You are on page 1of 128

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT.

Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)

Oleh

SANTY WIDYASTUTI A14103586

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN SANTY WIDYASTUTI. Analisis Pengendalian Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto. Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) merupakan salah satu minyak yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit selain CPO. Minyak inti sawit diperoleh dari biji (seed) di dalam buah kelapa sawit yang disebut inti sawit (Palm Kernel, PK). Biasanya PKO lebih banyak digunakan untuk industri oleokimia. Di Indonesia masih sedikit perusahaan kelapa sawit yang memproduksi dan menghasilkan produk turunan dari PKO. PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi minyak inti sawit (PKO). Crushing Plant (Departemen PKC) adalah salah satu unit pengolahan PT. SAP yang mengolah inti sawit untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO) sebagai produk utama dan bungkil kelapa sawit (PKM) sebagai produk sampingannya. Selama ini, Departemen PKC berproduksi berdasarkan target dan untuk memenuhi stok minyak inti sawit perusahaan (menggunakan inti sawit sebanyak 28 750 ton per bulan untuk menghasilkan 12 362.5 ton PKO). Pembelian bahan baku inti sawit, selama ini dilakukan oleh kantor pusat (HO) di Medan. Sedangkan, perencanaan dan pengadaan inti sawit dilakukan oleh bagian PPIC dan bagian logistik PT. SAP. Inti sawit dibeli dari beberapa PKS (PKS dalam satu grup dan PKS lain). Hal ini dilakukan karena PT. SAP tidak memiliki perkebunan sendiri. Selama tahun 2006 volume pemakaian bahan baku inti sawit berfluktuasi setiap bulannya. Perubahan volume pemakaian inti sawit menuntut pihak perusahaan melakukan perubahan terhadap rencana produksinya. Dampak dari naik turunnya persediaan bahan baku inti sawit, selain membuat siklus produksi perusahaan terganggu juga menyebabkan biaya produksi meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem pengadaan dan pengendalian persediaan inti sawit yang diterapkan oleh perusahaan dan menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan inti sawit yang dapat diterapkan pada perusahaan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari PT. SAP yang berlokasi di Jalan Sabar Jaya, Desa Prajin, Mariana, Musi Banyuasin Sumatera Selatan, pada bulan Juli 2006Juni 2007. Data tersebut diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan berupa laporan tahunan atau bulanan yang meliputi data historis, data biaya dan data pendukung lainnya. Selain itu ditambah dengan studi literatur berupa skripsi, makalah, laporan penelitian, dan internet. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Exel. Untuk menganalisis digunakan model MRP dengan teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB yang akan dibandingkan dengan metode perusahaan.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode perusahaan diperoleh biaya persediaan sebesar Rp 223 052 921.3 dan biaya pembelian yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 480 643 330 440. Sedangkan teknik LFL biaya persediaan sebesar Rp 54 544 851.9 dan untuk biaya pembelian inti sawit sama dengan teknik POQ dan PPB yaitu Rp 455 555 255 704. Untuk biaya persediaan POQ dan PPB berturut-turut sebesar Rp 538 275 111.8 dan Rp 208 705 799.3. Teknik EOQ biaya persediaan dan biaya pembelian yang diperoleh sebesar Rp 219 850 227.9 dan Rp 456 388 702 240. Alternatif pengendalian persediaan inti sawit di PT. SAP adalah teknik PPB, hasil perbandingan antara keempat teknik Metode MRP dengan metode perusahaan. Teknik PBB dapat menghemat biaya persediaan sebanyak 6.43 persen dan menghemat biaya pembelian sebesar 5.22 persen. Teknik ini pun sesuai dengan kondisi perusahaan karena pada teknik ini masih terdapat persediaan pada periode/minggu yang digabung dan pada teknik ini kuntitas pemesanan dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat di dukung dari kapasitas silo yang besar, kapasitas mesin, julah tenaga kerja yang cukup serta karakteristik dari inti sawit yang dapat disimpan dalam waktu yang agak lama.

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)

Santy Widyastuti A 14103586

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Penelitian

Nama Mahasiswa Nomor Pokok

: Analisis Pengendalian Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan) : Santy Widyastuti : A 14103586

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec NIP. 131 578 796

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan:

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT STUDI KASUS DI DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING PT. SINAR ALAM PERMAI (PT SAP), MARIANA, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2009

Santy Widyastuti A 14103586

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 08 November 1981 di Plaju, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan ayahanda Suwitno dan ibunda Tri Mulyati. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Taman Siswa I Sei Gerong pada tahun 1988, pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP YKPP (Yayasan Kesejahteraan Pegawai Pertamina) 3 Sei Gerong dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMU YKPP 2 Sei Gerong. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program Diploma III Program Teknisi Usaha Ternak Unggas (TUTU), Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan hingga tahun 2003. Tahun 2004 penulis diterima di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing (PKC) PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mencari metode alternatif yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan dalam pengadaan bahan baku, dengan memberikan tingkat persediaan dan biaya persediaan yang optimal serta dapat meghemat biaya pembelian bahan baku. Model pengendalian persediaan yang digunakan adalah model Material Requirement Planning (MRP) dengan teknik Lot For Lot (LFL), teknik Economic Order Quantity (EOQ), teknik Period Order Quantity (POQ), dan teknik Part Period Balancing (PPB). Model pengendalian tersebut dibandingkan dengan metode pengendalian persediaan perusahaan untuk mendapatkan alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku yang menghasilkan biaya persediaan minimum. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa hasil dari penelitian ini jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Terima kasih Bogor, Januari 2009 Santy Widyastuti A 14103586

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahhirobil Alamin Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberi bimbingan, bantuan dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan masukan selama proses penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator, atas masukannya berupa saran dan kritik dalam kolokium proposal penelitian. 3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS sebagai dosen penguji utama, yang telah memberikan kritikan dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Eva Yolanda, MM sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 5. Papa, Mama, Mas Enjen, dan adik-adikku (Supri, Jayanti dan Rama) atas segenap daya upaya yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, dorongan dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga saat ini. 6. Om Warsito dan keluarga atas bantuan ketika penulis akan melakukan penelitian di PT. SAP. 7. Ibu Jusmarni, Ibu Shintia dan Bapak Ginting sebagai pembimbing lapang penulis, terima kasih atas bimbingan dan bantuan data-datanya, Mr. Lou

sebagai general manajer yang telah mengizinkan penulis untuk penelitian di PT. SAP. serta karyawan di departemen PKC, Lab PK dan Timbangan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas ilmu, informasi dan bantuan serta bimbingan selama penulis berada di PT. SAP 8. Adik-adikku di Neo Yasmin (Nanik, Ila, Agnes, Vera, Ela, Supreh, Uke dan Arnis) atas doa, kebersamaan, keceriaan, semangat dan kasih sayang selama ini. 9. Teman-teman ekstensi (Nora, Mini, Dewi, Nde, Wawan, Novalina dan Yunita) terima kasih atas bantuan dan semangatnya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat selesai. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR ...................................................................................... i UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit ......................................................................................... 2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia ................................................. 2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit ..................................................... 2.1.3 Inti Sawit.......................................................................................... 2.1.4 Proses Pembuatan Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit, PKO) ............................................................... 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Bahan Baku ......................................................................................... 3.1.1 Pengadaan Bahan Baku ................................................................... 3.1.2 Persediaan Bahan Baku 3.1.3 Persediaan ....................................................................................... 3.1.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan ................................................. 3.1.3.2 Jenis Persediaan ........................................................................ 3.1.3.3 Biaya Persediaan ....................................................................... 3.1.3.4 Pengendalian Persediaan ........................................................... 3.1.3.5 Kebijakan Pengendalian Persediaan ......................................... 3.1.4 Model Pengendalian Persediaan ..................................................... 3.1.4.1 MRP Teknik Lot For Lot .......................................................... 3.1.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) ....................... 3.1.4.3 MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) ............................... 3.1.4.4 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) ............................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .........................................................

1 5 8 8

10 10 12 13 13 14

19 19 23 24 25 27 30 30 31 34 35 39 40 41

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 4.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 4.4.1 Identifikasi Kondisi Perusahaan dalam Manajemen Pengendalian Persediaan Inti Sawit ....................................................................... 4.4.2 Analisis Persediaan Bahan Baku .................................................... 4.4.3 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan .................................. 4.4.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku .................. 4.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan ................................... 4.6 Definisi Operasional ............................................................................. V. GAMBARAN UMUM PT. SAP 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................................... 5.2 Lokasi Perusahaan ................................................................................ 5.3 Visi, Misi, Kebijakan Mutu Perusahaan dan sasaran Mutu Perusahaan ........................................................................................... 5.4 Struktur Organisasi ............................................................................... 5.5 Ketenagakerjaan ................................................................................... 5.6 Proses Produksi .................................................................................... 5.6.1 Bahan Baku ..................................................................................... 5.6.2 Proses Pembuatan PKO (Palm Kernel Oil) .................................... 5.7 Pemasaran ............................................................................................. VI. SISTEM PERSEDIAAN INTI SAWIT DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING PT. SAP 6.1 Jenis, Asal dan Kualitas Persediaan ..................................................... 6.2 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku ................................................... 6.3 Prosedur Pembelian dan Penerimaan Inti Sawit ................................... 6.3.1 Prosedur Pembelian Inti Sawit ....................................................... 6.3.2 Penerimaan Bahan Baku ................................................................. 6.4 Sistem Pengadaan Persediaan Inti Sawit .............................................. VII. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT PT. SINAR ALAM PERMAI 7.1 Biaya Persediaan ................................................................................... 7.2 Pemakaian Inti Sawit dan Waktu Tenggang PT. SAP ......................... 7.3 Waktu Tunggu (Lead Time) dan Persediaan Pengaman (Safety Stock) ....................................................................................... 7.4 Sistem Pengendalian Persediaan Inti Sawit PT. Sinar Alam Permai ........................................................................ 7.4.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Sinar Alam Permai ................................................................... 7.4.2 Metode Material Requirement Planning (MRP) ............................ 7.4.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) .................................. 7.4.2.2 Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ) ........................................................................................

43 43 44 44 45 45 46 47 52 52

54 55 58 59 63 65 65 65 67

69 70 72 72 74 75

77 79 81 82 83 84 85 86

vi

7.4.2.3 Metode MRP Teknik Periode Order Quantity (POQ) ........................................................................................ 7.4.2.4 Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) ......................................................................................... 7.4.3 Analisis Perbandingan Metode Perusahaan Dengan Metode MRP ................................................................................... 7.4.4 Analisis Penghematan Terhadap Metode MRP dan Metode Perusahaan ......................................................... 7.4.5 Alternatif Model Pengendalian Persediaan Inti Sawit ....................

88 89 90 93 94

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ........................................................................................... 97 8.2 Saran ..................................................................................................... 98 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................100

vii

DAFTAR TABEL No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Teks Hal

Perkembangan Penerimaan Devisa dari Sektor Pertanian Tahun 1995-Agustus 2008 ................................................................................ Perkembangan Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999-2006 ....................... Perkembangan Produksi dan Volume Ekspor Minyak Inti Sawit (PKO) Tahun 1996-2005 .......................................... Perkembangan Jumlah PK yang digunakan dan Produksi PKO pada Departemen PKC Tahun 2006 ...............................

1 3 4 7

Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kelapa Sawit ............................................. 10 Penelitian-Penelitian Terdahulu .............................................................. 15 Cara Perhitungan Lot dengan Bagian PPB ............................................. 40 Format Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku (MRP) ............................ 48 Fasilitas yang Terdapat di PT. Sinar Alam Permai ................................. 56

10. Fasilitas dan Kapasitas di Plant 1 dan Plant 2 di Departemen KPC ...... 57 11. Standar Losses (Penyusutan/kehilangan) yang Terjadi di Setiap Pabrik Pengolahan PT. SAP ........................................................ 59 12. Spesifikasi Standar Kadar Inti Sawit PT. SAP ....................................... 69 13. Perkembangan Pembelian Inti Sawit Juli 2006 Juni 2007 ................... 76 14. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 77 15. Biaya Penyimpanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007 .................. 79 16. Perkembangan Volume Pemakaian Inti Sawit Departemen PKC PT. SAP Periode Juli 2006-Juni 2007 .................................................... 80 17. Perkembangan Persediaan Inti Sawit (kg) Periode Juli 2006-Juni 2007.................................................................................. 81 18. Frekuensi Pemesanan Inti Sawit PT. SAP Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 84 19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot Bulan Juli 2006-Juni 2007 ...................................... 86 20. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 87 21. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 88

viii

22. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 89 23. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Juli 2006-Juni 2007 ................................ 90 24. Frekuensi Pemesanan dan Biaya Pemesanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ...................... 91 25. Jumlah Persediaan dan Biaya Penyimpanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ...................... 92 26. Biaya Persediaan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ......................................................... 93 27. Persentase Penghematan Teknik Metode MRP Terhadap Metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................... 94

DAFTAR GAMBAR No 1. 2. 3. 4. 5. Teks Hal

Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan.................................... 36 Tingkat Persediaan Versus Waktu bagi EOQ ......................................... 39 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional ..................................... 42 Skema Pembuatan Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil, PKO) PT. Sinar Alam Permai (SAP) ................................................................ 67 Diagram Alir Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku PT. SAP .................................................................................................. 71

DAFTAR LAMPIRAN No 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. Hal Struktur Organisasi PT. Sinar Alam Permai ......................................... 102 Struktur Organisasi Departemen Palm Kernel Crushing (PKC Plant) ........................................................................................... 103 Suku Bunga Simpanan Berjangka Rupiah Bank Umum Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ............................................................................... 104 Perhitungan Biaya Persediaan Inti Sawit Dengan metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................. 104 Perhitungan EOQ, EPP (Economic Part Period) dan POQ ................. 105 Metode MRP Teknik Lot for Lot .......................................................... 106 Metode MRP Teknik EOQ ................................................................... 107 Metode MRP Teknik POQ ................................................................... 108 Cara Perhitungan PPB Persediaan Inti sawit ........................................ 109 Metode MRP Teknik PPB .................................................................... 110

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan komparatif yang didukung oleh sumber daya alam dalam pembangunan sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia karena berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi terlihat dari kontribusi sektor ini Produk Domestik Bruto (PDB) dan terhadap devisa negara. Pada tahun 2007 sektor ini memberikan kontribusi pada PDB sebesar 13.83 persen1. Kontribusi sektor pertanian terhadap devisa negara dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Penerimaan Devisa dari Sektor Pertanian Tahun 1995-Agustus 2008 Tahun 1995-1997 1998-1999 2000-2003 2007 Januari-Agustus 2008 Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 20082 Penerimaan Devisa (USD) 5.12 Juta 4.58 Juta 5.03 Juta 9.52 Juta 16.21 Juta

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa penerimaan devisa dari sektor pertanian cukup besar. Pada tahun 1998-1999 penerimaan devisa dari sektor pertanian mengalami penurunan sebesar USD 54 juta dari tahun
1

Perkembangan Domestik Bruto Perekonomian Indonesia Pada Tahun 2007 Mengalami Ekspansi. 2007. www.bi.go.id 2 Ekspor Pertanian Masih Yang Tertinggi dan Ekspor Impor Produk Pertanian Pasca Krisis. 2008. www.deptan.go.id

sebelumnya. Hal ini disebabkan pada tahun 1998-1999 sedang terjadi krisis moneter. Pasca krisis moneter (Tahun 2000-2003) pendapatan dari sektor ini mulai mengalami peningkatan kembali (USD 5.03 juta) dan sektor ini tetap menjadi salah satu andalan bagi negara ketika terjadinya krisis keuangan global. Pada tahun 2008 pendapatan dari sektor ini sebesar USD 16.21 juta (periode Januari-Agustus 2008) naik 70.25 persen dari tahun 2007 pada periode yang sama. Perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian dan salah satu komoditi primadona pada subsektor perkebunan adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit memberikan kontribusi sebesar 1 persen terhadap PDB non-migas dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 8,5 juta orang3. Kelapa sawit mempunyai beberapa keunggulan baik dari segi produktivitas, ragam kegunaan maupun harga produk. Terdapat trend bahwa ke depan tingkat pertumbuhan konsumsi minyak sawit dunia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan produksinya. Berdasarkan data perkembangan produksi, luas areal dan produktivitas kelapa sawit Indonesia (Tabel 2), rata-rata produksi per tahun kelapa sawit nasional selama periode tahun 1999-2006 sebesar 9 749 820 ton dengan peningkatan sebesar 11.1 persen per tahun. Peningkatan rata-rata produktivitas kelapa sawit pada periode 1999-2006 sebesar 1.93 ton per ha. Areal perkebunan kelapa sawit nasional mengalami perkembangan yang semakin meningkat setiap tahunnya (Tabel 2). Pada tahun 2006 luas areal perkebunan telah mencapai 6 074 926 ha. Rata-rata tingkat pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 6.62 persen per tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.
3

Pola Pengembangan dan Prospek Industri Kelapa Sawit dan Produk Turunannya di Indonesia. Agustus 2007. www.visdatin.com

Tabel 2. Perkembangan Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999-2006 Tahun Produksi Luas Areal Produktivitas Ton %/Th Ha %/Th Ton/Ha %/Th 1999 6 455 590 3 901 802 1.65 2000 7 000 508 8.44 4 158 077 6.57 1.68 1.76 2001 8 396 472 19.94 4 713 435 13.36 1.78 5.81 2002 9 622 345 14.60 5 067 058 7.50 1.90 6.60 2003 10 440 834 8.51 5 283 557 4.27 1.98 4.06 2004 10 830 389 3.73 5 284 723 0.02 2.05 3.71 2005 11 861 615 9.52 5 453 817 3.20 2.17 6.13 *) 13 390 807 12.89 6 074 926 11.39 2.20 1.35 2006 9 749 820 11.10 4 992 174 6.62 1.93 4.20 Rata-Rata Sumber : Statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007 Keterangan : *) Angka Sementara Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) merupakan salah satu minyak yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit selain CPO. Minyak inti sawit (PKO) diperoleh dari biji (seed) di dalam buah kelapa sawit yang disebut inti sawit (Palm Kernel, PK). Biasanya PKO lebih banyak digunakan untuk industri oleokimia. Di Indonesia masih sedikit perusahaan kelapa sawit yang memproduksi dan menghasilkan produk turunan dari PKO. Ekstraksi PK rata-rata 2 persen dari berat tandan buah segar (TBS), sedangkan rendemen (ukuran persentase perolehan minyak dari buah segar) untuk PKO dari inti sawit/biji kelapa sawit, secara teoritis untuk tiap kelas kelapa sawit, pada usia puncak adalah 6 persen. Namun demikian, pada prakteknya rendemen PKO berkisar antara 4 persen-5 persen. Peningkatan produksi TBS (Tandan Buah Segar) dan produksi CPO berpengaruh terhadap produksi PKO dan permintaan PKO, hal ini dapt dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3 perkembangan produksi PKO dan khususnya volume ekspor minyak inti sawit (PKO) mengalami fluktuasi. Produksi minyak inti sawit (PKO) selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan rata-rata peningkatan sebesar 138 985.6 ton.

Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Volume Ekspor Minyak Inti Sawit (PKO) Tahun 1996-2005 Produksi PKO Volume Ekspor Tahun Nilai (000 USD) (Ton) PKO (Ton) 1996 1 084 676 341 318 235 168 1997 1 095 273 502 979 294 255 1998 1 186 083 347 009 195 447 1999 1 291 118 597 843 347 975 2000 1 400 102 578 825 239 120 2001 1 675 676 581 926 146 259 2002 1 831 069 738 416 256 234 2003 2 104 722 659 894 264 678 2004 2 267 271 904 327 502 681 2005 2 474 532 1 042 613 602 606 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006 Sedangkan, permintaan akan minyak inti sawit (PKO) tidak mengalami penurunan yang signifikan meskipun mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Permintaan akan minyak inti sawit dapat dilihat dari volume ekspor inti sawit setiap tahunnya. Volume ekspor minyak inti sawit mengalami peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 yaitu 1 042 613 ton. Nilai ekspor minyak inti sawit mengalami fluktuasi dari tahun 1996 sampai tahun 2003. Nilai ekspor minyak inti sawit terendah terjadi pada tahun 2001 dengan nilai sebesar USD 146 juta. Namun, pada tahun 2004 nilai ekspor minyak inti sawit mengalami peningkatan yang sangat signifikan sebesar USD 238 juta dari tahun sebelumnya. Produksi minyak inti sawit (PKO) selama ini masih di bawah produksi minyak sawit mentah CPO. Harga minyak sawit mengalami peningkatan selama dua tahun terakhir ini, tetapi menurut Derom Bangun (Ketua Gabungan Kelapa Sawit Indonesia, GAPKI) meskipun harga minyak sawit mentah (CPO) mengalami peningkatan tetapi hal itu tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk keuntungan perusahaan. Menurut Bangun, dalam industri kelapa sawit, pengusaha

mengambil keuntungan dari penjualan minyak inti sawit (PKO). Para pengusaha memperoleh keuntungan sebesar Rp 1 550 per kilogram minyak inti sawit (PKO).4 Industri kelapa sawit terdiri dari beberapa segmen industri yaitu budidaya perkebunan, mill (Pabrik Kelapa Sawit), industri pengolahan dan perdagangan. Umumnya industri yang banyak diusahakan di Indonesia adalah segmen perkebunan dan mill5. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam beberapa segmen industri kelapa sawit adalah Wilmar Corporation. Salah satu anak perusahaan dari Wilmar Corporation adalah PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP). Perusahaan ini bergerak dalam industri hilir yang mengolah minyak sawit kasar (CPO) menjadi minyak goreng (merek Fortune) dan turunan dari CPO lainnya serta mengolah inti sawit untuk menghasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO). Untuk menjalankan produksinya, PT. SAP memiliki lima unit pengolahan sesuai dengan fungsinya masing-masing. 1.2 Perumusan Masalah Crushing Plant (Departemen PKC) merupakan salah satu unit pengolahan PT. SAP yang mengolah inti sawit untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO) sebagai produk utama dan bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM) sebagai produk sampingannya. Selama ini, Departemen PKC berproduksi berdasarkan target dan untuk memenuhi stok minyak inti sawit perusahaan. Inti sawit (PK) merupakan bahan baku yang digunakan oleh departemen PKC untuk memproduksi PKO. PT. SAP tidak mempunyai perkebunan sendiri maka bahan baku inti sawit diperoleh dari beberapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
4 5

B. Josie Susilo. 2003. Kelapa Sawit Indonesia Tidak Sekedar CPO. www.kompas.com www. Elearning_unej.ac.id/courses/ PNU1705/document/babIklpswt.doc

Inti sawit tersebut diperoleh dari dua sumber yaitu PKS yang tergabung dalam satu grup dengan PT. SAP dan PKS dari grup yang lain. PKS tersebut berada di provinsi Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung. Selama ini pengadaaan inti sawit (PK) untuk departemen PKC dilakukan oleh kantor pusat (Head Office,HO) dari Wilmar Corporation yang berada di Medan. Perencanaan dan pengadaan bahan baku inti sawit di PT. SAP dilakukan oleh bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) dan bagian logistik. Pembelian inti sawit dilakukan dengan sistem kontrak oleh PT. SAP kepada pihak PKS dan kesepakatan kontrak (kualitas dari inti sawit yaitu kadar air, kadar minyak, dan persentase kotoran) dilakukan di awal kontrak pembelian. Perusahaan melakukan produksi berdasarkan target (jumlah hari kerja dalam satu bulan adalah 28.75 hari) yaitu mengolah 28 750 ton inti sawit (Palm Kernel, PK) per bulan, untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO) sebanyak 12 362.5 ton per bulan. Berdasarkan data perkembangan jumlah PK dan produksi PKO pada Departemen PKC (Tabel 4), PK yang digunakan untuk memproduksi PKO selama tahun 2006 mengalami fluktuasi setiap bulannya. Rata-rata PK yang digunakan sebesar 18 174 178.08 kg per bulan dengan jumlah PKO yang dihasilkan rata-rata 7 670 326.25 kg per bulan. Hal ini menunjukkan pada tahun 2006 departemen PKC hanya dapat memenuhi target mengolah inti sawit sebesar 63.21 persen dan target produksi PKO sebesar 62.05 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan pemakaian inti sawit dan PKO yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Jumlah PK yang digunakan dan Produksi PKO pada Departemen PKC Tahun 2006 Bulan Jumlah PK (Kg) Produksi PKO (Kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-Rata Sumber : Departemen PKC 16 020 537.00 14 919 505.00 16 312 147.00 17 205 840.00 18 242 380.00 19 126 182.00 18 839 767.00 17 325 105.00 19 069 151.00 17 527 382.00 22 752 271.00 20 749 870.00 18 174 178.08 6 645 444.00 6 180 272.00 6 887 905.00 7 365 963.00 7 820 716.00 8 238 251.00 8 094 648.00 7 425 643.00 8 159 094.00 6 602 157.00 9 766 022.00 8 857 800.00 7 670 326.25

Naik turunnya penggunaan inti sawit berpengaruh pada persediaan inti sawit di perusahaan. Fluktuasi penggunaan inti sawit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) harga inti sawit yang tidak stabil dipengaruhi dari permintaan akan CPO dan PKO serta produk turunannya. (2) Perusahaan memiliki pesaing yaitu PT. Musim Mas, sehingga perusahaan harus bersaing mendapatkan inti sawit. (3) Karakteristik inti sawit yang tidak cepat busuk, tetapi bila kelamaan disimpan akan mengurangi kadar minyak yang terkandung didalamnya. Untuk memenuhi target produksinya PT. SAP memesan serta melakukan persediaan inti sawit dalam jumlah yang besar, untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku. Dampak dari naik turunnya persediaan bahan baku inti sawit, dapat menyebabkan siklus produksi perusahaan terganggu dan juga menyebabkan biaya produksi meningkat. Persediaan bahan baku yang berfluktuasi, bagian PPIC perusahaan harus menyesuaikan kembali jumlah bahan baku yang akan diolah

dengan mengubah rencana produksi. Persediaan yang berfluktuasi berdampak pada biaya penyimpanan yang ikut berfluktuasi. Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka rumusan masalah penelitian ini yaitu : 1. Apakah sistem pengendalian persediaan inti sawit yang dilakukan oleh perusahaan sudah efisien, sehingga diperoleh biaya persediaan yang minimum? 2. Bagaimanakah model alternatif pengendalian persediaan inti sawit yang dapat meminimalkan biaya, sesuai dengan kondisi perusahaan ? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi sistem pengadaan dan pengendalian persediaan inti sawit yang diterapkan oleh perusahaan. 2. Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan inti sawit yang dapat diterapkan pada perusahaan. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan, penulis maupun pembaca. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat membantu manajer dalam memberikan alternatif model pengendalian persediaan bahan baku yang optimal sehingga dapat meminimumkan biaya produksi perusahaan. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan menambah

pengetahuan, serta sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, dan bagi pembaca penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat, dan sebagai masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit terdiri dari dua spesies yaitu Elaeis guineensis, berasal dari Afrika Barat dan Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan dan bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Adapun, klasifikasi ilmiah tanaman kelapa sawit terdiri dari (Wikipedia Indonesia, Maret 2008) : Tabel 5. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kelapa Sawit Klasifikasi Ilmiah Kerajaan Plantae Divisi Magnoliophita Kelas Liliopsida Ordo Arecales Famili Arecaceae Genus Elaeis 2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya di tanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya di tanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada pertengahan abad ke-19 saat permintaan minyak nabati meningkat akibat Revolusi Industri. Muncul ide untuk membuat perkebunan kelapa sawit, bibit kelapa sawit diperoleh dari Bogor dan Deli, yang di kenal dengan jenis sawit "Deli Dura". Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia,

11

yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaysia pada tahun 1911-1912. Pada tahun 1919 Indonesia mulai mengekspor minyak sawit mentah sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai mendominasi ekspor minyak sawit dunia, hal ini sejalan dengan meningkatnya permintaan di pasar dunia karena semakin berkembangnya industri di Eropa yang membutuhkan bahan mentah/bahan baku minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Namun, saat masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Pada tahun 1948-1949 lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 persen dari total luas lahan yang ada. Namun, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia Pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit terbesar di dunia bergeser menjadi nomor dua setelah Malaysia.

12

Pada masa pemerintahan orde baru pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka untuk menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagai penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294 560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721 172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR BUN) (Guritno P, 2000). 2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan tebal tempurung varietas tanaman kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah, tetapi tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18 persen. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Tenera dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul, dengan persentase daging perbuahnya dapat mencapai 90 persen dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28 persen. Tenera dapat menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO) sebanyak 4-5 ton per hektarnya, ditambah sekitar 0.5 ton minyak inti sawit (PKO) dan 0.6 ton palm kernel meal (PKM) (Guritno P, 2000). Tanaman kelapa sawit juga dapat dibedakan menjadi bagian vegetatif dan

13

generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun. Untuk bagian generatif terdiri dari bunga dan buah (Guritno, P, 2000). 2.1.3 Inti Sawit Inti sawit merupakan buah kelapa sawit yang dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya. Dari tandan buah segar (TBS) diperoleh inti sawit sebanyak 4%-5% dan diperoleh minyak inti sawit sebanyak 45-48 % yang kaya akan gugus Asam laurat bersifat cair pada suhu kamar. Spesifikasi inti sawit harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan yaitu (Departemen Perindustrian, 2007): a) Kadar minyak minimum b) Kadar air maksimum c) Kontaminasi maksimum d) Kadar inti pecah maksimum 2.1.4 Proses Pembuatan Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit, PKO) Palm kernel oil (PKO) diperoleh dari inti sawit. Proses pembuatan minyak inti sawit (PKO) hampir sama dengan pembuatan minyak kedelai, sama-sama menghasilkan minyak dan meal (bungkil/ampas). Inti sawit dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya, serta telah dikeringkan. Untuk mengeluarkan minyaknya, inti sawit di pres dengan mesin pres. Pengolahan palm kernel oil (PKO) agak sedikit rumit, hal ini tergantung penggunaan PKO lebih lanjut. Beberapa pengolahan PKO diantaranya (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), 2001) : 1. Dimurnikan (refined) untuk pembuatan margarin, confectioneries, filled milk, dan es krim.

14

2. Dipisahkan (split) dalam pembuatan oleo-chemicals. 3. Dimurnikan (refined) dan dihidrogenasi (hydrogenated), dalam pembuatan confectioneries, coffee whitener dan lain sebagainya. 4. Difraksionasi (fractionated) dan dimurnikan (refined) menjadi palm kernel olein dalam pembuatan confectionery fats atau menjadi palm kernel stearin dalam pembuatan margarine. 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang berbagai komoditi perkebunan termasuk kelapa sawit dan produk olahannya telah banyak dilakukan, begitu pula dengan penelitian tentang pengendalian persediaan bahan baku. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan meningkatkan persediaan bahan baku sehingga meminimalkan biaya persediaan. Pada penelitian ini yang menjadi tinjauan pustaka dari penelitian terdahulu tentang kelapa sawit yaitu penelitian Risma (2005) dan Sahat (2005). Sedangkan, untuk metode pengendalian bahan baku yaitu peneltian Sary (2004), Reza (2004) dan Dessy (2002). Untuk penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6.

15

Tabel 6. Penelitian-Penelitian Terdahulu


No. 1 Peneliti Risma Tahun 2005 Komoditi CPO dan PKO Topik Analisis Kinerja Ekspor CPO/PKO Indonesia di Pakistan Peramalan Produksi CPI dan PKO PT PAMTAMA Kebun Teluk Dalam, Asahan, Sumatera Utara Peramalan Produksi dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelapa pada PT. Riau Sakti United Plantation, Riau Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu pada PT. Jaya Cemerlang Industry, Banten Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Crumb Rubber PT. VIRCO, Sumatera Utara Alat Analisis Analisis RCA dan analisis CMSA Metode Peramalan Time Series

Sahat

2005

CPO dan PKO

Sary

2004

Kelapa

Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan PPB Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan PPB Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan POQ

Reza

2004

Kayu

Dessy

2002

Crumb Rubber

Risma (2005) dengan penelitian Analisis Kinerja Ekspor CPO dan PKO Indonesia di Pakistan, melakukan analisis dengan metode kuantitatif dengan

peramalan, analisis keunggulan komparatif (RCA), dan analisis pangsa pasar konstan (CMSA). Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya saing CPO/PKO Indonesia di Pakistan, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efek total impor Pakistan, efek permintaan CPO/PKO Pakistan dan efek daya saing terhadap pertumbuhan ekspor CPO/PKO Indonesia. Hasil yang diperoleh dari perhitungan RCA dapat diketahui bahawa Indonesia mempunyai daya saing pada komoditi CPO/PKO yang bervariasi. Hal ini disebabkan jumlah ekspor CPO/PKO Indonesia mengalami fluktuasi dari

16

tahun ke tahun. Hasil analisa CMSA menunjukkkan bahwa efek daya saing paling menentukan dalam meningkatkan/menurunkan nilai ekspor CPO/PKO Indonesia di Pakistan. Sahat (2005), melakukan identifikasi terhadap pola data produksi CPO dan PKO di PT. PANAMTAMA, Sumatera Utara dan mencari metode peramalan time series yang terbaik untuk produksi CPO dan PKO. Berdasarkan metode kuantitatif yang diterapkan, diperoleh metode peramalan terbaik untuk produksi CPO dan PKO adalah metode ARIMA yang ditentukan berdasarkan nilai MAPE yang dihasilkan dan keefisienan dalam menerapkan metode. Hasil peramalan dapat dijadikan pedoman bagi pihak manajemen untuk menyusun strategi atau kebijakan yang berkaitan dengan bagian produksi, keuangan dan pemasaran. Sary (2004) melakukan peramalan produksi dan pengendalian persediaan bahan baku kelapa di PT. Riau Sakti United Plantation dalam menentukan persediaan kelapa yang optimal. Sistem pengendalian persediaan yang direncanakan oleh perusahaan adalah teknik Lot For Lot. Perencanaan kebutuhan bahan baku pada perusahaan diturunkan dari rencana panen kebun sendiri per periode satu tahun. Berdasarkan rencana panen tersebut, perusahaan kemudian menentukan berapa bahan baku kelapa grade A yang akan di proses menjadi kelapa parut kering, santan kelapa murni dan santan cair. Biaya pemesanan yang dihasilkan dengan teknik PPB adalah yang paling kecil yaitu Rp 0.636 milyar/ tahun dengan jumlah pemesanan sebanyak 170 kali. Untuk biaya penyimpanan teknik PPB sebesar Rp 0.564 milyar, dengan total biaya persediaan sebesar Rp 1.271 milyar. Dengan menggunakan teknik PPB,

17

perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar 6.8 persen yaitu dari Rp 1.271 milyar menjadi 1.18 milyar. Penelitian yang dilakukan oleh Reza (2004) pada PT. Jaya Cemerlang Industry, Tangerang, Banten menganalisis pengendalian persediaan bahan baku kayu dalam rangka meningkatkan efisiensi produksi, termasuk penghematan biaya persediaan. Pada penelitian Reza terdapat dua jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku di perusahaan tersebut yaitu kayu pinus dan kayu prupuk. Pada penelitian ini Reza membandingkan metode perusahaan dengan metode MRP. Metode MRP yang digunakan dalam penelitian Reza adalah teknik LFL, EOQ dan PPB. Hasil perbandingan antara metode perusahaan dan metode MRP pada tiap jenis kayu diperoleh, penghematan persediaan pada kayu pinus terdapat pada teknik Lot For Lot (44.30 persen) dan teknik PPB (43.16 persen), sedangkan kayu prupuk terjadi pada metode perusahaan. Pada penelitian Reza dipilih teknik LFL sebagai metode alternatif untuk persediaan kayu pinus. Metode ini mampu mengurangi biaya penyimpanan, meskipun biaya pemesanan pada teknik ini tinggi. Pada kayu prupuk metode yang dilakukan oleh perusahaan sudah baik. Penelitian Dessy (2002) pada PT. Virginia Indonesia Rubber Company menganalisis pengendalian persediaan bahan baku crumb rubber dengan menggunakan (BOKAR) berupa lump. Perusahaan tidak memiliki perkebunan sendiri, bahan baku diperoleh dari agen pemasok. Penelitian ini menawarkan alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku yang sesuai dengan kebijakan perusahaan. Metode pengendalian bahan baku yang digunakan adalah

18

metode MRP dengan teknik LFL, EOQ dan POQ yang dibandingkan dengan metode perusahaan. Hasil penelitian Dessy diperoleh biaya persediaan berturut-turut yaitu teknik LFL (Rp 18 693 042), EOQ (Rp 104 974 043) dan teknik POQ (Rp 160 525 154). Teknik yang direkomendasikan sebagai metode alternatif adalah teknik EOQ, dengan alasan kapasitas perusahaan seperti gudang, mesin dan tenaga kerja mendukung penggunaan teknik EOQ. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai pengendalian persediaan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian yang menerapkan metode MRP pada berbagai perusahaan dapat menghemat biaya persediaan. Hasil perhitungannya menghasilkan kuantitas dan frekuensi pemesanan yang optimal sehingga dapat meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

19

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Bahan Baku Bahan baku adalah salah satu unsur atau bagian dari sumber daya disamping modal, tenaga kerja dan lain-lain. Bahan yang dapat digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan menjadi (Burton dalam Reza, 2004) : 1. Bahan langsung (direct materials) Bahan yang menjadi bagian dari barang-barang jadi dan merupakan bagian pengeluaran yang besar dalam memproduksi sesuatu. 2. Bahan tidak langsung (indirect materials) Bagian dari produk jadi yang dipergunakan dalam jumlah kecil sehingga biaya bahan tidak besar jika dibandingkan dengan biaya langsung. 3. Pelengkapan (supplies) Bahan yang digunakan dalam proses produksi tetapi tidak mengambil bagian dalam barang jadi. Bahan baku merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses produksi. Tanpa bahan baku, proses produksi tidak dapat berjalan sehingga industri tidak dapat menghasilkan barangnya. Bahan baku merupakan komponen yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi (Mulyadi, 2000). Bahan baku dapat diperoleh dari luar atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya. Pengadaan bahan baku berhubungan dengan kegiatan pembelian bahan baku secara aktual. Pada analisis pengadaan bahan baku perlu diperhatikan : (1) Jenis dan asal bahan baku, (2) Identifikasi kebutuhan bahan baku, (3) Prosedur

20

pembelian dan spesifikasi bahan baku, (4) seleksi sumber persediaan bahan baku, dan (5) pengawasan kualitas bahan baku. Kegiatan utama dalam pengadaan bahan baku adalah pembelian bahan baku, yang dilakukan sesuai dengan prosedur pembelian. Prosedur pembelian bahan baku yang dilakukan tiap-tiap perusahaan berbeda satu sama lain, tergantung dari jenis bahan baku, volume kegiatan dan pembebanan tanggungjawab persediaan pada masing-masing perusahaan (Assauri, 1999). 3.1.1 Pengadaan Bahan Baku Ketersediaan bahan baku sangat menunjang kelancaran proses produksi. Ketepatan dalam pemenuhan kualitas maupun kuantitas bahan baku merupakan suatu hal yang patut diperhatikan perusahaan. Menurut Mulyadi (2000), bahan baku yang diperoleh dapat berupa pembelian lokal, impor, atau dari pengolahan sendiri. Bahan baku yang diperoleh dengan cara memproduksi sendiri dapat lebih terjamin ketersediaannya bila dibandingkan dengan membeli bahan baku tersebut. Namun, tidak semua perusahaan dapat memproduksi sendiri kebutuhan bahan bakunya, oleh sebab itu perlu diadakan pembelian dari luar perusahaan. Pembelian merupakan proses pengambilan keputusan yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan akan barang dan jasa, mengidentifikasi, menilai, dan memilih berbagai alternatif merek dan pemasok (Webster dan Wind dalam Kotler, 2000). Pembelian merupakan fungsi yang penting dalam operasi suatu perusahaan. Berdasarkan (Manullang,1994) : sifatnya, pembelian dibagi menjadi tiga macam

21

1. Pembelian yang teratur (Hand - to Mouth Buying) Pembelian berdasarkan atas besarnya kebutuhan sekarang dan bertujuan untuk mencegah kerugian atau keburukan yang diakibatkan oleh adanya persediaan bahan yang berlebih di gudang. 2. Pembelian spekulatif (Speculative Purchasing) Pembelian yang didasarkan karena motif untuk mendapatkan keuntungan akan naiknya harga bahan pada waktu yang akan datang. 3. Pembelian sebelumnya (Forward Buying) Pembelian yang bertujuan untuk menjaga ketersediaan bahan mentah secara kontinyu selama waktu tertentu. Perusahaan yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku sebagian besar akan melakukan pembelian sebelumnya. Hal ini disebabkan produk pertanian memiliki sifat tidak berkesinambungan dalam ketersediaannya. Fungsi pembelian dibagi menjadi dua, yaitu 1. Fungsi pembelian sentralisasi Pembelian dilakukan oleh satu departemen untuk menghindari pembelian dalam jumlah kecil yang tidak ekonomis. Fungsi pembelian ini memiliki keuntungan antara lain pelaksanaan kebijakan pembelian konsisten, kekuatan pembelian maksimal, catatan pembelian terorganisir dan seragam, tetapi fungsi pembelian ini tidak ditangani oleh spesialisnya. 2. Fungsi pembelian desentralisasi Pembelian dilakukan oleh masing-masing bagian yang membutuhkan bahan baku. Keuntungan penggunaan sistem ini pembelian dapat fleksibel terhadap perubahan penggunaan bahan baku, hubungan pemakai bahan dengan

22

pemasok menjadi lebih erat, dan tanggungjawab pembelian tiap lokasi dapat lebih terfokus. 3.1.2 Persediaan Bahan Baku Pelaksanaan persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan, ditentukan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut adalah (Ahyari, 1999) : 1. Perkiraan pemakaian Perkiraan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi suatu produk, dilakukan sebelum kegiatan pembelian. Perkiraan kebutuhan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang besarnya jumlah bahan baku yang akan dipergunakan untuk keperluan proses produksi yang akan datang. 2. Harga bahan baku Harga bahan baku merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar dana yang harus disediakan perusahaan untuk investasi dalam persediaan bahan baku. 3. Biaya-biaya persediaan Biaya-biaya persediaan secara umum terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Selain itu, terdapat biaya variabel yang harus diperhitungkan dalam penentuan biaya persediaan, seperti biaya penyiapan dan biaya kekurangan bahan baku. 4. Kebijakan pembelian Kebijakan pembelian merupakan ketentuan seberapa besar persediaan bahan baku dalam mendapatkan dana dari perusahaan yang tergantung pada pembelanjaan dari dalam perusahaan tersebut.

