You are on page 1of 13

Hidup Berjamaah Adalah Fitrah Manusia Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat [49] : 13) Perintah Berislam Dengan Berjamaah dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali imran : 103) Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS. Ash-Shaf : 4)

dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah : 71) Perintah Mengangkat Seorang Amir (Pemimpin) Dan Mentaatinya Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisaa : 59) Baiat Dalam Jamaah bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka[1397], Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (QS. Al Fath : 10)

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah :111)

Analisa Hadits Tentang al-Jamaah


On 27 April 2010, in Hadits, by Nashruddin Syarief Mendeskripsikan apa itu al-jamaah di zaman sekarang merupakan sesuatu yang cukup sulit. Karena al-jamaah di zaman sekarang tidak ada wujudnya seperti yang ada di zaman Nabi saw dan para shahabat. Maka dari itu timbul masalah, bagaimana menempatkan hadits-hadits tentang al-jamaah di zaman sekarang. Apakah orang yang tidak bergabung dengan jamiyyah Persis bisa disebut sesat dan layak dibunuh? Dan apakah Persis itu sendiri sudah memenuhi kriteria al-jamaah sebagaimana yang dikehendaki oleh Nabi saw? Persoalan lainnya, apa beda al-jamaah yang ada dalam hadits dengan terminologi ahlus-sunnah wal-jamaah yang diklaim sebagai title khusus kalangan muslim tradisionalis? Apakah Persis yang cenderung wahabi/salafi tidak bisa dikategorikan aswaja dan dengan sendirinya sesat? Al-Jamaah secara Bahasa Menurut Imam Ibn al-Manzhur, al-Jamaah secara bahasa adalah: :

Sekumpulan apa saja dan banyak1 Tegasnya apa saja yang terkumpul dalam jumlah yang banyak, itulah jamaah. Dua hadits berikut ini bisa menjadi rujukan penjelas tentang makna al-jamaah atau jamaah secara bahasa: Shalat berjamaah melebihi shalat sendirian dengan kisaran 25 derajat.2 Cukup seorang yang salam dari satu rombongan apabila mereka lewat, dan cukup seorang pula yang menjawab dari satu rombongan.3 Al-Jamaah secara Istilah Syara Untuk mengetahui apa makna al-jamaah secara istilah, maka harus dilihat dari dilalatul-mana (isyarat makna)-nya di dalam hadits. Itu dikarenakan penyebutan al-jamaah sebagai sebuah istilah hanya ditemukan dalam hadits, tidak ada dalam al-Qur`an. Jika hendak disimpulkan lebih awal, al-jamaah itu bermakna:
1.

2. 3. 4.
5.

Mayoritas kaum muslimin (as-sawad al-azham) Pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang amir. Shahabat Nabi saw Ulama

Kelompok yang berpegang teguh pada peninggalan Nabi saw dan para shahabatnya.4 Kesemua makna itu tercantum dalam hadits-hadits yang disampaikan Rasul saw sebagaimana akan diuraikan berikut ini. Dan kesemua makna itu mengarah pada satu realita yang hadir di zaman Nabi saw, yaitu mayoritas kaum muslimin yang bersepakat pada seorang amir, mereka adalah para shahabat dan tabiin yang memegang teguh prinsipprinsip al-Quran dan sunnah, dan senantiasa mengagungkan ulama. Al-Jamaah sebagai Mayoritas Kaum Muslimin
1 2 3

Lisanul-Arab 8 : 54 Shahih al-Bukhari, kitab al-Adzan, bab fadll shalat al-Jamaah, no. 610 Sunan Abi Dawud, kitab al-Adab, bab ma ja`a fi radd al-wahid an al-jamaah, no. 4534 Lihat Fath al-Bari kitab al-fitan, bab kaifal-amru idza lam takun jamaah wa la imam

