You are on page 1of 220

ANALISA AIR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISA Semester : III (Tiga) Kelompok : II ( Dua ) Judul percobaan : ANALISA AIR Tanggal percobaan : 29 Agustus 2009 NAMA : DEDY ANWAR NIM : 080405009

LABORATORIUM KIMIA ANALISA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 LABORATORIUM KIMIA ANALISA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR PENGESAHAN NAMA / NIM : Dedy Anwar KELOMPOK : II (dua) MODUL : ANALISA AIR TGL. PERCOBAAN : 29 Agustus 2009

Medan, 2009 Asisten, (Indra Azmi Marpaung)

LABORATORIUM KIMIA ANALISA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR PENUGASAN NAMA / NIM : Dedy Anwar / 080405009 Andriani Dewi / 080405030 Juliananta Sitepu / 080405060 KELOMPOK : II (dua) MODUL : ANALISA AIR TGL. PERCOBAAN : 29 Agustus 2009

Medan, 2009 Asisten, (Indra Azmi Marpaung)

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Kimia Analisa Modul Analisa Air dengan sebaikbaiknya dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai syarat untuk menyelesaikan Praktikum Kimia Analisa dan agar dapat mengikuti praktikum-praktikum selanjutnya yang ada di Departemen Teknik Kimia. Selain itu pembuatan Laporan Praktikum Kimia Analisa ini adalah sebagai bukti hasil dari percobaan-percobaan yang dilakukan saat praktikum, dan untuk melengkapi tugas dari Praktikum Kimia Analisa.

Penulisan laporan ini didasarkan pada hasil percobaan yang dilakukan selama praktikum serta literatur-literatur yang ada baik dari buku maupun sumber lainnya. Dengan ini, praktikan juga menyampaikan terima kasih kepada : 1. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual. 2. Kepala Laboratorium Kimia Analisa, Ibu Maulida, ST, MSc.. 3. Asisten-asisten Laboratorium Kimia Analisa, terutama asisten yang menangani modul ini. 4. Rekan-rekan mahasiswa seangkatan, secara istimewa Kelompok II yang membantu praktikan dalam pelaksanaan praktikum dan dalam penulisan laporan ini. Laporan ini merupakan tulisan yang dibuat berdasarkan percobaan yang telah dilakukan. Tentu ada kelemahan dalam teknik pelaksanaan maupun dalam tata penulisan laporan ini. Maka saran-saran dari pembaca dibutuhkan dalam tujuan menemukan refleksi untuk peningkatan mutu dari laporan serupa di masa mendatang. Akhir kata, selamat membaca dan terima kasih. Medan, 1 September 2009 Penulis, Dedy Anwar BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Analsia air termasuk ke dalam kimia analisa kuantitatif karena menentukan kadar suatu zat dalam campuran zat-zat lain. Prinsip analisa air yang digunakan adalah prinsip titrasi dan metode yang digunakan adalah metode indikator warna dan secara umum termasuk ke dalam analisa volumetrik. Air yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni. Biasanya air tersebut mengandung zat-zat kimia dalam kadar tertentu, baik zat-zat kimia anorganik maupun zat-zat kimia organik. Apabila kandungan zat-zat kimia tersebut terlalu banyak jumlahnya didalam air, air tersebut dapat menjadi sumber bencana yang dapat merugikan kelangsungan hidup semua makhluk sekitarnya. Kini dengan adanya pencemaranpencemaran air oleh pabrik maupun rumah tangga, kandungan zat-zat kimia di dalam air semakin meningkat dan pada akhirnya kualitas air tersebut menurun. Oleh karena itu, diperlukan analisa air untuk menentukan dan menghitung zat-zat kimia yang terkandung di dalam air sehingga dapat diketahui air tersebut membahayakan kesehatan, layak tidaknya dikonsumsi maupun sudah tercemar atau belum (anonim, 2009). 1.2Rumusan Masalah Perumusan masalah pada percobaan analisa air adalah bagaimana cara menentukan alkalinitas air. 1.3Tujuan Tujuan percobaan analisa air, antara lain: 1.Mempelajari beberapa cara penganalisaan air. 2.Mengetahui standar kualitas air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia 3.Mengetahui cara-cara pengambilan sampel untuk penganalisaan air.

1.4Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh pada percobaan ini antara lain dapat mengetahui cara

menganalisa air, Dan dapat menentukan kadar alkalinity air, serta dapat menganalisa kualitas sampel air yang diuji. 1.5Ruang Lingkup Percobaan analisa air dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan keadaan ruangan bersuhu 30oC dan tekanan udara 760 mmHg. Bahan-bahan yang digunakan antara lain air sungai Kenanga Raya, Medan, air minum kemasan Aqua indikator metil jingga, dan H2SO4 0,02 N. Peralatan-peralatan yang digunakan antara lain buret, statif, erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, corong, dan pipet tetes.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Sampel Air merupakan senyawa kimia yang paling aman dan paling dibutuhkan seluruh makhluk hidup karena tanpa air, makhluk hidup tidak akan dapat bertahan hidup. Ilmu yang mempelajari tentang kandungan, sifat-sifat, proses penyebaran, dan kebiasaan alami air dikenal dengan hidrologi. Hidrologi merupakan induk ilmu untuk percabangan teknik sipil, dan hidrologi mempelajari masalah persediaan air dan penyaluran kotoran, sistem pengaliran air dan irigasi, peraturan navigasi dan sungai, dan pengendalian banjir dan tenaga air (anonim, 2009). 2.1.1 Air Sungai (Kenaga Raya)

Sungai merupakan jalan air alami mengalir menuju samudera, danau, Laut atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap kedalam tanah sebelum menemukan badan air lainya. Dengan melalui sungai adalah cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau . Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologis. Air dalam sundai umumnya terkumpul dari presipitasi seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan dibeberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan Es/salju. Selain itu air juga mengalirkan sidimen dan polutan (Anonim.2009). Sungai Kenanga Raya terletak di daerah Tanjung Mulia kota Medan. Sungai yang berada di tengah tengah kota Medan ini memiliki kondisi yang sangat mengkhawatirkan sekali. Ketika praktikan mengampil sampel kesana. Ketika itu sungai dalam kondisi normal, artinya airnya tidak pasang, tidak surut dan tidak keruh, sebenarnya airnya tidak jernih akibat banyaknya sampah dan aliran limbah rumah tangga ke sungai. 2.1.2 Air Minum Kemasan (Aqua) Air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air Minum Dalam Kemasan), merupakan air minum yang siap di konsumsi secara langsung tanpa harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Air minum dalam kemasan merupakan air yang dikemas dalam berbagai bentuk wadah 19 ltr atau 5 galon , 1500 ml / 600 ml ( bottle), 240 ml /220 ml (cup). Air kemasan diproses dalam beberapa tahap baik menggunakan proses pemurnian air (Reverse Osmosis / Tanpa Mineral) maupun proses biasa Water treatment processing (Mineral), dimana sumber air yang digunakan untuk Air kemasan mineral berasal dari mata air pengunungan, Untuk Air kemasan Non mineral biasanya dapat juga digunakan dengan sumber mata air tanah / mata air pengunungan (anonim,2009). Air Aqua telah melewati proses pemurnian secara alami selama perjalanannya dari pegunungan hingga mencapai sumber mata air bawah tanah. Sepanjang perjalanannya ini, air menyerap mineral dan menjaga keseimbangannya sebagaimana di sumber mata air asalnya, yang merupakan mineral penting bagi kesehatan tubuh. Sumber mata air yang dipilih tidaklah sembarangan. Aqua berasal dari sumber mata air terpilih yang mewakili sebagian dari sumber mata air alami terbaik di Indonesia. Menemukan mata air yang sesuai kriteria Aqua bukanlah pekerjaan mudah. Pada saat menemukan sumber mata air alami, harus dipastikan bahwa setiap sumber mata air pegunungan harus memenuhi 9 poin kriteria yang kemudian melewati 5 tahap proses seleksi yang ketat sebelum akhirnya dapat dijadikan sumber mata air untuk Aqua (anonim, 2009). 2.2 Alkalinitas Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion carbonat dan bicarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada perairan tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam, atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH. Perairan.mengandung alkalinitas 20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi (Anonim 2009). Tabel 2.1 Kualitas air berdasarkan alkalinitas (Swingle, 1968) Alkalinitas (mg/l) Kondisi perairan 0 10 Tidak dapat dimanfaatkan

10 50 Alkalinitas rendah, kematian mungkin terjadi, CO2 rendah, pH bervariasi, dan perairan kurang produktif 50 200 Alkalinitas sedang, pH bervariasi, CO2 sedang, produktivitas sedang >500 pH stabil, produktivitas rendah, ikan terancam