23

5.

Pemakaian sesungguhnya Menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku agar mendekati kenyataan dengan menganalisa besarnya penyerapan bahan baku yang sudah disusun. Selain itu, perlu diperhatikan faktor pemakaian bahan baku sesungguhnya dari periode-periode lalu (actual demand).

6.

Waktu tunggu (lead time) Waktu tunggu merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara pemesanan suatu bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu harus diperhatikan karena berhubungan dengan penentuan saat pemesanan kembali bahan baku. Sehingga resiko penumpukkan persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin.

3.1.3 Persediaan Setiap perusahaan, baik itu perusahaan perdagangan, perusahaan jasa ataupun perusahaan pabrik akan selalu mengadakan persediaan. Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual kembali dalam satu periode usaha yang normal, ataupun persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Handoko, 2000). Persediaan merupakan salah satu asset yang paling mahal di banyak perusahaan. Persediaan adalah semua sumber daya yang tersimpan, yang dapat digunakan untuk memberikan kepuasan baik pada kebutuhan sekarang maupun untuk kebutuhan yang akan datang

24

3.1.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan Menurut Handoko (2000) yang dimaksud dengan fungsi persediaan adalah: 1. Fungsi Decoupling Mempertahankan tingkat persediaan sebagai keputusan untuk menghadapi penawaran dan permintaan terhadap persediaan yang tidak teratur. Jika kebutuhan perusahaan berfluktuasi, persediaan bahan mentah diperlukan sebagai input bagi proses transformasi produksi. 2. Fungsi Economic Size Perusahaan melakukan penyimpanan persediaan dalam jumlah besar dengan pertimbangan adanya diskon atas persediaan bahan,diskon atas kualitas yang dipergunakan dalam proses konversi, serta didukung kapasitas gudang yang memadai. 3. Fungsi Antisipasi Fungsi yang berguna untuk menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan pemesanan akan barang-barang selama periode pemesanan kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (safety stock inventories). Peranan persediaan berkaitan dengan tujuan dari diadakannya persediaan. Persediaan yang diadakan mulai dari bahan mentah sampai barang jadi menurut Assauri (1999) antara lain berguna untuk : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

25

2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan lagi. 3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan tersebut tidak ada di pasaran. 4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi. 5. Mencapai penggunaan mesin secara optimal. 6. Memberikan pelayanan (service) kepada langganan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan langganan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut. 7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya. Persediaan timbul karena tidak pasnya antara permintaan dengan penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan. Oleh karena itu, terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan, yaitu faktor waktu, faktor ketidakpastian waktu datang, faktor ketidakpastian penggunaan dalam pabrik dan faktor ekonomis. 3.1.3.2 Jenis Persediaan Persediaan yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan berdasarkan beberapa cara. Berdasarkan jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas (Handoko, 2000) :

26

1. Persediaan bahan mentah (Raw materials), yaitu persediaan barang-barang yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau diperoleh dari supplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan (Purchased Parts), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (Supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang dalam proses (Work in Process) yaitu persediaan barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (Finished Goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan. Selain perbedaan menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan

berdasarkan fungsinya, yaitu (Assauri, 1999) : 1. Batch Stock atau Lot Size Inventory Persediaan yang diadakan karena adanya pembelian atau pembuatan bahanbahan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Jadi dalam hal ini pembelian atau pembuatan yang dilakukan dalam

27

jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluarannya dalam jumlah kecil. 2. Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak diramalkan. Dalam hal ini, perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen. 3. Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan maupun permintaan yang meningkat. Selain itu, anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi. 3.1.3.3 Biaya Persediaan Biaya persediaan adalah biaya-biaya yang ditimbulkan akibat adanya persediaan. Menurut Handoko (2000), biaya-biaya persediaan terdiri dari : 1. Biaya Pemesanan (Ordering Costs) Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual. Sejak pesanan (order) dibuat dan dikirim kepada penjual, sampai bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta diperiksa di gudang atau daerah pengolahan. Jadi, biaya ini berhubungan dengan peranan, tetapi sifatnya agak konstan, dimana besarnya biaya yang dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan. Yang termasuk biaya-biaya pemesanan adalah :

28

a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi. b. Upah. c. Biaya telepon. d. Pengeluaran surat-menyurat. e. Biaya pengepakan dan penimbangan. f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan. g. Biaya utang lancar. h. Biaya pengiriman ke gudang. 2. Biaya Penyimpanan ( Holding Costs atau Carrying Costs) Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak. Biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan merupakan bagian dari biaya penyimpanan. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah : 1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan ( termasuk penerangan, pemanasan atau pendinginan). 2. Biaya modal (Opportunity Cost of Capital) yaitu, alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan. 3. Biaya keusangan. 4. Biaya Perhitungan fisik dan konsolidasi laporan. 5. Biaya asuransi persediaan. 6. Biaya pajak persediaan. 7. Biaya Pencurian, kerusakan atau perampokan. 8. Biaya penanganan persediaan.

29

3. Biaya kekurangan atau kehabisan bahan Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya kekurangan bahan adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut : 1. Kehilangan penjualan 2. Kehilangan langganan 3. Biaya pemesanan khusus 4. Biaya ekspedisi 5. Selisih harga 6. Terganggunya operasi 7. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya 4. Biaya Penyiapan (Manufacturing) Bila bahan-bahan tidak dibeli tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan. Perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up cost) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari : 1. Biaya mesin-mesin menganggur. 2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung. 3. Biaya scheduling. 4. Biaya ekspedisi dan sebagainya Seperti biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode adalah sama dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah per periode.

30

5. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas Biaya ini terjadi karena adanya penambahan atau pengurangan kapasitas, atau biaya terlalu banyak atau terlalu sedikitnya kapasitas yang digunakan pada suatu waktu. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas adalah biaya kerja lembur, biaya latihan, biaya kematian dan pengangguran. 3.1.3.4 Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi persediaan rakitan, bahan baku dan barang hasil/produk sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan (Assauri,1999). Kelebihan maupun kekurangan persediaan akan mengakibatkan kerugian, karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh perusahaan. Kelebihan persediaan mengakibatkan timbulnya resiko kerusakan, kenaikkan biaya-biaya penyimpanan, asuransi, dan biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan persediaan akan meningkat. Kekurangan persediaan akan mengganggu jalannya proses produksi, tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan meningkatnya biaya pemesanan sejalan dengan meningkatnya frekuensi pembelian. 3.1.3.5 Kebijakan Pengendalian Persediaan Pengaturan persediaan bahan baku sangat memerlukan kebijakankebijakan baik mengenai pemesanan maupun mengenai tingkat persediaan optimum. Dalam penentuan kebijaksanaan persediaan diperlukan standar kuantitas (Quantity Standard), yaitu (Ismail, 2007) :

31

1. Persediaan minimum (Minimum Point Stock) / Persediaan Pengaman Persediaan minimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling rendah yang harus ada untuk satu jenis bahan. Persediaan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan (stock out) sehingga kelancaran produksi dapat berjalan lancar. 2. Besarnya pesanan standar (Standard Order) Jumlah pesanan yang telah ditentukan besarnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan, dengan tujuan tidak terjadi kelebihan persediaan bahan baku atau kekurangan bahan baku, agar perusahaan dapat meminimalkan jumlah biaya pesanan dan biaya penyimpanan. 3. Persediaan maksimum (Maximum Point Stock) Tingkat persediaan yang menghasilkan biaya persediaan yang paling minimum. Dalam hal ini perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya, jumlah yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu dilakukan sehingga pemesanan tersebut dapat dinilai cukup ekonomis. 4. Titik pemesanan kembali (Reorder Point Level) Titik pemesanan yang telah ditentukan sebelumnya, bila sediaan bahan telah mencapai persediaan minimum maka pemesanan barang akan dilakukan. Sebab, permintaan selama waktu tenggang tidak pasti, karena sediaan adakalanya menurun sehingga mengakibatkan kehilangan penjualan (loss sales) atau tunggakan pesanan (back order) sampai pesanan diterima. 3.1.4 Model Pengendalian Persediaan Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang, apakah bahan tersebut bersifat bebas (independent) atau sebagai permintaan

32

terikat (dependent). Permintaan bebas adalah suatu permintaan yang bebas, tidak ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan proses konversi sedangkan permintaan terikat disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka proses konversi suatu perusahaan tidak dapat berjalan (Tampubolon, 2004). Dengan berbedanya jenis permintaan tersebut, maka model persediaan yang digunakan juga berbeda. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai pengendalian persediaan bahan baku yang memiliki jenis permintaan terikat. Pembahasan mengenai jenis-jenis pengendalian persediaan akan dititik beratkan pada model-model yang sesuai untuk jenis permintaan terikat. Untuk model jenis-jenis barang permintaan terikat yang lebih sesuai adalah Sistem Rencana Kebutuhan Barang (Material Requirement Planning/MRP System). MRP adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan/fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan diolah (Buffa dan Sarin, 1996). Metode perencanaan kebutuhan bahan (MRP) memanfaatkan informasi tentang kebergantungan pada permintaan ini untuk memanajemeni sediaan dan pengendalian ukuran lot produksi dari berbagai komponen yang diperlukan untuk membuat suatu produk akhir. Sasaran manajerial dalam menggunakan perencanaan kebutuhan bahan (MRP) adalah menghindari kehabisan sediaan

33

sehingga produksi berjalan mulus, sesuai rencana, dan menekan investasi sediaan bahan baku dan barang setengah jadi. Menurut Heizer dan Render (2005), untuk menggunakan MRP pada dasarnya memiliki empat prasarat dasar yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Ketersediaan jadwal induk produksi (master production schedule) Jadwal induk produksi merupakan rencana yang terperinci tentang jumlah barang yang akan diproduksi pada beberapa satuan waktu dalam horizon pemesanan. Rencana produksi diturunkan dari teknik perencanaan agregat. Rencana ini mencakup perencanaan jenis-jenis input, keuangan, permintaan pelanggan, kemampuan secara teknik, ketersediaan tenaga kerja, fluktuasi persediaan, keragaan pemasok dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dari rencana inilah jadwal dibuat. Jadwal induk produksi memberitahukan apa yang dubutuhkan untuk memenuhi permintaan dan memenuhi rencana produksi. 2. Struktur produk dan Bill of Materials Bill of Materials merupakan daftar kuantitas komponen. Kandungan dan kebutuhan bahan untuk membuat produk yang menggambarkan struktur produk. Bill of Materials tidak hanya menjabarkan kebutuhan, tetapi juga penting dalam pembiayaan dan dapat memberikan daftar barang-barang yang harus diproduksi atau dirakit. 3. Kejelasan dan akurasi catatan produksi Sistem MRP didasarkan atas keakuratan persediaan yang dimiliki sehingga keputusan untuk membuat atau memesan barang pada suatu saat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu tingkat persediaan komponen dan

34

material harus selalu diamati. MRP tidak mungkin dijalankan tanpa adanya catatan persediaan yang akurat. 4. Waktu tunggu (lead time) Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai dari saat pesanan unit dilakukan sampai dengan saat unit tersebut diterima dan siap untuk digunakan, baik untuk produksi yang harus dibuat sendiri maupun unit produk yang dipesan dari luar perusahaan. Sistem MRP dapat diterapkan dengan baik apabila waktu tunggu pemesanan komponen diketahui. Waktu tunggu ini digunakan dalam hal perencanaan waktu serta mempengaruhi kapan rencana pemesanan akan dilakukan. 3.1.4.1 MRP Teknik Lot For Lot Teknik lot for lot merupakan teknik penentuan ukuran lot, dalam hal ini perusahaan akan memesan kuantitas bahan baku tepat sebesar yang dibutuhkan, tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut. Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu rendah dan permintaan terikat (Buffa dan Sarin, 1996). Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan barangbarang terikat, apabila perusahaan mampu menyediakan fasilitas yang memadai bagi teknik ini dan memiliki bahan baku dengan sifat yang sesuai. Pesanan dalam teknik Lot for Lot dilakukan sebelum barang tersebut digunakan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor dikurangi persediaan yang ada di tangan untuk periode-periode awal dan diharapkan pesanan akan diterima pada saat persediaan tersebut dibutuhkan, untuk periode-periode berikutnya. Setelah persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada

35

di tangan, sehingga kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih yang kemudian di pesan sebelumnya dengan harapan akan diterima tepat pada waktunya. Teknik ini memberikan penghematan pada biaya penyimpanan, karena bahan baku di pesan sesuai dengan kebutuhan bersih produksinya. Sehingga penumpukkan bahan baku yang di gudang dalam jumlah yang melimpah dapat dihindari. Kekurangan dari teknik lot for lot adalah teknik ini tidak dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya sedikit di pasaran sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat dilakukan. 3.1.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Metode manajemen persediaan yang paling terkenal adalah model economic order quantity (EOQ) atau Economic Lot Size (ELS). Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Model ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan/pembelian optimal dengan tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan dan penyimpanan. Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan. Gambar 1 akan menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut, biaya penyimpanan (holding atau carrying cost) dan biaya pemesanan (Ordering atau Set UpCost), dalam bentuk grafik. Berdasarkan gambar tersebut, jumlah pesanan yang ekonomis terletak antara perpotongan biaya penyimpanan ( H Q ) dan biaya pemesanan ( S
2
D Q

).

36

Gambar 1. Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan Sumber : Handoko, 2000

Jumlah pemesanan akan optimal jika biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan mencapai nilai minimum. Kuantitas pemesanan yang optimal terjadi pada titik Q, yaitu pada saat biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan yang merupakan perpotongan keduanya. Pada titik Q tersebut, total biaya pengendalian persediaan adalah minimal. Pada biaya pemesanan dan biaya penyimpanan memiliki hubungan negatif, artinya semakin banyaknya kuantitas yang dipesan, biaya pemesanan cenderung menurun. Sebaliknya, untuk biaya penyimpanan meningkat, dimana hubungan berkorelasi positif dengan kuantitas pesanan yang meningkat juga. Kuantitas dibawah titik EOQ menunjukkan bahwa biaya pemesanan lebih tinggi dari pada biaya penyimpanan. Biaya pemesanan cenderung besar, karena semakin kecil jumlah pesanan, maka biaya pesanan semakin tinggi, sedangkan biaya penyimpanan cenderung kecil, karena semakin sedikit jumlah bahan baku yang dipesan, maka biaya penyimpanannya akan kecil. Sebaliknya jika kondisi di atas EOQ, maka biaya penyimpanan semakin tinggi

37

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penentuan kuantitas yang optimal dapat dirumuskan sebagai berikut : Biaya penyimpanan Biaya Pemesanan = Q .................................................... (H)
2

= D ................................................... (S)
Q

Biaya Total Persediaan

D ......................................... (H) + (S) = Q +


2

Nilai Q akan optimal apabila TC mencapai nilai minimal. Hal ini akan dicapai apabila turunan pertama TC terhadap variabel Q sama dengan nol dan turunan kedua lebih besar nol, atau dapat ditulis dengan : 1) 2)
dTC dQ

=0

d2 TC > 0 dQ2

Maka hasilnya adalah : Q2 = 2 SD


H

Jadi Q = 2SD
H

di mana : D : Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu S : Biaya pemesanan (persiapan pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan H : Biaya penyimpanan per unit per tahun Model EOQ dapat diterapkan bila asumsi-asumsi berikut terpenuhi (Handoko, 2000) : 1. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui

(deterministik). 2. Harga per unit produk adalah konstan.

38

3. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan. 4. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan. 5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time, L) adalah konstan. 6. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order Berdasarkan pernyataan di atas, karena permintaan akan produk adalah konstan dan seragam maka grafik tingkat persediaan dari waktu ke waktu berbentuk seperti dalam Gambar 2 (ini yang menyebabkan mengapa EOQ sering disebut model continuous). Q adalah jumlah yang dipesan kapan saja persediaan mencapai titik pemesanan kembali (Reorder Point, R), d adalah tingkat

permintaan atau penggunaan per hari, dan L adalah lead time. Waktu tunggu (lead time) perlu diperhatikan untuk mengatasi

ketidakpastian bahan baku yang berasal dari luar perusahaan, karena seringkali tenggang waktu yang terjadi antara pemesanan dengan saat pengiriman atau diterimanya bahan tersebut tidak selalu sama. Sedangkan persediaan pengaman berfungsi melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan baku yang disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan.

39

Gambar 2. Tingkat Persediaan Versus Waktu bagi EOQ. Sumber : Handoko, 2000 Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila perubahan kuantitas produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini memberikan biaya penyimpanan yang lebih besar bila dibandingkan dengan teknik lot for lot. 3.1.4.3MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) Teknik PPB (Teknik Penyeimbang Bagian Periode) merupakan

pendekatan yang lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. PPB membentuk bagian periode ekonomis, yang merupakan risiko antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai EPP (Economic Part Period). Teknik ini memiliki prinsip untuk mencoba menggabungkan suatu periode berikutnya, lalu menghitung kumulatif bersih dari periode gabungan tersebut dan juga menghitung kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode dapat

40

diperoleh dengan mengkumulatifkan perkalian kebutuhan bersih suatu periode dengan periode tambahan yang ditanggung (Tabel 7). Tabel 7. Cara Perhitungan Lot dengan Teknik PPB Periode yang Kebutuhan Bersih digabungkan Kumulatif 1 a 1,2 a+b 1,2,3 a+b+c
Sumber : Buffa dan Sarin, 1996

Kumulatif Bagian Periode a x (1-1) b x (2-1) b x (2-1) + c x (3-1)

Bagian periode yang paling mendekati nilai EPP adalah pilihan gabungan periode yang dipilih dan juga dilakukan untuk periode-periode selanjutnya. Besar pesanan adalah sebesar kebutuhan bersih kumulatif, yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi dengan harapan akan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan akan digunakan selama periode gabungan. Kelemahan teknik PPB apabila diterapkan perusahaan, yaitu adanya kemungkinan kerusakan persediaan bahan baku akibat penyimpanan bahan baku di gudang. Teknik PPB ini tidak dapat dilakukan apabila nilai EPP-nya lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan kotornya. 3.1.4.4 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) Dalam teknik POQ, ukuran lot sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian sediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak seragam karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan.

41

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran operasional ini dimulai mengidentifikasi kondisi perusahaan yang berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku. Beberapa hal yang terkait dalam pembelian yaitu jenis dan asal bahan baku, kualitas, volume pemakaian, waktu tunggu, serta biaya persediaan yang meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Kedua biaya ini dipilih karena merupakan biaya yang dominan pada PT. Sinar Alam Permai terutama yang bergerak di bidang manufaktur/pabrik. Alat analisis pengendalian persediaan bahan baku dari produksi PKO adalah dengan menggunakan metode pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan dan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Rencana Kebutuhan Bahan (Material Requirement Planning, MRP) yang mencakup teknik Lot For Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ) dan Part Period Balancing (PPB). Setelah diperoleh hasil ketiganya kemudian dibandingkan dengan metode yang dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh tingkat persediaan optimal dengan biaya persediaan minimum. Selanjutnya dilakukan analisis penghematan dengan menghitung selisih antara nilai pada metode alternative dengan nilai pada metode perusahaan, dan kemudian ditentukan metode terbaik untuk dijadikan alternatif system pengendalian persediaan yang efektif dan efisien. Secara ringkas, dapat dilihat pada diagram alir kerangka pemikiran operasional pada Gambar 3.

42

PT. SAP

Permasalahan di Departemen PKC PT SAP - Fluktuasi penggunaan inti sawit - Target perusahaan belum terpenuhi

Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Inti sawit

Analisis Persediaan Bahan Baku Inti Sawit

Volume Pemakaian Bahan Baku

Biaya Persediaan Bahan Baku

Waktu Tunggu

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Metode Perusahaan

Metode MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB

Analisis Perbandingan dan Penghematan

Tingkat Persediaan Bahan Baku Optimal dengan Biaya Persediaan yang Minimum

Gambar 3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional

43

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PT Sinar Alam Permai (PT SAP) yang berlokasi di Jalan Sabar Jaya No. 21, Desa Prajin, Mariana, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja, dengan pertimbangan bahwa PT SAP merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri hilir kelapa sawit, yang menghasilkan produk dengan orientasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Adapun pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung. Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi perusahaan untuk menetapkan kendala atau permasalahan untuk mengoptimalkan model persediaan. Wawancara ditujukan kepada Manajer Produksi dan Leader Produksi Departemen PKC (Palm Kernel Crushing), Lab PK (Palm Kernel), depatemen keuangan, departemen PPIC (Production Planning and Inventory Control), departemen HRD (Human Resorce and Development) dan departemen Tracking, khususnya bagian logistik. Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan berupa laporan tahunan atau bulanan yang meliputi data historis, data biaya dan data pendukung lainnya. Selain itu ditambah dengan studi literatur berupa skripsi, makalah, laporan penelitian, dan internet.

