You are on page 1of 5

Maserasi

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri. Salah satu minyak atsiri yang dihasilkan dan dapat dijadikan sumber devisa bagi negara adalah minyak sereh wangi. Sampai saat ini, Indonesia baru menghasilkan sembilan jenis minyak atsiri yaitu: minyak cengkeh, minyak kenanga, minyak nilam, minyak akar wangi,minyak pala, minyak kayu putih dan minyak sereh wangi. Minyak atsiri dihasilkan dari hasil ekstraksi bahan baku. Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari suatu campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Sudjadi,1985). Ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan pelarut yang melibatkan perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut (Aguilera, 1999). Pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang mempunyai titik didih rendah, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar (Mamun dan Laksamanahardja, 1998). Kelarutan zat dalam pelarut tergantung dari ikatan polar dan non polar. Zat polar hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat nonpolar hanya larut dalam pelarut nonpolar (Winarno, 1973). Metode ekstraksi terdiri dari beberapa jenis, salah satu metode tersebut adalah maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi tradisional. Pada metode maserasi biasanya bahan direndam dalam tangki maserasi selama satu tahun. Metode maserasi dapat menghasilkan ekstrak dengan baik namun kualitasnya tidak memenuhi standar. Hal ini dimungkinkan karena adanya kebocoran dan adanya penguapan selama proses maserasi. Maserator modern terbuat dari stainless steel atau gelas dilengkapi dengan agitator. Konsentrasi alakohol yang digunakan sebagai pelarut 60%. Maserator ini mampu menghasilkan ekstrak dengan kualitas yang baik dalam waktu 1-3 bulan (Purseglove et al,1981). Maserasi dibedakan menjadi 3, yaitu maserasi satu tahap, maserasi dua tahap dengan satu kali penyaringan dan maserasi dua tahap dengan dua kali penyaringan. Maserasi dilakukuan pada suhu ruang untuk mencegah penguapan pelarut secara berlebihan karena pengaruh suhu. Suhu terbaik untuk melakukan maserasi adalah 20-30oC (Kenichi dan Masanori, 1990). Maserasi satu tahap

adalah proses maserasi dimana bahan diekstrak dengan pelarut dan air kemudian setelah proses maserasi selesai dilakukan proses penyaringan. Maserasi dua tahap satu kali penyaringan merupakan proses maserasi dimana bahan direndam dengan air selama beberapa hari kemudian ditambahkan pelarut, proses maserasi dilanjutkan hingga selesai. Setelah proses selesai dilakukan proses penyaringan. Sedangkan, proses maserasi dua tahap dengan dua kali penyaringan adalah proses maserasi dimana bahan direndam dengan air selama beberapa hari kemudian disaring. Ampas hasil penyaringan pertama dimaserasi dengan menggunakan pelarut selama beberapa hari hingga proses maserasi selesai.. hasil ekstrak pertama dicampur dengan hasil ekstrak kedua (Melawati, 2006). Proses maserasi satu tahap mampu mengekstrak bahan lebih banyak karena pelarut dan air ditambahkan secara bersama-sama. Hal ini mengakibatkan penetrasi pelarut ke dalam bahan akan berjalan sempurna. Kelebihan lain proses maserasi satu tahap adalah mampu menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan proses maserasi dua tahap karena pada proses maserasi satu tahap penyaringan dilakukan satu kali (Melawati, 2006). Rendahnya rendemen yang didapatkan dari proses maserasi dimungkinkan karena pengaruh adanya kandungan air dalam bahan dan tingginya konsentrasi yang digunakan. Kandungan air berpengaruh terhadap permeabilitas sel, dimana bahan yang kering memiliki sifat permeabilitas yang tinggi. Hal ini berakibat terhadap ketidaksempurnaan kerja pelarut untuk berdifusi ke dalam sel. Jika jumlah pelarut yang berdifusi ke dalam sel sedikit, maka minyak yang akan terekstrak juga akan sedikit. Sehingga untuk mendapatkan rendemen minyak yang tinggi dihindarkan menggunakan bahan yang terlalu kering. Selain itu, proses pengeringan bahan juga jangan terlalu lama untuk menghindari hilangnya minyak dari bahan. Penggunaan pelarut dengan konsentrasi tinggi akan menghasilkan ekstrask dengan kandungan fixed oil yang tinggi. Fixed oil adalah senyawa nonvolatile yang memiliki bobot molekul tinggi sehingga akan mengendap dan jika jumlahnya terlalu banyak maka akan membentuk suspensi dengan larutan. Tingginya konsentrasi pelarut juga akan mengakibatkan terkstraknya klorofil sehingga hasil ekstrak akan berwarna coklat kehijau-hijauan. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses ekstraksi adalah jenis dan mutu

pelarut yang digunakan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang digunakan, antara lain: 1. harus dapat melarutkan zat wangi dalam bahan secara sempurna 2. mempunyai titik didih yang cukup rendah 3. pelarut tidak boleh larut dalam air 4. pelarut harus bersifat inert 5. pelarut harus mempunyai titik didih seragam, dan 6. harga pelarut harus serendah mungkin. (Ketaren, 1985).

Tugas Makalah

MASERASI

Oleh: Ade Nurisman (F34104066)

2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Tinjauan Pustaka Aguilera, J.M. 1999. Microstructural Principles of Food Processing and Engineering, Second Edition. Aspen Publisher, Inc. Gaithersbug. Kenichi dan Masanori. 1990. Production Vanilla Extract. http://v3.espacenet.com/txdoc?DB Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta. Mamun dan Laksamanahardja. 1998. Oleoresin Panili. di dalam Monograf Panili. Balitro. Bogor. Melawati. 2006. Optimasi Proses Maserasi Panili (Vanilla planifolia A) Hasil Modifikasi Proses Kuring. Fateta. IPB. Bogor. Purseglove, J.W., Brown, Green, dan Robbins. 1981. Spices Vol 2. Longman. London. New York. Sudjadi.1985. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta. Winarno, F.G. 1973. Ekstraksi Khromatografi Elektrophorosis. Fateta. IPB. Bogor.

You might also like