You are on page 1of 32

ACUTE CORONARY SYNDROME

ANDERSEN*

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510

*Email : And_der_sen@yahoo.com

PENDAHULUAN 1
Coronary Artery Disease yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokard dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina pektoris tidak stabil (UAP) dimana ketiga jenis penyakit tersebut mempunyai gejala angina pectoris dan merupakan bagian dari sindroma koroner akut. Penyakit ini timbul akibat tersumbatnya pembuluh darah koroner yang melayani otot-otot jantung oleh atherosclerosis yang terbentuk dari secara progresif. Sedangkan angina Pectoris adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat didada yang seringkali menjalar kelengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas
1

dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. kebutuhan

jantung akan oksigen

ditentukan oleh beratnya kerja jantung (kecepatan dan kekuatan denyut jantung). Aktivitas fisik dan emosi menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan karena itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan jantung akan oksigen. jika arteri menyempit atau tersumbat

sehingga aliran darah ke otot tidak dapat memenuhi kebutuhan jantung akan oksigen, maka bisa terjadi iskemia dan menyebabkan nyeri. Untuk mengenalnya maka akan dibahas lebih menjauh tentang angina pectoris dan sindroma koroner akut khususnya STEMI serta bagaimana mendiagnosisnya.

PEMERIKSAAN 2,3
Untuk melalukan pemeriksaan yang membantu kita dalam diagnosis, maka perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

A.

ANAMNESIS
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat pasien menderita sindroma koroner akut, infark Miokard akut(IMA) atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien Sindroma Koroner Akut dan IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan Sindroma Koroner Akut. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut : o Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
2

o Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. o Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. o Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. o Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. o Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas. Sesak napas Sesak napas akibat penyakit jantung paling umum disebabkan oleh edema paru. Rasa sesak lebih jelas saat berbaring (orthopnea) atau bisa timbul tiba-tiba pada malam hari atau timbul dengan aktivitas ringan. Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan mengi, dan jika sangat berat, disertai sputum merah muda berbusa. Edema Pembengkakan, biasanya akibat akumulasi cairan. Edema perifer biasanya dipengaruhi hal lain, umumnya mengenai tungkai dan area sakral. Jika sangat berat, bisa terjadi edema yang lebih meluas. Palpitasi Mungkin terdapat sensasi denyut jantung cepat atau berdebar. Tentukan provokasi, onset, durasi, kecepatan, dan irama denyut jantung, serta frekuensi episode palpitasi. Apakah episode tersebut disertai nyeri dada, sinkop, dan sesak napas? Sinkop Kehilangan kesadaran mendadak dan singkat. Sinkop dapat terjadi akibat takiaritmia, bradikardia, atau kadang-kadang, diinduksi oleh aktivitas pada stenosis aorta (juga ditemukan pada keadaan neurologis seperti epilepsi). Apa yang dapat diingat oleh pasien? Apa yang sedang dilakukan? Adakah palpitasi, nyeri dada, atau gejala lain? Adakah saksi mata? Apa yang digambarkan saksi mata? (apakah pasien tampak pucat, kemerahan saat mulai pulih, gerakan abnormal?). Apakah pasien menggigit lidah, mengalami inkontenensia urin? Seberapa cepat pasien pulih? Riwayat penyakit dahulu Tanyakan faktor-faktor resiko penyakit jantung iskemik (ischaemic heart disease, IHD), misalnya merokok, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, IHD sebelumnya, penyakit serebrovaskular, atau penyakit vaskular perifer (peripheral vascular disease, PVD).
3

Tanyakan riwayat demam reumatik. Tanyakan pengobatan gigi yang baru dilakukan (endokarditis infektif). Adakah murmur jantung yang telah diketahui? Adakah penyalahgunaan obat intravena? Riwayat keluarga Adakah riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati, atau penyakit jantung kongenital dalam keluarga? Riwayat sosial Apakah pasien merokok atau pernah merokok? Bagaimana konsumsi alkohol pasien? Apa pekerjaan pasien? Bagaimana kemampuan olahraga pasien? Adakah keterbatasan gaya hidup akibat penyakit? Obat-obatan Tanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping ke jantung.

B.