44

4.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif. Data-data tersebut antara lain jenis dan asal bahan baku, prosedur pembelian, pengawasan mutu bahan baku dan kebijakan persediaan perusahaan. Data sekunder diperoleh dari data-data yang dimiliki oleh perusahaan. Data pengendalian persediaan bahan baku PT. SAP (Sinar Alam Permai) yang dikumpulkan antara lain : 1. Data persediaan inti sawit. 2. Data persediaan PKO. 3. Biaya pemesanan. 4. Biaya penyimpanan. 5. Waktu tunggu. 6. Data pembelian. 7. Data penyimpanan inti sawit. Data yang diambil merupakan data bulanan, dimulai pada bulan Juli 2006 sampai bulan Juni 2007 karena perusahaan tutup buku setiap bulan Juni. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menyusun data kuantitatif yang diperoleh ke dalam tabel-tabel yang tersedia. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan alat bantu program Microsoft excell dan kalkulator, hasil pembahasannya disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian di analisis secara deskriptif dan diinterpretasikan untuk menjelaskan hasil yang telah di dapat tersebut. Hasil analisis dari model-model pengendalian persediaan tersebut dibandingkan untuk mencari suatu alternatif model yang paling baik sesuai dengan kondisi perusahaan.

45

4.4.1 Identifikasi Kondisi Perusahaan dalam Manajemen Pengendalian Persediaan Inti Sawit Langkah awal yang dilakukan dalam analisis pengendalian persediaan adalah mengidentifikasi manajemen pengendalian bahan baku perusahaan. Sebelum dilakukan analisa, perlu diketahui kebijakan-kebijakan yang diterapkan perusahaan sehubungan dengan produksi, pembelian bahan baku, cara perusahaan dalam menangani persediaan dan menentukan besar pesanan selama ini. Setelah itu perlu diketahui bagaimana perjanjian pesanan pembelian antara perusahaan dan pemasok serta perjanjiannya dan hal-hal penting lainnya yang dapat diketahui. 4.4.2 Analisis Persediaan Bahan Baku Jenis data yang diperlukan dalam menganalisis persediaan bahan baku adalah : a. Volume pemakaian bahan baku Volume pemakaian bahan baku digunakan sebagai pendekatan yang menyatakan besar permintaan akan bahan baku. b. Penyesuaian dan penentuan waktu tunggu Waktu tunggu bahan baku adalah waktu yang dibutuhkan sejak bahan baku dipesan hingga bahan baku tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Waktu tunggu bahan baku digunakan dalam menentukan pelaksanaan pemesanan sehingga pesanan dapat diterima pada saat yang tepat. c. Analisis Persediaan Pengaman Dalam beberapa situasi, kebutuhan per periode bersifat variabel yang dapat disebabkan karena adanya variabilitas produksi dan pemakaian bahan baku. Untuk mengatasi keragaman tersebut dibutuhkan persediaan minimum. Persediaan minimum besarnya sama dengan persediaan pengaman.

46

Penentuan volume atau tingkat persediaan pengaman yang dipilih perusahaan harus didasarkan atas pertimbangan yang rasional sehingga dapat menghasilkan penentuan kebijakan yang efektif. Persediaan pengaman merupakan persediaan yang harus ada selama waktu tunggu pengadaan bahan baku. Dalam perhitungan persediaan pengaman terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu waktu tunggu, dan rata-rata pemakaian bahan baku. Rumus perhitungan persediaan pengaman adalah sebagai berikut : S=dxL di mana : S : Persediaan pengaman d : Rata-rata permintaan/ pemakaian bahan per periode L : Waktu tunggu pemakaian per periode 4.4.3 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan Perhitungan-perhitungan yang dilakukan dalam menentukan kuantitas optimal pesanan pada analisis pengendalian persediaan merupakan perhitungan yang melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan, yaitu meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya pemesanan setahun dihitung dengan cara : TC = f X C dimana : TC : Biaya pemesanan selama setahun (Rp) F : Kuantitas pemesanan selama setahun (Kg) C : Biaya pemesanan per pesanan (Rp) Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang berkenaan dengan

diadakannya persediaan. Biaya ini berkaitan dengan tingkat rata-rata persediaan

47

yang ada di gudang. Biaya penyimpanan setahun dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : TH =

i=1

12

thi

Thi = Qri x h Qri = (Qawi + Qaki) / 2 Thi = [(Qawi + Qaki)/2] x h maka : TH = [(Q awi + Qaki)/2] x h
i= 1
12

12

TH = [( Qawi +
i= 1

Qaki)/2) x h]
i= 1

12

di mana : Thi h : Biaya penyimpanan sebulan (Rp) : Biaya penyimpanan per unit per bulan (Rp)

Qawi : Tingkat persediaan awal bulan i (Kg) Qki Qri : Tingkat persediaan akhir bulan i (Kg) : Persediaan rata-rata (Kg)

4.4.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengendalian persediaan bahan baku yang termasuk dalam rencana kebutuhan bahan (Material Requirement Planning System, MRP). Dalam model MRP biasanya digunakan format seperti pada Tabel 8.

48

Tabel 8. Format Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku (MRP) Uraian Mingguan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kebutuhan kotor Persediaan Kebutuhan bersih Rencana penerimaan pesanan Rencana pelaksanaan pesanan
Sumber : Buffa dan Sarin, 1996

11 12

Langkah-langkah pengisian tabel MRP adalah sebagai berikut : 1. Menentukan kebutuhan kotor. Kebutuhan kotor adalah rencana pemakaian bahan baku perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi. 2. Persediaan di tangan Perkiraan persediaan yang ada di tangan untuk satu periode. Apabila tidak terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan pesanan pada periode tersebut, maka besarnya persediaan di tangan untuk suatu periode adalah persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode tersebut. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan pesanan pada periode tersebut, maka persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar rencana penerimaan pesanan periode tersebut ditambah persediaan ditangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode tersebut. 3. Menghitung kebutuhan bersih. Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat lagi dipenuhi oleh persediaan perusahaan. Apabila persediaan di tangan suatu periode lebih besar dari kebutuhan kotor, maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk periode tersebut. Tetapi, jika persediaan di tangan lebih kecil dari kebutuhan kotor suatu periode, maka kebutuhan bersih untuk periode tersebut adalah

49

sebesar kebutuhan kotor periode tersebut dikurangi persediaan di tangan periode sebelumnya. 4. Menentukan rencana penerimaan pesanan. Rencana penerimaan pesanan adalah besarnya bahan baku yang akan diterima pada periode tertentu berdasarkan pemesanan yang telah dilakukan sebelumnya. 5. Membuat rencana pelaksanaan pesanan. Rencana pelaksanaan pesanan adalah besarnya pesanan yang direncanakan perusahaan pada suatu periode dengan harapan akan diterima perusahaan tepat pada saat dibutuhkan, yaitu pada saat rencana penerimaan pesanan, hanya periode pelaksanaannya yang berbeda yaitu sebelum rencana penerimaan pesanan. Pesanan diasumsikan akan diterima ketika barang terakhir meninggalkan pesanan. Ukuran Lot adalah jumlah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang minimum. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada system MRP, diantaranya : a. Teknik Lot For Lot Dalam teknik ini, pemesanan dilakukan tepat sebesar kebutuhan yang akan dipakai. Hal yang perlu diketahui dalam menjalankan teknik lot for lot adalah besar dan waktu pemakaian bahan baku secara akurat yang didasarkan pada jadwal induk produksi dan waktu tunggu bahan baku.

50

b. Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Teknik EOQ (kuantitas pesanan ekonomis), besarnya pesanan yang dilakukan sebesar kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih. Rumus dasar dari EOQ adalah sebagai berikut :

EOQ =
dimana : R : Permintaan bahan baku (Kg) C : Biaya pemesanan per pesanan (Rp) H : Biaya penyimpanan per unit tahun (Kg) c. Teknik Part Period Balancing (PPB)

2CR H

Teknik Penyeimbang Bagian Periode (PPB) merupakan pendekatan yang lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Dalam teknik PPB, besar pesanan dilakukan sebesar kebutuhan pokok pada suatu periode yang dapat digabungkan. Penggabungan periode dilakukan untuk gabungan berurutan yang memiliki nilai kumulatif bagian period mendekati nilai Economic Part Periode (EPP). EPP dihitung dengan rumus : EPP = S/H dimana : S : biaya pemesanan per pesanan H : biaya penyimpanan per unit per periode. Pesanan yang direncanakan akan diterima pada saat jumlah yang mencukupi kebutuhan kotor sepanjang periode gabungan sesuai dengan perhitungan PPB berdasarkan EPP yang telah dihitung sebelumnya. Sehingga

51

pada saat suatu periode gabungan yang telah ditentukan tidak memiliki kebutuhan bersih, maka tidak ada rencana penerimaan pesanan. Pada periode gabungan yang kedua dan ketiga dan seterusnya dari suatu gabungan periode, kebutuhan kotornya sudah diterima pada periode pertama dari gabungan periode, maka periode kedua, ketiga dan seterusnya tidak terdapat kebutuhan bersih, sehingga pesanan yang direncanakan akan diterima sama dengan nol. Pada awal periode gabungan, rencana pesanan akan diterima sebesar kebutuhan kotor sepanjang periode gabungan. d. Teknik Period Order Quantity (POQ) Pada teknik POQ, ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan actual dalam jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian sediaan yang muncul timbul dalam kebijakan EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak seragam karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan. Untuk menghitung jumlah periode yang kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan dibawah ini : Jumlah pesanan = EOQ/Permintaan Rata-Rata e. Metode Perusahaan Metode ini disesuaikan dengan kondisi yang dijalankan perusahaan. Hal ini berarti penentuan jumlah bahan baku yang diterima pada setiap pemesanan adalah jumlah kebutuhan bahan baku per tahun dibagi dengan frekuensi optimal pembelian bahan baku.

52

4.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan Dari hasil analisis biaya persediaan bahan baku untuk setiap model yang digunakan akan dibandingkan besar pesanan, banyak pesanan, dan biaya persediaan yang timbul. Selain melakukan perbandingan antar teknik juga akan dilakukan perbandingan antar teknik-teknik tersebut dengan sistem pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan, kemudian dilakukan penghitungan penghematan biaya bahan baku. Dari hasil analisis perbandingan dan penghitungan penghematan tersebut dilakukan pemilihan alternatif sistem pengendalian yang tepat bagi perusahaan. Metode yang menghasilkan persentase penghematan terbesar dengan biaya persediaan minimum dan sesuai dengan kondisi perusahaan akan direkomendasikan untuk digunakan perusahaan. 4.6 Definisi Operasional Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Persediaan Sumberdaya organisasi yang disimpan dalam rangka antisipasi terhadap pemenuhan permintaan, atau sumberdaya yang digunakan untuk masa yang akan datang. Persediaan inti sawit dihitung dalam satuan kilogram (Kg). 2. Bahan Baku Bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari suatu produk jadi, dan merupakan bagian pengeluaran terbesar dalam memproduksi barang. Bahan baku inti sawit dihitung dalam satuan kilogram (Kg)

53

3. Biaya pemesanan Biaya-biaya yang terkait langsung dengan kegiatan pemesanan atau pembelian bahan yang dilakukan oleh perusahaan. Komponen biaya pemesanan terdiri dari biaya telepon, biaya transportasi, biaya ekspedisi, dan biaya angkut. Dihitung dalam satuan Rupiah (Rp). 4. Biaya penyimpanan Biaya yang timbul karena adanya bahan baku yang disimpan oleh perusahaan. Komponen biaya penyimpanan hanya terdiri dari biaya modal (opportunity cost). Biaya penyimpanan dihitung dalam satuan Rupiah (Rp). 5. Waktu Tunggu Tenggang waktu antara pemesanan bahan baku sampai bahan baku tersebut diterima oleh perusahaan. Waktu tunggu atau waktu ancang-ancang dihitung dalam satuan hari.

54

V. GAMBARAN UMUM PT. SAP 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Perusahaan pada mulanya bernama PT. Sinar Laut yang didirikan pada tahun 1984, yang bergerak di bidang produksi dan pengolahan minyak kelapa sawit. PT. Sinar Laut merupakan perusahaan keluarga dari keluarga Sukrianto Halim. Perusahaan didirikan dengan penanaman modal dalam negeri. Modal diperoleh dari pinjaman Bank Dagang Negara (BDN), dengan pinjaman sebesar Rp 25 Milyar, ditambah dengan modal sendiri. PT. Sinar Laut mengalami kemunduran pada tahun 1991. Perusahaan ini berpindah tangan ke pengusaha Medan yang bergerak di bidang minyak goreng pada tanggal 01 Oktober 1991 dan berganti nama menjadi PT. Sinar Alam Permai. PT. SAP merupakan salah satu anak perusahaan dari Karya Prajona Nelayan (KPN) yang mulai berproduksi kembali pada awal tahun 1992. KPN Grup

melakukan merger (penggabungan) dengan perusahaan kelapa sawit dari Malaysia pada awal tahun 2006 dan berganti nama menjadi Wilmar Corporation dan mulai go public pada akhir tahun 2006. Perubahan tersebut diikuti dengan perubahan pada Top Manager, sedangkan staf dan karyawan masih seperti awal berdirinya perusahaan. Untuk semua keputusan diserahkan kepada pimpinan pusat yang berada di Medan dan Singapura. Adapun tujuan utama pendirian PT. SAP adalah : 1. Untuk menghasilkan produk-produk dari minyak kelapa sawit. Industri pengolahan kelapa sawit masih relatif sedikit khususnya di Propinsi Sumatera Selatan, sedangkan hasil perkebunan kelapa sawit di wilayah ini sangat melimpah.

55

2. Untuk mencukupi kebutuhan minyak kelapa sawit dalam negeri, khususnya minyak goreng. 3. Untuk membantu program pemerintah, khususnya dalam meningkatkan taraf hidup petani kelapa sawit. Sejak tahun 1991 sampai sekarang PT. SAP mengalami peningkatan produktifitas di beberapa produknya berdasarkan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Namun demikian keberhasilan dalam peningkatan produktifitas tersebut tidak terlepas dari berbagai hambatan, antara lain : 1. Terjadinya berbagai persaingan dalam pemasaran internasional. 2. Terjadinya persaingan dengan industri yang sejenis di daerah yang sama. 3. Jarak perkebunan dan lokasi perusahaan yang jauh. 5.2 Lokasi Perusahaan PT. SAP berkantor di Jl. Blabak No. 18 Tiga Ilir Palembang. Pabrik pengolahannya berlokasi di Jl. Sabar Jaya No. 21, Desa Prajin, Kecamatan Banyu Asin I, Kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan (30 KM dari kota Palembang). Lokasi pabrik dan kantor PT SAP berada di pinggir sungai Musi. Perusahaan memiliki pelabuhan sendiri sehingga mempermudah penerimaan bahan baku dengan jalur air dan pengiriman produk menuju kantor pemasaran di Tiga Ilir, pengiriman domestik dan pengiriman ekspor. PT. SAP memiliki beberapa fasilitas bangunan yang dapat dilihat pada Tabel 9.

56

Tabel 9. Fasilitas yang Terdapat di PT. Sinar Alam Permai


No 1 Kantor Fasilitas Jumlah 4 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. Nama Kantor Utama Kantor Administrasi Kantor Keselamatan Kesehatan Kerja Kantor Security Lab Utama Lab Palm Kernel Tempat Penimbangan Refenery Fraksinasi Palm Kernel Crushing Teksturing Pengemasan Terdapat 4 jalur dengan dilengkapi timbangan hidrolik Penampungan PKO (2) Penyimpanan PKO (stok) (3) Penampungan/penyimpanan CPO (3) Penyimpanan Olein (3) Penyimpanan Stearine (3) Tangki pendingin (6) Tangki air (4) 2 buah gudang bungkil kelapa sawit dengan kapasitas 1 buah gudang penyimpanan batu bara dan cangkang yang akan digunakan untuk bahan bakar boiler. Bengkel refenery Bengkel Palm Kernel Crushing 4 buah rumah untuk manajer 16 buah rumah untuk supervisor dan mandor

Laboratorium

Pabrik (Plant)

Tempat Bongkar Muat

1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2.

Tangki

24

Gudang

7 9 8 9 10 11

Bak Pengolahan limbah Bengkel Ruang Generator Ruang Boiler Perumahan/mess

2 2 1. 2.

20

1. 2.

Departemen Palm Kernel Crushing (PKC) merupakan departemen yang mengolah inti sawit (PK) menjadi minyak inti sawit (PKO) di PT.SAP. Minyak inti sawit merupakan produk utama dari departemen tersebut, sedangkan bungkil kelapa sawit merupakan produk sampingannya. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer produksi yang dibantu oleh seorang asisten manajer untuk bagian mekanik. Departemen PKC membawahi beberapa bagian yaitu bagian gudang

57

bungkil, bagian mekanik dan bagian produksi. Masing-masing bagian dipimpin oleh seorang leader yang membawahi beberapa mandor. Bagian produksi Departemen PKC adalah bagian yang mengolah inti sawit (PK) menjadi minyak inti sawit (PKO). Bagian produksi Departemen PKC memilki dua pabrik (plant) yaitu pabrik 1 dan pabrik 2. Masing-masing pabrik tersebut dilengkapi dengan mesin mesin pres pertama, mesin pres kedua, hopper dan bulking silo. Untuk lebih jelas mengenai Fasilitas dan kapasitas di ke dua plant dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Fasilitas dan Kapasitas di Plant 1 dan Plant 2 di Departemen PKC Plant Fasilitas Kapasitas Satu Dua 1. Mesin pres satu (Fipress) @ 15 ton 42 mesin 18 mesin Jam kerja mesin 1008 jam (plant 1) dan 432 jam (plant 2) 2. Mesin pres kedua @ 15 ton 44 mesin 18 mesin Jam kerja mesin 1056 (secondpress) jam (plant 1) dan 432 jam (plant 2) 3. Hopper 3 2 @ 250 ton 4. Bulking Silo 3 1 @ 580 ton Sumber : Departemen PKC Bagian gudang bungkil merupakan bagian yang bertugas dan

bertanggungjawab dalam penyimpanan dan pemuatan bungkil kelapa sawit bila ada penjualan bungkil. Departemen PKC memiliki dua buah gudang bungkil dengan kapasitas 10.000 ton untuk setiap gudang. Bagian mekanik adalah bagian yang bertanggungjawab untuk memelihara peralatan produksi, bulking silo dan timbangan hidrolik di departemen PKC. Bagian ini terdiri dari mekanik welding (pengelasan), mekanik listrik, mekanik gerinda dan mekanik shoop.

58

5.3 Visi, Misi, Kebijakan Mutu Perusahaan dan Sasaran Mutu Perusahaan Setiap perusahaan maupun suatu organisasi dan instansi akan selalu memiliki visi dan misi yang menjadi pedoman kegiatan. PT. Sinar Alam Permai memiliki visi dan misi, yaitu : 1. Visi Perusahaan Menjadi mitra bisnis unggulan dan layak dipercaya Stoke Holders. 2. Misi Perusahaan Perusahaan kelas dunia yang dinamis di bisnis agrikultur dan industri terkait dengan pertumbuhan yang dinamis dengan tetap mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar dunia melalui kemitraan dan manajemen yang baik. Visi dan misi perusahaan ditunjang dengan kebijakan mutu perusahaan dan sasaran mutu perusahaan sebagai berikut : 1. Kebijakan mutu perusahaan PT. SAP bergerak di bidang edible oil mengutamakan produk bermutu dan ramah lingkungan sesuai dengan persyaratan dan perundang-undangan yang relevan dalam rangka memberikan kepuasan stoke holders, dengan cara : a. Menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 dengan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 : 2004. b. Melakukan tinjauan penerapan aktifitas perusahaan yang

berkenaan dengan mutu dan pengelolaan lingkungan. c. Melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan dan efektifitas

yang efisien secara terus menerus dan berkesinambungan.

59

d. Membangun, memelihara dan meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia yang berlandaskan nilai-nilai inti perusahaan. 2. Kebijakan sasaran mutu perusahaan. Perusahaan menentukan kebijakan sasaran mutu agar perusahaan dapat menjaga mutu dari produknya. Kebijakan sasaran mutu perusahaan adalah sebagai berikut : a. Keluhan pelanggan maksimal 1% dari total produksi per bulan. b. Produksi yang tidak sesuai maksimal 2,5% dari total produksi per bulan. c. Pelatihan untuk karyawan minimal 5 kali per tahun. d. Untuk kecelakaan, 400.000 jam kerja selamat. e. Kapasitas produksi minimal 95 % dari kapasitas terpasang. f. Losses (penyusutan/kehilangan) produksi per bulan di setiap pabrik PT. SAP dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Standar Losses (Penyusutan/kehilangan) yang Terjadi di Setiap Pabrik Pengolahan PT. SAP Pabrik Pengolahan Standar Maks (%) 0.6 Refenery 0.1 Fraksination 0.1 Tekturizing 1.0 Consumer 1.0 PK Crushing

5.4 Struktur Organisasi PT. SAP memiliki struktur organisasi yang tersendiri yang dipimpin oleh seorang General Manajer yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan perusahaan yang dibantu oleh Deputi General Manajer yang membawahi beberapa manajer yaitu Manajer Pemasaran, Manajer Operasional, Manajer Administrasi,

60

dan Personalia Manajer, Manajer Pabrik, dan Manager Keuangan. Bagan struktur organisasi PT. SAP dan struktur organisasi departemen PKC dapat dilihat pada lampiran 1. Adapun tugas dan tanggungjawab yang diberikan adalah sebagai berikut : 1. Manajer Umum (General Manager) a. Bertanggungjawab dan mengelola seluruh aktivitas perusahaan secara umum. b. Bertanggungjawab atas perkembangan perusahaan. c. Bertanggungjawab langsung ke kantor pusat (Head Office, HO) di Medan mengenai keadaan perusahaan. 2. Wakil Manajer Umum (Deputy General Umum) a. Memberikan pengarahan umum serta menetapkan tugas, tanggungjawab dan wewenang setiap manajer yang berada dibawahnya. b. Menerima dan mengevaluasi laporan-laporan dari para manajer mengenai kegiatan masing-masing departemen. c. Bertanggungjawab langsung ke manajer umum. 3. Manajer Pabrik (Factory Manager) a. Bertanggungjawab untuk mengatur kelancaran proses produksi di beberapa pabrik pengolahan yang dibawahinya. b. Melakukan penilaian dan koreksi terhadap hasil kerja yang dilakukan oleh manajer dibawahinya dan karyawan. c. Melakukan pengawasan pada berbagai pabrik yang menjadi

tanggungjawabnya. d. Bertanggungjawab langsung ke wakil manajer umum.