2.3 Kesadahan Air Kesadahan pada air mungkin disebabkan oleh adanya satu atau lebih ion. Ini termasuk hidroksida, karbonat, dan bikarbonat. Ion hidroksida selalu ada di dalam air, walaupun terkadang konsentrasinya sangat kecil. Tetapi, hidroksida dengan konsentrasi tinggi di saluran air alami dianggap tidak biasa, kecuali setelah melewati penapisan jenis tertentu. Jumlah karbonat yang kecil ditemukan pada saluran air alami di tempat tertentu, sangat jarang melebihi 3 atau 4 grain/gallon. Mereka juga dapat ditemukan di air setelah penapisan, seperti pelembut lime soda ash. Bikarbonat adalah sumber yang paling umum penyebab alkalinitas. Hampir semua saluran alami memiliki jumlah yang dapat dihitung, dari 0 sampai sekitar 50 grain/gallon. Alkalinitas. Alkalinitas dari air bisa didefinisikan sebagai kapasitasnya terhadap asam netral. Zat alkali di dalam air termasuk hidroksida. Alkalinitas dapat dideteksi oleh rasanya yang asam dan mereka menyebabkan kertas litmus merah menjadi biru (pH test paper). Konsentrasi Fosfat dan Silika jarang ditemukan di saluran alami rumah. Senyawa yang mengandung ion ini dapat digunakan dalam proses penapisan air yang bervariasi. Konsentrasi alkalinitas menengah diinginkan oleh hampir semua sumber air untuk menyeimbangkan antara efek korosif dan asam. (anonim,2009) Tetapi, jumlah yang berlebihan menyebabkan beberapa masalah. Ion ini tentu bebas berada di air, tetapi mereka ada di kation, seperti kalsium, magnesium, dan natrium. Anda mungkin tidak akan memperhatikan kondisi alkali karena ion bikarbonat, kecuali ada dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, anda harus siap mendeteksi alkalinitas walaupun memiliki jumlah karbonat dan ion hidroksida yang sangat kecil. Air dengan alkali tinggi memiliki rasa seperi soda. Peraturan EPA membatasi alkalinitas dalam total padatan terlarut (500 ppm) dan beberapa lebih dibatasi oleh pH. Alkali yang memiliki kandungan mineral tinggi juga menyebabkan pengeringan yang berlebihan terhadap kulit karena pada faktanya, mereka menghilangkan kelembaban pada kulit. Masalah pada alkalinitas dapat dihilangkan oleh reverse osmosis bersama dengan total padatan terlarutnya. Metode lain juga dapat menghilangkan alkalinitas, namun metode tersebut tidak cocok digunakan untuk perumahan dibandingkan jika menggunakan reverse osmosis. Metode ini adalah distilasi dan deionisasi. Beberapa metode lain juga dapat menghilangkan alkalinitas, namun metode ini tidak baik digunakan di rumah. Metode tersebut adalah : 1.Penghilang padatan dengan lime soda ash. Pada saat yang sama, proses ini akan mempersipirasi jumlah yang seimbang dari alkalinitas. Pelembutan dengan lime biasanya dilarang digunakan oleh industri dan penerapan dalam skala besar lainnya. Pelembutan lime akan mengurangi total alkalinitas, pelembutan lime mengubah HCO3 menjadi C03, ion alkalinitas yang lebih kuat. 2.Anion resin yang diregenerasi oleh natrium klorida menghilangkan semua anion (karbonat, bikarbonat, sulfat, dan nitrat). Ia mengganti anion dengan persamaan kimia yang seimbang terhadap ion klorida. Kerugian dari proses ini adalah hampir semua dari kasus menghasilkan konsentrasi ion klorida yang tinggi. Pada titik kejenuhan, resin memiliki kecenderungan

untuk mengeluarkan kembali konsentrasi tinggi yang dibawa anion termasuk nitrat. Untuk pemakaian perumahan, hasil seperti ini tentu tidak diinginkan karena alkalinitas asli. 3.Pemberian asam mineral akan menetralisir alkalinitas air. Asam hidroklorin, asam sulfur, atau kombinasi dari keduanya dapat digunakan. Proses ini mengubah bikarbonat dan karbonat menjadi asam karbon. Pada titik ini, dianjurkan untuk melakukan beberapa metode untuk mengeluarkan gas karbondioksida keluar ke atmosfer. Kerugian dari teknik ini jelas. Diperlukan kontrol yang presisi dalam proses dan kehati-hatian dalam menangani asam yang pekat (Anonim,2009). 2.4 Analisa Umum pada Air Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, khususnya air minum Tetapi ketersediaan air minum yang memenuhi syarat semakin sulit dipenuhi, terlebih lagi daerahdaerah resapan air yang telah dirubah menjadi pemukiman penduduk, limbah-limbah industri yang mencemari sungai-sungai, semakin mempersulit masyarakat untuk mendapatkan air yang layak untuk di minum. Definisi air minum Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syaratsyarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, disebutkan bahwa air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum. Persyaratan air minum Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, tetapi terdapat resiko kalau air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100 C, tetapi banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara mendidihkan air. Jadi, air yang akan digunakan untuk air minum tidak bisa sembarang air, misalnya di rumah anda, sumber air berasal dari air tanah, yang diambil dengan menggunakan jetpump, meskipun secara kasat mata tampak jernih, tetapi belum tentu memenuhi syarat, karena kondisi lingkungan disekitarnya akan sangat menentukan kualitas air tersebut. Untuk memastikan apakah air tanah yang ada di rumah anda memenuhi syarat untuk di minum atau tidak, sebaiknya anda membawa sampel air tersebut ke laboratorium pengujian seperti Sucofindo, atau lab-lab swasta lain yang banyak menjual jasa untuk pemeriksaan air, tapi cek juga, apakah lab yang akan anda gunakan sudah terakreditasi atau belum. Ini untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Jika lab-nya sudah terakreditasi, maka validitas hasil pengujian tentunya lebih terpercaya. Syarat air minum tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002.. Persyaratan kualitas air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, dan fisik. Menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung logam berat dan bakteri patogen seperti E. Coli.. Untuk lebih detil mengetahui rincian syarat air minum, anda dapat melihatnya dalam Kepmenkes tersebut (anonim,2009). Syarat tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna Artinya jika air yang akan anda gunakan memiliki bau, rasa atau warna, berarti air tersebut telah tercemar. Syarat tidak mengandung logam berat Ion logam berat dapat mendenaturasi protein, disamping itu logam berat dapat bereaksi dengan gugus fungsi lainnya dalam biomolekul. Karena sebagian akan tertimbun di berbagai organ terutama saluran cerna, hati dan ginjal, maka organ-organ inilah yang terutama dirusak Syarat tidak mengandung bakteri pathogen

Bakteri patogen yang tercantum dalam Kepmenkes yaitu Escherichia colli, Clostridium perfringens, Salmonella. Bakteri patogen tersebut dapat membentuk toksin (racun) setelah periode laten yang singkat yaitu beberpa jam, dapat menyebabkan muntaber (anonim, 2009). 2.5 Standar Baku Mutu Air Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapatdiminum apabila dimasak (anonim,2009). Berikut baku mutu untuk kriteria air berdasarkan Kep.Men Lingkunagn Hidup : 2.5.1 Air Bersih Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia, maka kualitas air tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu : Tabel 2.2 Syarat Baku Mutu Air bersih No. Parameter Satuan Kadar Makasimum Keterangan A.Fisika 1 Bau Tidak Berbau 2 Jumlah zat padat terlarut (TDS) mg/L 1000 3 Kekeruhan Skala NTU 5 4 Rasa Tidak Berasa 5 Suhu 0C Suhu Udara 3C 6 Warna Skala TCU 15 -

B. Kimia a. Kimia Anorganik 1 Air Raksa mg/L 0,001 2 Arsan mg/L 0,05 3 Besi mg/L 1,0 4 Fluorida mg/L 1,5 5 Kadmium mg/L 0,005 6 Kesadahan (CaCO3) mg/L 500 7 Klorida mg/L 600 8 Kronium, valensi 6 mg/L 0,05 9 Mangan mg/L 0,5 10 Nitrat, sebagai N mg/L 10

11 Nitrit, sebagai N mg/L 1,0 12 pH mg/L 0,05 13 Salenium mg/L 0,01 14 Seng mg/L 15 15 Sianida mg/L 0,1 16 Sulfat mg/L 400 17 Timbal mg/L 0,05 b. Kimia Organik 1 Aldrin mg/L 0,0007 2 Benzen mg/L 0,01 3 Benzo (a) pyrene mg/L 0,00001 4

Chloroform (total isomer) mg/L 0,007 5 Chloroform mg/L 0,03 6 2,4-D mg/L 0,10 7 DDT mg/L 0,03 8 Detergen mg/L 0,5 9 1,2-DiCloroethene mg/L 0,01 10 1,1-Dicloroethene mg/L 0,0003 11 Heptachlor dan Heptachlor epoxide mg/L 0,003 12 Hexachlorobenzene mg/L 0,00001 13 Gamma-HCH (Lindane) mg/L 0,004 14 Methoxychlor

mg/L 0,10 15 PentaChloropenol mg/L 0,01 16 Pestisida total mg/L 0,10 17 2,4,6-trichloropenol mg/L 0,01 18 Zat organik (KmnO4) mg/L 10 c. Mikrobiologik 1 Total Koliform (MPN) Jumlah per 100 ml 0 Bukan Air pipaan 2 Koliform tinja belum diperiksa Jumlah per 100 ml 0 Bukan Air pipaan d. Radio Aktivitas 1 Aktivitas Alpha (Gross Alpha activity) Bg/L 0,1 2 Aktivitas Beta (Gross Beta activity) Bg/L 1,0 Keterangan : mg = miligram ml = milliliter L = Liter Bg = Beguerel NTU = Nepnelometrik Turbidity Units

TCU = True Colour Units Logam berat merupakan logam terlarut 2.5.2 Air Minum Mengingat betapa pentingnya air minum untuk kebutuhan manusia, maka kualitas air tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu : Tabel 2.3 Syarat Baku Mutu Air Minum No. Parameter Satuan Kadar Makasimum Keterangan A.Fisika 1 Bau Tidak Berbau 2 Jumlah zat padat terlarut (TDS) mg/L 1000 3 Kekeruhan Skala NTU 5 4 Rasa Tidak Berasa 5 Suhu 0C Suhu Udara 3C 6 Warna Skala TCU 15 B. Kimia a. Kimia Anorganik 1 Air Raksa mg/L 0,001 2 Aluminium

mg/L 0,2 3 Arsan mg/L 0,05 4 Bakium mg/L 1,0 5 Besi mg/L 0,3 6 Fluorida mg/L 1,5 7 Kadmium mg/L 0,005 8 Kesadahan (CaCO3) mg/L 500 9 Klorida mg/L 250 10 Kronium, valensi 6 mg/L 0,05 11 Mangan mg/L 0,1 12 Natrium mg/L 200

13 Nitrat, sebagai N mg/L 10 14 Nitrit, sebagai N mg/L 1,0 15 Perak mg/L 0,05 16 Salenium mg/L 0,01 17 Seng mg/L 5,0 18 Sianida mg/L 0,1 19 Sulfat mg/L 400 20 Sulfida (sebagai H2S) mg/L 0,05 21 Tembaga mg/L 1,0 22 Timbal mg/L 0,05 b. Kimia Organik

1 Aldrin mg/L 0,0007 2 Benzen mg/L 0,01 3 Benzo (a) pyrene mg/L 0,00001 4 Chloroform (total isomer) mg/L 0,0003 5 Chloroform mg/L 0,03 6 2,4-D mg/L 0,10 7 DDT mg/L 0,03 8 Detergen mg/L 0,05 9 1,2-DiCloroethene mg/L 0,01 10 1,1-Dicloroethene mg/L 0,0003 11