Tetaplah kalian bersama jamaah dan jauhilah berpisah diri. Karena sungguh syetan itu menyertai yang sendiri, dia akan menjauh dari yang dua orang. Barang siapa yang menginginkan kenikmatan surga, hendaklah ia tetap dalam jamaah.5 Sesungguhnya Allah tidak akan menyatukan umatkuatau umat Muhammad sawdalam kesesatan. Tangan Allah ada pada al-jamaah, dan siapa yang memisahkan diri, berarti ia menyendiri menuju neraka.6 Sesungguhnya setan itu ibarat serigala bagi manusia, seperti serigala yang sering memangsa kambing yang keluar dari kawanan dan menyendiri. Maka jauhilah oleh kalian memisahkan diri, tetaplah berjamaah dengan mayoritas dan ahli masjid.7 al-Jamaah yang dimaksud dalam ketiga hadits di atas adalah jumlah mayoritas kaum muslimin. Dan ini tidak sulit dipahami karena waktu itu mayoritas umat Islam masih bersatu dan berpegang pada alQur`an dan Sunnah. Jika seseorang berpisah dari al-jamaah itu tentulah ia akan tersesat sendirian. Al-Jamaah dalam pengertian yang ini juga bisa digunakan untuk mendeskripsikan aliran sesat. Ketika banyak bermunculan aliran-aliran keagamaan baru di masa-masa awal shahabat, maka patokannya ikutilah umat Islam yang mayoritas. Al-Jamaah sebagai Pemerintahan Islam Barang siapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu yang tidak disukainya, maka bersabarlah. Karena sesungguhnya orang yang memecah belah al-Jamaah (kesatuan umat) sejengkal saja, lalu ia mati, maka matinya seperti mati jahiliyyah.8

5 6 7 8

Sunan at-Tirmidzi kitab al-fitan bab ma ja`a fi luzum al-jamaah no. 2318 Ibid, no. 2320. Musnad Ahmad hadits Muadz ibn Jabal no. 22679 Shahih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab satarauna badi umuran tunkirunaha, no. 7054. Imam Ibn Hajar menjelaskan: Yang dimaksud dengan mitatan jahiliyyah, yakni dengan mengkasrah mim (pada kalimat mitatan pen), adalah keadaan matinya seperti matinya orang-orang jahiliyyah, ada dalam kesesatan dan tidak adanya pemimpin yang ditaati, karena sungguh memang mereka tidak mengetahui hal itu (jahil pen). Dan bukanlah yang dimaksud itu mati dalam keadaan kafir, tapi yang benar adalah mati dalam keadaan bermashiyat. (Fath al-Bari 13 : 7)

Barang siapa yang tidak menyukai dari pemimpinnya sesuatu hal, maka bersabarlah. Karena sesungguhnya orang yang keluar dari sulthan (pemerintahan) sejengkal saja, lalu ia mati, maka matinya seperti mati jahiliyyah.9 . : : Pertahankan jamaah muslimin (kesatuan umat Islam) dan imamnya. Aku bertanya: Kalau tidak ada jamaah dan imamnya? Beliau menjawab: Tinggalkan semua firqah yang ada, walau kamu harus menggigit akar pohon sampai datangnya kematian kepadamu, dan kamu tetap dalam keadaan seperti itu.10 Ketiga hadits di atas dengan sangat jelas menunjukkan makna aljamaah sebagai sebuah sulthan (pemerintahan) yang dipimpin oleh seorang imam. Setiap orang haruslah tetap dalam al-jamaah tersebut dan tidak boleh khuruj (keluar, menyimpang, dan memberontak) darinya. Kelompok pertama yang berani keluar dari al-jamaah ini dikenal dalam sejarah dengan nama khawarij. Mereka dengan terang-terangan mencabut baiat, keluar dari al-jamaah dan memberontak kepada imam. Kelompok ini merupakan kelompok pertama yang melakukan makar politik dan separatisme. Terhadap kelompok seperti itu, oleh karenanya Nabi saw tidak memberikan toleransi. Barang siapa yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan bertemu Allah pada hari kiamat dalam keadaan tidak mempunyai hujjah. Dan siapa yang mati dengan tidak ada baiat di lehernya, maka matinya seperti mati jahiliyyah.11 : r : : Ubadah ibn as-Shamit berkata: Nabi saw memanggil kami lalu kami berbaiat kepadanya. Ia melanjutkan: Materi baiat yang beliau ambil dari kami adalah kami berbaiat untuk senantiasa patuh dan taat, dalam keadaan senang dan benci, dalam keadaan sulit dan mudah, wajib mendahulukannya daripada kami, dan agar kami tidak menentang urusan tersebut kepada yang berhaknya. Kecuali jika kalian menyaksikan kekufuran yang nyata, dan kalian punya pegangan yang jelas dari Allah mengenainya.12
9