61

4. Manajer Produksi a. Bertanggungjawab terhadap kelancaran produksi di departemennya b. Mengawasi produksi sesuai dengan mutu dan target produksi yang telah ditetapkan. c. Memberikan penilaian dan mengoreksi hasil kerja dari karywan yang dipimpin. d. Memberikan pengarahan kepada karyawannya mengenai tugas dan tanggungjawab serta memberitahukan aturan terbaru dari manajer pabrik. 5. Departemen Administrasi Departemen administrasi membawahi bagian Laboratorium, dan bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control), masing-masing bagian tersebut dipimpin oleh seorang kepala bagian. Divisi administrasi bertugas membukukan pengeluaran dan penerimaan serta menyimpan surat-surat berharga. Divisi ini juga melakukan pencatatan transaksi-transaksi dan biaya pengeluaran serta membuat dokumen jumlah bahan baku yang masuk dan jumlah produk yang keluar dari perusahaan. 1. Bagian Laboratorium Bertanggungjawab dan bertugas menganalisa bahan baku yang akan dibeli dan masuk ke perusahaan sesuai dengan standar perusahaan. Departemen ini juga bertanggungjawab memantau dan menguji produk perusahaan mulai dari bahan baku yang akan dibeli, bahan baku masuk ke perusahaan, produk selesai di produksi sampai produk tersebut akan di bongkar muat untuk di kirim ke pembeli atau konsumen.

62

2. Bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) Bagian PPIC bertugas untuk menghitung kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan oleh setiap pabrik (plant). Departemen ini juga yang merancang kegiatan produksi di setiap pabrik. 6. Departemen Tracking Departemen ini membawahi bagian logistik dan bagian transportasi. Departemen ini bertugas untuk melakukan pengadaan bahan baku yang dibutuhkan oleh bagian PPIC dan bertugas menyediakan tranportasi untuk mengangkut bahan baku dari PKS (pabrik kelapa sawit). Transportasi yang digunakan adalah truk dan ponton (kapal). Untuk truk yang digunakan ada dua yaitu armada truk milik PT. SAP dan armada truk ekspedisi dari perusahaan lain. 7. Departemen Personalia Departemen ini bertanggungjawab atas kesejahteraan karyawan dan bertugas menerima serta memberhentikan karyawan. 8. Departemen Akuntansi Departemen ini membuat rencana anggaran dan pendapatan perusahaan, menyusun rencana dan laporan berkala di bidang keuangan serta laporan tahunan perusahaan. 9. Departemen Pemasaran Departemen ini membawahi bagian administrasi pemasaran dan penjualan serta bagian distribusi penjualan. Adapun tugas dan wewenang manajer pemasaran adalah sebagai berikut :

63

1. Merencanakan dan mengkoordinir semua kegiatan pemasaran dan penjualan minyak goreng dan bungkil kelapa sawit. 2. Melakukan penelitian dan pengembangan pemasaran produk. 5.5 Ketenagakerjaan PT. SAP merupakan perusahaan yang bergerak di industri kelapa sawit, sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja. Tenaga kerja di PT. SAP berjumlah 542 orang, sebagian besar merupakan tenaga kerja bagian produksi. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh karyawan mulai dari SD sampai dengan S3. Tenaga kerja yang bekerja pada PT. SAP jam kerjanya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : a. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja tetap yang harus bekerja secara terus menerus di dalam unit kerja, tenaga kerja ini langsung berhubungan dengan proses produksi yaitu pada bagian produksi, bagian laboratorium dan bagian timbangan. b. Tenaga kerja tak langsung yaitu tenaga kerja tetap yang bekerja secara periodik di departemen administrasi, departemen personalia dan petugas kebersihan. c. Tenaga kerja kontrak dan tenaga kerja harian merupakan tenaga kerja yang bekerja berdasarkan kontrak dengan perusahaan, tenaga kerja ini antara lain buruh bongkar muat dan supir truk. Perusahaan berproduksi selama tujuh hari dan libur pada hari-hari besar dan libur nasional. Jam kerja setiap satu shift unit kerja adalah 8 jam kerja. Setiap satu shift disediakan waktu istirahat selama satu jam, adapun pengaturan dalam pembagian shift adalah :

64

a. Shift pagi dengan jam kerja pukul 08.00 s/d 16.00 WIB. b. Shift sore dengan jam kerja pukul 16.00 s/d 24.00 WIB. c. Shift malam dengan jam kerja pukul 24.00 s/d 08.00 WIB. Kesejahteraan umum para karyawan dan pimpinan merupakan hal yang sangat penting untuk kesejahteraan perusahaan. Untuk mencapai kesejahteraan perusahaan PT. SAP menyediakan fasilitas untuk karyawan, adapun fasilitas yang disediakan perusahaan berupa : Perumahan (Mess) Karyawan Perusahaan menyediakan perumahan untuk staf dan karyawan, lokasi perumahan berada tidak jauh dari lokasi pabrik. Kesehatan Perusahaan memberikan fasilitas pengobatan, fasilitas pelayanan kesehatan maupun fasilitas asuransi kecelakaan kerja pada staf dan karyawan dengan melakukan kerja sama pada pihak PT. ASTEK. Sistem penggajian yang dilakukan oleh perusahaan adalah bulanan untuk karyawan tetap, besarnya gaji sesuai dengan golongan (gol 1 sampai 8 dimana setiap golongan dibagi menjadi 13 kelas) dari karyawan. Setiap 6 bulan sekali dilakukan penilaian kerja karyawan. Karyawan akan mendapatkan bonus tahunan, THR dan pembagian hasil saham perusahaan. Untuk karyawan kontrak dan harian pembayaran dilakukan oleh perusahaan jasa tempat karyawan tersebut bekerja, dimana perusahaan tersebut telah melakukan kontrak kerja dengan PT. SAP. PT. SAP akan membayar perusahaan berdasarkan perjanjian kontrak.

65

5.6 Proses Produksi 5.6.1 Bahan Baku Produk utama PT. SAP adalah minyak goreng, olein, stearin dan PKO (Palm Kernel Oil, Minyak Inti Sawit) serta PKM (Palm Kernel Meal, Bungkil Kelapa Sawit) sebagai produk sampingan. Bahan baku untuk produksi berupa CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (PK, Palm Kernel) diperoleh dari sejumlah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang ada di Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung. Hal ini dikarenakan PT. SAP tidak memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri. Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti di departemen Palm Kernel Crushing (PKC), dimana bahan baku yang digunakan dalam proses produksi di departemen ini hanya menggunakan bahan baku utama yaitu inti sawit (Palm Kernel, PK). 5.6.2 Proses Pembuatan PKO (Palm Kernel Oil) Proses pembuatan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) dimulai pada saat bahan baku berupa inti sawit (Palm Kernel, PK) diterima kemudian diambil sampel oleh petugas laboratorium untuk diuji kadar air, kadar minyak dan kadar kotorannya sesuai dengan kesepakatan diawal kontrak antara pihak perusahaan dengan pihak pabrik kelapa sawit (PKS). Untuk mengetahui volume (berat) inti sawit, truk yang membawa inti sawit ditimbang diatas jembatan penimbangan (volume inti sawit diperoleh dari berat truk yang berisi inti sawit dikurangi dengan berat kosong truk). Inti sawit dibawa ke bagian loading rump sampai ada kepastian dari bagian laboratorium PK (inti sawit, Palm Kernel). Inti sawit (PK) yang telah lulus uji laboratorium, akan dimasukkan ke selokan penampungan sementara yang dilakukan oleh bagian bongkar muat (Loading Rump). Dari parit penampungan inti sawit (PK) dibawa dengan

66

conveyor menuju bak penampungan sementara. Pada bak penampungan inti sawit (PK) disaring untuk dipisahkan dari bahan material (besi, batu, paku dan plat besi) yang ikut dalam tumpukan inti sawit (PK). Inti sawit (PK) diangkut dengan menggunakan elevator menuju ke silo (tempat penampungan berbentuk kerucut berfungsi sebagai tempat menyimpan inti sawit). Dari silo inti sawit dialirkan ke hopper (tempat penampungan inti sawit di dalam pabrik sebelum ke mesin pres) lalu masuk ke mesin fipres (mesin yang berfungsi untuk mengepres inti sawit menjadi bungkil kelapa sawit). Minyak inti sawit hasil dari fipres dan secondpres masuk ke dalam selokan penampungan dialirkan masuk ke bak penampungan lalu di saring di niagara filter. Dari niagara filter minyak inti sawit masuk ke tangki penampungan sementara, setelah proses produksi berjalan selama 24 jam, minyak kelapa sawit di dalam tangki diukur (setiap jam 8 pagi) lalu dialirkan ke tangki penampungan yang lebih besar untuk dijadikan stok. Bungkil kelapa sawit hasil dari fipress dialirkan ke mesin secondpress (untuk mengambil sisa minyak yang masih ada). Bungkil kelapa sawit hasil dari pengepresan secondpress dialirkan ke selokan penampungan, dengan

menggunakan ulir, bungkil kelapa sawit tersebut dimasukkan ke gudang bungkil yang berada di sebelah pabrik produksi. Agar bungkil kelapa sawit tidak terlalu panas sebelum masuk ke gudang, bungkil tersebut di semprot dengan air. Untuk lebih jelas, proses pembuatan PKO dapat dilihat pada gambar 4.

67

Inti Sawit

Pengambilan sampel oleh bagian Lab PK

Penimbangan Inti sawit

Loading Rump

Fipres

Hopper

Silo

Bak penampungan

PKO

Bak penampungan Second pres


PKM

Niagara Filter

Gudang Bungkil

Tangki penampunga

Tangki Stok

Gambar 4. Skema Pembuatan Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil, PKO) PT. Sinar Alam Permai (SAP) 5.7 Pemasaran PT. SAP merupakan salah satu produsen yang mengolah produk turunan dari CPO dan minyak inti sawit, serta produsen minyak goreng di wilayah Sumatera Selatan. Sejak berdiri sampai tahun 2002 PT. SAP adalah satu-satunya perusahaan yang mengolah CPO dan inti sawit di Sumatera Selatan. Tetapi, sejak tahun 2002 PT. SAP memiliki pesaing yaitu PT. Musim Mas. Hal ini berpengaruh terhadap volume CPO dan inti sawit yang diolah. PT. SAP adalah perusahaan swasta yang memproduksi produk-produk turunan dari CPO (Crude Palm Oil) seperti minyak goreng dengan merk dagang Fortune, olein, stearin dan shortening. Produk lain yang dihasilkan oleh PT. SAP adalah minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) dan menghasilkan produk sampingan yaitu bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM).

68

Produk PT. SAP sebagian dipasarkan sendiri oleh departemen marketing PT. SAP dan sebagian lagi dipasarkan oleh kantor pusat di Medan. Produk yang dijual sendiri oleh PT. SAP adalah minyak goreng dan bungkil kelapa sawit. Minyak goreng yang dipasarkan oleh PT. SAP ada dua jenis yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan dengan merk dagang Fortune (kemasan jerigen 1 liter hingga 5 liter). Kapasitas produksi minyak goreng PT. SAP adalah 52 000 buah per hari untuk kemasan 1 liter dan 2000 buah per hari untuk kemasan jerigen 5 liter. Bungkil kelapa sawit (PKM) maksimal dijual sebanyak 6 000 ton. Minyak goreng tersebut di pasarkan ke pasar tradisional dan supermarket yang ada di pulau Sumatera, sebagian pulau Jawa, pulau Sulawesi dan pulau Kalimantan. Pada tahun 2007 minyak goreng tersebut mulai memasuki pasar India. Pemasaran minyak goreng tersebut melalui distributor dan agen. Harga minyak goreng yang dijual berdasarkan harga minyak goreng di pasaran. Produk hasil turunan dari CPO yang lain dan minyak inti sawit (PKO) dipasarkan oleh kantor pusat Wilmar Corporation yang ada di Medan dan Singapura. Sebagian dari produk-produk tersebut di ekspor ke luar negeri yaitu sebesar 87 persen dan sisanya dijual di dalam negeri. Adapun negara tujuan ekspor Wilmar Corporation adalah Amerika Serikat, Korea, Cina, Thailand dan India. Selama tiga tahun terakhir harga produk turunan dari CPO dan minyak inti sawit berfluktuasi. Harga yang ditetapkan oleh perusahaan berdasarkan harga dunia.

69

VI. SISTEM PERSEDIAAN INTI SAWIT DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING PT. SAP 6.1 Jenis, Asal dan Kualitas Persediaan Jenis bahan baku yang digunakan oleh departemen PKC PT. SAP adalah inti sawit. Proses produksi minyak inti sawit (PKO) di departemen PKC tidak menggunakan bahan baku tambahan dan bahan baku pembantu. Untuk bisa menjadi bahan baku PKO, inti sawit harus memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-0002-1987. Standar ini menetapkan spesifikasi inti kelapa sawit dengan persyaratan dan kriteria uji yang meliputi kadar minyak kering, kadar asam lemak bebas yang dihitung sebagai asam laurat, kadar air dan kadar kotoran. Spesifikasi standar untuk kadar inti sawit setiap perusahaan berbeda-beda. Standar kadar inti sawit di PT. Sinar Alam Permai dapat dilihat pada Tabel 12. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas dari minyak inti sawit (PKO), tidak merusak mesin produksi dan dapat meningkatkan efisiensi produksi sehingga target produksi yang diinginkan tercapai. Tabel 12. Spesifikasi Standar Kadar Inti Sawit PT. SAP % Spesifikasi PKO PKM Kadar Minyak Minimum 8 - 10 Maksimum 7 - 12 Kadar Air Maksimal 7 - 10 Maksimum 3.5 5.0 Kadar Kotoran Maksimal 5 - 7 Sumber : Bagian Laboratorium Inti sawit yang diperoleh PT. SAP berasal dari pabrik kelapa sawit (PKS) yang memiliki perkebunan kelapa sawit yang berada dalam satu grup Wilmar dan pabrik kelapa sawit (PKS) lain di luar grup Wilmar. PKS tersebut berada di

70

Propinsi Sumatera Selatan (Kabupaten Musi Banyu Asin, Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Kabupaten Ogan Komering Ilir), dan propinsi Jambi. 6.2 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku Perencanaan pengadaan bahan baku adalah menentukan jumlah bahan baku yang diperlukan untuk kegiatan produksi masa mendatang. Sebelum rencana produksi disusun, terlebih dahulu dibuat order status oleh bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) yang ditujukan ke bagian logistik, departemen Tracking. Setelah mendapatkan kepastian tentang jumlah bahan baku yang dapat dipenuhi oleh bagian logistik, selanjutnya bagian PPIC bersama dengan manajer dan staff departemen PKC mengadakan rapat koordinasi untuk menyusun rencana produksi. Perencanaan produksi berisi susunan program dalam memproduksi produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Perencanaan tersebut disesuaikan dengan jumlah bahan baku yang ada. Departemen PKC memeriksa kondisi stok bahan baku yang ada. Departemen PKC melakukan koordinasi dengan bagian PPIC mengenai jumlah stok bahan baku yang ada. Bagian PPIC berkoordinasi dengan bagian logistik untuk permintaan bahan baku yang dibutuhkan oleh departemen PKC. Bagian logistik akan menghubungi kantor pusat (HO) di Medan, setelah ada kesepakatan antara HO dan pihak PKS/ perkebunan. Bagian logistik memberi jawaban ke bagian PPIC mengenai kuantitas, kualitas dan waktu pengiriman bahan baku (Gambar 5). Bahan baku yang sudah diterima oleh bagian loading rump akan dibuat laporan penerimaan barang yang akan disampaikan ke bagian administrasi departemen PKC kemudian ke bagian PPIC untuk dibuat dokumen jumlah barang

71

yang masuk. Lamanya waktu dari bahan baku dipesan sampai bahan baku tiba sekitar 2 sampai 6 hari. Keterlambatan inti sawit sampai ke perusahaan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pengaruh musim dan mundurnya pemanenan bahan baku dari pihak pabrik kelapa sawit (PKS). Faktor cuaca pun berperan pada saat pengiriman bahan baku dan juga mempengaruhi kwalitas dari bahan baku.

Departemen PKC (Palm Kernel Crushing)


Bila sudah ada kesepakatan harga, standar kadar inti sawit dan jumlah inti yang dapat disediakan serta penanda tanganan kontrak, PKS akan mengirim inti sawit ke PT. SAP sesuai dengan perjanjian.
Mengkonfirmasikan stok bahan baku yang ada di gudang

Bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control)


Order Status Ya

Bagian Logistik
PO (Purcase Order)

Pemasok/ PKS

Kantor Pusat (Head Office, HO)

Bagian Laboratorium PK

Gambar 5. Diagram Alir Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku PT. SAP

72

6.3 Prosedur Pembelian dan Penerimaan Inti Sawit 6.3.1 Prosedur Pembelian Inti Sawit Pembelian inti sawit dilakukan oleh perusahaan karena perusahaan tidak dapat memproduksi sendiri inti sawit yang dibutuhkan untuk menghasilkan PKO. Pembelian inti sawit yang dilakukan oleh perusahaan merupakan pembelian untuk menjaga ketersediaan inti sawit secara terus menerus. Pembelian inti sawit yang dilakukan oleh PT. SAP menggunakan sistem kontrak melalui kantor pusat (Head Office, HO) yang berada di Medan. Secara umum prosedur pembelian inti sawit sebagai bahan baku pada prinsipnya sama dengan pembelian bahan baku di departemen produksi lain di PT. SAP, yaitu : 1. Kantor pusat (HO) PT. SAP yang berada di Medan menunjuk beberapa PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang memproduksi inti sawit, PKS tersebut merupakan satu anggota dalam Wilmar Grup (PT. Musi Banyuasin Indah dan PT AEK Tarum (PKS 'BELIDA), PKS VINAGO) dan beberapa PKS dari perusahaan lain seperti PT. PP London Sumatera, PTPN VII U.U Betung Barat, PT. Bakrie Sumatera Plantation, PT. Selapan Jaya, PT. Mutiara Bunda Jaya, PT. Hortinesia Permai, PTP. Mitra Ogan, PT. Perkebunan Minanga Ogan dan PT. Guthrie Pecconina Indonesia. PKS tersebut berada di Sumatera Selatan dan Jambi 2. Bagian laboratorium melakukan ekspedisi ke PKS yang ditunjuk oleh HO. Ekspedisi ini dilakukan untuk mengambil sampel inti sawit dan menganalisa inti sawit dari PKS yang ditunjuk.

73

3. Apapun hasil analisis kadar standar inti sawit dari PKS pemasok, bagian laboratorium akan melaporkan hasil analisa yang telah dilakukan ke kantor pusat di Medan. 4. Kantor pusat yang akan melakukan negosiasi harga, kuantitas, kualitas dan kapan tersedianya inti sawit. Apabila telah terjadi kesepakatan antara kantor pusat dengan pihak PKS maka akan diadakan kontrak kerjasama. Kontrak dilakukan sesuai dengan kemampuan pihak PKS untuk memenuhi pasokan inti sawit (periode kontrak bisa 1 bulan, 3 bulan atau 6 bulan). Kantor pusat akan mengajukan Purchase Order (PO) yang berisi harga, kwalitas, jumlah dan kapan barang akan diantar. 5. Purchase Order dari kantor pusat dikirimkan ke bagian logistik PT SAP yang akan diteruskan ke bagian PPIC, bagian laboratorium dan departemen PKC. 6. Barang siap untuk dikirim sesuai dengan jadwal yang telah disepakati dan barang harus sesuai dengan pesanan yang tertulis di PO. Pengadaan transportasi dilakukan oleh bagian transportasi, departemen Tracking. Transportasi ditanggung sepenuhnya oleh PT. SAP. 7. Barang diterima oleh PT. SAP dan pihak PKS/ perkebunan melaporkan inti sawit yang dibawa ke bagian Loading Rump. Selanjutnya bagian Loading Rump dan QC (bagian laboratorium PK) memeriksa inti sawit yang diterima dan disesuaikan dengan perjanjian yang tertulis pada PO. 8. Bagian Loading Rump melaporkan hasil perhitungan inti sawit yang diterima dari PKS kepada bagian administrasi departemen PKC. 9. Pembayaran dilakukan oleh Kantor Pusat berdasarkan perjanjian diawal kontrak.