Heptachlor dan Heptachlor epoxide mg/L 0,003 12 Hexachlorobenzene mg/L 0,00001 13 Gamma-HCH (Lindane) mg/L 0,004 14 Methoxychlor mg/L 0,03 15 PentaChloropenol mg/L 0,01 16 Pestisida total mg/L 0,10 17 2,4,6-trichloropenol mg/L 0,01 18 Zat organik (KmnO4) mg/L 10 c. Mikrobiologik 1 Koliform Tinja Jumlah per 100 ml 0 2 Total Koliform Jumlah per 100 ml 0 95% dari Sampel yang diperiksa selama setahun kadang boleh ada 3 per 100 ml sampel air. Tetapi tidak berturut-turut d. Radio Aktivitas

1 Aktivitas Alpha (Gross Alpha activity) Bg/L 0,1 Keterangan : mg = miligram ml = milliliter L = Liter Bg = Beguerel NTU = Nepnelometrik Turbidity Units TCU = True Colour Units Logam berat merupakan logam terlarut 2.5.3 Limbah Cair Mengingat betapa pentingnya air. Air limbah yang dizinkan untuk dibuang ke alam dengan persyaratan, yaitu : BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK Tabel 2.4 Syarat Baku Mutu Air Limbah Parameter Satuan Kadar Maksimum Ph 6-9 BOD mg/L 100 TSS mg/L 100 Minyak dan Lemak mg/L 10 2.6 Aplikasi Analisa Air dalam Industri Salah satu aplikasi atau penerapan dari Analisa Air ini adalah pada proses pengolahan air perkotaan. Pengolahan air perkotaan menggunakan proses soda dingin. Dengan menggunakan proses ini, kesadahan air dapat diturunkan sampai 35 ppm jika cukup peluang diberikan untuk berlangsungnya pengendapan. Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi keadaan lewat-jenuh (supersaturasi) dalam proses gamping dingin soda ialah dengan mengkontakkan lumpur yang diendapkan sebelumnya. Bila lumpur ini dikenakan pada air yang belum diolah dan bahan kimia permukaannya, atau benih akan membantu terjadinya pengendapan. Hasilnya berupa reaksi yang lebih cepat dan lebih lengkap yang menghasilkan partikel yang lebih besar dan lebih mudah menguap. Peralatan yang dikembangkan untuk kontak ini, dibuat oleh Infileo, Inc, yang dinamakan Accelerator. Permutit Spaulding Precipitator mempunyai dua kompartemen, satu untuk mencampur dan mengaduk air mentah dengan bahan-bahan kimia pelunak dan

lumpur yang sudah terbentuk sebelumnya, dan satu lagi untuk mengendapkan dan menyaring air yang telah dilunakkan pada waktu mengalir ke atas melalui liputan lumpur yang tersuspensi. Mesin seperti ini dapat mempersingkat sedimentasi dari 4 jam menjadi kurang dari 1 jam dan biasanya juga mengurangi pemakaian bahan kimia. (anonim,2009) Kekuatan utama tehadap proses gamping dingin soda ialah besarnya volume lumpur basah yang terbentuk. Pembuangan lumpur ini merupakan masalah dan biayanya mahal. Permutit Spicator menggunakan presipitasi (pengendapan) sebagai katalis. Hal ini dapat mengurangi volume dan kandungan sisa air lumpur. Volumenya tinggi 12 persen dari proses yang konvensional dan limbah padat yang dihasilkan hampir mempunyai pasir basah saja. Gambar 2.1. Flowsheet Pengolahan Air Perkotaan Deskripsi prosesnya sebagai berikut air umpan dengan kesadahan 376 ppm diaerasi kemudian disalurkan ke pelunak klasifikator bersama dengan alumunium sulfat, hidrat gamping, dan karbon aktif sehingga menghasilkan pengendapan. Air itu selanjutnya diproses di bak rekarbonasi yang hasilkan akan disalurkan ke filter pasir lalu dikloroinasi dengan kloroinator yang akhirnya menghasilkan air yang memiliki kesadahan sebesar 77 ppm. (anonim,2009) BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Bahan 3.1.1. H2SO4 (Asam Sulfat) a.Sifat fisika Berat molekul : 98,08 gr/mol Titik didih : 3400C Titik lebur : 100C Densitas relative : 1,8 gr/cm3 Tidak berbau Tidak berwarna b.Sifat kimia Merupakan cairan yang higroskopis Merupakan asam kuat Bersifat korosif pada logam Saat pemanasan, terbentuk uap beracun (SOn) Merupakan asam bervalensi dua Terurai dengan 95% etil alcohol Dapat menimbulkan hujan asam : 2SO2 + O2 2SO3 SO3 + H2O H2SO4 3.1.2. Air (H2O) a.Sifat fisika Berat molekul : 18,016 gr/mol Titik didih : 1000C Titik lebur : 00C Densitas bentuk cairan : 1 gr / cm3 Densitas bentuk es : 0.915 gr / cm3 Tidak berwarna Bentuk kristal heksagonal b.Sifat kimia pH saat keadaan murni 7

Larut dalam 95% etil alcohol Larut dalam etil eter Pelarut yang baik Bukan merupakan zat pengoksidasi kuat Lebih bersifat reduktor daripada oksidator Reaksi dengan logam besi menghasilkan Fe3O4 3Fe + 4H2O Fe3O4 + 4H2 3.1.3. Metil Jingga a.Sifat fisika Berat molekul : 372,33 gr/mol Berbentuk bubuk berwarna merah atau kuning orange Pada suhu kamar berbentuk larutan Rumus molekul : (CH3)2NC6H4N2C6H4SO3Na Spesifik garvitasi : 1 Tidak berbau b.Sifat kimia Trayek pH 3,1 4,4 Berwarna merah dalam asam Stabil saat penggunaan maupun penyimpanan Tidak menguap pada suhu 70 F Terurai menghasilkan Cox, NOx, dan Sox Larut dalam air 3.2 Alat 3.2.1 Nama Alat 1. Statif, Fungsi : sebagai penjepit buret 2. Buret, Fungsi : sebagai alat pentiter 3. Erlenmeyer, Fungsi : sebagai wadah larutan yang akan dititrasi 4. Gelas ukur, Fungsi : sebagai penakar volume yang akan digunakan 5. Beaker Gelas, Fungsi : sebagai penakar larutan yang akan digunakansebagai wadah larutan 6. Corong kaca, fungsi : untuk menuang larutan ke alat bermulut kecil 7. Pipet tetes, Fungsi : untuk mengmbil larutan dalam jumlah sedikit 3.2.2 Gambar Peralatan

Statif Gelas ukur Beaker Glass

Pipet tetes Erlen meyer corong Buret Gambar 3.1 Peralatan Analisa Air 3.3 Prosedur Praktikum Analisa Alkalinitas 1.100 ml larutan sampel dimasukkan ke erlenmeyer 2.3 tetes metil orange ditambahkan ke larutan 3.Larutan dititrasi dengan H2SO4 0,02 N hingga larutan berwarna orange 4.Volume H2SO4 0,02 N hingga larutan berwarna orange 5.Kadar alkalinity dihitung dengan rumus: V H2SO4 x N H2SO4 Alkalinitas (mg CaCO3/L) = ---------------------- x 1000 x 50,4 Volume sample

3.4 Flowchart 3.4.1 Flowchart Analisa Alkalinitas Sampel Aqua

Gambar 3.2. Flowchart Analisa Alkalinitas Aqua 3.4.2 Flowchart Analisa Alkalinitas Sampel Air Sungai Kenanga Raya

Gambar 3.3. Flowchart Analisa Alkalinitas Air Sungai Kenanga Raya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil I. Air Sungai Kenanga Raya Tabel 4.1 Data Analisa Air Sungai

II. Air Aqua Tabel 4.2 Data Analisa Air Sungai

4.2 Pembahasan Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan selama percobaan sehingga mempengaruhi nilai dari alkalinitas sample yang di ukur, yaitu : 1. Pembacaan buret yang tidak tepat ketika berlangsungnya titrasi, mengakibatkan volume zat pentiter tidak tepat sehingga hasil analisa yang diperoleh tidak akurat. 2. Praktikan kurang berhati-hati saat melakukan percobaan, misalnya sering terjadi kelebihan

beberapa tetes larutan pentiter saat titrasi sehingga hasil yang diperoleh menjadi tidak tepat. 3. Bahan atau larutan yang digunakan seperti larutan standar mungkin sudah terkontaminasi dan kadaluarsa. Berikut Grafik Perbedaan Volume H2SO4 terhadap sampel, Air Sungai Kenaga Raya : Gambar. 4.1 Grafik Volume H2SO4 terhadap titrasi Air Sungai Kenanga Raya Berikut Grafik Perbedaan Volume H2SO4 terhadap sampel, Air Aqua : Gambar. 4.2 Grafik Volume H2SO4 terhadap titrasi Air Aqua

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat praktikan ambil dari percobaan ini adalah : 1. Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir kemasamaan dalam air. 2. Alkalinitas Air Sungai Kenanga Raya Lebih besar dari pada air Aqua 3. Alkalinitas dari air aqua yang diperoleh dari percobaan ini adalah 362,88 mg/L 4. Alkalinitas dari iar sungai Kenaga Raya yang diperoleh dari percobaan ini adalah 831,6 mg /L 5.2Saran Adapun saran yang dapat saya sampaikan untuk praktikum ini adalah : 1.Praktikan diharapkan lebih teliti dalam membaca alat dan menetapkan hasil akhir agar galat yang ada tidak besar . 2.Praktikan diharapkan utuk belajar seputar percobaan sebelum melakukan percobaan ini. 3.Praktikan diharapkan agar selalu semangat dalam menghadapi kesulitankesulitan yang ada saat praktikum

DAFTAR PUSTAKA Anonim , 2009. Aqua. http://danoneaqua.com. 29 Agustus 2009 Anonim , 2009. Air Minum yang Layak. http://healtylife.blogsopt.com 29 Agustus 2009 Anonim , 2009. Alkalinitas. http://maswira-weblog.com. 30 Agustus 2009 Anonim , 2009. Kesadahan. http://o-fish.wordpress.com. 30 Agustus 2009 Anonim , 2009.UU Menteri Negara lingkungan Hidup. http://persembahanku.fileswordpress.com. 30 Agustus 2009 Anonim , 2009.Air. http://wikipedia.com. 30 Agustus 2009

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN I. Air Sungai Kenanga Raya Tabel A-1 Data Analisa Air Sungai

II. Air Aqua Tabel A-2 Data Analisa Air Aqua Keterangan : Sampel I : Air Sungai Kenaga Raya Sampel II : Air Aqua

LAMPIRAN B PERHITUNGAN I. Air Sungai Kenanga Raya

II. Air Aqua

LAMPIRAN C PETA PENGAMBILAN SAMPEL

Gambar C.1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Kenanga Raya LAMPIRAN D FOTO LOKASI SAMPEL Gambar D.1 Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Kenanga Raya Gambar D.2 Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Kenanga Raya Gambar D.3 Praktikan Saat Pengambilan Sampel Air Sungai Gambar D.4 Praktikan Dan Sampel Air Sungai Kenangan Raya
http://dedyanwarkimiaanalisa.blogspot.com/2009/10/bab-i-pendahuluan-1.html

LAPORAN PRAKTIKU

MKIMIA ANALISA
Semester : I I I Tahun Ajaran : 2010/2011M o dul : Analisa A i r Tgl.