Ibid, no. 7053 Shahih al-Bukhari, kitab al-fitan, bab kaifa al-amru idza lam takun jamaah wala imam, no. 7084 11 Shahih Muslim, kitab al-imarah, bab al-amr bi luzum al-jamaah inda zhuhur al-fitan, 12 Shahih al-Bukhariy, kitab al-fitan, bab qaulin-Nabiy shallal-llahu alaihi wa sallam satarauna badi umuran tunkirunaha, no. 6533
10

Apabila dua khalifah dibaiat, maka bunuhlah yang terakhir dari mereka.13 Siapa saja yang datang kepada kalian, di saat urusan kalian ada dalam seorang pemimpin, sedangkan ia hendak mematahkan tongkat kalian atau memecah belah kesatuan kalian, maka bunuhlah ia.14 Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa aku Rasulullah, kecuali disebabkan satu dari tiga, yaitu (1) seorang jiwa yang membunuh jiwa yang lain, (2) lelaki yang selingkuh, dan (3) orang yang keluar dari agama meninggalkan jamaah.15 Implementasi dari hadits-hadits di atas untuk masa-masa awal Islam tidak sulit, karena memang wujud al-jamaah-nya ada. Sesuatu hal yang sangat berbeda dan cukup rumit untuk diimplementasikan di zaman sekarang. Al-Jamaah sebagai Kelompok Pilihan . Sesungguhnya pengikut dua kitab (Yahudi Nashrani) telah terpecah dalam hal agama mereka pada 72 sekte, dan sungguh akan terpecah umatku ini pada 73 sekte, yakni aliran-aliran. Semuanya masuk neraka kecuali satu, yakni al-jamaah. Sesungguhnya akan muncul dari kalangan umatku beberapa kaum, mereka akan terjerembab pada hawa nafsu (ahwa`) itu sebagaimana anjing begitu menurut kepada pemiliknya, tidak tersisa sedikitpun urat maupun tulang kecuali dia memasukinya. Demi Allah wahai bangsa Arab, kalaulah kalian tidak memegang teguh apa yang dibawa oleh Nabi kalian, maka sungguh umat selain kalian lebih layak untuk tidak memegang teguh terhadapnya.16 Dalam riwayat lain yang semakna, satu kelompok yang bakal selamat itu (firqah najiyah) diterangkan sebagai berikut:
13 14

Shahih Muslim, kitab al-Imarah, bab idza buyia li khalifataini, no. 4905 Shahih Muslim kitab al-imarah bab hukmi man farraqa amral-muslimin no. 4904 15 Shahih al-Bukhari, kitab ad-diyat, bab qaulihi taala an-nafsu bin-nafsi, no. 6878 16 Musnad Ahmad, kitab Musnad as-Syamiyyin, bab hadits Muawiyah ibn Abi Sufyan, no. 16329