74

6.3.2 Penerimaan Bahan Baku Penerimaan inti sawit oleh perusahaan harus melewati bagian timbangan dan bagian Laboratorium PK, agar inti sawit yang masuk diketahui kuantitasnya dan standar kualitasnya sesuai dengan yang ditetapkan oleh perusahaan. Bagian timbangan memeriksa kelengkapan dokumen pengiriman bahan baku. Bagian loading rump bekerjasama dengan bagian laboratorium PK melakukan pengawasan terhadap standar mutu dari inti sawit yang masuk dan melakukan koordinasi apakah inti sawit layak atau tidak untuk dibongkar. Bagian loading rump dan laboratorium PK melakukan pemeriksaan terhadap inti sawit yang masuk berdasarkan asal PKS/ perkebunan. Bagian loading rump memeriksa kembali inti sawit yang akan di bongkar muat apakah terdapat air pada dasar truk yang membawa inti sawit. Jika pada pemeriksaan standar mutu terhadap kadar air, kadar minyak dan kadar kotoran serta keadaan fisik inti sawit berada di luar standar yang telah di sepakati pada PO, maka truk yang membawa inti sawit dari PKS/perkebunan tidak boleh melakukan bongkar muat (truk tersebut ditahan sementara). Supervisior laboratorium yang bertanggungjawab pada saat itu akan memberikan informasi pada kepala laboratorium pusat, dari kepala laboratorium pusat diteruskan ke departemen Tracking yang dilanjutkan ke kantot pusat (HO). Kantor Pusat yang akan menghubungi PKS/ perkebunan yang bersangkutan. Bila terjadi kesepakan harga kembali kantor pusat dan pihak PKS/ perkebunan (apabila harga dapat dikurangi dari kesepakatan sebelumnya karena barang tidak sesuai) maka inti sawit dapat dibongkar. Tetapi, bila pihak PKS/ perkebunan tidak menyetujui syarat yang diajukan oleh kantor pusat, maka inti

75

sawit akan di kembalikan dan bila dalam tiga kali pengiriman selanjutnya kadar standar inti sawit masih tidak sesuai maka kontrak akan dibatalkan. 6.4 Sistem Pengadaan Persediaan Inti Sawit Besarnya jumlah pengadaan persediaan inti sawit di departemen PKC tidak sama setiap bulannya (Tabel 12). Pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku inti sawit bagi perusahaan adalah untuk memperlancar proses produksi, mengantisipasi kelangkaan bahan baku dan mengantisipasi

keterlambatan penerimaan bahan baku. Produksi inti sawit di departemen PKC berdasarkan target yang telah ditentukan oleh perusahaan. Hasil produksi departemen PKC adalah untuk memenuhi stok PKO. PT. SAP membeli bahan baku dalam bentuk kontrak dengan beberapa PKS, lamanya kontrak di setiap PKS berbeda-beda sehingga berpengaruh terhadap jumlah bahan baku yang dibeli setiap bulannya (Tabel 13). Selama Juli 2006 Juni 2007, perusahaan membeli inti sawit sebanyak 251.382.495 kilogram. Pada Tabel 13 terlihat bahwa jumlah pembelian inti sawit setiap bulan bervariasi. Rata-rata pembelian inti sawit setiap bulan di PT. SAP sebesar 20.948.541,25 kilogram. Persediaan bahan baku yang ada akan di produksi bersama dengan jumlah bahan baku yang masuk ke perusahaan pada saat itu. Tetapi, bila terjadi keterlambatan penerimaan inti sawit, maka persediaan bahan baku akan digunakan semua pada proses produksi. Keterlambatan bahan baku disebabkan terlambatnya pemanenan kelapa sawit oleh pihak PKS/ perkebunan. Pada awal kontrak pihak PKS menyanggupi pengiriman inti sawit sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh perusahaan. Tetapi, peramalan yang dilakukan oleh pihak PKS

76

tidak tepat sehingga produksi inti sawit di PKS mengalami keterlambatan yang berdampak pada persediaan inti sawit di departemen PKC. Tabel 13. Perkembangan Pembelian Inti Sawit Juli 2006 Juni 2007 Bulan Pembelian (Kg) Juli 18 564 282 Agustus 18 206 067 September 20 384 869 Oktober 19 024 500 November 21 037 230 Desember 22 090 121 Januari 17 351 648 Februari 19 609 975 Maret 23 151 591 April 20 511 424 Mei 24 243 538 Juni 27 207 250 Total 251 382 495 Rata-Rata 20 948 541.25

77

VII. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT PT. SAP 7.1 Biaya Persediaan Biaya persediaan merupakan biaya yang timbul akibat perusahaan mengadakan persediaan bahan baku dalam hal ini inti sawit. Biaya persediaan PT. SAP secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan setiap kali melakukan pemesanan bahan baku. Total biaya pemesanan adalah hasil dari perkalian antara frekuensi pemesanan dengan biaya pemesanan. Komponen dari biaya pemesanan per pesanan bahan baku PT. SAP adalah biaya administrasi, biaya ekspedisi, biaya komunikasi dan tenaga kerja bongkar muat inti sawit (tenaga kerja harian/buruh). Komponen besarnya biaya pemesanan per pesanan inti sawit dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007 Biaya Pemesanan Per Persentase (%) No Jenis Biaya Pesanan (Rp/Pesanan) 17 650 1 B. Administrasi 3.04 275 000 2 B. Ekspedisi 47.40 32 650 3 B. Komunikasi 5.63 255 000 4 B. Bongkar Muat 43.94 Total Biaya Pemesanan 580 300 Sumber : Bagian PPIC dan Departemen Accounting (diolah) 100

Biaya administrasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan dokumen penerimaan barang. Biaya ekspedisi merupakan biaya perjalanan pegawai laboratorium yang mendapatkan tugas dari kantor pusat (HO) untuk memeriksa kualitas kadar bahan baku yang akan dibeli oleh perusahaan.

78

Biaya komunikasi timbul akibat dari diadakannya bahan baku, pengiriman dokumen pemesanan bahan baku dari kantor pusat ke PT SAP dan konfirmasi jadwal pengiriman bahan baku. Sedangkan, biaya bongkar muat adalah biaya tenaga kerja borongan pada saat inti akan di bongkar dari truk ke bak penampungan sementara, sebelum masuk ke silo. Berdasarkan Tabel 14 biaya pemesanan yang terbesar adalah biaya ekspedisi/biaya perjalanan pegawai laboratorium yang bertugas untuk memeriksa bahan baku di pemasok/PKS. Besarnya biaya ekspedisi ini sebesar 47.40 persen dari total biaya pemesanan. Biaya pemesanan yang besar kedua adalah biaya bongkar muat. Biaya ini diambil dari upah tenaga kerja harian/ borongan, besarnya biaya adalah 43.94 persen dari total biaya pemesanan. Biaya persediaan yang lain adalah biaya penyimpanan. Biaya ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya penyimpanan bahan baku. Biaya penyimpanan merupakan biaya variabel karena besar kecilnya biaya ini dipengaruhi oleh jumlah bahan baku yang disimpan. Biaya ini diperoleh dari hasil perkalian antara tingkat persediaan bahan baku rata-rata dengan biaya penyimpanan bahan baku per unit. Komponen biaya penyimpanan bahan baku per unit PT. SAP merupakan biaya opportunity cost. Opportunity cost adalah biaya imbangan yang timbul karena adanya persediaan inti sawit sebagai investasi yang tidak bergerak. Opportunity cost dipengaruhi oleh harga rata-rata pembelian inti sawit dan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Opportunity cost diperhitungkan dalam komponen biaya penyimpanan karena perusahaan belum memasukkan biaya ini ke dalam biaya persediaan. Tingkat suku bunga rata-rata Bank Indonesia selama bulan Juli 2006

79

sampai bulan Juni 2007 adalah 10.12 persen. Rata-rata harga pembelian inti sawit Rp 1 925 per kg (Tabel 15). Tabel 15. Biaya Penyimpanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007
Jenis Biaya Total Biaya Penyimpanan Setahun (Rp/Kg) 194.81 Biaya Penyimpanan Sebulan (Rp/Kg) 16.23 Biaya Penyimpanan Seminggu (Rp/Kg) 4.05

Opportunity Cost

Sumber : Departemen Accounting dan Departemen Tracking(diolah) 7.2 Pemakaian Inti Sawit PT. SAP Tempat penyimpanan bahan baku inti sawit yang digunakan oleh PT. SAP disebut bulking silo, yang merupakan bangunan berbentuk kerucut terbalik. Perusahaan memiliki empat buah bulking silo dan setiap bulking silo dapat menampung 580 ton inti sawit. Bentuk dari bulking silo mempermudah perusahaan dalam pemakaian bahan baku. Inti sawit yang lebih dulu di simpan akan digunakan terlebih dulu dalam proses produksi, ini sesuai dengan metode FIFO (First In First Out). Pemakaian bahan baku inti sawit berdasarkan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan (1 000 ton per hari). Pemakaian bahan baku inti sawit di departemen PKC PT. SAP berfluktuasi, terkadang pemakaian bahan baku sesuai dengan target dan terkadang penggunaannya dibawah target perusahaan. Tingkat pemakaian inti sawit yang berfluktuasi dapat juga akibat dari pengaruh hari kerja efektif dan jam kerja mesin. Rata-rata inti sawit yang dipakai pada periode Juli 2006-Juni 2007 sebesar 20 534 619.25 kg, dengan rata-rata pemakaian perharinya sebesar 742 123 kg. Untuk lebih jelas mengenai perkembangan volume pemakaian inti sawit dapat dilihat pada Tabel 16.

80

Tabel 16. Perkembangan Volume Pemakaian Inti Sawit Departemen PKC PT. SAP Periode Juli 2006-Juni 2007 Rata-Rata Bulan Hari Kerja Pemakaian (kg) Pemakaian Per Hari (kg) 28 Juli 18 839 767 672 848.82 27 Agustus 17 325 105 641 670.56 28 September 19 069 151 681 041.11 27 Oktober 17 527 382 649 162.30 30 November 22 752 271 758 409.03 29 Desember 20 749 870 715 512.76 Januari 23 18 277 653 794 680.60 Februari 25 18 565 636 742 625.44 Maret 30 23 238 466 774 615.53 April 30 21 438 752 714 625.10 Mei 31 23 892 022 770 710.40 Juni 25 24 739 356 989 574.24 333 8 905 475.81 Total 246.415 431 Rata-Rata 27.75 20 534 619.25 742 123 Sumber : Departemen PKC dan Bagian PPIC (diolah) Besar kecilnya jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku yang berfluktuasi menyebabkan timbulnya persediaan. Pada Tabel 17, perkembangan persediaan inti sawit, persediaan awal bulan Juli 2006 merupakan persediaan akhir bulan Juni 2006. Begitu pula dengan bulan-bulan sebelumnya, dimana persediaan akhir bulan sebelumnya merupakan persediaan awal bulan selanjutnya. Untuk persediaan akhir adalah persediaan awal bulan tersebut ditambah dengan pembelian dan dikurangi dengan pemakaian pada bulan tersebut. Perusahaan menggunakan kriteria tertentu untuk menetapkan pemakaian dan pembelian sesuai dengan target stok yang ingin dicapai oleh perusahaan. Persediaan inti sawit pada awal bulan Juli sebesar 1 349 996 kg yang merupakan persediaan akhir pada bulan sebelumnya. Persediaan akhir bahan baku di PT. SAP berfluktuasi, hal ini disebabkan dari pembelian dan pemakaian inti sawit yang juga berfluktuasi. Persediaan rata-rata inti sawit di PT. SAP selama

81

periode Juli 2006-Juni 2007 sebesar 3 508 413.33 kg dengan rata-rata persediaan akhir untuk setiap bulannya sebesar 3 715 374.33 kg. Tabel 17. Perkembangan Persediaan Inti Sawit (kg) Periode Juli 2006-Juni 2007
Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Total Rata-Rata Pembelian (kg) Persediaan Awal (kg) Pemakaian (kg) Persediaan Akhir (kg) Persediaan Rata-Rata (kg)

18 564 282.00 1 349 996.00 18 839 767.00 18 206 067.00 1 074 511.00 17 325 105.00 20 384 869.00 1 955 473.00 19 069 151.00 19 024 500.00 3 271 191.00 17 527 382.00 21 037 230.00 4 768 309.00 22 752 271.00 22 090 121.00 3 053 268.00 20 749 870.00 17 351 648.00 4 393 519.00 18 277 653.00 19 609 975.00 3 467 514.00 18 565 636.00 23 151 591.00 4 511 853.00 23 238 466.00 20 511 424.00 4 424 978.00 21 438 752.00 24 243 538.00 3 497 650.00 23 892 022.00 27 207 250.00 3 849 166.00 24 739 356.00 251 382 495.00 39 617 428.00 246 415 431.00 20 948 541.25 3 301 452.33 20 534 619.25

1 074 511.00 1 212 253.50 1 955 473.00 1 514 992.00 3 271 191.00 2 613 332.00 4 768 309.00 4 019 750.00 3 053 268.00 3 910 788.50 4 393 519.00 3 723 393.50 3 467 514.00 3 930 516.50 4 511 853.00 3 989 683.50 4 424 978.00 4 468 415.50 3 497 650.00 3 961 314.00 3 849 166.00 3 673 408.00 6 317 060.00 5 083 113.00 44 584 492.00 42 100 960.00 3 715 374.33 3 508 413.33

Sumber : Bagian PPIC Pemakaian inti sawit terkecil terjadi pada bulan Agustus 2006 dengan jumlah 17 325 105 kg dan rata-rata persediaan pada bulan itu adalah 1 514 992 kg. Pemakaian terbesar inti sawit terjadi pada bulan Juni 2007 sebesar 24 739 356 kg, kapasitas pembelian lebih besar dari bulan-bulan sebelumnya yaitu 27 207 250 kg, yang menyebabkan kapasitas persediaan akhir inti sawit menjadi dua kali dari persediaan pengaman. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku pada bulan selanjutnya. 7.3 Waktu Tunggu (Lead Time) dan Persediaan Pengaman (Safety Stock) Waktu tunggu (lead time) pengadaan bahan baku adalah waktu yang diperlukan saat bahan baku tersebut dipesan sampai bahan baku sampai di pabrik. Perhitungan waktu tunggu dilakukan untuk mengantisipasi ketidak pastian

82

kedatangan bahan baku, sehingga perusahaan terhindar dari keterlambatan dalam penerimaan yang mengakibatkan kekurangan bahan baku. Berdasarkan wawancara dengan departemen PPIC dan bagian logistik, diperoleh keterangan mengenai waktu tunggu rata-rata pengadaan inti sawit. Waktu tunggu pengadaan inti sawit terdiri dari PPIC memesan bahan baku ke bagian logistik, sampai persetujuan PO dari kantor pusat (HO) ke bagian logistik + 2 hari, ekspedisi dari bagian laboratorium + 2 hari (tergantung lokasi dari PKS/ perkebunan, dan waktu tunggu pengiriman inti sawit dari PKS/ perkebunan maksimal + 3 hari (bila terjadi keterlambatan penerimaan inti sawit disebabkan tidak sama waktu pemanenan dengan peramalan yang dilakukan oleh pihak PKS). Persediaan pengaman (safety stock) merupakan persediaan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi ketidakpastian produksi maupun

ketidaktersediaan bahan baku. PT. SAP memiliki persediaan pengaman yang disebut stok minimum sebesar 2000-3000 ton. Perusahaan selama ini berproduksi berdasarkan target, dengan tujuan untuk memenuhi stok. 7.4 Sistem Pengendalian Persediaan Inti Sawit PT. Sinar Alam Permai PT. SAP berproduksi berdasarkan target untuk memenuhi stok PKO (minyak inti sawit). Agar produksi berjalan lancar, perusahaan harus melakukan pengendalian persediaan bahan baku. Selain untuk menjaga ketersediaan bahan baku, pengendalian persediaan juga untuk meminimumkan biaya total pesediaan. Dalam sub bab ini akan dibahas bentuk pengendalian persediaan bahan baku metode yang diterapkan oleh perusahaan dengan metode MRP. Metode MRP yang digunakan memuat beberapa alternatif penentuan lot ekonomis yang

83

sesuai dengan perusahaan. Teknik yag digunakan adalah lot for lot, EOQ, PPB dan POQ. 7.4.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Sinar Alam Permai. Pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan dimulai dengan perencanaan produksi dan menghitung kebutuhan bahan baku dilakukan oleh departemen PPIC dan departemen produksi. Sebelum perencanaan produksi, departemem produksi menghitung persediaan bahan baku yang ada. Departemen PPIC memesan bahan baku ke bagian logistik, setelah ada kepastian jumlah bahan baku yang dapat dibeli, departemen PPIC membuat perencanaan produksi. Pengawasan persediaan bahan baku dilakukan setiap satu minggu sekali yang dilakukan oleh departemen PPIC dan departemen produksi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan baku yang masuk dan menentukan jumlah jam kerja mesin yang dipakai dalam proses produksi serta untuk mengetahui apakah ada keterlambatan pengiriman bahan baku. Selama ini PT. SAP melakukan pembelian bahan baku (melalui kantor pusat, HO). Jumlah bahan baku yang dibeli tidak dibatasi, sesuai dengan kemampuan PKS dan kesesuaian harga. Pembelian bahan baku inti sawit PT. SAP dilakukan dengan menggunakan sistem kontrak, jadi frekuensi pemesanan bahan baku dihitung berdasarkan jumlah kontrak yang dilakukan oleh perusahaan. Frekuensi pemesanan inti sawit (Tabel 18) bervariasi setiap bulannya. Total pemesanan inti sawit selama periode Juli 2006-Juni 2007 sebanyak 63 kali. Perbedaan jumlah frekuensi pemesanan bahan baku disebabkan perbedaan kuantitas pesanan pada setiap pemesanan.

84

Tabel 18. Frekuensi Pemesanan Inti Sawit PT. SAP Bulan Juli 2006 - Juni 2007 Bulan Frekuensi Pembelian (Kg) Juli 4 18 564 282 Agustus 3 18 206 067 September 5 20 384 869 Oktober 4 19 024 500 November 5 21 037 230 Desember 6 22 090 121 Januari 3 17 351 648 Februari 4 19 609 975 Maret 7 23 151 591 April 6 20 511 424 Mei 8 24 243 538 Juni 8 27 207 250 Total 63 251 382 495 Sumber : Bagian Logistik dan Departemen PKC Berdasarkan metode pengendalian persediaan inti sawit yang diterapkan perusahaan, biaya persediaan yang dikeluarkan selama bulan Juli 2006 sampai bulan Juni 2007 mencapai Rp 223 052 921.3. Biaya persediaan tersebut terdiri atas biaya pemesanan sebesar Rp 36 558 900 (63 x Rp 580 300) yang ditambah dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 186 494 021.3 ((44 584 492 kg + 1 349 996 kg) x Rp 4.06). Sedangkan, total biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 480 643 330 440 (251 382 495 x Rp 1 912). Perhitungan biaya persediaan dengan metode perusahaan secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 4. 7.4.2 Metode Material Requirement Planning (MRP) Permintaan persediaan terhadap inti sawit tidak sama untuk setiap periodenya, oleh karena itu perusahaan dapat menerapkan metode pengendalian persediaan bahan baku yang disebut dengan Material Requirement Planning (MRP), sebagai alternatif sistem pengendalian persediaan.

85

7.4.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) Sistem pengendalian persediaan inti sawit dengan Metode MRP Teknik Lot for Lot melakukan pemesanan tepat sebesar kebutuhan bersih dan sesuai dengan tenggang waktu masing-masing persediaan. Kebutuhan persediaan inti sawit diharapkan dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat sehingga persediaan di gudang dapat dihilangkan. Teknik ini dapat mengurangi biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Departemen PKC PT. SAP memiliki persediaan awal pada bulan Juli 2006 sebesar 1 349 996 kg, yang merupakan persediaan akhir dari bulan Juni 2006. Pemesanan inti sawit dimulai akhir minggu kedua bulan Juli, jumlah pemesanan disesuaikan dengan kebutuhan bersih untuk minggu selanjutnya. Penerimaan bahan baku diterima pada awal minggu kedua bulan Juli 2006. Selama periode Juli 2006 sampai Juni 2007, frekuensi pemesanan inti sawit dengan menggunakan teknik ini lebih besar (46 kali), hal ini disebabkan pada teknik ini pemesanan sebesar kebutuhan bersih, sehingga pesanan dilakukan setiap minggu agar tidak ada persediaan di tangan. Untuk frekuensi dan kuantitas pemesanan inti sawit dengan metode MRP teknik LFL dapat dilihat pada Tabel 19. Kuantitas pemesanan inti sawit bervariasi setiap bulannya. Kuantitas pesanan tertinggi terjadi pada bulan November 2006 yaitu sebesar 27 092 421 kilogram dan kuantitas pemesanan terendah terjadi pada bulan Juli 2006 yaitu sebesar 12 721 759 kilogram. Pemesanan inti sawit dengan Teknik Lot For Lot setiap bulannya rata-rata 3 sampai 4 kali (dapat dilihat pada Tabel 19).

