You are on page 1of 11

TUGAS PRESENTASI KASUS Ensefalitis

Tutor: dr. Supriyanto, Sp.A

Disusun oleh: Aras Nurbarich Agustin (G1A009107)

JURUSAN KEDOKTERAN UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ULMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012

I. PENDAHULUAN

Ensefalitis adalah suatu peradangan pada parenkim otak. Dari perspektif epidemiologi dan patofisiolobi, ensefalitis berbeda dari meningitis. Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu primer dan sekunder. Enseefalitis primer melibatkan infeksi langsung dari otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi pertama terjadi di tempat lain di tubuh kemudian ke otak. Infeksi-infeksi pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis yang serius dan membutuhkan pengenalan dan penanganan segera untuk memperkecil gejala sisa neurologis yang serius dan memastikan kelangsungan hidup pasien. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000 penduduk. Data prevalensi dan insidensi ensefalitis di Indonesia pada tahun 2001-2002 terdapat 262 kasus ensefalitis menemukan 112 kasus (42,75%) positif dengan angka kematian (mortality rate) 16% dan angka kecacatan (sequelae rate) 53,12%. Oleh karena itu, melihat tingginya insidensi ensefalitis, sebagai seorang dokter harus mengetahui segala hal mengenai etiologi dan faktor predisposisi, cara penegakkan diagnosis, dan penanganannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ensefalitis adalah infeksi/ radang jaringan (parenkim) otak yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (bakteri, cacing, protozoa, jamur, riketsia, atau virus) (Hassan, 2007; Masjoer, 2005; Price, 2005). Ensefalitis juga didefinisikan sebagai proses inflamasi pada otak yang berhubungan dengan adanya bukti klinis kelainan neurologis (Tunkel, 2011).

B. Etiologi dan Predisposisi

(Tunkel, 2011).

C. Patofisiologi Virus / Bakteri/ Parasit/ Jamur

Mengenai CNS

Ensefalitis

Ke jaringan susunan saraf pusat

TIK meningkat

Kerusakan susunan saraf pusat

Nyeri kepala, mual, muntah

Gangguan sensorik motorik

Kejang spastic

Nutrisi kurang

Gangguan bicara Gangguan pendengaran

Resiko cedera

BB turun

Kelemahan gerak Gangguan penglihatan

Patogenesis dari encephalitis mirip dengan patogenesis dari viral meningitis, yaitu virus mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen) dan melalui saraf (neuronal spread). Penyebaran hematogen terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari piamater. Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui neuron, misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua penyakit tersebut, virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port dentry dan bergerak secara retrograd mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat. Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel, kapsul virus dihancurkan. Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma untuk membuat protein yang menghancurkan kapsul virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan sitoplasma sel. Karena kontak ini sitoplasma dan inti sel membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi. Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel hospes dapat dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbullah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disusul oleh manifestasi lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan lemas-letih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat berupa gannguan sensorik dan motorik

(gangguan penglihatan, gangguan berbicara, gangguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak) serta gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan (Price, 2005; Fransisca, 2000).

D. Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis Meskipun penyebabnya berbeda-beda, secara umum gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang, dan kesadaran menurun. Pada anak yang sudah besar, sebelum kesadaran menurun sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Kejang dapat bersifat umum atau fokal. Kejang dapat berlangsung berjam-jam. Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misalnya hiperreflek, paresis, afasia, gangguan kognitif, dan sebagainya. Ensefalitis pada bayi dan anak kecil disertai gejala non spesifik berupa inaktifitas, asupan makan berkurang, iritabilitas, rewel, dan menangis dengan nada tinggi (Hassan, 2007; Mansjoer, 2005; Solomon, 2007). 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan neurologis kadang terjadi hiperrefleksia, reflek patologis positif, ataksia, gangguan kognitif, deficit neurologi fokal, afasia, dan paresis (Solomon, 2007). 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan cairan serebrospinal ditermukan cairan jemih, jumlah sel diatas normal, hitung jenis didominasi oleh limfosit, protein dan glukosa normal atau meningkat. b. Pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit meningkat c. Pemeriksaan feses d. Pemeriksaan serologi darah e. Pemeriksaan titer antibodi f. EEG, gambaran penurunan aktivitas atau perlambatan g. CT-Scan atau MRI untuk menyelidiki suspek lesi pada otak.