PEMERIKSAAN FISIK
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstermitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/ atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/ atau hipotensi). Tanda fisik lain pada disfungsi vetrikular adalah S4 dan S3 gallop penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu 38 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI. a. Inspeksi Inspeksi yang cermat pada dada anterior dapat menggambarkan lokasi iktus cordis atau apical impulse (PMI : Point of maximal Impulse) atau yang lebih jarang lagi, gerakan pada ventrikel kiri pada S3 atau S4 sisi kiri. b. Palpasi Gunakan palpasi untuk memastikan karakteristik iktus cordis. Palpasi juga berguna untuk mendeteksi thrills dan gerakan ventrikel pada S3 dan S4. Dengan inspeksi dan
4

palpasi kita dapat menemukan gerakan ventrikel yang sinkron dengan bunyi jantung ketiga dan keempat yang patologis. Untuk menemukan impuls ventrikel kiri, raba denyut apeks secara lembut dengan satu jari tangan. Pasien harus berbaring dengan sebagian tubuh berada dalam posisi miring pada sisi kiri tubuh nya, mengembuskan napas, dan menghentikan napas nya sebentar. Dengan membuat tulisan X dengan spidol pada apeks kordis, kita dapat melihat gerakan ini. c. Auskultasi Minta pasien untuk memutar sebagian tubuhnya ke sisi kiri hingga berada dalam posisi dekubitus lateral kiri yang akan membuat ventrikel kiri lebih dekat dengan dinding dada. Letakkan ujung sungkup dari stetoskop dengan ringan pada daerah iktus cordis. Posisi ini menegaskan atau memperjelas bunyi S3 serta S4 sisi kiri dan bising mitral, khusus nya pada stenosis mitral. Bunyi S4 (bunyi atrial atau atrial gallop) terdengar tepat sebelum bunyi S1. Bunyi ini bernada rendah dan redup, dan terdengar paling jelas dengan ujung sungkup stetoskop. Bunyi S4 kadang-kadang terdengar pada orang yang kelihatannya normal, khususnya pada atlit yang terlatih dan kelompok usia yang lebih lanjut. Lebih sering kali bunyi ini terjadi karena peningkatan tahanan terhadap pengisian ventrikel sesudah terjadinya kontraksi atrium. Peningkatan tahanan (resistensi) ini berkaitan dengan berkurangnya kelenturan (bertambahnya kekakuan) pada miokard ventrikel. Penyebab bunyi jantung S4 sisi kiri meliputi penyakit jantung hipertensif, penyakit arteri koroner, stenosis aorta, dan kardiomiopati. Bunyi S4 sisi kiri terdengar paling jelas di daerah apeks pada sisi lateral kiri. Bunyi S4 sisi kanan lebih jarang ditemukan, terdengar di sepanjang tepi kiri bawah sternum atau bawah proc.xiphoideus. Bunyi ini sering terdengar lebih keras dibanding bunyi inspirasi. Penyebab S4 sisi kanan meliputi hipertensi pulmonal dan stenosis pulmonal. d. Tekanan Vena Jugularis ( JVP ; Jugular Venous Pressure ) JVP mencerminkan tekanan dalam atrium kanan atau tekanan vena sentral. Dinilai dari V.Jugularis Interna dextra. JVP merupakan keadaan elevasi ketika titik osilasi tertinggi atau meniscus pulsasi vena jugularis biasanya terlihat pada pasien yang normovolemik. Pada pasien yang hipovolemik JVP akan rendah, dan pada pasien yang hipervolemik JVP akan tinggi.

Tabel I. Tabel Intepretasi Tekanan Darah Kategori Hipertensi Stadium 3 ( berat ) >180 >110 100-109 90-99 85-89 <85 <80 Sistolik ( mmHg ) Diastolik ( mmHg )

Stadium 2 ( sedang ) 160-179 Stadium 1 ( ringan ) Normal tinggi Normal Optimal 140-159 130-139 <130 <120

C.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 4,7


1. Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan EKG merupakan senter dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI terapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan 5-10 menit atau pematauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obtruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya

istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnnya gelombang R dan infark miokard non trasmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark ( mural/ tramsmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/ nontrasmural. Selama infark miokard akut, gambaran EKG berubah melalu 3 stadium : Gelombang T meninggi yg diikuti inverse gelombang T Elevasi segmen ST Munculnya gelombang Q baru Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokard, yaitu kurangnya aliran darah yg adekuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar bersifat reversible jika aliran darah dipulihkan atau kebutuhan oksigen dipenuhi. Jika gelombang T mengalami inverse berarti telah terjadi kematian sel miokardium (infark sejati). Elevasi segmen ST menandakan cedera miokardium. Cedera kemungkinan menggambarkan derajat kerusakan seluler yang lebih dari sekedar iskemia, tetapi kemungkinan juga bisa reversible. Segmen ST elevasi bergabung dengan gelombang T. Bedakan dengan fenomena repolarisasi awal pada orang normal atau lebih dikenal dengan elevasi titik J (junction), dimana pada elevasi titik J gelombang T tetap pada bentuk nya yang independen. Munculnya gelombang Q yang baru menunjukkan telah terjadi kematian sel miokardium yang irreversible. Keberadaan gelombang Q baru merupakan tanda diagnostic infark miokadium. Gelombang Q ada yang fisiologis ada yang patologis. Gelombang Q yang menandakan infark cenderung lebih luas dan lebih dalam. Nama nya adalah gelombang Q signifikan. Kriteria gelombang : Durasi gelombang Q harus lebih besar dari 0,04 detik Kedalaman gelombang Q sekurang-kurangnya harus 1/3 gelombang R pada kompleks QRS yang sama

Gambar I dan II. Gambar Gelombang EKG dengan elevasi pada segmen ST

Sumber : http://debarus.files.wordpress.com/2011/05/image007.gif

D.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 5,6


Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.

Petanda ( BIOMARKER) kerusakan jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac specific Troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. CTn harus digunakan
8

petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung ( infark miokard). 1. Pemeriksaan CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan mencapai puncak dalam 10 24 jam dan kembali normal dalam 2 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. 2. Pemeriksaan cTn (cardiac specifik troponin) ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. 3. Pemeriksaan Mioglobin Mioglobin adalah protein yang mengikat oksigen. Mioglobin ditemukan dalam sel otot rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi setelah terjadi cedera. Kadar mioglobin mencapai puncak nya setelah terjadi MCI selama 8-12 jam. Nilai rujukan : 12-90 ng / ml. 4. Lactic dehydrogenase (LDH) LDH meningkat setelah 24-28 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. 5. Pemeriksaan Kolesterol Serum Kolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati serta ditemukan dalam sel darah merah, membrane sel, dan otot. Kolesterol serum digunakan sebagai indikator penyakit arteri koroner dan aterosklerosis. Hiperkolesterolemia

menyebabkan penumpukan plak di arteri koroner sehingga menyebabkan miokard infark. Peningkatan kolesterol juga bisa karena obat-obatan seperti aspirin. Nilai rujukan : Nilai ideal < 200mg/dL. Risiko sedang : 200-240 mg/dL. Risiko tinggi: > 240 mg/dL. 6. Pemeriksaan Lipoprotein Lipoprotein adalah lipid yang berikatan dengan protein. Fraksi lipoprotein : HDL (kelompok ) , LDL, VLDL (kelompok ).

Kelompok merupakan contributor terbesar terjadi nya aterosklerosis pada penyakit arteri koroner. Kelompok membantu mengurangi deposit lemak di pembuluh darah. Nilai rujukan : HDL 29-77 mg/dL , LDL 60-160 mg/dL. 7. Pemeriksaan Creatin Kinase Creatin Kinase (CK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada otot jantung dan rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. Creatinine Kinase (CK) meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. CK serum biasanya meningkat pada penyakit otot rangka, MCI akut, dan hipokalemia. CK memiliki 2 jenis isoenzim yaitu B dan M. Dan dapat dielektorforesis kembali menjadi 3 bagian : MM (otot rangka dan sebagian jantung), MB (jantung), dan BB (dalam otak).

DIAGNOSIS KERJA 7
Diagnosis STEMI ditegakkan bila ditemukan 2 dari 3 syarat dibawah ini: 1. Angina Pectoris 2. Kelainan yang bermakna pada gelombang ekg, yaitu: ditemukkannnya hiperakut T, elevasi segmen ST lebih dari 0,1 mV pada 2 sadapan atau lebih sadapan ekstremitas, lebih dari 0,2 mV pada sadapan prekordial, gelombang Q patologis dan inversi gelombang T. 3. Evaluas biokimia dan kenaikan enzim jantung 2X dari batas normal

DIAGNOSIS BANDING 1,7


Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut. 1. Angina Pektoris Tak Stabil (UAP) Angina Pektoris adalah nyeri dada yang mejalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.