Semuanya masuk neraka kecuali satu sekte saja. Mereka bertanya, Siapa dia wahai Rasulullah Saw? Beliau menjawab, Apa yang aku dan para shahabatku ada padanya.17 Titik tekan al-Jamaah pada hadits riwayat Imam Ahmad di atas terlihat pada perintah Nabi Saw kepada bangsa Arab, yakni agar mereka senantiasa konsisten dengan sunnah beliau saw. Dengan demikian maksudnya, al-Jamaah sebagai satu-satunya yang akan selamat adalah sekelompok orang yang tidak terpengaruhi oleh paham-paham yang menyimpang (al-ahwa), melainkan tetap konsisten dengan sunnah Nabi saw. Maka dari itu Nabi saw pun memerintahkan umatnya yang ada pada waktu itu untuk menjadi umat yang taqumu bima ja`a bihi Nabiyyukum. Di riwayat berikutnya, riwayat at-Tirmidzi, secara lebih jelas lagi beliau menggambarkan bahwa yang akan selamat itu adalah ma ana alaihi wa ashhabi; siapa saja yang berada pada apa yang Nabi dan para shahabatnya berada padanya. Dari hadits-hadits di atas maka lahirlah pendapat bahwa al-Jamaah itu adalah sekelompok shahabat Nabi saw yang jelas-jelas mengikuti sunnah Nabi saw, para ulama yang mengikuti jejak langkah mereka, atau sekelompok orang (bahkan walaupun itu hanya sendiri) yang mengikuti jejak langkah mereka. Kelompok inilah yang kemudian sering disebut ahlul-ilmi, ahlul-hadits atau ahlus-sunnah, untuk membedakannya dengan ahlul-ahwa, ahlur-ra`yi dan ahlul-bida. Dalam terminologi yang dipopulerkan kemudian, kelompok ini adalah kelompok yang berpegang pada manhaj salaf (manhaj shahabat dan generasi awal). Berdasarkan arahan Rasul saw di atas, jika tidak berpegang pada manhaj ini pastilah akan sesat sesesat-sesatnya. Maka dari itu jangan heran jika ada kelompok yang memestikan penyertaan manhaj salaf ini sesudah alQur`an dan Sunnah. Al-Jamaah Hari Ini Pertanyaan selanjutnya adalah apakah hari ini al-jamaah ada? Jika merujuk pada sebuah realita seperti zaman Nabi saw, tentu jawabannya tidak ada. Kalaupun ada mayoritas, yang mayoritas itu tidak mayoritas berpegang teguh pada al-Quran dan sunnah, tidak mengikuti manhaj salaf, dan tidak pula berada pada satu amir. Akan tetapi, al-jamaah dalam pengertian as-sawadul-azham, di satu sisi bisa dinyatakan ada, karena mayoritas kaum muslimin bersepakat dalam hal-hal yang ushul. Semua kaum muslimin sepakat bahwa al-Qur`an dan sunnah merupakan dua sumber pokok ajaran Islam, semua kaum muslimin juga bersepakat pada rukun iman dan rukun islam,
17

Sunan at-Tirmidzi, kitab al-Iman an Rasulillah, bab ma jaa fi iftiraqi hadzihi alummah, no. 2565