(Tunkel, 2011; Solomon, 2007).

E. Penatalaksanaan a. Medikamentosa 1) Kausatif a) Ensefalitis supurativa: Ampisillin atau Cloramphenicol b) Ensefalitis syphilis: Penisillin G atau penisillin prokain G intra muskulat + probenesid Bila alergi penicillin : Tetrasiklin Eritromisin Cloramfenicol Seftriaxon intra vena/intra muscular c) Ensefalitis virus: Asiclovir intra vena atau peroral d) Ensefalitis karena parasit Malaria serebral: Kinin dalam infuse hingga tampak perbaikan. Toxoplasmosis: Sulfadiasin per oral atau Pirimetasin per oral atau Spiramisin Amebiasis: Rifampicin e) Ensefalitis karena fungus: Amfoterisin intravena 2 atau Mikonazol intra vena. f) Riketsiosis serebri: Cloramphenicol intra vena atau Tetrasiklin per oral. 2) Simptomatis A. Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat dan parecetamol B. Anticonvulsi : Phenitoin 3) Suportif a) Pemasangan IVFD dan jenis cairan tergantung keadaan anak b) Pemasangan O2 b. Nonmedikamentosa 1) Edukasi pada orang tua terkait penyakit dan faktor risiko 2) Menjaga higienitas lingkungan 3) Mencuci tangan sebelum makan

4) Makan makanan dan minum minuman yang sudah di masak dan matang 5) Menghabiskan obat yang diberikan (Solomon, 2007; Mansjoer, 2005; Fransisca, 2000).

F. Prognosis Quo ad vitam Quo ad sanam : dubia : dubia

Quo ad fungsionam: dubia Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien

yang pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%. Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa.

Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma. Pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Beberapa bentuk ensefalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes ensefalitis dimana mortality 15-20% dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment (Fransisca, 2000).

G. Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi adalah: 1. Kejang 2. Kerusakan otak yang menyebabkan hilangnya sensasi, koordinasi, dan kontrol di daerah-daerah tertentu, dan/ atau kesulitan bicara. 3. Abses otak 4. Meningoensefalitis (Fransisca, 2000)

III. KESIMPULAN

1. Ensefalitis adalah radang pada jaringan otak. 2. Ensefalitis disebabkan oleh bakteri,virus,parasit,fungus dan riketsia. 3. Klasifikasi ensefalitis: a. Ensefalitis supurativa b. Ensefalitis siphylis c. Ensefalitis virus d. Ensefalitis karena parasit : malaria serebral, toxoplasmosis, amebiasis dan sistiserkosis e. Ensefalitis karena fungus f. Ensefalitis karena riketsiosis serebri 4. Gejala trias ensefalitis adalah demam, kejang, dan penurunan kesadaran 5. Pemeriksaan penunjang antara lain : pemeriksaan cairan serebrospinal. 6. Penatalaksaan sesuai dengan penyebab antara lain ; pemberian antibiotik, antifungi, antiparasit, antivirus dan pengobatan simptomatis berupa pemberian analgetik, antipiretik, serta antikonvulsi.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2005. Kapita Selekta Kedokteran: Ensefalitis. Jakarta: Media Aesculapius Tunkel, A. R., Carol A. G., Karen C. B., James J. S., Christina M. M., Karel L. R. et al. 2011. The Management of Encephalitis: Clinical Practice Guidelines by the Infectious Diseases Society of America. Oxford Journal. Vol. 47: 303-327 Hassan, Rusepno dan Husein Alatas. 2007. Ilmu Kesehatan Anak: Ensefalitis. Jakarta: FK UI Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC Solomon, Tom., Ian J Hart., dan Nicholas J Beeching. 2007. Viral Encephalitis: a clinicians guide. Practical Neurology. Vol. 7: 288-305 Fransisca S. K., Gabriela D. CMP., Santy R. 2000. Ensefalitis. Makalah. Surabaya: FK UNWIKU

You might also like