Percobaan : 12 November 2010K e l o m p o k : VIII (Delapan)

LABORATO RIUM KIMIA

ANALISAD EPARTEME N TEKNIK KIMIAFAK ULTAS TEKNIK UN IVERSITAS

SUMATERA UTARA
Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa
N A M A N I M NU

RUL AZMI 090405013

MEDAN201 0

LABORATORIU M KIMIA ANALISADEPA RTEMEN TEKNIK KIMIAFAKULT AS

TEKNIK UNIVE RSITAS SUMATERA UTARALEMBA R PENGESAHAN NAMA/NIM : Nurul Azmi/090405013 KELOMPOK :

VIII (Delapan)M O D UL : Analisa A i r TGL. PERCOBAAN : 12 November 2010Medan, 201 0Asisten,

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

( Hari Tiarasti )

LABORATORIU M KIMIA ANALISADEPA RTEMEN TEKNIK KIMIAFAKULT AS TEKNIK UNIVE RSITAS SUMATERA

UTARALEMBA R PENUGASAN Hari / Tanggal Percobaan : Jumat / 12 November 2010M o d u l : Analisa A i r Nama Mahasiswa /

NIM : 1. Nurul Azmi / 0904050132. Syahri Dani / 0904050173. Tommy Arisa Putra / 090405039Agust Medan, 10

November 2010Asisten,

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

Te

lah responsi pada 10 November 2010

Bawa perlengkapan laboratorium sebagai berikut:Sampel 1 = 1500 ml air

sungai cemaraSampel 2 = 1500 ml air parit depan warkopSampel 3 = 1500 ml AMDK AquaPipet tetes ukuran besar 5 buahSarung

tangan dan masker

Dilakukan sebanyak 8 Run

( Hari Tiarasti )

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat kesehatan dankesempatan-

Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Analisa Airdengan baik. Adapun tujuan dari pembuatan laporan

praktikum ini adalah untuk melengkap i tugas akhir praktikum Kimia Analisa dan sebagai syarat untuk mengikutipraktik um

selanjutnya.Ucap an terimakasih saya sampaikan kepada:1. Kepala Laboratorium Kimia Analisa Ibu Dr. Maulida, ST, MSc.2. Kak Hari Tiarasti selaku asisten

modul Analisa Air yang telah membantumemb erikan arahan selama praktikum.3. Orang tua yang telah memeberikan dukungan baik

secara moril maupunmateril.4. Rekan-rekan yang telah membantu dan memberikan semangat selamaberjalann ya praktikum, terutama rekan

kelompok VIII, Syahri Dani danTommy Arisa P.Laporan ini ditulis berdasarkan percobaan yang telah dilakukan. Masih banyak terdapat

kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, praktikan sangatmenghara pkan saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan

ini memberikanmanf aat bagi pembaca. Akhir kata praktikan mengucapkan terima kasih.Medan, 2

010Praktikan,Nur ul Azmi

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

BAB IPENDAHUL UAN

1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat primer bagi manusia. Kebutuhan akan air bersih semakin bertambah. Saat

ini, banyak pabrik industri yang membuang air limbahnya ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini dapat menimbulkanpe ncemaran air

dan menurunkan kualitas air tersebut untuk digunakan ataupundikonsu msi. Selain itu, dapat merusak kesehatan karena kandungankandungan

zatberbahaya/zat kimia yang terdapat dalam air tersebut. Untuk mengetahui tingkatkelayakan konsumsi air, maka perlu adanya analisa

air. Analisa air merupakananalis a yang sering digunakan dalam industri pengolahan air, baik air minum, air bersih, maupun air limbah. Analisa

air dilakukan dengan cara titrasi denganmenggun akan asam sulfat yang telah distandarisasi/ diencerkan terlebih

dahulu(Anonim,2 008c). 1.2 Tujuan Tujuan dari percobaan analisa air adalah:1. Mengetahui alkalinitas air.2. Mengetahui cara menganalisa air

dengan prinsip titrasi dengan asam-basa.3. Mengetahui standar air bersih yang layak untuk dikonsumsi. 1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam percobaan analisa air ini adalah bagaimana caramenentukan alkalinitas air menggunakan metode titrasi dengan asam

sulfat sebagaititran dan indikator warna berupa metil jingga. 1.4 Manfaat Adapun manfaat dari percobaan ini adalah:

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa


1. Praktikan dapat mengetahui kadar alkalinitas dari suatu sampel

air melaluimetode titrasi.2. Praktikan mendapatkan pemahaman mengenai cara menganalisa air denganprinsip titrasi asam-

basa.3. Praktikan dapat mengetahui bagaimana standar air bersih yang layak untuk dikonsumsi . 1.5 Ruang Lingkup

Praktikum Kimia Analisa dengan modul percobaan Analisa Air dilakukan diLaboratorium Kimia Analisa, Fakultas Teknik, Departemen

Teknik Kimia,Universita s Sumatera Utara dan dalam kondisi ruangan:Tempera tur : 30


o

CTekanan udara : 760

mmHgBahanbahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah AMDK Aqua , air Sungai Cemara, air parit depan warkop,

indikator metil jingga, dan H


2

SO
4

1,5 N.Peralatanperalatan yang digunakan adalah beaker glass ,

buret, statif dan klem,erlenmeyer, gelas ukur, corong, dan pipet tetes.

Nurul Azmi/ 090405013Labo

ratorium Kimia Analisa

BAB IIIMETODOL OGI PERCOBAAN


3.1 Bahan3.1.1 Air (H
2

O)a. Sifat Fisika 1. Berat molekul : 18,01528(33) gr/mol2 . Densitas : 1000 kg/m
3

, cair (4
o

C)3 . T i t i k lebur : 0
o

C4 . T i t i k didih : 100
o

C5 . V i s k o s i t a s : 0,001 Pa.s pada suhu 20


o

C6. Kalor jenis : 4184 J/ (kgK) (cairan pada 20 C)7. Tekanan : 100 KPa (tidak berasa, berbau, dan berwarna)8. Temperatur :

273,15 K (tidak berasa, berbau, dan berwarna) b. Sifat Kimia 1. Larut dalam etanol2. Tidak larut dalam minyak 3. Air mengalami elektrolisis4.

Bersifat polar 5. Bukan merupakan pengoksidasi yang kuat6. Merupakan pelarut yang universal(Anoni m, 2009h).

3.1.2 Indikator Metil Jingga (C


14

H
14 3

N NaO
3

S)a. Sifat Fisika

1. Rumus molekul : C
14

H
14

NaO
3

S2. Berat molekul : 327,33 gr/mol3 .

Densitas : 1,28 gr/cm


3

, padat4 . T i t i k lebur : > 300


o

C5 . T i t i k didih :

Terdekomposi si

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa


b. Sifat Kimia 1. Trayek pH 3,1 4,42. Berwarna

merah pada suasana asam3. berwarna kuning pada suasana basa4. Larut dalam air panas5. Lebih banyak digunakan untuk titrasi pada suasana

asam(Anonim, 2010b). 3.1.3 Asam Sulfat (H


2

SO
4

)a. Sifat Fisika 1. Berat molekul :

98,08 gr/mol2 . Densitas : 1,84 gr/cm


3

, cair 3 . T i t i k lebur : 10
o

C4 . T i t i k didih : 337
o

C5 . Viskositas : 26,7 cP6 . Keasaman : - 3 7. Kelarutan dalam air : Tercampur penuh8. Bereaksi dengan air Reaksi :H

SO
4

+H
2

OH
3

O + HSO
4-

b. Sifat Kimia 1. Merupakan cairan yang

higroskopis2. Merupakan asam kuat3. Merupakan asam bervalensi dua4. Bersifat korosif pada logam5. Terurai dengan 95% etil alcohol6. Reaksi

hidoskopik sangat eksotermik 7. Bereaksi dengan basa menghasilkan garam sulfat(Anonim, 2010a).

3.2 Alat3.2.1 Alat dan Fungsi 1. Statif dan klem

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

Fungsi : sebagai tempat menggantungkan/ menjepit buret.2 . B u r e t Fungsi : untuk mentitrasi sampel.3 . Erlenmeyer Fungsi : sebagai wadah larutan

yang akan dititrasi.4. Gelas ukur Fungsi : untuk mengukur volume bahan yang akan digunakan. 5. Beaker glass Fungsi : sebagai wadah untuk

bahan-bahan yang digunakan.6. Corong kacaFungsi : sebagai alat bantu untuk menuang cairan ke buret.7. Pipet tetesFungsi :

untuk mengambil zat dalam jumlah kecil. 3.2.2 Gambar Rangkaian Alat Gambar 3.1 Rangkaian PeralatanKeteran gan gambar :1. Statif besi dan

klem2. Buret3. Erlenmeyer 4. Beaker glass 5. Gelas ukur 6. Corong kaca7. Pipet tetes

Nurul Azmi/ 090405013Labo

ratorium Kimia Analisa

3.3 Prosedur Praktikum3.3.1 Analisa Alkalinitas

1. 50 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.2. Tiga tetes metil jingga ditambahkan ke dalam larutan.3.

Larutan dititrasi dengan H


2

SO
4

1,5 N hingga larutan berwarna orange .4. Volume H


2

SO

1,5 N hingga berwarna orange dicatat.5. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali untuk masingmasing sampel.6.