dan pada beberapa penafsiran keagamaan yang kemudian sering disebut sebagai jumhur ulama. Maka ketika ada kelompok yang menyatakan alQur`an tidak sempurna (seperti liberalis), hadits tidak otoritatif (seperti Syiah), rukun islam dan rukun iman harus ditambah atau dikurangi (seperti Mutazilah, Ahmadiyah dan Lia Eden), atau penafsiran-penafsiran agama harus didekonstruksi (seperti liberalis), bisa kita katakan dengan sepakat bahwa mereka sesat karena telah menyimpang dari al-jamaah dalam pengertian mayoritas kaum muslimin. Akan tetapi al-jamaah dalam pengertian ini bisa dinyatakan tidak ada, jika kita melihat perseteruan yang memuncak pada masa Ibn Taimiyyah di antara sesama ahlus-sunnah wal-jamaah. Sejarah telah menginformasikan bahwa gerakan rasionalisme Islam yang dikomandoi oleh Mutazilah dan beberapa filosof hancur setelah dihantam oleh ahlulhadits-nya Ahmad ibn Hanbal (Hanabilah) dan Asyariyyah (yang sempat dirumuskan oleh Abu al-Hasan al-Asyari)18. Dalam perkembangan selanjutnya, Asyariyyah dipegang oleh mayoritas muslim yang bermadzhab Syafii dan rentan dengan ritual-ritual bidah, sementara ahlul-hadits oleh Hanabilah yang anti-bidah. Pada abad ke-13, Ibn Taimiyyah, seorang ulama besar dari Hanabilah, sempat bersitegang dengan penguasanya yang bermadzhab Syafiiyyah-Asyariyyah, Dinasti Mamluk di Mesir. Tingginya eskalasi pertentangan di antara keduanya ditandai oleh dipenjarakannya Ibn Taimiyyah oleh penguasa Mamluk sampai lima kali, bahkan sampai wafat di dalam penjara. Persoalannya, Ibn Taimiyyah dinilai menentang paham mayoritas yang menilai sifat Allah harus ditakwil, talak tiga satu majelis dihitung satu, tasawuf dengan sejumlah ajaran yang menyimpangnya sebagai bagian ajaran Islam, dan ziarah kubur kepada para wali merupakan sebuah ibadah. Ibn Taimiyyah dengan gigih menyerukan kembali ijtihad berdasar al-Qur`an dan sunnah, dan dalam hal-hal tertentu yang bersifat kalam filosofis semestinya dirujukkan pada pendapat salaf.19 Maka kelanjutan sejarahnya bisa ditebak. Terlebih ketika salah satu pengagum Ibn Taimiyyah, yakni Muhammad ibn Abdil-Wahhab bisa mengubah Makkah-Madinah dari yang semula mayoritas masyarakatnya berpaham Syafiiyyah- Asyariyyah yang rentan dengan bidah, menjadi berpaham salaf dengan pedoman al-Qur`an dan sunnah. Dalam hal ini, dalil mayoritas tidak bisa digunakan. Ketika banyak misalnya di Indonesia yang tahlilan, muludan dan sejumlah ritual bidah lainnya, tidak bisa katakan bahwa itulah yang al-jamaah. Dalam hal ini, maka al-jamaah yang semestinya digunakan adalah al-jamaah dalam pengertian firqah najiyah (kelompok yang selamat dari sejumlah kelompok yang sesat). Penulis mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa Abu al-Hasan alAsyari telah kembali dari paham Asyariyyah-nya kepada paham salaf dilihat dari karya terakhirnya, al-Ibanah an Ushulid-Diyanah. 19 Merujuk pada Abu al-Hasan Ali al-Husaini al-Nadwi, Rijl al-Fikr wa alDawah f al-Islm, Damaskus: Dr al-Qalam, 2002, jilid 2 dan Muhammad Abu Zahrah, Ibn Taimiyyah Haytuhu wa Ashruhu-r`uhu wa Fiqhuhu, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1420 H/2000 M
18

Sementara al-jamaah dalam pengertian pemerintahan Islam yang mencakup keseluruhan umat islam pun hari ini tidak ditemukan. Hanya secara paham; al-jamaah sebagai kontra khuruj, ini telah diamalkan oleh mayoritas ulama dari sejak era tabiut-tabiin. Para ulama ketika daulah Islam terpecah, mulai dari Umayyah, Abbasiyyah, Turki Saljuk, Ayyubiyyah, Mamluk, Utsmaniyyah, Moghul, dan lain sebagainya, tetap menerapkan prinsip al-jamaah, yakni menyatakan baiat kepada para khalifah yang ada di wilayahnya masing-masing. Walaupun para khalifah itu tidak semuanya shalih, karena patokannya selama tidak kufur keluar dari agama, para ulama tetap menyatakan baiat kepada para khalifah tersebut. Dalam hal ini, tentu menjadi berbeda dengan Syiah yang selalu mengajarkan revolusi berdarah ketika ada seorang khalifah yang dinilainya tidak tepat berdasarkan pemahaman mereka. Maka dari itu Syiah selalu saja kontra dalam hal ini dengan ahlus-sunnah wal-jamaah. Umat Islam Indonesia, karena mayoritasnya aswaja berbaiat kepada Presiden RI (lewat KTP), dan oleh karenanya jangan heran kalau MUI-nya memfatwakan haram golput. Persis sebagai al-Jamaah Lalu bagaimana dengan Persis? Persis adalah jamiyyah yang sangat sadar bahwa al-jamaah sebagai sebuah pemerintahan Islam harus diwujudkan dari level yang terkecil sekalipun. Persis sangat sadar bahwa al-jamaah itupun haruslah berpegang teguh pada al-Qur`an dan sunnah dengan pemahaman yang tidak menyimpang seperti halnya kaum liberalis atau aliran sempalan lainnya. Oleh karena itulah di Persis senantiasa diajarkan bagaimana membina al-jamaah yang baik dengan pedoman yang terbaik pula (al-Qur`an dan sunnah). Karena tidak akan ada yang namanya persatuan dalam Islam jika umat tidak diajarkan prinsip-prinsip al-jamaah dalam artian hidup berjamaah dan berdasarkan al-Qur`an dan sunnah. Sebuah persatuan umat Islam yang mengabaikan al-Qur`an dan sunnah, bagi Persis adalah sebuah persatuan semu yang didasarkan pada tali yang sangat rapuh. Persatuan dalam Islam haruslah diwujudkan dengan mengajarkan umat untuk hidup berjamaah, dengan pedoman al-Qur`an dan sunnah tentunya. Wal-Llahu alam bis-shawab.