86

Tabel 19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot Bulan Juli 2006-Juni 2007 Bulan Frekuensi Kuantitas Pemesanan (Kg) Juli 3 12 721 759 Agustus 4 17 459 118 September 4 18 176 396 Oktober 4 16 746 209 November 4 27 092 421 Desember 4 20 257 815 Januari 4 18 668 646 Februari 4 19 639 774 Maret 4 21 907 225 April 4 22 313 376 Mei 4 24 301 497 Juni 3 18 976 881 Total 46 238 261 117

Tinggi rendahnya frekuensi pemesanan inti sawit berpengaruh pada biaya pemesanan inti sawit. Biaya pemesanan dengan teknik ini sebesar Rp 26 693 800. sedangkan biaya penyimpanan sebesar Rp 27 851 051.9 (Lampiran 6). Jadi, biaya persediaan pada teknik ini adalah Rp 54 544 851.9. Untuk biaya pembelian teknik ini sebesar Rp 455 555 255 704 (Rp 1 912 x 238 261 117 kg). 7.4.2.2 Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ) Metode MRP teknik EOQ adalah teknik pengendalian persediaan bahan baku dengan melakukan pemesanan bahan baku sebesar kelipatan dari nilai EOQ terdekat dan lebih besar dari kebutuhan bersih. Nilai EOQ merupakan lot (kuantitas) ekonomis dalam melakukan pemesanan.Berdasarkan perhitungan dengan rumus EOQ maka diperoleh nilai kuantitas ekonomis sebesar 1 211 660 kilogram. Berdasarkan teknik ini rencana pelaksanaan pesanan dilakukan pada akhir minggu kedua pada bulan Juli 2006, persediaan awal yang merupakan persediaan

87

akhir pada bulan sebelumnya ditambah dengan rencana pemesanan pada akhir minggu keempat pada bulan Juni, telah digunakan terlebih dulu pada minggu pertama dan kedua. Untuk frekuensi pemesanan dan kuantitas pemesanan dengan teknik EOQ daat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ) Bulan Juli 2006Juni 2007 Bulan Frekuensi Kuantitas Pemesanan Juli 3 13 328 260 Agustus 4 16 963 240 September 3 23 021 540 Oktober 2 12 116 600 November 4 27 868 180 Desember 4 24 233 200 Januari 3 18 174 900 Februari 4 15 751 580 Maret 4 21 809 880 April 4 23 021 540 Mei 4 24 233 200 Juni 3 18 174 900 Total 42 238 697 020

Frekuensi rencana pelaksanaan pemesanan inti sawit berdasarkan perhitungan menggunakan teknik EOQ sebanyak 42 kali, relatif lebih rendah dibandingkan dengan metode yang digunakan oleh perusahaan dan teknik LFL. Selama periode Juli 2006-Juni 2007 jumlah kuantitas inti sawit yang di pesan sebanyak 238 697 020 kilogram. Berdasarkan frekuensi pemesanan bahan baku dan jumlah persediaan dalam teknik ini diperoleh biaya pemesanan sebesar Rp 24 372 600 dan biaya penyimpanan sebesar Rp 195 477 627.9 (Lampiran 7). Total biaya pembelian inti sawit dengan teknik EOQ sebesar Rp 456 388 702 240.

88

7.4.2.3 Metode MRP Teknik Periode Order Quantity (POQ) Dalam penggunaan teknik POQ, ukuran kuantitas ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode tertentu yang diperoleh dari pembagian antara nilai EOQ dengan pemakaian rata-rata bahan baku. Hal ini dilakuakan untuk mengantisipasi terjadinya persediaan di tangan di akhir periode yang dihasilkan jika menggunakan metode EOQ. Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh periode penggabungan sebesar 1,71 diadakan pembulatan menjadi 2 periode/ minggu (Lampiran 5). Pada Tabel 21 dapat dilihat frekuensi dan kuantitas pemesanan yang diperoleh dari perhitungan dengan teknik POQ. Tabel 21. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007 Bulan Frekuensi Kuantitas Pemesanan Juli 1 16 952 935 Agustus 2 18 104 230 September 2 17 141 725 Oktober 2 19 325 343 November 2 25 978 457 Desember 2 19 518 691 Januari 2 18 044 369 Februari 2 21 506 004 Maret 2 21 861 067 April 2 22 812 923 Mei 2 24 233 199 Juni 2 12 782 174 Total 23 238 261 117

Berdasarkan Tabel 21 diperoleh frekuensi pemesanan sebanyak 2 kali dan total kuantitas pemesanan selama satu tahun adalah 238 261 117 kilogram dengan biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 455 555 255 704. Biaya pemesanan pada

89

teknik ini sebesar Rp 13 346 900, sedangkan biaya penyimpanannya sebesar Rp 524 928 211.8 7.4.2.4 Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) Metode pengendalian persediaan bahan baku dengan teknik ini, melakukan pemesanan sebesar kebutuhan pada suatu periode yang dapat digabungkan. Penggabungan periode (Lampiran 9) tersebut dilakukan dengan menggabungkan periode berurutan yang memiliki nilai kumulatif bagian periode yang mendekati nilai Economic Part Period (EPP). Nilai EPP (Lampiran 5) yang diperoleh dari perhitungan adalah 142 931 kilogram (Pada Tabel 22). Tabel 22. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) Bulan Juli 2006-Juni 2007 Bulan Frekuensi Kuantitas Pemesanan Juli 3 16 952 935 Agustus 2 18 104 230 September 3 17 141 725 Oktober 2 12 904 592 November 4 32 399 208 Desember 2 14 951 028 Januari 3 22 612 032 Februari 3 15 696 388 Maret 4 21 907 225 April 4 22 313 376 Mei 4 24 301 497 Juni 3 18 976 881 Total 37 238 261 117

Frekuensi pemesanan (Tabel 22) yang diperoleh dengan teknik ini sebanyak 37 kali. Bila dibandingkan dengan metode perusahaan,teknik LFL dan teknik EOQ, teknik ini relatif lebih rendah. Hal ini berpengaruh terhadap biaya pemesanannya yaitu sebesar Rp 21 471 100. Biaya penyimpanan sebesar Rp 187

90

234 699.3, dengan total kuantitas penyimpanan pada periode Juli 2006-Juni 2007 adalah 46 116 921 kilogram (Lampiran 10). Sedangkan biaya pembelian bahan baku yang diperoleh sama dengan teknik LFL dan teknik POQ. 7.4.3 Analisis Perbandingan Metode Perusahaan Dengan Metode MRP Perbandingan hasil pengendalian persediaan inti sawit PT. SAP selama bulan Juli 2006-Juni 2007 yaitu dengan membandingkan antara metode analisis yang digunakan oleh perusahaan dan metode MRP yang digunakan dalam penelitian ini. Perbandingan antara metode yang digunakan meliputi : perbandingan frekuensi pemesanan, biaya pembelian, kuantitas pesanan, biaya pemesanan, biaya pernyimpanan dan biaya persediaan. Tabel 23. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Juli 2006-Juni 2007 Metode Pengendalian Kuantitas Biaya Pembelian Frekuensi Persediaan Pesanan (kg) (Rp) Metode Perusahaan 63 251 382 495 480 643 330 440 Teknik Lot For Lot 46 238 261 117 455 555 255 704 Teknik EOQ 42 238 697 020 456 388 702 240 Teknik POQ 23 238 261 117 455 555 255 704 Teknik PPB 37 238 261 117 455 555 255 704 Sumber : Data Primer diolah, 2008 Frekuensi pemesanan dengan metode lot for lot lebih tinggi (Tabel 23) dibandingkan dengan teknik yang lain. Pada teknik LFL pemesanan bahan baku dilakukan hampir setiap minggu karena teknik pemesanan dilakukan sebesar kebutuhan bersih, total pemesanan bahan baku sebesar 46 kali. Sedangkan, metode yang dilakukan oleh perusahaan, pemesanan bahan baku dapat dilakukan 5 kali dalam sebulan. Berdasarkan Tabel 23, kuantitas pemesanan dengan metode perusahaan dan teknik dari metode MRP cukup besar, hal ini berpengaruh pada biaya

91

pembeliannya yaitu sebesar Rp 480 643 330 440. Kuantitas pesanan inti sawit menggunakan metode MRP dengan teknik LFL, POQ dan PPB, masing-masing memilki jumlah kuantitas yang sama. Untuk teknik EOQ jumlah kuantitas pesanannya lebih besar dari ketiga teknik yang lain. Besar kecilnya biaya pesanan tergantung pada frekuensi pemesanan dan biaya pemesanan per pesanan. Semakin sering pemesanan dilakukan maka biaya pemesanan akan semakin besar. Untuk mengurangi biaya pemesanan, perusahaan dapat melakukan pemesanan bahan baku seoptimal mungkin, sehingga frekuensi pemesanan dapat berkurang. Tabel 24. Frekuensi Pemesanan dan Biaya Pemesanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 Metode Pengendalian Biaya Pemesanan Frekuensi Persediaan (Rp) Metode Perusahaan 63 36 558 900 Teknik Lot For Lot 46 26 693 800 Teknik EOQ 42 24 372 600 Teknik POQ 23 13 346 900 Teknik PPB 37 21 471 100 Sumber : Data Primer diolah, 2008 Biaya pemesanan inti sawit terbesar terjadi pada teknik LFL (Rp 26 693 800) dan biaya pemesanan terkecil terjadi pada teknik POQ yaitu sebesar Rp 13 346 900. Kecilnya biaya pemesanan pada teknik ini karena frekuensi pemesanan inti sawit selama periode bulan Juli 2006-Juni 2007 sebanyak 23 kali dan dalam pemesanan inti sawit, jumlah pemesanan merupakan penggabungan 2 periode/minggu. Untuk mengurangi biaya pemesanan dan frekuensi pemesanan, sebagian perusahaan mengadakan persediaan bahan baku. Adanya persediaan bahan baku menimbulkan biaya penyimpanan. Tinggi rendahnya biaya penyimpanan

92

tergantung pada persediaan rata-rata yang di simpan setiap minggu atau persediaan bahan baku di tangan dan besarnya biaya penyimpanan per kilogram. Biaya penyimpanan dengan menggunakan metode perusahaan dan keempat teknik metode MRP dapat dilihat pada Tabel 25. Persediaan inti sawit tertinggi terjadi pada teknik POQ (129 292 663 kg) karena pada teknik ini frekuensi pemesanan lebih kecil dari teknik MRP yang lain dan metode perusahaan. Hal ini berdampak pada biaya penyimpanannya (Rp 524 928 211.8). Teknik yang paling kecil jumlah persediaan di tangan adalah teknik LFL (6 859 865 kg) dengan biaya persediaan sebesar Rp 27 851 051.9. Tabel 25. Jumlah Persediaan dan Biaya Penyimpanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 Metode Pengendalian Jumlah Persediaan Biaya Penyimpanan Persediaan (kg) (Rp) Metode Perusahaan 45 934 488 186 494 021.3 Teknik Lot For Lot 6 859 865 27 851 051.9 Teknik EOQ 48 147 199 195 477 627.9 Teknik POQ 129 292 663 524 928 211.8 Teknik PPB 46 116 921 187 234 699.3 Sumber : Data Primer diolah, 2008 Berdasarkan dari beberapa penjelasan diatas selanjutnya akan

dibandingkan besarnya biaya persediaan antara metode perusahaan dengan keempat teknik metode MRP. Biaya persediaan diperoleh dari penjumlahan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Perbandingan biaya persediaan dapat dilihat pada Tabel 26.

93

Tabel 26. Biaya Persediaan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007
Metode Pengendalian Persediaan Metode Perusahaan Teknik Lot For Lot Teknik EOQ Teknik POQ Teknik PPB Biaya Pemesanan (Rp) 36 558 900 26 693 800 24 372 600 13 346 900 21 471 100 Biaya Biaya Biaya Penyimpanan Persediaan (Rp) Pembelian (Rp) (Rp) 186 494 021.3 27 851 051.9 195 477 627.9 524 928 211.8 187 234 699.3 223 052 921.3 54 544 851.9 219 850 227.9 538 275 111.8 208 705 799.3 480 643 330 440 455 555 255 704 456 388 702 240 455 555 255 704 455 555 255 704

Sumber : Data Primer diolah, 2008 Pada Tabel 26 biaya persediaan terkecil terjadi pada teknik LFL yaitu Rp 54 544 851.9, meskipun biaya pemesanannnya lebih tinggi dari ketiga teknik metode MRP tetapi pada teknik ini biaya penyimpanannya paling kecil. Teknik ini berusaha untuk meminimalkan atau menghilangkan persediaan yang di simpan. Begitu pula sebaliknya yang terjadi pada teknik POQ, dimana biaya persediaannya paling besar diantara metode perusahaan dan teknik yang lain. Untuk biaya pembelian inti sawit, teknik LFL, POQ dan PPB memilki biaya pembelian yang sama dan lebih kecil dari metode perusahaan dan EOQ. 7.4.4 Analisis Penghematan Terhadap Metode MRP dan Metode Perusahaan Analisis penghematan dilakukan dengan cara menghitung selisih antara nilai-nilai pada metode alternatif dengan nilai-nilai pada metode perusahaan, lalu hasilnya dibandingkan dengan nilai-nilai pada perusahaan. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada penghematan dan kalau ada seberapa besar penghematan tersebut. Analisis penghematan terdiri dari penghematan frekuensi pemesanan, kuantitas pesanan, biaya penyimpanan, biaya pembelian, biaya pemesanan dan biaya persediaan. Berdasarkan analisis penghematan tersebut (Tabel 27), ditentukan metode yang meminimumkan biaya persediaan sebagai metode alternatif yang dapat digunakan oleh perusahaan.

94

Tabel 27. Penghematan Teknik Metode MRP Terhadap Metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007
Metode MRP Teknik LFL Teknik EOQ Teknik POQ Teknik PPB Frekuensi Pemesanan 26.98 33.33 63.49 41.27 Biaya Biaya Biaya Biaya Pembelian Pemesanan Penyimpanan Persediaan 5.22 26.98 85.07 75.55 5,05 33.33 -4.82 1.44 5.22 63.49 -181.47 -141.32 5.22 41.27 -0.40 6.43

Penghematan frekuensi pemesanan yang paling besar diantara keempat teknik pada metode MRP adalah teknik POQ. Besarnya penghematan pada teknik tersebut adalah 63.49 persen. Penghematan terbesar untuk biaya pembelian inti sawit terjadi pada teknik LFL,POQ, dan PPB yaitu 5.22 persen. Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa penghematan biaya pemesanan terbesar terjadi pada teknik POQ, sedangkan untuk biaya penyimpanan dan biaya persediaan penghematan terbesar terjadi pada teknik LFL masing-masing sebesar 85,07 persen dan 75,55 persen. 7.4.5 Alternatif Model Pengendalian Persediaan Inti Sawit Setelah melakukan analisis perbandingan biaya persediaan pada metode perusahaan dan teknik metode MRP. Untuk selanjutnya, menentukan alternatif metode yang akan digunakan oleh perusahaan dengan melihat sisi manajemen produksi perusahaan. PT. SAP melakukan produksi secara kontinu, dengan jumlah hari kerja sebanyak 345 hari dalam setahun dan memproduksi produknya selama 24 jam. Perusahaan berproduksi berdasarkan target yaitu mengolah inti sawit sebanyak 1 000 ton per hari dan menghasilkan PKO (minyak inti sawit) sebanyak 430 ton per hari. Inti sawit merupakan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan PKO (minyak inti sawit). Jumlah PKO yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah inti sawit, usia dari kelapa sawit dan kwalitas dari inti sawit itu

95

sendiri. Untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku, perusahaan membeli bahan baku dari beberapa PKS baik itu yang berada di sekitar daerah perusahaan maupun di luar daerah. Pengadaan inti sawit di perusahaan dilakukan oleh kantor pusat (HO) yang berada di Medan. Pemesanan dari perusahaan ke kantor pusat dilakukan oleh bagian logistik. Inti sawit dibeli dari PKS (pabrik kelapa sawit) sebagai pemasok, pemasok inti sawit dibagi dua yaitu PKS yang masih satu grup dengan PT. SAP dan PKS yang bukan dari satu grup. Pembelian inti sawit dari pemasok dilakukan dengan kontrak, mengenai kuantitas, standar kadar inti dan harga ditentukan pada perjanjian awal kontrak. Agar kadar inti sawit yang masuk ke perusahaan sesuai dengan perjanjian kontrak pada saat pemesanan, maka setiap bahan baku yang masuk dilakukan pengujian laboratorium. Kontrak dengan pihak PKS merupakan salah satu antisipasi perusahaan agar ketersediaan bahan baku inti sawit tetap kontinu. Hasil analisis perbandingan biaya persediaan dan penghematan metode MRP terhadap kebijakan perusahaan periode bulan Juli 2006 sampai dengan Juni 2007, menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian persediaan inti sawit perusahaan belum optimal artinya biaya persediaan masih dapat ditekan lebih rendah lagi. Biaya persediaan inti sawit yang ditanggung oleh perusahaan pada periode tersebut mencapai Rp 223 052 921.3 dengan biaya pembelian inti sawit sebesar Rp 480 643 330 440. Metode MRP dengan teknik LFL, EOQ dan PPB memungkinkan perusahaan untuk melakukan penghematan terhadap biaya persediaan. Sedangkan, teknik POQ tidak dapat digunakan dalam metode alternatif pengendalian

96

persediaan, hal ini disebabkan teknik POQ memiliki biaya penyimpanan yang sangat tinggi akibat dari persediaan yang lebih banyak. Metode MRP dengan teknik LFL dapat menghemat biaya persediaan sebanyak 75.55 persen, tetapi teknik ini memilki kelemahan yaitu hanya dapat digunakan untuk pemesanan lot yang kecil dan jumlah pemesanan sebesar kebutuhan bersih. Teknik ini kurang tepat digunakan pada perusahaan karena seluruh inti sawit sebagai bahan baku perusahaan diperoleh dari luar perusahaan, resiko kekurangan bahan baku sangat besar. Teknik EOQ memungkinkan perusahaan untuk menghemat biaya persediaan meskipun biaya persediaan yang di hemat hanya sebesar 1.44 persen. Namun, teknik ini sulit untuk diterapkan pada perusahaan, ada beberapa asumsi dari teknik ini yang tidak dapat dipenuhi. MRP teknik PPB merupakan teknik pengukuran lot yamh ,e,perhitungkan kebutuhan untuk periode-periode berikutnya. Teknik PPB dapat digunakan karena dapat menghemat biaya pemesanan 41.27 persen. Teknik ini memesan bahan baku dalam jumlah yang besar, hal ini di dukung dari kapasitas silo yang dapat menampung inti sawit dalam jumlah yang banyak dan karakteristik inti sawit yang dapat disimpan agak lama.

97

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan 1. PT. SAP merupakan salah satu produsen yang mengolah inti sawit menjadi minyak inti sawit (PKO). Untuk perencanaan dan pengadaan inti sawit dilakukan oleh bagian PPIC, bagian logistik dan departemen PKC. Sedangkan, yang membeli inti sawit langsung dari PKS adalah kantor pusat (HO) dari PT. SAP dalam satu grup yang berlokasi di Medan. Selama ini perusahaan memproduksi PKO unruk memenuhi stok. Perusahaan mengolah inti sawit berdasarkan target yaitu 28 750 ton per bulan untuk menghasilkan PKO sebanyak 12 362.5 ton. Perusahaan membeli inti sawit melalui kontrak dengan PKS, dengan jumlah inti sawit sesuai dengan kemampuan PKS. Selama periode Juli 2006-Juni 2007 perusahaan memesan sebanyak 63 kali dengan jumlah kuantitas inti sawit sebanyak 251 382 495 kg. Biaya persediaan yang diperoleh sebesar Rp 223 052 921.3. Sedangkan, biaya pembelian yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 480 643 330 440. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi inefisiensi pada pengendalian persediaan inti sawit. Inefisiensi ini terjadi karena penggunaan inti sawit yang berfluktuasi setiap karena perusahaan tidak memiliki perkebunan sendiri, sehingga kebutuhan bahan baku sangat tergantung dari luar perusahaan. 2. Pengadaan bahan baku inti sawit di PT. SAP dengan menggunakan keempat teknik metode MRP yaitu teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB diperoleh frekuensi pemesanan tertinggi adalah LFL (46 kali) dan terendah adalah teknik

98

POQ (23 kali). Untuk biaya persediaan yang terbesar adalah teknik POQ dan terendah adalah teknik LFL. Sedangkan, teknik PPB dan teknik EOQ diperoleh frekuensi pemesanan 42 dan 37, biaya persediaan sebesar Rp 219 850 227.9 dan Rp 208 705 799.3. Teknik yang dapat direkomendasikan ke perusahaan adalah teknik PPB, karena dari perbandingan biaya persediaan teknik ini dapat menghemat biaya persediaan sebesar 6.43 persen dari metode perusahaan dan dari segi biaya pembelian teknik ini dapat menghemat sebesar 5.22 persen. Meskipun, biaya penyimpananya lebih tinggi 0.40 persen dari metode perusahaan. Teknik ini pun sesuai dengan kondisi perusahaan karena pada teknik ini masih terdapat persediaan pada periode/minggu yang digabung dan pada teknik ini kuntitas pemesanan dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat di dukung dari kapasitas silo yang besar, kapasitas mesin, jumlah tenaga kerja yang cukup serta karakteristik dari inti sawit yang dapat di simpan dalam waktu yang agak lama.

8.2 Saran Berdasarkan hasil penjelasan mengenai hasil analisis yang telah dilakukan, maka ada beberapa hal yang disarankan, yaitu : 1. Metode MRP teknik PPB dapat direkomendasikan sebagai metode alternatif dalam sistem pengendalian persediaan inti sawit pada perusahaan dengan harapan dapat menghemat biaya persediaan sehingga biaya yang dihemat dapat direlokasikan untuk biaya yang lain.

99

2. Perusahaan perlu memperhatikan keakuratan tenggang waktu (lead time) dari bahan baku untuk antisipasi terjadinya keterlambatan datangnya bahan baku. 3. Perusahaan perlu menjaga hubungan baik dengan pihak PKS yang dapat diandalkan agar kelancaran produksi dapat tercapai.

