You are on page 1of 4

Pengkajian Keperawatan Penyakit Gastroesofageal Refluks (GER) pada Anak Oleh Ria Febriyeni, 1006770942 Kep.

Anak II B FIK UI 2010 Pada pengkajian dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien. 1. Anamnesa a. Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin dll b. Riwayat penyakit: gangguan pernapasan, Prematur, Hasil screen baru lahir , Pnemonia, asma, Gejala Suara serak, rewel, cegukan, Apnea c. Riwayat perkembangan: BB dan PB lahir, pertambahan/pengurangan BB/PB, BB dan PB sekarang, perkembangan kemampuan d. Riwayat penyakit keluarga: gangguan gastrointestinal, alergi, penyakit m etabolik e. Data sosioekonomi: tingkat ekonomi, penghasilan orang tua f. Aktivitas fisik, lama tidur/hari, sering menangis g. Persiapan makanan: cara pengolahan, fasilitas memasak, fasilitas menyimp an makanan h. Masalah gastrointestinal: nyeri ulu hati (untuk anak), muntah (pola munt ah), konstipasi, diare, mual, anoreksia, tidak nafsu makan, tersedak, dan batuk i. Penyakit kronis j. Kesehatan mulut: susah menelan, stomatitis, Erosi gigi akibat kerusakan email gigi oleh asam lambung karena sering muntah (Catherine E. Burn, 2004). k. Pengobatan: vitamin/mineral/suplemen gizi lain l. Perubahan berat badan m. Riwayat/pola makan: tidak pernah mendapat ASI dari lahir, susu formula s ejak lahir, makanan pengganti, posisi saat pemberian makanan, pola makan saat i ni (jumlah/frekuensi makan) n. Riwayat psikologi keluarga: Depresi postpartum, Sumber stres o. Alergi makanan Pada tahun 1993 dan 1996, Orenstein merumuskan sebuah kuisioner klinis sebagai m etode sederhana untuk mengidentifikasi anak dengan GERD. 2. a. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : - Klien tampak gelisah - Klien tampak lemah - Klien tampak batuk-batuk - Klien tampak memegang daerah yang nyeri - Ada tanda Filure to thruve (gagal tumbuh) - Tortikolis (leher secara tidak disadari miring ke satu sisi karena kon

traksi otot leher) - Ruam pada kulit (alergi) - kuning pada mata, ikterus b. Palpasi: (Williams & Wikins,1988) - Turgor kulit buruk - Nyeri tekan di abdomen c. Auskultasi: - Suara terdengar serak mengi, apnea. - Bising usus menurun <12x/menit - Suara jantung S1/S2 reguler - Bunyi bowel di abdomen Pemeriksaan fisik klinik Subjektif : demam +/-, tidak/mau makan minum, BAB/BAK, muntah +/ Kesadaran Leher : JPV teraba/tidak Dada : simetris +/-, cembung/cekung, refraksi+/ Bunyi Jantung

Paru : sonor, vesikula+/ Abdomen : nyeri tekan+/ Extrimitas : akral hangat, nadi kaki kuat, perfusi baik Vital sign : Nadi Respirasi Suhu Pengukuran Antropometri: TB/PB, BB, LLA, lingkar kepala, lingkar dada Pemeriksaan biokimia: RBC (Red Blood Cell untuk GERD)

3. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang Intraluminal electric impedance Impedansi intraluminal esofagus merupakan metode lain untuk menunjukkan refluks bolus tanpa memperhatikan keasaman refluks tersebut (W. Allan Walker, 2004). Tes ini baru dikembangkan dan berguna untuk mendeteksi baik refluks asam maupun ref luks non asam dengan mengukur aliran retrograde di kerongkongan. episode gastroe sophageal reflux dapat diukur dalam waktu 15 detik. Pemantauan pH esofagus 24 jam Pemantauan pH esofagus dilakukan selama 24 jam. Uji ini merupakan cara yang pali ng akurat untuk menentukan waktu kejadian asidifikasi esofagus serta frekuensi d an lamanya refluks. Prinsip pemeriksaan adalah untuk mendeteksi perubahan pH di bagian distal esofagus akibat refluks dari lambung. Uji memakai suatu elektroda mikro melalui hidung dimasukkan ke bagian bawah esofagus. Elektroda tersebut dih ubungkan dengan monitor komputer yang mampu mencatat segala perubahan pH dan kem udian secara otomatis tercatat. Biasanya yang dicatat episode refluks yang terja di jika terdeteksi pH < 4 di esofagus untuk jangka waktu 1530 detik. Jika pH kura ng dari 4 mengindikasikan adanya refluks, tetapi pH esofagus mungkin normal pada sebagian pasien GER terutama mereka dengan komplikasi pernapasan. (North Americ an Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition [NASPGN,2001]). Pada keb anyakan bayi ditemukan asam di esofagus kurang dari 6% (simon J. Newell hal 171 paragraf 2). Kelemahan uji ini adalah memerlukan waktu yang lama, dan dipengaruh i berbagai keadaan seperti: posisi pasien, frekuensi makanan, keasaman dan jenis makanan, keasaman lambung, pengobatan yang diberikan dan tentunya posisi elektr oda di esofagus. Selain merupakan cara terbaik untuk melengkapi diagnosis dengan endoskopi, pemantauan pH 24 jam juga merupakan pemeriksaan penting untuk mengka ji gejala abnormal lain seperti nyeri dada atau gejala pernapasan seperti mengi pada malam hari dan suara serak (Markus Buchler,1997) Esofagografi dengan barium (barium per oral) Prinsip pemeriksaan adalah melihat refluks bubur barium. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk melihat adanya kelainan struktural dan kelainan anatomis dari esof agus, adanya inflamasi dan esofagitis dengan erosi yang hebat (inflamasi berat). Ketika pemeriksaan ini dilakukan pasien diberi minum bubur barium, baru foto ro ngen dilakukan. Pada pemeriksaan ini dapat terlihat adanya suatu ulkus, hiatal h ernia, erosi maupun kelainan lain. Pemeriksaan esofagografi barium memperlihatka n adanya hiatal hernia yang menandakan GERD (Orlando, 2000). Dari pemeriksaan de ngan bubur barium dapat dibuat gradasi refluks atas 5 derajat, yaitu derajat: 1. Refluks hanya sampai didistal esofagus. 2. Refluks sampai di atas karina tapi belum sampai di servikal Esofagus. 3. Refluks sampai di servikal esofagus. 4. Refluks sampai di servikal dan disertai dilatasi dari bagian kardia lam bung. 5. Refluks dengan aspirasi paru. Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi ulkus ataupun erosi yang kecil. Pa da pemeriksaan ini bisa terjadi positif semu jika pasien menangis selama pemerik saan, peningkatan tekanan intraabdomen dan meletakkan kepala lebih rendah dari t ubuh. Bisa juga terjadi negatif semu jika bubur barium yang diminum terlampau se dikit. Kelemahan lain, refluks tidak dapat dilihat jika terjadi transient low oe sophageal sphincter relaxation (TLSOR). Manometri esofagus Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya adalah den gan memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis transduser tekanan untuk meng