Lisanul-Arab 8 : 54 2 Shahih al-Bukhari, kitab al-Adzan, bab fadll shalat al-Jamaah, no. 610 3 Sunan Abi Dawud, kitab al-Adab, bab ma ja`a fi radd al-wahid an aljamaah, no. 4534 4 Lihat Fath al-Bari kitab al-fitan, bab kaifal-amru idza lam takun jamaah wa la imam 5 Sunan at-Tirmidzi kitab al-fitan bab ma ja`a fi luzum al-jamaah no. 2318 6 Ibid, no. 2320. 7 Musnad Ahmad hadits Muadz ibn Jabal no. 22679 8 Shahih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab satarauna badi umuran tunkirunaha, no. 7054. Imam Ibn Hajar menjelaskan: Yang dimaksud
1

dengan mitatan jahiliyyah, yakni dengan mengkasrah mim (pada kalimat mitatan pen), adalah keadaan matinya seperti matinya orang-orang jahiliyyah, ada dalam kesesatan dan tidak adanya pemimpin yang ditaati, karena sungguh memang mereka tidak mengetahui hal itu (jahil pen). Dan bukanlah yang dimaksud itu mati dalam keadaan kafir, tapi yang benar adalah mati dalam keadaan bermashiyat. (Fath al-Bari 13 : 7) 9 Ibid, no. 7053 10 Shahih al-Bukhari, kitab al-fitan, bab kaifa al-amru idza lam takun jamaah wala imam, no. 7084 11 Shahih Muslim, kitab al-imarah, bab al-amr bi luzum al-jamaah inda zhuhur al-fitan, no. 4899. 12 Shahih al-Bukhariy, kitab al-fitan, bab qaulin-Nabiy shallal-llahu alaihi wa sallam satarauna badi umuran tunkirunaha, no. 6533 13 Shahih Muslim, kitab al-Imarah, bab idza buyia li khalifataini, no. 4905 14 Shahih Muslim kitab al-imarah bab hukmi man farraqa amral-muslimin no. 4904 15 Shahih al-Bukhari, kitab ad-diyat, bab qaulihi taala an-nafsu bin-nafsi, no. 6878 16 Musnad Ahmad, kitab Musnad as-Syamiyyin, bab hadits Muawiyah ibn Abi Sufyan, no. 16329 17 Sunan at-Tirmidzi, kitab al-Iman an Rasulillah, bab ma jaa fi iftiraqi hadzihi al-ummah, no. 2565 18 Penulis mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa Abu al-Hasan alAsyari telah kembali dari paham Asyariyyah-nya kepada paham salaf dilihat dari karya terakhirnya, al-Ibanah an Ushulid-Diyanah. 19 Merujuk pada Abu al-Hasan Ali al-Husaini al-Nadwi, Rijl al-Fikr wa alDawah f al-Islm, Damaskus: Dr al-Qalam, 2002, jilid 2 dan Muhammad Abu Zahrah, Ibn Taimiyyah Haytuhu wa Ashruhu-r`uhu wa Fiqhuhu, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1420 H/2000 M