10

Nyeri dada dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pada pemeriksaan ECG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stres ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi miokardium. Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. 2. NSTEMI Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu,

11

mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. Pada pemeriksaan gambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI. Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgroup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya. TABEL 2. Perbedaan antara UAP, NSTEMI dan STEMI Jenis UAP Nyeri dada Angina istirahat ringan, angina, pada / EKG waktu Depresi segmen ST aktivitas crescendo bisa Inversi Gelombang T ada gelombang Enzim Jantung Tidak meningkat

hilang Tidak Q

dengan nitrat

NSTEMI Lebih berat dan lama ( Depresi segmen ST >30 hilang menit ), tidak nitrat, Inversi T dalam

Meningkat minimal 2x dari nilai batas atas normal

dengan

mungkin perlu opiat

12

STEMI

Lebih berat dan lama ( Hiperakut T > 30 menit ) tidak hilang dengan nitrat , mungkin perlu opiat Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih

Meningkat minimal 2x dari nilai batas atas normal

sadapan ekstremitas, >0,2 mV pada prekordial Gelombang Q Inversi Gelombang T

3.

Dissecting Aneurisma Diseksi Aorta (aneurisma yang terbelah, hematoma yang terbelah) adalah suatu keadaan yang sering berakibat fatal, dimana lapisan dalam dari dinding aorta mengalami robekan sedangkan lapisan luarnya utuh; darah mengalir melalui robekan dan membelah lapisan tengah serta membentuk saluran baru di dalam dinding aorta. Kelainan patologi utama adalah robekan intima, dimana tempat robekan pertama disebut robekan intima primer (primary or entry intimal tear). Robekan intima primer merupakan lubang masuknya darah dari aorta. Seringkali terdapat robekan intima sekunder (re-entry tear), yang merupakan tempat keluarnya darah dari lumen palsu aorta. Re-entry tear disebut juga faktor penyembuh alami (imperfect natural cure) yang membatasi perluasan diseksi. Gejala-gejalanya antara lain nyeri yang sangat luar biasa, yang muncul secara tibatiba. Sebagian besar penderita menggambarkan dadanya seperti dicabik-cabik atau dirobek. Nyeri juga sering dirasakan di punggung, diantara kedua bahu. Nyeri sering mengikuti jalannya pembelahan di sepanjang aorta. Pembelahan terus berlanjut, bisa menyebabkan tertutupnya daerah dimana satu atau beberapa arteri berhubungan dengan aorta. Tergantung kepada arteri mana yang tersumbat, bisa terjadi stroke, serangan jantung, nyeri perut mendadak, kerusakan saraf yang menyebabkan kesemutan dan ketidakmampuan menggerakan anggota badan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya yang khas. Pada pemeriksaaan fisik, 65% penderita memiliki denyut nadi yang lemah atau sama sekali tidak teraba di tungkai dan lengan. Diseksi aorta yang arahnya berbalik menuju ke jantung, bisa menyebabkan murmur, yang bisa terdengar melalui stetoskop. Bisa terjadi penimbunan darah di dada. Darah dari suatu diseksi yang merembes ke sekitar jantung bisa
13

mengganggu denyut jantung dan menyebabkan tamponade jantung. Foto rontgen menunjukkan pelebaran aota pada 90% penderita yang memiliki gejala. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan USG. Adapun pengobatannya adalah penderita dirawat di ruang perawatan intensif, dimana tanda-tanda vital (denyut nadi, tekanan darah dan laju pernafasan) diawasi secara ketat. Kematian bisa terjadi dalam beberapa jam setelah terjadinya diseksi aorta. Karena itu segera diberikan obat untuk menurunkan denyut jantung dan tekanan darah sampai level yang terendah, untuk mempertahankan pasokan darah yang cukup ke otak, jantung dan ginjal. Segera setelah diberikan obat-obatan, diputuskan apakah perlu dilakukan pembedahan atau cukup dengan melanjutkan pemakaian obat-obatan. Hampir selalu dianjurkan untuk dilakukan pembedahan pada diseksi yang melibatkan aorta yang letaknya sangat dekat dengan jantung. Untuk diseksi yang letaknya lebih jauh, biasanya diatasi dengan cara melanjutkan pemakaian obat-obatan; kecuali jika diseksi menyebabkan bocornya darah dari arteri dan penderita memiliki sindroma Marfan, maka dilakukan pembedahan. 4. Perikarditis Akut Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke bahu kiri dan kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal. Keluhan lainnya rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau efusi perikard. Pemeriksaan fisik didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat terjadi, akan didapatkan tanda tamponade. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi). Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).

14

5. Dispepsia Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Kedudukan dispepsia sebagai diagnosa banding karena adanya kemungkinan angina pectoris yang menjalar ke uluh hati seperti pada kasus. Dapat dibedakan dari angina pectoris dengan pemeriksaan fisik yang teliti.