Volume rata-rata H
2

SO
4

1,5 N dihitung.7. Kadar alkalinitas dihitung dengan rumus:Alkalinitas (mg/L) =


sampelSOHSOH

VxNV
4242

x 1000 x 50,4

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa Nurul Azmi/ 090405013Labo

ratorium Kimia Analisa


Ya 3.4 Flowchart3.4.1 Flowchart Analisa Alkalinitas Air Sungai Cemara Tidak YaGambar 3.2 Flowchart Analisa Alkalinitas Air Sungai Cemara Nurul Azmi/ 090405013Laboratorium Kimia Analisa Ditambahkan 3 tetes indikator metiljinggaDititrasi dengan H 2 SO 4 1,5 NDicatat volume H 2 SO 4 1,5 N yang terpakaiSelesai Apakah warna larutanmenjadi orange ?Dimasukkan 50 ml air Sungai Cemara ke dalamerlenmeyer Percobaan dilakukan sebanyak tiga kaliDihitung kadar alkalinitasMulai

Ya 3.4.2 Flowchart Analisa Alkalinitas Air Parit di Depan Warkop Tidak YaGambar 3.3 Flowchart Analisa Alkalinitas Air Parit di Depan Warkop Nurul Azmi/ 090405013Laboratorium Kimia Analisa Ditambahkan 3 tetes indikator metiljinggaDititrasi dengan H 2 SO 4 1,5 NDicatat volume H

2 SO 4 1,5 N yang terpakaiSelesai Apakah warna larutanmenjadi orange ?Dimasukkan 50 ml air parit ke dalam erlenmeyer Percobaan dilakukan sebanyak tiga kaliDihitung kadar alkalinitasMulai

3.4.3 Flowchart Analisa Alkalinitas Air Aqua Tidak YaGambar 3.4 Flowchart Analisa Alkalinitas Air Minum Aqua Nurul Azmi/ 090405013Laboratorium Kimia Analisa Ditambahkan 3 tetes indikator metiljinggaDititrasi dengan H 2 SO 4 1,5 NDicatat volume H 2 SO 4 1,5 N yang terpakaiSelesaiApakah warna larutanmenjadi orange ?Dimasukkan 50 ml air Aqua ke dalam erlenmeyer Percobaan dilakukan sebanyak tiga kaliDihitung kadar alkalinitasMulai

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASA N

4.1 Hasil Hasil yang diperoleh setelah melakukan percobaan adalah sebagai berikut : 4.1.1 Data Air Sungai Cemara

Tabel 4.1 Data Titrasi Air Sungai

Air SungaiC e m a r a Run I RunIIRunIIIRunI V R u n V RunVIRunVIIRu nVIIIvolume H


2

SO
4

0,4ml 0 , 3 m l 0,2ml 0,2ml 0 , 2 m l 0,3ml 0 , 2 m l 0,2mlV o lume Ratarata 0 , 2 5 m l Alkali nitas 378 mg/L

4.1.2 Data Air Parit di Depan Warkop Tabel 4.2 Data Titrasi Air Kolam

Air Parit Run I RunIIRunIIIRunIV RunVRunVIRunVII RunVIIIvolume H


2

SO
4

0,6ml 0 , 5 m l 0,5ml 0,6ml 0 , 5 m l 0,4ml 0,5ml 0,5mlV o l u m e Rata-rata 0 , 5 1 2 5 m l Alk alinitas 774,9mg/L

4.1.3 Data Air Minum Aqua Tabel 4.3 Data Titrasi Air Minum

Air Aqua Run I RunIIRunIIIRunIV RunVRunVIRunVII RunVIIIVolume H


2

SO
4

02ml 0,2ml 0,2ml 0,2ml 0 , 2 m l 0,3ml 0,3ml 0 , 3 m l Volume Rata-rata 0,2375mlA l k a l i nitas 359,1mg/L

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

4.2 Pembahasan Alkalinitas menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menerima ion hidrogen(atau untuk menetralisir

asam) dan merupakan suatu lawan langsung darikemasaman. Alkalinitas juga merupakan suatu ukuran dari konsentrasi totalsenyawa-

senyawa alkalin (basa) yang terlarut dalam air (Anonim,2009b). Dalam percobaan ini, analisa alkalinitas dilakukan terhadap tiga sampel.

Sampelpertama adalah air yang diambil dari air parit depan warkop , sampel kedua adalahair yang diambil dari sungai Cemara dan sampel yang

ketiga adalah AMDK (Air Minum dalam Kemasan) Aqua .Proses pertama dalam percobaan ini adalah

menyediakan larutan H
2

SO
4

1,5 N.Setelah itu, masukkan 100 ml sampel air ke dalam erlenmeyer.

Kemudian, prosesterakhir adalah mentitrasi sampel yang telah ditetesi 3 tetes indikator metil jinggadengan larutan H
2

SO
4

sampai terjadi perubahan warna.Hasil titrasi menunjukkan volume rata-rata dari H


2

SO
4

yang terpakai padasampel I adalah 0,5125 ml, pada sampel II adalah 0,25 ml dan pada sampel III adalah0,2375 ml.

4.2.1 Pembahasan pada Sampel Air Sungai Cemara Kurva titrasi H


2

SO
4

1,5 N terhadap air Sungai Cemara

sebanyak 8 kalipengulangan:
00,10,20,30,40,50 2 3 4 6 7 8
run

Volume asam sulfa

Gambar 4.1
Kurva Titrasi H
2

SO
4

1,5 N pada Air Sungai Cemara sebanyak 8kali

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

PengulanganAlka linitas secara umum

menunjukkan konsentrasi basaatau bahan yangmampu menetralisir keasaman dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebutsebagai

besaran yang menunjukkan kapasitas pembuffer -an dari ion bikarbonat, dansampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida

dalam air.Dari data yangdiperoleh, didapat volume H


2

SO
4

sebanyak 0,25 ml dan kadar alkalinitas air

SungaiCemara sebanyak 378 mg/L. Dari grafik, dapat dilihat bahwa titik maksimum beradapada run percobaan 1 yaitu dengan volume H

SO
4

sebanyak 0,4 ml. (Anonim,2009b) 4.2.2 Pembahasan pada Sampel Air Parit di Depan Warkop Kurva titrasi H
2

SO
4

1,5 N terhadap air parit di depan warkop sebanyak 8 kalipengulangan:


00,10,20,30,40,50,60,70 1 2 3 4 5 6 7 8
run

Volume asam sulfat

Gambar 4.2 Kurva titrasi H


2

SO
4

1,5 N terhadap air parit di depanwarkopseba nyak 8 kali pengulanganAlka

linitas merupakan penyangga ( buffer ) perubahanpH air dan indikasi kesuburan yang diukur dengan kandungankarbon at. Alkalinitas

adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahanasamtan pa penurunan nilai pH larutan


.

Alkalinitas dariair bisa didefinisikan

sebagaikapasitasn ya terhadap asam netral. Zat alkali di dalamair termasuk hidroksida. Alk alinitas dapat dideteksi oleh rasanya yang asam

danmereka menyebabkan kertas lakmus merah menjadi biru ( pH

test paper ).

Dari dataNurul Azmi/ 090405013 Lab oratorium Kimia Analisa

yang diperoleh, didapat volume H


2 4

SO sebanyak 0,5125 ml dankadar alkalinitas air

Parit di Depan Warkop sebanyak 774,9 mg/L


Dari grafik, dapat dilihat bahwa titik maksimum berada pada run

percobaan 1 dan 4yaitu dengan volume H


2

SO
4

sebanyak 0,6 ml. (Anonim,2009c)

4.2.3 Pembahasan pada Sampel AMDK Aqua Kurva titrasi H


2

SO
4

1,5 N terhadap AMDK Aqua

sebanyak 8 kalipengulangan:
00,10,20,30,40 2 3 4 6 7 8
run

1 5

Volume asam sulfat

Gambar 4.3 Kurva titrasi H


2

SO
4

1,5 N terhadap AMDK Aqua sebanyak 8 kalipengulangan Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air, Secara

khususalkalinita s sering disebut sebagai besaran yang menunjukkanka pasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu

ion karbonatdanhidr oksidadalam air. Ketiga ion tersebut dalam air akan bereaksi dengan ionhydrogen sehingga menurunkan

kemasaman dan menaikkan pH.Alkalinitas optimal pada nilai 90-150 ppm. Alkalinitas rendah diatasi denganpengapura n dosis 5 ppm. Dan jenis kapur

yang digunakan disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat pH air tinggi, serta disesuaikandeng

an keperluan dan fungsinya (Anonim,2009c).

Dari data yang diperoleh, didapat


volume H
2

SO
4

sebanyak 0,2375ml dan kadar alkalinitas AMDK Aqua sebanyak 359,1 mg/L.

Nurul Azmi/ 090405013Labo

ratorium Kimia Analisa

Penentuan alkalinitas dilakukan terhadap tiga sampel, yaitu air sungaiCemara, airParit di Depan Warkop, dan AMDK Aqua. Proses

pertama yangdilakukan dalam percobaan ini adalah menyediakan larutan H


2

SO
4

1,5 N laludiencerkan. Kemudian masukkan 100 ml sampel air ke dalam erlenmeyer,tamb ahkan tiga tetes metil jingga.

Setelah itu, titrasi dengan larutan H


2

SO
4

yang telahdiencerkan tadi hingga terjadi perubahan warna menjadi

orange .Hasil titrasi menunjukkan volume rata-rata H


2

SO
4

yang terpakai pada sampelI

adalah 0,25 ml, pada sampel II adalah 0,5125 ml, dan pada sampel III adalah0,2375 ml.

Dan

kadar alkalinitas pada sampel I adalah 378 mg/L,sampel II adalah 774,9 mg/L, dan sampel III adalah 359,1

mg/L.Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

BAB VKESIMPUL

AN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari percobaan yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:1. Analisa

alkalinitas dari air dilakukan berdasarkan prinsip titrasi asam-basa.2. Alkalinitas air Sungai Cemara adalah 378 mg/L, pada air Parit di

DepanWarkop adalah 774,9 mg/L, dan pada air AMDK Aqua adalah 359,1 mg/L.3. Alkalinitas merupakan suatu ukuran dari konsentrasi total

senyawasenyawaalkalin (basa) yang terlarut dalam air.4. Volume H


2

SO
4

yang terpakai pada percobaan

untuk sampel I, II dan IIIdalam 8 kali pengulangan memiliki variasi nilai yang berbeda. 5.2 Saran Saran yang dapat saya sampaikan untuk

praktikan percobaan analisis air selanjutnya adalah :1. Dalam menentukan volume sampel maupun zat pentiter, praktikan

harusbenar-benar teliti. Karena jika kelebihan volume, maka akan didapat % ralatyang besar.2. Praktikan harus lebih teliti dalam mengamati perubahan warna

yang terjadi saatpentitrasian.3 . Sebelum melakukan praktikum, alatalat yang ingin digunakan sebaiknya dicuciterlebih dahulu. Agar

apabila ada zat yang tersisa, zat tersebut tidak bereaksi denganzat lain yang akan kita pergunakan.4. Praktikan harus lebih hati-hati dalam

menggunakan buret dan harus teliti dalammembaca skala pada buret.5. Praktikan harus selalu menjaga kebersihan dan sikap selama di

dalam laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa


Anonim. 2008a.