100

DAFTAR PUSTAKA Assauri,S .1999.Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Revisi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Ahyari, A. 1999. Manajemen Produksi dan Pengendalian Persediaan. BPFE. Yogyakarta Buffa, Elwood. S dan Rakesh. K. Sarin. 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Edisi Kedelapan. Binarupa Aksara. Jakarta. Dessy. N. 2002. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Crumb Rubber PT. Virco (Vrginia Indonesia Rubber Company) Padangsidempuan, Sumatera Utara. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Handoko, T. H. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta. Heizer, J and Render. 2005. Operation Management (Manajemen Operasi). Edisi ke-7. Salemba Empat. Jakarta Ismail, A. 2000. Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal pada PT Sinar Sosro Sukabumi. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kotler. P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid Satu.Edisi Mileniun. Prenhallindo, Jakarta. Manullang, M. 1994. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Liberty. Yogyakarta. Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya Edisi Kelima. Aditya Media. Yogyakarta. Guritno, P. 2000. Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan Reza, S. 2004. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Pada PT. Jaya Cemerlang Industri di Kecamatan Panongan, Tangerang, Banten. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Risma. 2005. Analisis Kinerja Ekspor CPO dan PKO Indonesia di Pakistan. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Royanti, I. 2006. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Rajungan di PT Muara Bahari Internasional, Cirebon. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

101

Sahat, S. 2005. Analisis Peramalan Produksi CPO dan PKO di PT PANAMTAMA, Asahan, Sumatera Utara. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sary, I. 2004. Peramalan Produksi dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelapa Pada PT. Riau Sakti United Plantations. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Situs Departemen Perindustrian. 2001. Lokasi Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit. Buletin Perdagangan Berjangka. Edisi Agustus 2001. http;//www.deperindag.go.id/bappepti. Situs Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. http;//www.deperindag.go.id. Situs Wikipedia Indonesia. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis http;//www.wikipedia.org/wiki/kelapa sawit. (Maret 2008) Guineensis).

Tampubolon, M. P. 2004. Manajemen Operasional (Operations Management). Ghalia Indonesia. Jakarta.

Lampiran 1

STRUKTUR ORGANISASI PT. SINAR ALAM PERMAI

GENERAL MANAGER

DEPUTI GENERAL MANAGER

FACTORY MANAGER

OPERATIONAL MANAGER

ADMINISTRATION MANAGER

PERSONALIA MANAGER

MARKETING MANAGER

ACCOUNTING MANAGER

102

Lampiran 2 STRUKTUR ORGANISASI DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING (PKC PLANT)


Manajer Pabrik

Manajer Produksi

Ass. Manajer

Leader Produksi

Leader Mekanik

Leader Mekanik Shoop

Leader Loading Ramp / Gudang PKM

Mandor Shif Produksi

Mandor Mekanik Elivator/Compayer

Mandor Mek. Prod

Mandor Welding

Mandor Mek. Shoop

Operator Load. Ramp

Operator Ware House

Operator Gudang Bungkil

Operator Prod Operator Elivator Operator Listrik Operator Mek. Prod Operator Welding Operator Mek. Shoop Operator Gerinda

103

104

Lampiran 3. Suku Bunga Simpanan Berjangka Rupiah Bank Umum Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka Juli 12.25 Agustus 11.75 September 11.25 Oktober 10.75 November 10.25 Desember 9.75 Januari 9.50 Februari 9.25 Maret 9.00 April 9.00 Mei 8.75 Juni 8.50 Rata-rata 10.12 Lampiran 4. Perhitungan Biaya Persediaan Inti Sawit Dengan metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007
Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Total Rata-Rata Frekuensi Pembelian (Kg) 4 3 5 4 5 6 3 4 7 6 8 8 63 5.25 18 564 282.00 18 206 067.00 20 384 869.00 19 024 500.00 21 037 230.00 22 090 121.00 17 351 648.00 19 609 975.00 23 151 591.00 20 511 424.00 24 243 538.00 27 207 250.00 251 382 495.00 20 948 541.25 Persediaan Awal (Kg) 1 349 996.00 1 074 511.00 1 955 473.00 3 271 191.00 4 768 309.00 3 053 268.00 4 393 519.00 3 467 514.00 4 511 853.00 4 424 978.00 3 497 650.00 3 849 166.00 Pemakaian (Kg) 18 839 767.00 17 325 105.00 19 069 151.00 17 527 382.00 22 752 271.00 20 749 870.00 18 277 653.00 18 565 636.00 23 238 466.00 21 438 752.00 23 892 022.00 24 739 356.00 Persediaan Akhir (Kg) 1 074 511.00 1 955 473.00 3 271 191.00 4 768 309.00 3 053 268.00 4 393 519.00 3 467 514.00 4 511 853.00 4 424 978.00 3 497 650.00 3 849 166.00 6 317 060.00 Persediaan Rata-Rata (Kg) 1 212 253.50 1 514 992.00 2 613 332.00 4 019 750.00 3 910 788.50 3 723 393.50 3 930 516.50 3 989 683.50 4 468 415.50 3 961 314.00 3 673 408.00 5 083 113.00

39 617 428.00 246 415 431.00 44 584 492.00 42 100 960.00 3 301 452.33 20 534 619.25 3 715 374.33 3 508 413.33

Biaya Pembelian : 251 382 495 x Rp 1 912 Biaya Pemesanan : 63 x Rp 580.300 Biaya Penyimpanan : 45934488 x Rp 4,06 Biaya persediaan : Rp 36.558.900 + Rp 186.494.021,3

= Rp 480 643 330 440 = Rp 36 558 900 = Rp 186 494 021.3 = Rp 223 052 921.3

105

Lampiran 5. Perhitungan EOQ dan EPP (Economic Part Period) Diketahui : Biaya pemesanan per pesanan Biaya penyimpanan per tahun Pemakaian inti sawit setahun : Rp 580 300 ............................ (1) : Rp 194.81 .............................. (2) : 246 415 431 kg ...................... (3)

Pemakaian rata-rata inti sawit per hari : 20 534 619.25 kg ................... (4)

Perhitungan EOQ : EOQ =


2 x (1 ) x ( 3 ) (2) 2 xRp 580300 x 246415431 Rp 194 . 81

EOQ =

= 1 211 660 kg ............................................................................. (5)

Perhitungan EPP Inti Sawit EPP = (1) : (2) = Rp 580 300 : Rp 4.05 = 143 284 kg

Perhitungan POQ Jumlah Periode = (5) : pemakaian rata-rata = 1 211 660 kg : 742 123 kg = 1.65 = 2 periode/ minggu

Lampiran 6. Metode MRP Teknik Lot for Lot


Persediaan Awal = 1 349 996 Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan 1 349 996 Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan 1 4 709 941 5 739 344 3 359 945 9 099 289 0 13 3 672 532 0 3 672 532 3 672 532 3 841 617 25 4 337 454 0 4 337 454 4 337 454 4 567 663 37 4 478 376 0 4 478 376 4 478 376 5 763 458 2 4 618 823 1 120 521 0 0 3 634 980 14 3 841 617 0 3 841 617 3 841 617 4 061 616 26 4 567 663 0 4 567 663 4 567 663 4 437 454 38 5 763 458 0 5 763 458 5 763 458 5 598 459 3 4 755 501 0 3 634 980 3 634 980 4 755 502 15 4 061 616 0 4 061 616 4 061 616 3 951 617 27 4 437 454 0 4 437 454 4 437 454 4 928 082 39 5 598 459 0 5 598 459 5 598 459 5 598 459 4 4 755 502 0 4 755 502 4 755 502 4 331 277 16 3 951 617 0 3 951 617 3 951 617 4 891 359 28 4 928 082 0 4 928 082 4 928 082 4 735 447 40 5 598 459 0 5 598 459 5 598 459 5 353 000 5 4 331 277 0 4 331 277 4 331.277 4 231 176 17 4 891 359 0 4 891 359 4 891 359 6 420 751 29 4 735 447 0 4 735 447 4 735 447 3 943 386 41 5 353 000 0 5 353 000 5 353 000 6 263 005 Minggu 6 7 4 231 176 4 331 378 0 0 4 231 176 4 331 378 4 231 176 4 331 378 4 331 378 4 331 277 Minggu 18 19 6 420 751 7 821 081 0 0 6 420 751 7 821 081 6 420 751 7 821 081 7 821 081 8 021 080 Minggu 30 31 3 943 386 4 943 386 0 0 3 943 386 4 943 386 3 943 386 4 943 386 4 943 386 4 943 386 Minggu 42 43 6 263 005 6 073 112 0 0 6 263 005 6 073 112 6 263 005 6 073 112 6 073 112 6 202 905 8 4 331 277 0 4 331 277 4 331 277 4 565 287 20 8 021 080 0 8 021 080 8 021 080 4 829 509 32 4 943 386 0 4 943 386 4 943 386 5 809 616 44 6 202 905 0 6 202 905 6 202 905 5 762 475 9 4 565 287 0 4 565 287 4 565 287 4 876 288 21 4 829 509 0 4 829 509 4 829 509 5 306 787 33 5 809 616 0 5 809 616 5 809 616 5 809 616 45 5 762 475 0 5 762 475 5 762 475 6 194 707 10 4 876 288 0 4 876 288 4 876 288 4 859 278 22 5 306 787 0 5 306 787 5 306 787 5 306 787 34 5 809 616 0 5 809 616 5 809 616 5 809 617 46 6 194 707 0 6 194 707 6 194 707 6 184 839 11 4 859 278 0 4 859 278 4 859 278 4 768 298 23 5 306 787 0 5 306 787 5 306 787 5 306 787 35 5 809 617 0 5 809 617 5809 617 5 809 616 47 6 184 839 0 6 184 839 6 184 839 6 597 335 12 4 768 298 0 4 768 298 4 768 298 3 672 532 24 5 306 787 0 5 306 787 5 306 787 4 337 454 36 5 809 616 0 5 809 616 5 809 616 4 478 376 48 6 597 335 0 6 597 335 6 597 335 0

Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan Biaya Persediaan

46 x Rp 580 300

= Rp 26 693 800

6 859 865 x Rp 4.05 = Rp 27 851 051.9 + Rp 54.544.851,9

106

Lampiran 7. Metode MRP Teknik EOQ


Persediaan Awal = 1 349 996 Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan 1.349.996 Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan 1 4 709 941 5 739 344 3 359 945 9 099 289 0 13 3 672 532 4 955 767 3 525 853 8 481 620 0 25 4 337 454 4 751 144 3 730 476 8 481 620 0 37 4 478 376 271 859 3 363 121 3 634 980 6 058 300 2 4 618 823 1 120 521 0 0 3 634 980 14 3 841 617 1 114 150 0 0 7 269 960 26 4 567 663 183 481 0 0 4 846 640 38 5 763 458 566 701 5 491 599 6 058 300 6 058 300 3 4 755 501 0 3 634 980 3 634 980 4 846 640 15 4 061 616 4 322 494 2 947 466 7 269 960 0 27 4 437 454 592 667 4 253 973 4 846 640 4 846 640 39 5 598 459 1 026 542 5 031 758 6 058 300 4 846 640 4 4 755 502 91 138 4 755 502 4 846 640 4 846 640 5 4 331 277 606 501 4 240 139 4 846 640 3 634 980 6 4 231 176 10 305 3 624 675 3 634 980 6 058 300 18 6 420 751 849 209 6 420 751 7 269 960 7 269 960 30 3 943 386 314 012 0 0 4 846 640 42 6 263 005 775 318 6 263 005 6 058 300 6 058 300 Minggu 7 4 331 378 1 737 227 4 321 073 6 058 300 3 634 980 Minggu 19 7 821 081 298 088 6 971 872 7 269 960 8 481 620 Minggu 31 4 943 386 217 266 4 629 374 4 846 640 4 846 640 Minggu 43 6 073 112 760 506 5 297 794 6 058 300 6 058 300 8 4 331 277 1 040 930 0 3 634 980 3 634 980 20 8 021 080 758 628 7 722 992 8 481 620 4 846 640 32 4 943 386 120 520 4 726 120 4 846 640 6 058 300 44 6.202.905 615.901 5.442.399 6.058.300 6.058.300 9 4 565 287 110 623 3 524 357 3 634 980 4 846 640 21 4 829 509 775 759 4 070 881 4 846 640 4 846 640 33 5 809 616 369 204 5 689 096 6 058 300 6 058 300 45 5 762 475 911 726 5 146 574 6 058 300 6 058 300 10 4 876 288 80 975 0 4 846 640 4 846 640 22 5. 306 787 315 612 4 531 028 4 846 640 6 058 300 34 5 809 616 617 888 5 440 412 6 058 300 6 058 300 46 6 194 707 775 319 5 282 981 6 058 300 6 058 300 EOQ = 1 211 660 11 4 859 278 68 337 4 778 303 4 846 640 4 846 640 23 5 306 787 1 067 125 4 991 175 6 058 300 4 846 640 35 5 809 617 866 571 5 191 729 6 058 300 6 058 300 47 6 184 839 648 780 5 409 520 6 058 300 6 058 300 12 4 768 298 146 679 0 4 846 640 8 481 620 24 5 306 787 606 978 4 239 662 4 846 640 8 481 620 36 5 809 616 1 115 255 4 943 045 6 058 300 3 634 980 48 6 597 335 109 745 5 948 555 6 058 300 0

16 17 3 951617 4 891 359 370 877 326 158 0 4 520 482 0 4 846 640 4 846 640 7 269 960 28 29 4 928 082 4 735 447 511 225 4 257 398 4 335 415 4 224 222 4 846 640 8 481 620 8 481 620 0 40 5.598.459 274.723 4.571.917 4.846.640 6.058.300 41 5 353 000 980 023 5 078 277 6 058 300 6 058 300

Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan Biaya Persediaan

42 x Rp 580.300

Rp 24 372 600 Rp 195 477 627.9 + Rp 219 850 227.9

48 147 199 x Rp 4 05 =

107

Lampiran 8. Metode MRP Teknik POQ


Persediaan Awal = 1 349 996 Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan 1 349 996 Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Minggu 1 4 709 941 5 739 344 3 359 945 9 099 289 0 13 3 672 532 3 841 617 3 672 532 7 514 149 0 25 4 337 454 4 567 663 4 337 454 8 905 117 0 37 4 478 376 5 763 458 4 478 376 10 241 834 0 2 4 618 823 1 120 521 0 0 8 390 482 14 3 841 617 0 0 0 8 013 233 26 4 567 663 0 0 0 9 365 536 38 5 763 458 0 0 0 11 196 918 3 4 755 501 4 755 502 3 634 980 8 390 482 0 15 4 061 616 3 951 617 4 061 616 8 013 233 0 27 4 437 454 4 928 082 4 437 454 9 365 536 0 39 5 598 459 5 598 459 5 598 459 11 196 918 0 4 4 755 502 0 0 0 8 562 453 16 3 951 617 0 0 0 11 312 110 28 4 928 082 0 0 0 8 678 833 40 5 598 459 0 0 0 11 616 005 5 4 331 277 4 231 176 4 331 277 8 562 453 0 17 4 891 359 6 420 751 4 891 359 11 312 110 0 29 4 735 447 3 943 386 4 735 447 8 678 833 0 41 5 353 000 6 263 005 5 353 000 11 616 005 0 6 7 4 231 176 4 331 378 0 4 331 277 0 4 331 378 0 8 662 655 8 662 655 0 Minggu 18 19 6 420 751 7 821 081 0 8 021 080 0 7 821 081 0 15 842 161 15 842 161 0 Minggu 30 31 3 943 386 4 9433 86 0 4 9433 86 0 4 9433 86 0 9 886 772 9 886 772 0 Minggu 42 43 6 263 005 6 073 112 0 6 202 905 0 6 073 112 0 12 276 017 12 276 017 0 8 4 331 277 0 0 0 9 441 575 9 4 565 287 4 876 288 4 565 287 9 441 575 0 10 4 876 288 0 0 0 9 627 576 22 5 306 787 0 0 0 10 613 574 34 5 809 616 0 0 0 11 619 233 46 6 194 707 0 0 0 12 782 174 11 4 859 278 4 768 298 4 859 278 9 627 576 0 23 5 306 787 5 306 787 5 306 787 10 613 574 0 35 5 809 617 5 809 616 5 809 617 11 619 233 0 47 6 184 839 6 597 335 6 184 839 12 782 174 0 12 4 768 298 0 0 0 7 514 149 24 5 306 787 0 0 0 8 905 117 36 5 809 616 0 0 0 10 241 834 48 6 597 335 0 0 0 0 Periode yang digabung = 2 minggu

20 21 8 021 080 4 829 509 0 5 306 787 0 4 829 509 0 10 136 296 10 136 296 0 32 33 4 943 386 5 809 616 0 5 809 616 0 5 809 616 0 11 619 232 11 619 232 0 44 45 6 202 905 5 762 475 0 6 194 707 0 5 762 475 0 11 957 182 11 957 182 0

Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan Biaya Persediaan

23 x Rp 580 300 129 292 663 x Rp 4.05

= =

Rp 13 346 900 Rp 524 928 211.8 + Rp 538 275 111.8

108

109

Lampiran 9. Cara Perhitungan PPB Persediaan Inti sawit


Periode yang Digabung 3 4 5-6 7-8 9-10 11 12 13-14 15-16 17 18 19 20 21-22 23 24-25 26-27 28 29-30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Kebutuhan Bersih Kumulatif (kg) 3 634 980 4 755 502 8 562 453 8 662 655 9 441 575 4 859 278 4 768 298 7 514 149 8 013 233 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 10 136 296 5 306 787 9 644 241 9 005 117 4 928 082 8 678 833 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Kumulatif Bagian Periode (kg) 0 0 0+(2-1) 4 231 176 = 4 231 176 0+(2-1) 4 331 277 = 4 331 277 0+(2-1) 4 876 288 = 4 876 288 0 0 0+(2-1) 3 841 617 = 3 841 617 0+(2-1) 3 951 617 = 3 951 617 0 0 0 0 0+(2-1) 5 306 787 = 5 306 787 0 0+(2-1) 4 337 454 = 4 337 454 0+(2-1) 4 437 454 = 4 437 454 0 0+(2-1) 3 943 386 = 3 943 386 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lampiran 10. Metode MRP Teknik PPB


Persediaan Awal = 1 349 996 Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan 1 349 996 Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Uraian Kebutuhan Kotor Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Minggu 1 4 709 941 5 739 344 3 359 945 9 099 289 0 13 3 672 532 3 841 617 3 672 532 7 514 149 0 25 4 337 454 0 0 0 9 005 117 37 4 478 376 0 4 478 376 4 478 376 5 763 458 2 4 618 823 1 120 521 0 0 3 634980 14 3 841 617 0 0 0 8 013 233 26 4 567 663 4 437 454 4 567 663 9 005 117 0 38 5 763 458 0 5 763 458 5 763 458 5 598 459 3 4 755 501 0 3 634 980 3 634 980 4 755 502 15 4 061 616 3 951 617 4 061 616 8 013 233 0 27 4 437 454 0 0 0 4 928 082 39 5 598 459 0 5 598 459 5 598 459 5 598 459 4 4 755 502 0 4 755 502 4 755 502 8 562 453 16 3 951 617 0 0 0 4 891 359 28 4 928 082 0 4 928 082 4 928 082 8 678 833 40 5 598 459 0 5 598 459 5 598 459 5 353 000 5 4 331 277 4 231 176 4 331 277 8 562 453 0 17 4 891 359 0 4 891 359 4 891 359 6 420 751 29 4 735 447 3 943 386 4 735 447 8 678 833 0 41 5 353 000 0 5 353 000 5 353 000 6 263 005 6 4 231 176 0 0 0 8 662 655 18 6 420 751 0 6 420 751 6 420 751 7 821 081 30 3 943 386 0 0 0 4 943 386 42 6 263 005 0 6 263 005 6 263 005 6 073112 7 4 331 378 4 331 277 4 331 378 8 662 655 0 Minggu 19 7 821 081 0 7 821 081 7 821 081 8 021 080 Minggu 31 4 943 386 0 4 943 386 4 943 386 4 943 386 Minggu 43 6 073 112 0 6 073 112 6 073 112 6 202 905 8 4 331 277 0 0 0 9 441 575 20 8 021 080 0 8 021 080 8 021 080 10 136 296 32 4 943 386 0 4 943 386 4 943 386 5 809 616 44 6 202 905 0 6 202 905 6 202 905 5 762 475 9 4 565 287 4 876 288 4 565 287 9 441 575 0 21 4 829 509 5 306 787 4 829 509 10 13 296 0 33 5 809 616 0 5 809 616 5 809 616 5 809 616 45 5 762 475 0 5 762 475 5 762 475 6 194 707 10 4 876 288 0 0 0 4 859 278 22 5.306 787 0 0 0 5 306 787 34 5 809 616 0 5 809 616 5 809 616 5 809 617 46 6 194 707 0 6 194 707 6 194 707 6 184 839 11 4 859 278 0 4 859 278 4 859 278 4 768 298 23 5 306 787 0 5 306 787 5 306 787 9 644 241 35 5 809 617 0 5 809 617 5 809 617 5 809 616 47 6 184 839 0 6 184 839 6 184 839 6 597 335 12 4 768 298 0 4 768 298 4 768 298 7 514 149 24 5 306 787 4 337 454 5 306 787 9 644 241 0 36 5 809 616 0 5 809 616 5 809 616 4 478 376 48 6 597 335 0 6 597 335 6 597 335 0 EPP = 143 284

Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan Biaya Persediaan

37 x Rp 580.300 46.116.921 x Rp 4,06

= =

Rp 21.471.100 Rp 187.234.699,3 + Rp 208.705.799,3

110

You might also like