6. Gangguan Kecemasan Gangguan kecemasan adalah sebuah penyakit mental yang serius yang ditandai dengan perasaan cemas yang besar dan berlebihan, seperti perasaan ketakutan berlebihan, jantung berdebar lebih keras, nafas tersengal, berkeringat, tarikan nafas pendek, mudah merasa pusing dan perasaan tidak tenang. Orang yang mengalami gangguan kecemasan mengalami reaksi ini sering sekali dan lebih berat, menyebabkan mereka tertekan dan menyebabkan mereka tidak dapat melakukan pekerjaan mereka sehari-hari. Mereka menjadi sangat waspada, karena sangat takut terhadap bahaya, akibatnya mereka sulit untuk rileks dan juga sulit merasa tenang dalam banyak situasi. 7. Pneumonia Pneumonia adalah penyakit yang umum terjadi di semua kelompok umur , termasuk penyebab kematian pada anak anak di bawah lima tahun di seluruh dunia. Penyebab sebagian besar pneumonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, dll). Virus respirator syncitia atau RSV paling umum menjadi penyebab utama pneumonia, terutama pada bayi. Gejala umum pada pneumonia adalah panas, batuk, pilek, suara serak, nyeri tenggorok. Lalu, panas makin tinggi, batuk makin hebat, pernafasan cepat, tarikan otot rusuk, sesak nafas dan penderita menjadi kebiruan/sianosis.

sedangkan Gejala Pernafasan : nyeri kepala, nyeri perut dan muntah. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah, untuk mengetahui jumlah sel darah putih dan trombosit selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan rontgen dada.

ETIOLOGI 7,8
Penyebab utama Sindrom Koroner akut/Penyakit Jantung Koroner adalah penyempitan arteri koronaria besar di bagian proksimal oleh karena proses aterosklerosis. Sedangkan infark miokard 85 % disebabkan oleh pembentukan thrombus secara akut di stenosis koroner yang aterosklerotik. Untuk lebih lanjut dapat dilihat di bagian patofisiologi.

15

Gambar III. Gambar Anatomi Jantung dan Arteri Koroner Normal dan yang Mengalami Atherosklerosis.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/16147022/Asuhan-Keperawatan-Klien-dengan-Angina-Pectoris

EPIDEMIOLOGI 8
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan di rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini.

PATOFISIOLOGI 9,10
Pembentukan Atherosklerosis Sindroma Koroner Akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik
16

yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injur vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan juka kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptir yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yan tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epindefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Areteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

17

Gambar IV. Patofosiologi Atherosklerosis

Sumber : http://yourimt.com/images/277_ATHERO_4.jpg

Iskemia Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyababkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metobalisme aerob menjadi metobolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob(asam laktat) akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat menggangu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali venrikel berkontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi
18

ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya stroke volume (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistolik akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu. Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah meningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemi cukup luas atau merupakan suatu respons vagus. Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dia perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel, yaitu Inverted T dan depresi segmen ST. Suatu varian angina lainnya disebabkan oleh spasme arteri koroner yang berkaitan dengan elveasi segmen ST.1,7,8,9 Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel. Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme pasti bagaimana iskemia dapat menyababkan nyeri masih belum jelas. Sepertinya reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketaui, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium. Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan yang menggengam dan diletakkan di atas sternum melukiskan pola angina klasik. Akan tetapi banyak pasien tak pernah mengalami angina yang khasi; nyeri angina dapat menyerupai nyeri karena gangguan pencernaan atau sakit gigi. Umumnya angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, seperti latihan fisik, dan hilang dalam beberapa menit setelah istirahat atau pemberian nitrofliserin. Angina yang lebih jarang yaitu angina Prinzmetal lebih sering terjadi pada waktu istirahat daripada waktu bekerja, dan disebabkan oleh spasem setempat pada arteri epikardium. Mekanisme penyebab masih belum jelas diketahui jelas. Penderita diabetes sering mengalami iskemia tersembunyi dan infark miokardium tersembunyi akibat neuropati otonom.

