You are on page 1of 9

PAPER MASALAH HUKUM INDONESIA

NOFRY HARDI 1220113030

DOSEN PENANGGUNG JAWAB PROF.DR.ELWI DANIEL, SH, MH

FAKULTAS HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2012

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapakan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmatNya yang tiada terhingga kepada penulis yang dari mulai dalam kandungan sampai proses pendidikan yang penulis jalani saat ini. Untaian kata dan shalawat beriring salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah mengilhami penulis dengan karisma dan sabdanya bagi penulis untuk terus menuntut ilmu sampai ke akhir hayat kelak. Rangkaian ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada para pembimbing dan penuntun pendidikan yang senantiasa dan tak bosanbosannya membimbing dan menuntun penulis dalam menunutut ilmu sampai ke jenjang Sarjana bahkan pada saat menempuh pendidikan lanjutan di magister hukum pasca sarjana Universitas Andalas pada saat ini. Terutama kepada Prof.Dr. Elwi Daniel, SH, MH dalam mata kuliah Penemuan Hukum, karena berkat beliaulah penulis bisa menyelesaikan makalah tentang Etherny Decrease Power To Solve Indonesia Legal Problem . Penulis menyadari, bahwa penulisan paper ini masih banyak kekurangan dan masih perlu untuk disempurnakan. Untuk itu saran dan kritik untuk perbaikan paper ini sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga penulisan paper ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Padang, 19 Desember 2012 Penulis

Nofry Hardi, SH.

Kegagalan Kejaksaan Dalam Menghadapi Koruptor Yang Dibekingi PT. Chevron Pacific Indonesia. Kejaksaan mendapatkan pukulan telak ketika mengusut proyek bioremediasi oleh PT.Chevron Pacific Indonesia. Pasalnya dalam penahanan terhadap keempat tersangka dalam proyek tersebut, ada upaya hukum yang dilakukan oleh keempat tersangka melalui pengacaranya yaitu proses praperadilan. Upaya hukum tersebut disupport penuh oleh PT. CPI. Namun dalam persidangan Kejaksaan gagal dalam pembuktian sah atau tidaknya penahanan tersebut. Keempat tersangka akhirnya dibebaskan oleh pihak pengadilan negeri Jakarta Selatan. Namun ada yang janggal dalam putusan praperadilan tersebut dikarenakan hakim tidak hanya memberi putusan mengenai substantif penangkapan dan penahanan melainkan juga merambah ke dalam materi pokok perkara dimana hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka tidak sah menurut hukum. Kejaksaan agung juga gagal dalam membuktikan bahwa penangkapan dan penahanan terhadap kekempat pegawai PT. CPI tersebut. Entah karena alasan apa namun semestinya Kejaksaan Agung membawa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai bukti kuat dalam proses penyidikan keempat tersangka yang diduga kuat telah merugikan Negara melaui proyek bioremediasi yang digagas PT. CPI karena rusaknya lingkungan akibat proses penambangan yang dilakukan PT. CPI. Sebelumnya Kejaksaan telah mengankap empat tersangka pegawai PT.CPI yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dengan proyek bioremediadsi sehingga merugikan Negara milyaran rupiah, keempat tersangka tersebut adalah;

1. Endah Rumbiyanti

Manager Lingkungan Sumatera Light North dan Sumatera Light South 2. Widodo Team Leader Sumatera Light North Kabupaten Duri 3. Kukuh Kertasafari Team Leader Sumatera Light South Kabupaten Duri 4. Bachtiar Abdul Fatah General Manager Sumatera Light South Operatiom Keempat orang tersebut adalah pegawai PT. CPI yang ditahan Kejaksaan Agung dalam poyek bioremediasi yang diindikasikan terdapat melakukan tindak pidana korupsi. Namun pada tanggal 27 November 2012 lalu mereka dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena Kejaksaan Agung gagal membuktikan kesalahan mereka. Keputusan Hakim Yang Dibuat Seolah-Olah Telah Dipesan Oleh PT. Chevron Pacific Indonesia Dalam putusan peradilan tersebut terdapat kejanggalan dalam petikan putusannya. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian besar gugatan tersangka yang menggunakan jasa pengacara Todung Mulya Lubis and Partners dari kantor pengacara Lubis Santosa dan Maramis beserta Maqdir Ismail and partners. Selain itu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga mengeluarkan putusan aneh yaitu dengan tegas menyatakan bahwa penetapan tersangka tidak sah menurut hukum. Yang mana hal

