tanggal 11 Oktober 2012 Suparman. 2007. Aksiologi. Tersedia (http://suparman-

journey.blogspot.com/2007/10/aksiologi.html) diakses tanggal 11 Oktober 2012

You might also like