19

Infark Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. Perbaikan dearh iskemia dan pemulihan aliran darah koroner dapat tercapat dengan pemberian obat trombolitik atau Primary Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty. Apabila terjadi perbaikan daerah iskemia, maka nekrosis daerah iskemik meningkatkan ukuran infark. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan; sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Infark digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum. Infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakn sesuai dengan lokasi infark yaitu, anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding posterior ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar sepermpat kasus infark dinding inferior ventrikel kiri. Pada keadaan ini harus dipikirkan adanya infark biventrikular. Jelas bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner. Infark dinding anterior yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens anterior arteri koronaria sinistra. Untuk menanggulangi komplikasi yang berkatian dengan infark miokardium, maka penting sekali untuk mengetahui letak infark dan anatomi koroner. Misalnya, infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteri koronaria kanan, dan dapat disertai berbagai derajat blok jantung. Hal ini memang dapat diramalkan sebelumnya, karena nodus AV mendapat suplai makanan dari pembuluh darah yang juga menyuplai dinding inferior ventrikel kiri. Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terbentuk jaringan parut.

20

Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas. Infark miokardim jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsonal infark miopkardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seeperti pada iskemia: 1. Daya kontraksi menurun. 2. Gerakan dinding abnormal, 3. Oerbahan daya kembang dinding ventrikel, 4. Pengurangan stroke volume, 5. Pengurangan fraksi ejeksi, 6. Peningkatan olume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel, dan 7. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.

FAKTOR RISIKO 11
Secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK yang disebut sebagai faktor PJK. Faktor faktor tersebut ada yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain : Usia Meningkatnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK pembuluh darah mengalami perubahan progresif dan berlangsung lama dari lahir sampai mati. Arteri yang berubah paling dini mulai pada usia 20 tahun adalah pembuluh coroner. Juga didapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur. Jenis Kelamin Merupakan kenyataan bahwa wanita lebih sedikit mengalami serangan jantung di bandingkan pria. Rata-rata kematian akibat serangan jantung pada wanita terjadi 10 tahun lebih lama dari pria. Secara umum faktor resiko lebih sedikit menyebabkan kelainan jantung PJK. Namun ketahanan wanita berubah setelah menopause. Hal ini diduga faktor hormonal seperti estrogen melindungi wanita. Riwayat Keluarga dengan penyakit arterosklerosis Ras Herediter

21

Faktor faktor yang dapat dimodifikasi

o Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Serta tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal.

o Hiperkolesterolemia
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran derah pada pembuluh derah koroner yang fungsinya memberi O2 ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian.

o Merokok
Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga dapat menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat

menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun.

o Obesitas/kegemukan
Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol.

o Diabetes Melitus
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi

22

peningkatan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi.

o Stress PENATALAKSANAAN 12
Terapi medikamentosa
1. Nitrat

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efektivitas mengurangi preload adan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.
2. Penyekat Beta/Beta Bloker

Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukkan penyekat beta dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark miokard, meta analisis dari 4700 pasien dengan angina tak stabil menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan risiko infark sebesar 13 % (p<0,04). Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi. Berbagai macam beta blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa. Kontar indikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial, pasien dengan bradiaritmia.
3. Antagosis Kalsium

Antagosis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan non dihirdropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menunjukkan tekanan darah.
23

Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil. Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapati antagonis kalsium, menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien yang sebelumnya tidak mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan angina yang rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasii nifedipin dan metoprolol dapat mengurangi kematian dan infark sebesar 20%. Tapi kedua studi secara statistik tak bermakna. Kenaikan mortalitas mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan takikardi dan kenaikan kebutuhan oksigen. Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan

nondihidropiridin. Pada pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada pasien yang ada kontraindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan angina masih refrakter.
4. Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas. Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya dan/atau ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensi. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi
24

ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor ACE. Terapi Bedah Terapi Bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat dilakukan,yaitu: Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) disediakan untuk pasien yang sulit mencapai terapi obat secara maksimal & mereka yang menggunakan catheterisasi kardiak Percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass graft (CABG) dapat dibuat untuk menyembuhkan iskemia berlanjut atau berulang & untuk membantu mencegah perkembangan manjadi MI atau kematian. Indikasi & metode yang disukai adalah berada diluar posedur ini, biasanya berdasarkan atas hasil dari suatu angiografi.

Indikasi untuk Revaskularisasi Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan pada pasien, jika:

o Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien. o Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard. o Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian. o Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan pengobatan biasa
dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.

PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI) Tindakan PCI Pada mulanya tindakan percutaneous transluminal angioplasty hanya dilakukan pada satu pembuluh darah saja, sekarang ini telah berkembang lebih pesat baik oleh karena pengalaman, peralatan terutama stent dan obat-obat penunjang. Pada pasien dengan PJK stabil dengan anatomi koroner yang sesuai maka PCI dapat dilakukan pada satu atau lebih
25

pembuluh darah (multi-vessel) dengan baik (PCI sukses). Risiko kematian oleh tindakan ini berkisar 0.3-1%. Tindakan PCI pada pasien PJK stabil dibandingkan dengan obat medis, tidaklah menambah survival dan hal ini berbeda dibanding CABG.

Gambar V. Gambar Pemasangan PTCA

Sumber : http://www.heart2hearts.co.uk/angina.html

CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG) Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang normal ke otot jantung yang tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki, lengan, atau dada pasien, kemudian diambil lewat pembedahan dan dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini memasok darah beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga "mem-bypass" arteri yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung.

26

Pada CABG, pembuluh darah yang dipakai adalah A. Mamaria Interna, Revesed Segment dari V. Saphena Magna, A.Gastroepiploica, A.epigastrium Inferior, dan A.Radial. Biasanya CABG dilakukan untuk mereposisi 3 sampai 4 pembuluh darah yang mengalami gangguan. Pilihan yang paling baik adalah dengan menggunakan A.Mamaria Interna karena patensinya yang cukup lama. Gambar VI. Gambar Jantung yang Dipasang CABG

Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_XcKFII/AAAAAB4/O2PUo8vAowo/s1600/cabg-2.jpg

KOMPLIKASI 1
1. Disfungsi Ventrikular Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al; slippage serat otot disrupsi sel miokard normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi
27

inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan. 2. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di Rumah Sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru. 3. Edema Paru Akut Pada Miokard Infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan miokard infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru. Seiring dengan semakin parahnya gagal bentrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh paru meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam jaringan intersitium da rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti sirkulasi paru juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenannya peningkatan beban kerja bagi sisi kanan jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya menyebabkan sisi kanan jantung akan mengalami kegagalan. 4. Syok kardiogenik Syok kardiogenik merupakan ekspresi klinik yang paling berat dari kegagalan ventrikel kiri dan dihubungkan dengan besarnya kerusakan struktur pada ventrikel kiri yang lebih dari 80% pada pasien STEMI. Biasanya syok kardiogenik dikarenakan oleh ruptru musculus papilaris. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tandatanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. 5. Infark ventrikel kanan Sekitar sepertiga pasien dengan ifnark inferoposterior menunjukan sekurangkurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark
28

terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klnis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segme ST pada sadapan EKG sisi kanan terutama sadapan V4R, sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien dengan infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk neningkatkan tampilan dengan reduksi Pulmonary capillary wedge (PCW) dan tekanan arteri pulmonalis. 6. Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel spontan yang tidak sering dapat terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel dan harus diberikan rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemia dan hipomagnesimia meruapakan faktor risiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI, konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5 mmol/liter dan magnesium 2,0 mm/liter. 7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya. 8. Fibrilasi atrium Fibrilasi atrium dan debar atrium adalah pola pelepasan elektrik yang sangat cepat yang membuat atrium berkontraksi sangat cepat sekali, sehingga menyebabkan ventrium berkontraksi lebih cepat dan kurang efeisien daripada yang normal. Irama abnormal ini dapat terjadi secara sporadis atau menetap. Selama fibrilasi atau berdebar, kontraksi atrium begitu cepat sehingga dinding atrium hanya bergetar, sehingga darah tidak dipompa secra efektif ke ventrium. Pada fibrilasi, irama atrium tidak beraturan sehingga irama ventrium juga tidak beraturan, dalam debar, irama atrium dan ventrium biasanya teratur. Untuk kedua hal di atas, detak ventrium lebih lambat daripada atrium karena nodus atrioventrikular dan simpul His tidak dapat mengatur impuls elektrik seperti kecepatan rata-rata dan hanya beberapa detik hingga empat detik impuls berlangsung. Sedangkan detak ventrium terlalu cepat untuk terisi secara penuh. Sehingga jumlah darah yang dipompa keluar ke jantung tidak memadai, tekanan darah jatuh dan gagal jantung bisa terjadi. 9. Asistol ventrikel

29

Resusitasi segera mencakup kompresi dada, atropin, vasopresin, epinefrin, dan pacu jantung sementara harus diberikan pada asistol ventrikel.