ukur tekanan. Kateter ini dimasukkan melalui hidung setelah pasien menelan air s ebanyak 5 ml. Ukuran kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa naso-gastr ik. Kateter ini dimasukkan sampai transduser tekanan berada di lambung. Pengukur an dilakukan pada saat pasien meneguk air sebanyak 1015 kali. Tekanan otot spingt er pada waktu istirahat juga bisa diukur dengan cara menarik kateter melalui spi ngter sewaktu pasien disuruh melakukan gerakan menelan. Dengan pemeriksaan ini d apat diketahui baik tidaknya fungsi esofagus ataupun SEB dengan berbagai tingkat berat ringannya kelainan. Uji Berstein. Uji Berstein termasuk uji provokasi untuk melihat apakah pemberian asam dalam ju mlah kecil ke dalam esofagus dapat membangkitkan gejala GERD. Pemeriksaan ini da pat menunjukkan bahwa kelainan bersumber pada esofagus jika pemeriksaan lain mem berikan hasil negatif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan garam fisiolo gis melalui pipa nasogastrik sebanyak 7 8 ml per menit selama 10 menit diikuti p emberian 0.1 N larutan asam hidroklorida (waktu maksimal untuk pemeriksaan adala h 20 menit). Kemudian pasien mengatakan setiap keluhan atau gejala yang timbul. Jika uji Bernstein positif maka pasien dikatakan hipersensitif atau hiperrespons if terhadap rangsangan asam. Tes ini melengkapi monitor pH 24 jam pada pasien de ngan gejala yang tidak khas (PDSPDI, 2006). Endoskopi dan biopsi Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi atau panendoskopi) memungkinkan untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsi epitel esofagus. Endoskopi dan bio psi dapat menentukan ada dan beratnya esofagitis, striktura dan esofagitis Barre t, serta dapat menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit Crohn. Tapi gambaran normal esofagus selama endoskopi belum tentu tidak ada esofagitis secara histop atologi. Jika esofagitis tidak terlihat maka perubahan mukosa menjadi hiperemis maupun pucat harus menjadi perhatian. Oleh karena itu jika pemeriksaan endoskopi dilakukan, sebaiknya dilakukan juga biopsi. Klasifikasi Los Angeles Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling ber hubungan C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esofagus) Skintigrafi Pemeriksaan skintigrafi untuk mendeteksi adanya GERD sudah lama dikenal di kalan gan ahli radiologi. Selain karena sensitivitasnya yang lebih baik dari pemeriksa an barium peroral, juga mempunyai radiasi yang lebih rendah sehingga aman bagi p asien. Prinsip utama pemeriksaan skintigrafi adalah untuk melihat koordinasi mek anisme aktifitas mulai dari orofaring, esofagus, lambung dan waktu pengosongan l ambung. Skintigrafi mendeteksi zat radioaktif dalam esofagus sesudah senyawa ter sebut diberikan dan pemeriksaan ini dapat menilai proses pengosongan lambung (Do nna L. Wong dkk, 2008). Kelemahan modalitas ini tidak dapat melihat struktur ana tomi. Gambaran skintigrafi yang terlihat pada refluks adalah adanya gambaran spi ke yang keluar dari lambung. Tinggi spike menggambarkan derajat refluks sedangka n lebar spike menggambarkan lamanya refluks. Ultrasonografi Pada beberapa sentra pemeriksaan USG sudah dimasukkan ke dalam pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya refluks. Malah dikatakan bahwa USG lebih baik dari peme riksaan barium per oral maupun sintigrafi. Tetapi beberapa penelitian menyebutka n bahwa USG tidak mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang baik sehingga tid ak dianjurkan. Kelemahan yang lain adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam pe meriksaan dan pada beberapa kasus terdapat kesulitan untuk melihat bentuk esofag us (echotexture). Tidak ada metode yang optimal untuk mendiagosis GERD pada anak-anak walaupun dar i tanda dan gejala klinik, pemeriksaan endoskopi dan histologis, monitoring pH, dan manometri yang digunakan. Sebagian besar GERD merupakan penyakit klinik pada

anak-anak (Reza Shaker, 2012). Daftar Pustaka Buchler, Markus. 1997. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD): Back to Surgery?. Switzerland: Thur AG Offsetdruck. (Hal 51-53). Burn, Chaterine E. 2004. Pediatric Primary Care 3th Edition. USA: Saunders. Meadow, Sir Roy & Newell, Simon J. 2005. Lecture Notes: Pediatrika Edisi tujuh. Editor Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga (hal 171 paragraf 2). Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. (2006). Ilmu Penyakit Dal am.jilid 1. Ed: 4th. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jakarta : FK UI. Orlando, Roy C. 2000. Gastroesophageal Reflux Disease.New York: Marcel Dekker (H al 10-19) Shaker, Reza et al. 2012. Manual Diagnostic and Therapeutic Tecniques for Disord ers of Deglutition. London: Springer (hal 391). Walker, W. Allan. 2004. Pediatric Gastrointestinal Disease: Pathophysiology, Dia gnosis, and Management Volume 1 Ed 4th. USA: Decker. William & Wikins. 1988. Nursing Care Planning Guide for Children. USA: Library o f Congress Cataloging in Publication Data. Wong, Donna L dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 2. Edi tor Egi Komala Yudha. Jakarta: EGC.

You might also like