tersebut bukan wewenang pengadilan praperadilan dan telah merambah ke materi pokok perkara. Sebagaimana yang dinyatakan oleh pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatakan bahwa wewenang lembaga praperadilan hanya bisa memeriksa sah tidaknya penagkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penghentian penututan. Keempat petikan putusan tersebut adalah; 1. Putusan praperadilan Nomor.37/Pid.Prap/2012/Pn.-Jkt.Sel Pada tanggal 27 November 2012 dan ditandatangani oleh hakim Ari Jiwantara terhadap Endah Rumbiyanti dengan menyatakan bahwa penahanan tidak sah. 2. Putusan praperadilan Nomor.40/Pid.Prap/2012/Pn.-Jkt.Sel Pada tanggal 27 November 2012 dan ditandatangani oleh hakim Matheus Samiadji terhadap Widodo dengan menyatakan bahwa penahanan tidak sah. 3. Putusan praperadilan Nomor.36/Pid.Prap/2012/Pn.-Jkt.Sel Pada tanggal 27 November 2012 dan ditandatangani oleh hakim Ari Jiwantara terhadap Kukuh Kertasafari dengan menyatakan bahwa penahanan tidak sah. 4. Putusan praperadilan Nomor.40/Pid.Prap/2012/Pn.-Jkt.Sel Pada tanggal 27 November 2012 dan ditandatangani oleh hakim Suko Harsono terhadap Bachtiar Abdul fatah dengan menyatakan bahwa penahanan tidak sah dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik juga tidak sah menurut hukum.

Putusan hakim Suko harsono ini sangat luar biasa janggalnya, pasalnya sah atau tidaknya penetapan seorang tersangka jelas bukan lah domain praperadilan sperti yang terdapat dalam pasal 77 KUHAP yang menjadi landasan beracara. Kejanggalan lain dari putusan oleh hakim praperadilan tersebut adalah landasan yang digunakan para hakim praperadilan untuk menyatakan penahanan terhadap para pegawai PT. CPI yang menjadi tersangka perkara bioremediasi tersebut dinyatakan tidak sah oleh hakim. Dimana landasan yang digunakan secara jelas sudah masuk ke dalam materi pokok perkara. Analisa Penulis Dalam Perkara Korupsi Bioremediasi PT. Chevron Pacific Indonesia Yang sangat disayangkan adalah kelemahan Kejaksaan dalam membuktikan bukti permulaan yang cukup untuk dijadikan alasan penahanan para tersangka hanya dengan menggunakan surat penangkapan dan penahanan yang menjadi syarat formil untuk melakukan penyidikan. Syarat formil yang dimaksud mengacu pada prosedur yang dilakukan penyidik dalam melakukan penagkapan dan penahanan yaitu dengan memperlihatkan surat perintah penangkapan dan penahanan dari pihak yang berwenang ketika akan melakukan penangkapan dan penahanan. Hal tersebut sudah dilakukan oleh pihak penyidik dari Kejaksaan namun kuasa hukum tersangka dengan cerdiknya menyatakan bahwa Kejaksaan belum mempunyai cukup bukti untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka karena pihak Kejaksaan melakukan penetapan tersangka sebelum ada bukti konkret yang menyatakan kerugian Negara dalam tindak pidana korupsi tersebut. Memamg dalam faktanya Kejaksaan belum mendapatkan fakta yang valid dari badan Pemeriksa

Keuangan perihal kerugian Negara yang disebabkan oleh proyek bioremediasi PT. CPI tersebut. Namun menurut penulis sebaiknya Pihak Kejaksaan menggunakan pasal 16 dan 21 KUHAP untuk melakukan penahanan terhadap tersangka yang jelas-jelas diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. Berikut bunyi pasal 16 KUHAP; Pasal 1 untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan Pasal 2 untuk kepentinga penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenag melakukan penangkapan Pasal 21 ayat 1 KUHAP perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan; Melarikan diri, Merusak atau menghilangkan barang bukti. dan atau Mengulangi tindak pidana

Selain itu pihak Kejaksaan juga bisa melakukan pembelaan dengan menggunakan yurisprudensi dari putusan Mahkamah Agung Nomor.18 PK.PID/2009 tertanggal 23 Juli 2009 yang dikeluarkan oleh hakim Agung Djoko Sarwoko dengan menyatakan bahawa lembaga praperadilan tidak boleh memeriksa materi pokok perkara dan hanya bisa memeriksa seputar prosedur penangkapn dan penahanan. Namun tak ada salahnya Kejaksaan melakukan penangkapan kembali terhadap para tersangka yang baru keluar dari tahanan Kejaksaan jika Kejaksaan mempunyai cukup nyali untuk melakukannya lagi. Sudah terlalu banyak kasus korupsi yang gagal dalam persidangan ketika berhadapan dengan pengaruh kekuasaan dan politik uang di Indonesia. Degradasi kekuatan yang kini dialami oleh Pihak Kejaksaan seharusnya menjadi pekerjaan rumah bagi korps Adhyaksa ini utuk membangun ulang peta kekuatan dengan merekrut sumber daya muda yang tangguh dan pemberani demi terciptanya semboyan Satya Adi sWicaksana yang nyata dalam penegakan hukum di Indonesia yang adil, sempurna dan bijaksana dalam menegakkan hukum.

Referensi J.J Gijsels dan Mark Van Hoecke, What Is Recht Theorie. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Media Indonesia Majalah Forum Hukumonline.com

You might also like