You are on page 1of 5

ESAY KACAUNYA PENDIDIKAN DI PINGGIRAN

Nama Nim Mata kuliah Dosen pengampu

: Hilmi Kaukabun Naufal : 1102412081 : Kawasan Teknologi Pendidikan : Prof. Dr. Haryono, M.Psi

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012

Didunia pendidikan indonesia carut-marut sistem dan tata pelaksanaan dalam praktek lapangan sudah sangat kacau atau bisa dibilang kritis, hal ini terjadi karena bobroknya sistem pendidikan yang belum jelas tujuannya mau di bawa kemana dan bobroknya moral pelaksana pendidikan yang seharusnya membenahi sistem tersebut. Dalam pelaksanaan di lapangan pemerintah daerah lebih mendahulukan pendidikan di pusat kota dan menganaktirikan pendidikan di daerah pedesaan, sangat disayangkan karena Indonesia yang sudah mampu menyisihkan 20% dari anggaran negara masih saja terkenkadala dalam pengadaan sarana dan alat penunjang untuk kegiatan belajar mengajar didaerah pedesaan khususnya, tentu saja hal ini adalah PR untuk pemerintah agar dapat mengangkat derajat pendidikan di seluruh pelosok negri Pelaksanaan program-program pendidikan di daerah kabupaten pinggiran sering menjadi sorotan karena kurangnya perhatian dari pemerintah pusat, di kabupaten Ngawi carut-marut didunia pendidikan sudah sangat memprihatinkan mulai pemerintah pusat hingga pelaksanaan di daerah pedesaan, mulai dari program pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, masalah guru honorer, dan pelaksanaan yang sembrono para pejabat di sekolahsekolah sudah sangat memprihatinkan, miris memang melihat pemkab yang ada di perbatasan jawa timur-jawa tengah ini, seharusnya pemerintah berfikir karena bukan ajang keruk uang tetapi banyak tanggung jawab yang semestinya mereka jalankan dalam pemerintahan ini seiring hak yang mereka dapat, karena pendidikan dalah modal awal untuk menjadi bangsa yang madani yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Sebagai contoh carut-marut pendidikan di Ngawi adalah penggunaan dana BOS yang seharusnya untuk menyokong kegiatan belajar siswa secara individu belum sepenuhnya terealisasikan karna pada pelaksanaan di lapangan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) Sebagian terserap untuk kegiatan para guru, Bupati Ngawi Ir Budi Sulistyono mengatakan Bila menemukan pelanggaran pemakaian BOS dari sekolah seharusnya Pak Abimanyu (Kadindik Ngawi-red) harus tegas menindaknya, kanang ( panggilan akrab bupati ngawi) tidak mau kecolongan atas ulah bawahannya di bidang pendidikan tersebut. Para oknum guru tersebut bahkan mencantumkan dana dari BOS sebagai honor mereka, Para guru yang sudah mendapatkan tunjangan berupa sertifikasi jangan berulah yang merugikan dunia pendidikan, guru sejahtera kalau siswanya menderita apa yang terjadi coba, beber Kanang, Sebenarnya jangan meminta honor lagi nanti bisa dobel gajinya padahal para guru sudah digaji dari pemerintah, tegasnya lagi. Hal ini memang sangat meng khawatirkan dimana pemakai dana tersebut seharusnya murid bukan guru. Carut-marut selanjutnya yaitu tentang terombang-ambingnya status guru bantu atau guru honorer yang telah lama mengabdi maupun yang baru. Para guru bantu tersebut di nonaktifkan atau di berhentikan secara serentak di seluruh Ngawi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kekondusifan suasana belajar mengajar di kalangan siswa khususnya pada anak-anak sd karena, secara