PENCEGAHAN
1. Gaya hidup sehat adalah kebiasaan seseorang untuk menerapkan hidup sehat dalam kehidupan sehari-harinya dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. 2. Tidak merokok 3. Hadapi dan hindari stress 4. Melakukan aktivitas fisik dan olahraga yang teratur Dilakukan minimal 30 menit dalam sehari agar mempunyai efek terhadap sistim jantung & pembuluh darah 5. Makan-makanan sehat dan gizi seimbang Hindari makanan yang banyak mengandung kolesterol, pilihlah daging putih (ikan, ayam tanpa kulit) dan hindari daging merah (sapi, kambing dll). Banyak makan makanan yang mengandung serat, sehingga membantu dalam mengganggu penyerapan lemak. Jangan terlalu banyak kalori sehingga berlebih, hal ini menjaga dari kelebihan berat badan/obesitas. Jadi pada intinya makan harus seimbang gizi dan kalori.

PROGNOSIS 1,12
Secara keseluruhan, pasien yang dirawat dengan operasi coronary bypass memiliki kelangsungan hidup 5-10 tahun dengan presentase 92% dan 81%. Kebebasan dari angina adalah 83% dan 63%. Indikasi penting dari late cardiac morality setelah operasi adalah diabetes, umur yang cepat tua, berkurangnya ejection fraction, dan tidak dapat digunakannya internal mammary graft. Revaskularisasi yang berhasil meningkatkan gerakan stabil dari dinding ventrikular kiri dalam proporsi yang cocok dari pasien dan meningkatkan latihan performa dari ventrikular. Kurang dari 1% pasien mengulang revaskularisasi dalam waktu 4 tahun atau lebih. Data abnormal dan kematian yang meliputi berbagai hal tersedia pada Society of Thoracic Surgeons National Cardiac Surgery Database. Untuk coronary bypass prosedur yang terpencil, kemungkinan meninggal dalam operasi adalah 2.8%. Dalam meta analisis, random studi membandingkan terapi pengobatan dan operasi, operasi memberikan 39% dan 17% penurunan dari kematian yang kumulatif dalam waktu 5-10 tahun. Keuntungan

30

ini cocok dengan pasien yang penyakit multivessel, penurunan fungsi ventricular, keterlibatan coronary kiri, dan gejala NYHA class IV.

KESIMPULAN
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat fase akut dari iskemia miokardyang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokard Berdasarkan perbedaan gejala dan tandanya, sindroma koroner akut diangi menjadi STEMI, NSTEMI, dan UAP. Faktor-faktor resiko infark miokard antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan gaya hidup seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

elektrokardiogram, pemeriksaan laboratorium. Terapi definitif adaalha terapi bedah. Adapun obat-obat yang digunakan untuk terapi farmakologis yaitu golongan antitrombotik, morfin, penyekat beta, inhibitor ACE. Untuk terapi non farmakologis dapat berupa modifikasi gaya hidup.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2006.h.1615-24. 2. Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Erlangga; 2003. h.112-3 3. Bickley, Lynn. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC; 2009. h.220-1; 238-9; 266-9; 272-3; 279-80; 285-7; 297 4. Burnside JW, Mclynn TJ. Diagnosis fisik adams. Alih bahasa : Henny lukmanto. Edisi: ke-17. Jakarta: EGC,1995.h. 213-46 5. Thaler MS. Satu-satu buku EKG yang anda butuhkan. alih bahasa: Samik wahab. Edisi: ke-5. Jakarta:EGC,2009.h.17-60,210-38 6. Kee, Joyce LeFever. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2008. h. 129-30; 310-1; 148-51 7. Antman EM, Braunwald E. ST-Elevatiin myocardial infarction:pathology,

pathophysiology and clinical features. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP.
31

Braunwalds heart disease textbook of cardiovascular medicine. 8th Ed. Volume 2. Philadelphia: Saunders Elsevier.,2008.h.1216-22. 8. Brown CT. Penyakit aterosklerotik koroner. Dalam Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,2006.h. 576-606 ; 588-91 9. Robbins, Cotran. Buku ajar patologi Vvolume 2. Edisi 7. Jakarta : EGC ; 2007. h.36978 10. Silbernagl,Stefan. Teks & atlas berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC; 2007. h. 21823 ; 236-9 11. Riska, factor risiko, 23 januari 2009, diunduh dari : http://siswa.univpancasila.ac.id/riskacychaaulia/, 23 September 2011 12. Merrick SH. The heart:I. acquired disease. In Doherty GM, Way LW, editors. Current surgical diagnosis & treatment. Twelfth Edition. New York: McGraw

Hill,2006.p.393-6

32

You might also like