AMDK . http://zeofilit.wo rdpress.com.Diak ses : 17 November 2010. Anonim. 2008b. Kualitasproduksi air . http://fujiro.com.

Diakses : 17 November 2010. Anonim. 2008c. Pengolahan air limbah . http://majarimaga zine.com. Diakses : 17 November

2010Anonim. 2008d. Penyediaan Air Bersih . http://arasykasu mo.blogspot.com. Diakses : 17 November 2010Anonim. 2009a.

Air bersih . http://id.wikipedi a.org.Diak ses : 17 November 2010. Anonim. 2009b. Alkalinitas . http://maswira.w

ordpress.com. Diakses : 17 November 2010. Anonim. 2009c. Alkalinitas air . http://id.wikiped ia.org.Diakses : 17 November 2010.Anonim. 2009d.

Kesadahan . http://sodiycxacu n-blogspot.com. Diakses : 17November 2010.Anonim. 2009e. Kesadahan air

. http://id.wikiped ia.org.Diakses : 17 November 2010.Anonim, 2009f. Selokan. http://id.wikipedi a.org.. Diak ses : 18 November

2010.Anonim. 2009g. Sungai . http://translate.g oogle.co.id. Diakses : 17 November 2010. Anonim. 2009g. Water

. http://id.wikiped ia.org. Diakses : 17 November 2010. Anonim. 2010a. Asam sulfat . http://id.wikipedi a.org Diakses : 17 November

2010 Anonim. 2010b. Methyl orange. http://id.wikipedi a.org.Diakses : 30 Agustus 2010.Anonim. 2010c. Pengelolaan Air Tanah Sistem

Dam Parit untuk Pertanaman Jagung di Lahan Lebak. http://balittr a.litb ang.deptan.go.id. Diakses : 17 November 2010.Anonim. 2010d.

Sungai. http://id.wikipedi a.org. Diakses: 19 November 2010Suparni. 2009. Limbah cair. http://www.che m-is-try.org.

Diakses : 18 November 2010.

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

LAMPIRAN ADATA PRAKTIKUM

Data yang diperoleh setelah melakukan percobaan adalah sebagai berikut : L.A .1 Data Air Sungai Cemara Tabel A.1 Data Titrasi Air Sungai

Air SungaiC e m a r a Run I RunIIRunIIIRunI VRunVRunVIRunV IIRunVIIIvolume H


2 4

SO 0,4ml 0 , 3 m l 0,2ml 0,2ml 0 , 2 m l 0,3ml

0 , 2 m l 0,2mlVolu me Rata-rata0,25ml

L.A .2 Data Air Parit di Depan Warkop Tabel A.2 Data Titrasi Air Parit

Air Parit Run I RunIIRunIIIRunIV

RunVRunVIRunVII RunVIIIvolume H
2 4

SO 0,6ml 0 , 5 m l 0,5ml 0,6ml 0 , 5 m l 0,4ml 0,5ml 0 , 5 m l Volume Rata-rata 0,5125ml

L.A .3 Data Air Minum Aqua Tabel A.3 Data Titrasi Air Minum

Air Aqua Run I RunIIRunIIIRunIV RunVRunVIRunVII RunVIIIVolume H


2

SO
4

02ml 0,2ml 0,2ml 0,2ml 0 , 2 m l 0,3ml 0,3ml 0 , 3 m l Volume Rata-rata 0,2375ml

Nurul Azmi/ 090405013Labo

ratorium Kimia Analisa

LAMPIRAN BPERHITUN GAN


LB. 1 Kadar Alkalinitas Air sungai Alkalinitas =
sampelSOHSOH

VxNV
4242

x 1000 x 50,4Alkalinitas =
504,5010005,125,0
xxx

Alkalinitas = 378 mg/L LB. 2 Kadar Alkalinitas Air Parit Alkalinitas =


sampelSOHSOH

VxNV
4242

x 1000 x 50,4Alkalinitas =
504,5010005,15125,0
xxx

Alkalinitas = 774,9 mg/L LB. 3 Kadar Alkalinitas Air Minum

Alkalinitas =
sampelSOHSOH

VxNV
4242

x 1000 x 50,4Alkalinitas =
504,5010005,12375,0
xxx

Alkalinitas = 359,1 mg/L

LAMPIRAN C

Nurul Azmi/ 090405013Labo ratorium Kimia Analisa

http://www.scribd.com/doc/44680077/LAPORAN-Analisa-Air-Jme

Total dissolved solids


From Wikipedia, the free encyclopedia Jump to: navigation, search

Bottled mineral water usually contains higher TDS levels than tap water

Total Dissolved Solids (often abbreviated TDS) is a measure of the combined content of all inorganic and organic substances contained in a liquid in: molecular, ionized or microgranular (colloidal sol) suspended form. Generally the operational definition is that the solids must be small enough to survive filtration through a sieve the size of two micrometer. Total dissolved solids are normally discussed only for freshwater systems, as salinity comprises some of the ions constituting the definition of TDS. The principal application of TDS is in the study of water quality for streams, rivers and lakes, although TDS is not generally considered a primary pollutant (e.g. it is not deemed to be associated with health effects) it is used as an indication of aesthetic characteristics of drinking water and as an aggregate indicator of the presence of a broad array of chemical contaminants. Primary sources for TDS in receiving waters are agricultural and residential runoff, leaching of soil contamination and point source water pollution discharge from industrial or sewage treatment plants. The most common chemical constituents are calcium, phosphates, nitrates, sodium, potassium and chloride, which are found in nutrient runoff, general stormwater runoff and runoff from snowy climates where road de-icing salts are applied. The chemicals may be cations, anions, molecules or agglomerations on the order of one thousand or fewer molecules, so long as a soluble micro-granule is formed. More exotic and harmful elements of TDS are pesticides arising from surface runoff. Certain naturally occurring total dissolved solids arise from the weathering and dissolution of rocks and soils. The United States has established a secondary water quality standard of 500 mg/l to provide for palatability of drinking water. Total dissolved solids are differentiated from total suspended solids (TSS), in that the latter cannot pass through a sieve of two micrometers and yet are indefinitely suspended in solution. The term "settleable solids" refers to material of any size that will not remain suspended or dissolved in a holding tank not subject to motion, and excludes both TDS and TSS.[1] Settleable solids may include larger particulate matter or insoluble molecules.

Contents
[hide] 1 Measurement of TDS 2 Hydrological

simulation 3 Practical implications 4 Water classification 5 References 6 See also 7 External links

[edit] Measurement of TDS


The two principal methods of measuring total dissolved solids are gravimetry and conductivity. Gravimetric methods are the most accurate and involve evaporating the liquid solvent to leave a residue that can subsequently be weighed with a precision analytical balance (normally capable of .0001 gram accuracy). This method is generally the best, although it is time-consuming and leads to inaccuracies if a high proportion of the TDS consists of low boiling point organic chemicals, which will evaporate along with the water. If inorganic salts comprise the great majority of TDS, gravimetric methods are appropriate. Electrical conductivity of water is directly related to the concentration of dissolved ionized solids in the water. Ions from the dissolved solids in water create the ability for that water to conduct an electrical current, which can be measured using a conventional conductivity meter or TDS meter. When correlated with laboratory TDS measurements, conductivity provides an approximate value for the TDS concentration, usually to within ten-percent accuracy.

[edit] Hydrological simulation


See also: Hydrological transport model

Pyramid Lake, Nevada receives dissolved solids from the Truckee River.

Hydrologic transport models are used to mathematically analyze movement of TDS within river systems. The most common models address surface runoff, allowing variation in land use type, topography, soil type, vegetative cover, precipitation, and land management practice (e.g. the application rate of a fertilizer). Runoff models have evolved to a good degree of accuracy and permit the evaluation of alternative land management practices upon impacts to stream water quality.

Basin models are used to more comprehensively evaluate total dissolved solids within a catchment basin and dynamically along various stream reaches. The DSSAM model was developed by the U.S. Environmental Protection Agency (EPA).[2] This hydrology transport model is actually based upon the pollutant-loading metric called "Total Maximum Daily Load" (TMDL), which addresses TDS and other specific chemical pollutants. The success of this model contributed to the Agencys broadened commitment to the use of the underlying TMDL protocol in its national policy for management of many river systems in the United States.[3]

[edit] Practical implications

Aquarium at Bristol Zoo, England. Maintenance of filters becomes costly with high TDS.

