You are on page 1of 5

Obat-obat psikotoprika merupakan golongan obat yang penting dalam dunia medis, seperti untuk analgesik, antitusif, sedatif

dan anestetik. Namun, obat golongan psikotropika ini merupakan golongan obat yang sering disalahgunakan karena memiliki efek sedatif. Penyalahgunaan obat merupakan penggunaan obat untuk memperoleh efek tertentu yang bukan termasuk efek yang digunakan untuk tujuan terapi (pengobatan). Amfetamin dengan nama dagang shabu merupakan salah satu obat psikotropika yang paling banyak di salahgunakan. Untuk mendeteksi adanya penyalahgunaan obat dapat dilakukan metode immunoassay dan untuk meyakinkan hasilnya selanjutnya dilakukan uji konformasi dengan menggunakan GC-MS. Pada uji skrinning digunakan nilai batas (cut-off) untuk menentukan hasil positif dan negative dimana nilai batas ini berbeda-beda pada tiap negara. Pada praktikum ini dilakukan uji skrinning amphetamin dengan metode immunoassay. Prinsip utama dari metode immunoassay ini adalah ikatan antibodi kompetetif. Kandungan obat amphetamin yang mungkin terdapat dalam sampel urin akan berkompetisi dengan konjugat obat masing-masing untuk berikatan dengan tempat pengikatan pada antibodi. Pemeriksaan kadar amfethamin ini menggunakan sampel yang berbeda-beda pada tiap kelompok, sehingga tidak dilakukan pengulangan percobaan, sehingga mempersempit tidak dapat dilakukan perbandingan hasil pengulangan, dimana pengulangan yang satu dan yang lain hasil yang diperoleh tidak boleh berbeda signifikan. Spesimen urin yang digunakan diperoleh dari praktikan yang diambil pukul 07.30 WIB pagi dan dianalisis saat itu juga dengan metode immunoassay dengan menggunakan alat uji kaset dengan prinsip pengujian immunoassay. Pada pengujian ini, hal yang pertama dilakukan adalah pengumpulan spesimen urin. Urin dikumpulkan dalam container spesimen urin. Sistem

pengumpulan spesimen urin yang biasa adalah 12 atau 24 jam pengumpulan urin untuk melihat ekskresi analit selama 24 jam, akan tetapi pada praktikum kali ini spesimen urin langsung di analisis (urin sewaktu). Setelah sampel urin dikumpulkan dalam container, maka sampel urin diuji dengan kaset. Kaset yang akan digunakan ditempatkan pada permukaan yang agak tinggi dan bersih, kemudian urin dipipet dengan pipet khusus dan kemudian urin yang terambil di teteskan sebanyak 3 tetes ( kirakira 100 L )diatas tempat spesimen secara vertikal kedalam lubang tersebut dan jangan sampai terdapat lubang udara yang akan mempengaruhi naiknya sampel urin pada kasset sehingga bercak garis yang dihasilkan tidak dapat teramati dengan jelas. Adapun alat yang digunakan dapat digambarkan secara sederhana pada gambar dibawah ini:

Pada gambar tersebut, terdapat dua tanda yaitu tanda T yang merupakan tanda untuk Test dan tanda C yang merupakan tanda untuk kontrol. Ketika sampel urin diteteskan pada lubang tempat spesimen, maka sampel akan merambat naik karena pengaruh daya kapilaritas. Dalam kaset dengan garis tanda C (kontrol) dilapisi oleh antibodi poliklonal kambing yang berikatan dengan konjugat emas-protein dan bantalan pewarna yang mengandung partikel koloidal emas yang dilapisis monoklonal antibodi tikus yang spesifik untuk amfetamin. Sedangkan pada garis uji dilapisi oleh obat yang terkonjugasi protein (bovin albumin murni).

Ketika sampel urin naik ke atas karena pengaruh kapilaritas, maka amfetamin yang ada pada urin akan berkompetisi dengan konjugat protein obat untuk berikatan dengan antibodi. Adapun ilustrasi dari reaksi ini digambarkan seperti dibawah ini:

Urin

Antibodi

YY

Konjugat Protein obat OO

Amfetamin

Gambar pembentukan warna pada strip

Ketika dalam urin terdapat amphetamin dengan kadar dibawah batas konsentrasi, maka antibodi yang spesifik untuk amphetamin tidak akan dijenuhkan oleh amphetamin yang ada pada sampel, sehingga antibodi yang spesifik dengan amphetamin akan berikatan dengan konjugat protein obat yang terdapat pada strip T sehingga akan timbul warna pada strip tersebut akibat ikatan antara antibodi dengan konjugat protein obat ketika terbasahi oleh urin. Sedangkan apabila dalam sampel terdapat amphetamin dengan kadar diatas konsentrasi, maka antibodi yang spesifik untuk amphetamin akan dijenuhkan oleh amphetamin yang ada pada sampel, sehingga antibodi yang spesifik untuk amphetamin akan terjenuhkan dan afinitas ikatannya tinggi, akibatnya tidak ada antibodi yang spesifik amphetamin yang akan berikatan dengan konjugat protein obat. Karena tidak adanya ikatan antibodi yang spesifik yamng berikatan dengan konjugat protein obat pada strip T, maka tidak akan timbul warna pada strip tersebut ketika terbasahi oleh urin. Pada strip C atau kontrol, berisi antibodi yang spesifik untuk amphetamin dan konjugat emas-protein dan bantalan pewarna yang akan menimbulkan warna pada strip ini ketika terbasahi urin ketika dalam urin tersebut mengandung atau tidak mengandung amphetamin, jadi strip C berfungsi sebagai kontrol yang mengindikasikan bahwa volume spesimen telah tepat dan sampai pada ujung kaset dengan hasil yang akurat. Pada praktikum ini, hasil pengujian menunjukkan bahwa urin yang dianalisis tidak mengandung amfetamin diatas batas konsentrasi yang ditunjukkan dengan munculnya warna pada strip Control dan strip Test. Seharusnya untuk meyakinkan hasil dari uji strip selanjutnya dilakukan uji konformasi dengan menggunakan GC-MS. Mass

chromatografi (MS) digunakan karena sensitifitas lebih tinggi karena mengukur intensitas ion zat. Sedangkan gas chromatografi (GS) digunakan karena memiliki spesifitas lebih tinggi karena dapat membedakan berbagai jenis zat sampai tingkat intensitas ion, hambatan waktu dan bentuk kromatografinya.

Akan tetapi, pada pengujian ini hanya dilakukan skrinning amfetamin saja dengan menggunakan uji strip, tanpa dikonfirmasi lanjut dengan GC atau MS.

KESIMPULAN Pada praktikum ini, hasil pengujian menunjukkan bahwa urin yang dianalisis tidak mengandung amfetamin diatas batas konsentrasi yang ditunjukkan dengan munculnya warna pada strip Control dan strip Test.

You might also like