tidak langsung mereka para siswa yang sudah lama diajar oleh guru honorer harus adaptasi lagi dengan gurutetap yang baru mereka kenal. Setelah pemberhentian serentak guru honorer tersebut pemerintah Ngawi memeratakan guru PNS ke sekolah-sekolah seluruh ngawi hal tersebut juga memberatkan para guru tetap karena sebagian guru di tempatkan di daerah yang jaraknya jauh hal ini sangat memberatkan bagi sebagian guru. Masalah yang sering terjadi pada dunia pendidikan yaitu sengketa lahan, seharusnya para siswa yang dapat dengan nyaman dalam belajar kini malah terombang-ambing karna tempat mereka menuntut ilmu tidak jelas setatusnya, sengketa terbaru terjadi di kecamatan Jogorogo, kabupaten Ngawi Tanah seluas 5 are yang di atasnya telah berdiri gedung SDN Kletekan III sejak 1978,kini terancam tergusur. Sebut saja Suyatno (65), waraga Desa Kletekan, Kec. Jogorogo mengaku sebagai pemilik sah atas tanah, mendasar bukti-bukti yang ada seperti SPPT, Petok dan Leter C yang tercatat di buku desa. Suyatno bersikeras untuk mengambil kembali tanah yang menurutnya adalah hak sah milik dirinya dirinya menuntut tanah tersebut tidak ngawur akan tetapi melalui mekanisme dan di dukung dokumen asli yang saat ini di tanganya. Tanah itu jelas milik bapak saya yakni Iro Sentono dan waktu mulai dibangun SD tanpa disertai dokumen yang ada, ungkap Suyatno. Terlebih hingga sekarang ini SPPT tanah SDN Kletekan III masih atas nama Iro Sentono. Hal tersebut sangat disayangkan, karena sd tersebut sudah berdiri sejak 34 tahun yang lalu tetapi kenapa nasib sd yeng ada di desa tersebut masih terombang-ambing tidak jelas. Pada tahun 2013 DPRD kota Ngawi tolak usulan penerimaan CPNS (calon pegawai negri sipil) hal ini secara langsung menyiksa guru honorer yang ada di ngawi, setelah mereka di cabut secara serentak kini mereka juga terancam tidak dapat menjadi CPNS pada tahun 2013, pemerintah seakan kurang memperhatikan nasib guru bantu tersebut padahal problem guru honorer merupakan blunder pemerintah daerah. Eksekutif dianggap lamban menyelesaikan permasalahan yang menahun itu. Kabupaten Ngawi sebenarna kekurangan tenaga kerja khususnya guru SD (sekolah dasar) menurut Data dinas terkait mencatat ada sekitar 500 guru SMP dan SMA yang diplot untuk digeser ke SD, sayang realisasinya hanya separuhnya saja. Kenyataanya masih banyak yang enggan berpindah dan menyebabkan SD pinggiran masih kekurangan tenaga pendidik. Ini merupakan PR bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah yang terjadi karena hal ini tidak bisa di biarkan berlarut-larut karna akan menimbulkan efek negatif pada masa mendatang. Pengadaan sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan belajar mengajarpun sering terhambat karna para oknum yang belum puas dengan hak yang mereka peroleh mengambil hak yang semestinya digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana tersebut, saat kita bandingkan sekolah yang ada di desa dan sekolah yang ada di kota pusat kita dapat menyimpulkan bahwa pemerataan hanya untuk sekolah yang ada di kota saja karena, sangat miris

melihat sekolah yang ada didesa yang bahkan bangunan yang dimiliki hampir rubuh dan tidak layak pakai Pengadaan sarana peningkatan mutu dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) menjadi pekerjaan berat bagi Dinas Pendidikan (Dindik) Ngawi. Dindik tak mau main-main dan melakukan seleksi ketat atas berkas yang diajukan perusahaan penyedia sarana. Salah satu alasan ketatnya seleksi juga karena banyak penyedia yang memasukkan berkas. Ada lebih 130 perusahaan, sementara hanya 52 sekolah di Ngawi yang memilih menggunakan dana DAK mereka untuk fisik dan pengadaan sarana, kata Abimanyu, Kepala Dinas Pendidikan Ngawi. DAK yang diterima Ngawi digunakan untuk 111 sekolah setingkat SD/MI. Sebagian besar menggunakan seluruh dana itu untuk membangun fisik sekolah. Hanya sekitar 52 SD atau MI memanfaatkanya untuk membangun fisik dan pengadaan pra sarana pendidikan. Rincian DAK yang diperbolehkan untuk pembelian pra sarana sebanyak Rp 60 juta dari total yang diterima Rp 255 juta. Kami sudah minta kasek memilih produk sesuai kebutuhan riil di sekolah, bukan karena ada iming-iming komisinya, kata Abimanyu. Dengan adanya DAK yang turun langsung ke daerah ini akan menjadi harapan agar mutu pendidikan di Ngawi menjadi lebih baik. Pendidikan didaerah saat ini jauh dari kata pendidikan itu sendiri karena anak-anak didik hanya di cekoki oleh mata pelajaran saja tanpa adanya pendidikan moral yang di usung, padahal pendidikan adalah ujung tombak suatu negara dan menjadi cermin negara itu sendiri. Seharusnya semua pihak saling membantu dalam pembangunan pendidikan yang morat-marit sekarang ini. Pemerintah harus mampu meningkatkan mutu pendidikan khususnya di daerah agar pendidikan didaerah tidak tertinggal dengan pendidikan yangada di kota. Pemerintah juga harus mengupayakan agar guru-guru yang menjadi pendidik benar-benar menjadi pendidik bukan hanya menjadi profesi formalitas saja karena, banyak guru yang hanya bisa mengajar bukan mendidik. Peningkatan mutu SDM (sumber daya manusia) yang ada di daerah sangat penting bagi kelangsungan peningkatan pendidikan di daerah tersebut.oleh karnanya pemerintah seharusnya lebih selektif dalam memilih tenaga pengajar yang berkualitas. Pemerintah kebanyakan hanya menyeleksi mereka yang punya banyak uang, disinilah pusat kebobrokan pendidikan yaitu penyeleksian lelang kursi yang banyak uang dia yang menang, hal ini sudah menjadi rahasia umum yang semakin lama semakin memprihatinkan. Pembenahan harus terus dilakukan mulai dari instansi yang terendah hingga pemerintah pusat, hal ini akan hanya menjadi angan jika tidak ada tindakan nyata dari semua pihak. Yang dibutuhkan adalah kesadaran dari setiap individu untuk mewujudkan negara yang dicita-citakan dalam filsafat dan ideologi negara karna tanpa kesadaran dari masing-masing individu bangsa ini

akan semakin terpuruk dan tidak akan mampu bersaing lagi dengan bangsa lain khususnya dalam bidang kependidikan

You might also like