High TDS levels generally indicate hard water, which can cause scale buildup in pipes, valves, and filters, reducing performance and adding to system maintenance costs. These effects can be seen in aquariums, spas, swimming pools, and reverse osmosis water treatment systems. Typically, in these applications, total dissolved solids are tested frequently, and filtration membranes are checked in order to prevent adverse effects. In the case of hydroponics and aquaculture, TDS is often monitored in order to create a water quality environment favorable for organism productivity. For freshwater oysters, trouts, and other high value seafood, highest productivity and economic returns are achieved by mimicking the TDS and pH levels of each species' native environment. For hydroponic uses, total dissolved solids is considered one of the best indices of nutrient availability for the aquatic plants being grown. Because the threshold of acceptable aesthetic criteria for human drinking water is 100 mg/l, there is no general concern for odor, taste, and color at a level much lower than is required for harm. A number of studies have been conducted and indicate various species' reactions range from intolerance to outright toxicity due to elevated TDS. The numerical results must be interpreted cautiously, as true toxicity outcomes will relate to specific chemical constituents. Nevertheless, some numerical information is a useful guide to the nature of risks in exposing aquatic organisms or terrestrial animals to high TDS levels. Most aquatic ecosystems involving mixed fish fauna can tolerate TDS levels of 1000 mg/l.[4]

Daphnia magna with eggs

The Fathead minnow (Pimephales promelas), for example, realizes an LD50 concentration of 5600 ppm based upon a 96 hour exposure. LD50 is the concentration required to produce a lethal effect on 50 percent of the exposed population. Daphnia magna, a good example of a primary member of the food chain, is a small planktonic crustacean, about five millimeters in length, having an LD50 of about 10,000 ppm TDS for a 96 hour exposure.[5] Spawning fishes and juveniles appear to be more sensitive to high TDS levels. For example, it was found that concentrations of 350 mg/l TDS reduced spawning of Striped bass (Morone saxatilis) in the San Francisco Bay-Delta region, and that concentrations below 200 mg/l promoted even healthier spawning conditions.[6] In the Truckee River, EPA found that juvenile Lahontan cutthroat trout were subject to higher mortality when exposed to thermal pollution stress combined with high total dissolved solids concentrations.[2] For terrestrial animals, poultry typically possess a safe upper limit of TDS exposure of approximately 2900 mg/l, whereas dairy cattle are measured to have a safe upper limit of about 7100 mg/l. Research has shown that exposure to TDS is compounded in toxicity when other stressors are present, such as abnormal pH, high turbidity, or reduced dissolved oxygen with the latter stressor acting only in the case of animalia.[7]

[edit] Water classification


Water can be classified by the amount of TDS per litre:[8]
fresh water < 1500 mg/L TDS brackish water 1500 to 5000 mg/L TDS saline water > 5000 mg/L TDS

http://en.wikipedia.org/wiki/Total_dissolved_solids

Total suspended solids is a water quality measurement usually abbreviated TSS. It is listed as a conventional pollutant in the U.S. Clean Water Act. This parameter was at one time called non-filterable residue (NFR), a term that refers to the identical measurement: the dryweight of particles trapped by a filter, typically of a specified pore size. However, the term "non-filterable" suffered from an odd (for science) condition of usage: in some circles (Oceanography, for example) "filterable" meant the material retained on a filter, so non-

filterable would be the water and particulates that passed through the filter. In other disciplines (Chemistry and Microbiology for examples) and dictionary definitions, "filterable" means just the opposite: the material passed by a filter, usually called "Total dissolved solids" or TDS. Thus in chemistry the non-filterable solids are the retained material called the residue.

Contents
[hide] 1 Measurement 2 Definition problems 3 See also 4 References

[edit] Measurement
TSS of a water sample is determined by pouring a carefully measured volume of water (typically one litre; but less if the particulate density is high, or as much as two or three litres for very clean water) through a pre-weighed filter of a specified pore size, then weighing the filter again after drying to remove all water. Filters for TSS measurements are typically composed of glass fibres.[1] The gain in weight is a dry weight measure of the particulates present in the water sample expressed in units derived or calculated from the volume of water filtered (typically milligrams per litre or mg/l). Recognise that if the water contains an appreciable amount of dissolved substances (as certainly would be the case when measuring TSS in seawater), these will add to the weight of the filter as it is dried. Therefore it is necessary to "wash" the filter and sample with deionized water after filtering the sample and before drying the filter. Failure to add this step is a fairly common mistake made by inexperienced laboratory technicians working with sea water samples, and will completely invalidate the results as the weight of salts left on the filter during drying can easily exceed that of the suspended particulate matter. Although turbidity purports to measure approximately the same water quality property as TSS, the latter is more useful because it provides an actual weight of the particulate material present in the sample. In water quality monitoring situations, a series of more labor intensive TSS measurements will be paired with relatively quick and easy turbidity measurements to develop a site-specific correlation. Once satisfactorily established, the correlation can be used to estimate TSS from more frequently made turbidity measurements, saving time and effort. Because turbidity readings are somewhat dependent on particle size, shape, and color, this approach requires calculating a correlation equation for each location. Further, situations or conditions that tend to suspend larger particles through water motion (e.g., increase in a stream current or wave action) can produce higher values of TSS not necessarily accompanied by a corresponding increase in turbidity. This is because particles above a certain size (essentially anything larger than silt) are not measured by a bench turbidity meter (they settle out before the reading is taken), but contribute substantially to the TSS value.

[edit] Definition problems


Although TSS appears to be a straightforward measure of particulate weight obtained by separating particles from a water sample using a filter, it suffers as a defined quantity from the fact that particles occur in nature in essentially a continuum of sizes. At the lower end, TSS relies on a cut-off established by properties of the filter being used. At the upper end, the

cut-off should be the exclusion of all particulates too large to be "suspended" in water. However, this is not a fixed particle size but is dependent upon the energetics of the situation at the time of sampling: moving water suspends larger particles than does still water. Usually it is the case that the additional suspended material caused by the movement of the water is of interest. These problems in no way invalidate the use of TSS; consistency in method and technique can overcome short-comings in most cases. But comparisons between studies may require a careful review of the methodologies used to establish that the studies are in fact measuring the same thing. TSS in mg/L can be calculated as:
(dirty pad weight in grams - clean pad weight in grams)/ ml of sample * 1,000,000

[edit] See also


Bed load Settleable solids Turbidity Water pollution Water quality

[edit] References
1. ^ Michaud, Joy P. (1994). "Measuring Total Suspended Solids and Turbidity in lakes and streams." A Citizen's Guide to Understanding and Monitoring Lakes and Streams. State of Washington, Department of Ecology. Moran, Joseph M.; Morgan, Michael D., & Wiersma, James H. (1980). Introduction to Environmental Science (2nd ed.). New York: W.H. Freeman. Clescerl, Leonore S.(Editor), Greenberg, Arnold E.(Editor), Eaton, Andrew D. (Editor). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater (20th ed.) American Public Health Association, Washington, DC. ISBN 0-87553-235-7. This is also available on CD-ROM and online by subscription Ramsey, Justin. 2001. Design of septic tanks design summary series. National Association of Wastewater Transporters. Scandia, MN (1998). Introduction to Proper Onsite Sewage Treatment.

Biochemical oxygen demand


From Wikipedia, the free encyclopedia (Redirected from Biological oxygen demand) Jump to: navigation, search

Biochemical oxygen demand or BOD is a chemical procedure for determining the amount of dissolved oxygen needed by aerobic biological organisms in a body of water to break down organic material present in a given water sample at certain temperature over a specific

time period. It is not a precise quantitative test, although it is widely used as an indication of the organic quality of water.[1] It is most commonly expressed in milligrams of oxygen consumed per litre of sample during 5 days of incubation at 20 C and is often used as a robust surrogate of the degree of organic pollution of water. BOD can be used as a gauge of the effectiveness of wastewater treatment plants. It is listed as a conventional pollutant in the U.S. Clean Water Act.

Contents
[hide] 1 The BOD5 test 1.1 Dilution method 1.2 Manometric method 2.1 Toxicity 2.2 Appropriate Microbial Population

2 Test Limitations

3 History of the use of BOD 4 Typical BOD values 5 BOD Biosensor 6 BOD Software sensor 7 See also 8 References 9 Notes 10 External links

[edit] The BOD5 test


There are two commonly recognized methods for the measurement of BOD.

[edit] Dilution method


To ensure that all other conditions are equal, a very small amount of micro-organism seed is added to each sample being tested. This seed is typically generated by diluting activated sludge with de-ionized water. The BOD test is carried out by diluting the sample with oxygen saturated de-ionized water, inoculating it with a fixed aliquot of seed, measuring the dissolved oxygen (DO) and then sealing the sample to prevent further oxygen dissolving in. The sample is kept at 20 C in the dark to prevent photosynthesis (and thereby the addition of oxygen) for five days, and the dissolved oxygen is measured again. The difference between the final DO and initial DO is the BOD. The loss of dissolved oxygen in the sample, once corrections have been made for the degree of dilution, is called the BOD5. For measurement of carbonaceous BOD (cBOD), a nitrification inhibitor is added after the dilution water has been added to the sample. The inhibitor hinders the oxidation of nitrogen. BOD can be calculated by:
Undiluted: Initial DO - Final DO = BOD Diluted: ((Initial DO - Final DO)- BOD of Seed) x Dilution Factor

BOD is similar in function to chemical oxygen demand (COD), in that both measure the amount of organic compounds in water. However, COD is less specific, since it measures everything that can be chemically oxidised, rather than just levels of biologically active organic matter.

[edit] Manometric method


This method is limited to the measurement of the oxygen consumption due only to carbonaceous oxidation. Ammonia oxidation is inhibited. The sample is kept in a sealed container fitted with a pressure sensor. A substance that absorbs carbon dioxide (typically lithium hydroxide) is added in the container above the sample level. The sample is stored in conditions identical to the dilution method. Oxygen is consumed and, as ammonia oxidation is inhibited, carbon dioxide is released. The total amount of gas, and thus the pressure, decreases because carbon dioxide is absorbed. From the drop of pressure, the sensor electronics computes and displays the consumed quantity of oxygen. The main advantages of this method compared to the dilution method are:
simplicity: no dilution of sample required, no seeding, no blank sample. direct reading of BOD value. continuous display of BOD value at the current incubation time.

[edit] Test Limitations


The test method involves variables limiting reproducibility. Tests normally show observations varying plus or minus ten to twenty percent around the mean.[2]:82

[edit] Toxicity
Some wastes contain chemicals capable of suppressing microbiological growth or activity. Potential sources include industrial wastes, antibiotics in pharmaceutical or medical wastes, sanitizers in food processing or commercial cleaning facilities, chlorination disinfection used following conventional sewage treatment, and odor-control formulations used in sanitary waste holding tanks in passenger vehicles or portable toilets. Suppression of the microbial community oxidizing the waste will lower the test result.[2]:85

[edit] Appropriate Microbial Population


The test relies upon a microbial ecosystem with enzymes capable of oxidizing the available organic material. Some waste waters, such as those from biological secondary sewage treatment, will already contain a large population of microorganisms acclimated to the water being tested. An appreciable portion of the waste may be utilized during the holding period prior to commencement of the test procedure. On the other hand, organic wastes from industrial sources may require specialized enzymes. Microbial populations from standard seed sources may take some time to produce those enzymes. A specialized seed culture may be appropriate to reflect conditions of an evolved ecosystem in the receiving waters.[2]:85-87

[edit] History of the use of BOD


The Royal Commission on River Pollution, which was established in 1865 and the formation of the Royal Commission on Sewage Disposal in 1898 led to the selection in 1908 of BOD5 as the definitive test for organic pollution of rivers. Five days was chosen as an appropriate test period because this is supposedly the longest time that river water takes to travel from source to estuary in the U.K. In 1912, the commission also set a standard of 20 ppm BOD5 as the maximum concentration permitted in sewage works discharging to rivers, provided that there was at least an 8:1 dilution available at dry weather flow. This was contained in the famous

20:30 (BOD:Suspended Solids) + full nitrification standard which was used as a yardstick in the U.K. up to the 1970s for sewage works effluent quality. The United States includes BOD effluent limitations in its secondary treatment regulations. Secondary sewage treatment is generally expected to remove 85 percent of the BOD measured in sewage and produce effluent BOD concentrations with a 30-day average of less than 30 mg/L and a 7-day average of less than 45 mg/L. The regulations also describe "treatment equivalent to secondary treatment" as removing 65 percent of the BOD and producing effluent BOD concentrations with a 30-day average less than 45 mg/L and a 7-day average less than 65 mg/L.[3]

[edit] Typical BOD values


Most pristine rivers will have a 5-day carbonaceous BOD below 1 mg/L. Moderately polluted rivers may have a BOD value in the range of 2 to 8 mg/L. Municipal sewage that is efficiently treated by a three-stage process would have a value of about 20 mg/L or less. Untreated sewage varies, but averages around 600 mg/L in Europe and as low as 200 mg/L in the U.S., or where there is severe groundwater or surface water Infiltration/Inflow. (The generally lower values in the U.S. derive from the much greater water use per capita than in other parts of the world.)[1]

[edit] BOD Biosensor


An alternative to measure BOD is the development of biosensors, which are devices for the detection of an analyte that combines a biological component with a physicochemical detector component. Biosensors can be used to indirectly measure BOD via a fast (usually <30 min) to be determined BOD substitute and a corresponding calibration curve method (pioneered by Karube et al., 1977). Consequently, biosensors are now commercially available, but they do have several limitations such as their high maintenance costs, limited run lengths due to the need for reactivation, and the inability to respond to changing quality characteristics as would normally occur in wastewater treatment streams; e.g. diffusion processes of the biodegradable organic matter into the membrane and different responses by different microbial species which lead to problems with the reproducibility of results (Praet et al., 1995). Another important limitation is the uncertainty associated with the calibration function for translating the BOD substitute into the real BOD (Rustum et al, 2008).

[edit] BOD Software sensor


Rustum et al. (2008) proposed the use the KSOM to develop intelligent models for making rapid inferences about BOD using other easy to measure water quality parameters, which, unlike BOD, can be obtained directly and reliably using on-line hardware sensors. This will make the use of BOD for on-line process monitoring and control a more plausible proposition. In comparison to other data-driven modeling paradigms such as multi-layer perceptrons artificial neural networks (MLP ANN) and classical multi-variate regression analysis, the KSOM is not negatively affected by missing data. Moreover, time sequencing of data is not a problem when compared to classical time series analysis.

[edit] See also


Chemical oxygen demand Theoretical oxygen demand Carbonaceous biochemical oxygen demand Wastewater quality indicators discusses both BOD and COD as indicators of wastewater quality.

[edit] References
Lenore S. Clescerl, Arnold E. Greenberg, Andrew D. Eaton (1999). Standard Methods for Examination of Water & Wastewater (20th ed.). Washington, DC: American Public Health Association. ISBN 0-87553-2357. Also available by online subscription at www.standardmethods.org Rustum R., A. J. Adeloye, and M. Scholz (2008) Applying Kohonen Selforganizing Map as a Software Sensor to Predict the Biochemical Oxygen Demand, Water Environment Research, 80 (1), 32 40.

[edit] Notes
1. ^ a b Clair N. Sawyer, Perry L. McCarty, Gene F. Parkin (2003). Chemistry for Environmental Engineering and Science (5th ed.). New York: McGrawHill. ISBN 0-07-248066-1. 2. ^ a b c Hammer, Mark J. (1975). Water and Waste-Water Technology. John Wiley & Sons. ISBN 0-471-34726-4. 3. ^ U.S. Environmental Protection Agency (EPA). Washington, DC. "Secondary Treatment Regulation." Code of Federal Regulations, 40 CFR Part 133.

[edit]
Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) (Biological Oxygen Demand, disingkat BOD) adalah analisis empiris untuk mengukur proses-proses biologis (khususnya aktivitas mikroorganisme yang berlangsung di dalam air. Nilai KOB merupakan suatu pendekatan umum yang menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik terlarut dan sebagian zatzat organik yang tersuspensi di dalam air. Di dalam pemantauan kualitas air, KOB merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pencemaran air. Pengukuran parameter ini dapat dilakukan pada air minum maupun air buangan.

Disinfektan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Cairan disinfektan

Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman penyakit [1] Pengertian lain dari disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung oleh disinfektan.[2][3] Disinfektan tidak memiliki daya penetrasi sehingga tidak mampu membunuh mikroorganisme yang terdapat di dalam celah atau cemaran mineral.[2] Selain itu disinfektan tidak dapat membunuh spora bakteri sehingga dibutuhkan metode lain seperti sterilisasi dengan autoklaf[4]

Daftar isi
[sembunyikan] 1 Efektivitas 2 Jenis-Jenis 2.1 Klorin 2.2 Iodin 2.3 Alkohol 2.4 Amonium Kuartener 2.5 Formaldehida 2.6 Kalium permanganat 2.7 Fenol

3 Lihat Pula 4 Referensi

[sunting] Efektivitas
Efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lama paparan, suhu, konsentrasi disinfektan, pH, dan ada tidaknya bahan pengganggu.[2] pH merupakan faktor penting dalam menentukan efektivitas disinfektan, misalnya saja senyawa klorin akan kehilangan aktivitas disinfeksinya pada pH lingkungan lebih dari 10.[2] Contoh senyawa pengganggu yang dapat menurunkan efektivitas disinfektan adalah senyawa organik.[2]

[sunting] Jenis-Jenis

[sunting] Klorin
Senyawa klorin yang paling aktif adalah asam hipoklorit.[2] Mekanisme kerjanya adalah menghambat oksidasi glukosa dalam sel mikroorganisme dengan cara menghambat enzimenzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat .[2] Kelebihan dari disinfektan ini adalah mudah digunakan, dan jenis mikroorganisme yang dapat dibunuh dengan senyawa ini juga cukup luas, meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.[2]Kelemahan dari disinfektan berbahan dasar klorin adalah dapat menyebabkan korosi pada pH rendah (suasana asam), meskipun sebenarnya pH rendah diperlukan untuk mencapai efektivitas optimum disinfektan ini.[2] Klorin juga cepat terinaktivasi jika terpapar senyawa organik tertentu.[2]

[sunting] Iodin
Iodin merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil.[5] Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih.[5] Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan sebagai disinfektan adalah iodofor.[2] Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, namun tidak aktif mematikan spora, nonkorosif, dan mudah terdispersi.[2] Kelemahan iodofor diantaranya aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebih dan mahal. Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 C.[2]

[sunting] Alkohol
Alkohol disinfektan yang banyak dipakai untuk peralatan medis, contohnya termometer oral. [4] Umumnya digunakan etil alkohol dan isopropil alcohol dengan konsentrasi 60-90%, tidak bersifat korosif terhadap logam, cepat menguap, dan dapat merusak bahan yang terbuat dari karet atau plastik.[4]

[sunting] Amonium Kuartener


Amonium kuartener merupakan garam ammonium dengan substitusi gugus alkil pada beberapa atau keseluruhan atom H dari ion NH4+nya[2]. Umumnya yang digunakan adalah en:cetyl trimetil ammonium bromide (CTAB) atau lauril dimetil benzyl klorida[2]. Amonium kuartener dapat digunakan untuk mematikan bakteri gram positif, namun kurang efektif terhadap bakteri gram negatif, kecuali bila ditambahkan dengan sekuenstran (pengikat ion logam)[2]. Senyawa ini mudah berpenetrasi, sehingga cocok diaplikasikan pada permukaan berpori, sifatnya stabil, tidak korosif, memiliki umur simpan panjang, mudah terdispersi, dan menghilangkan bau tidak sedap[2]. Kelemahan dari senyawa ini adalah aktivitas disinfeksi lambat, mahal, dan menghasilkan residu[2].

[sunting] Formaldehida
Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin, dengan konsentasi efektif sekitar 8%[4]. Formaldehida merupakan disinfektan yang bersifat karsinogenik pada konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal, dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan[4]. Senyawa ini memiliki daya inaktivasi mikroba dengan spektrum luas. Formaldehida juga dapat terinaktivasi oleh senyawa organik[4].

[sunting] Kalium permanganat


Kalium permanganat merupakan zat oksidan kuat namun tidak tepat untuk disinfeksi air[5]. Penggunaan senyawa ini dapat menimbulkan perubahan rasa, warna, dan bau pada air[5]. Meskipun begitu, senyawa ini cukup efektif terhadap bakteri Vibrio cholerae[5].

[sunting] Fenol
Fenol merupakan bahan antibakteri yang cukup kuat dalam konsentrasi 1-2% dalam air, umumnya dikenal dengan lisol dan kreolin[4][6]. Fenol dapat diperoleh melalui distilasi produk

minyak bumi tertentu[6]. Fenol bersifat toksik, stabil, tahan lama, berbau tidak sedap, dan dapat menyebabkan iritasi, [6] Mekanisme kerja senyawa ini adalah dengan penghancuran dinding sel dan presipitasi (pengendapan) protein sel dari mikroorganisme sehingga terjadi koagulasi dan kegagalan fungsi pada mikroorganisme tersebut.[6]

[sunting] Lihat Pula


Sterilisasi (mikrobiologi) Antiseptik

[sunting] Referensi
1. ^ (Inggris)Departemen Pendidikan Nasional Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed.4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Purnawijayanti HA. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 3. ^ Havard CWH. 1990. Blacks Medical Dictionary 36th edition. USA: Barnes & Noble Books. 4. ^ a b c d e f g Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. 5. ^ a b c d e Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 6. ^ a b c d Sumawinata N. Senarai Istilah Kedokteran Gigi. Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Buku

Deeper

Tunnels

To Kill a Mockingbird

The Lost Symbol

The Bartimaeus Trilogy

You might also like