PENTINGNYA BERJAMAAH* Oleh: Rita Tarsyidah, S.Ag Pengertian Jamaah Secara bahasa kalimat Jamaah memiliki arti sebagaimana dalam al-Mujamul Wasith: Jamaah menurut bahasa adalah sekumpulan manusia. Disebutkan pula sekumpulan manusia yang memiliki satu tujuan Secara syari kata jamaah mengandung pengertian dari segi wujudnya adalah jamaah shalat, jumlah yang banyak dari manusia, sekumpulan muslim yang terhimpun untuk sebuah urusan, dan sekelompok orang yang berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah. Sedangkan secara hakikat jamaah berarti: Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: Jamaah demi Alloh adalah perkumpulan ahli haq meskipun jumlahnya sedikit, dan firqoh itu adalah perkumpulan ahli bathal meskipun jumlahnya banyak. Dari pengertian di atas menunjukan bahwa dalam pelaksanaan ajaran Islam, jamaah tidak

akan lepas dari kehidupan seorang muslim. Sebab hidup berjamaah merupakan bagian dari ajaran Islam dan jika tidak dilaksanakan artinya dia telah meninggalkan ajaran Islam. Hal ini tercermin dari perkataan Khalifah Umar: Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan jamaah, dan tidak ada jamaah kecuali dengan imarah, dan tidak ada imarah kecuali dengan ketaatan Dari perkataan sahabat Umar ra diatas jelas sekali bahwa Islam akan tegak jika ada Jamaah, dan Jamaah tidak akan berlangsung tanpa imamah dan imarah. Dan tanpa ketaatan, Jamaah dan imamah tidak akan terwujud. Pemahaman atas dasar ucapan Umar ra tersebut bukan karena ucapan Khalifah Rasyidin yang harus dipedomani sesudah hadist Rasul, tetapi ucapannya itu sebagai hasil pemikiran, atau hasil istinbath dari ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan masalah jamaah. Lebih jauh Imam as-Satibi dalam al-Itisham memberi pengertian tentang jamaah sebagai berikut: Kelompok umat Islam bila sepakat dalam suatu urusan, wajib bagi orang selain muslim untuk tunduk pada aturan yang dibuat umat Islam (dalam wujud Daulah) Dalil-dalil yang menunjukan kewajiban berjamaah 1. Firman Alloh: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Alloh, dan janganlah kamu berceraiberai (QS Ali Imran, 3:103) 2. Firman Alloh: Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS ash-shaf, 61:4) 3. HR at-Tirmidzi dari Ibnu Umar: Hendaklah kalian berjamaah, dan janganlah memisahkan diri, sesungguhnya setan itu bersama orang yang menyendiri, setan menjauh dari dua orang. Barangsiapa yang menginginkan tempat di surge hendaklah bergabung dengan Jamaah. :HR Imam Ahmad .4 Telah bersabda Rasululloh SAW: Aku memerintahkan kepada kamu dengan lima hal yang Alloh telah memerintahkannya kepadaku; hidup berjamaah, taat, hijrah dan jihad fi sabilillah. Sesungguhnya barangsiapa yang keluar dari jamaah walau sejengkal, ia telah melepaskan ikatan Islam dari tengkuknya (murtad) sehingga ia kembali lagi ke dalam Jamaah. Penutup Dari uraian yang sangat singkat ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum berjamaah adalah wajib bagi setiap muslim wa bil khusus bagi setiap pemudi Islam. Oleh karena itu berbahagia dan bersyukurlah kita telah bergabung dengan Jamiyah Pemudi Persatuan Islam dan marilah kita ajak Pemudi Islam lainnya untuk bergabung dengan Jamiyah yang kita cintai dan banggakan ini. Semoga Alloh

senantiasa memberikan kekuatan dan perlindungan kepada kita di dalam melaksksanakan, menegakan, dan mendawahkan Al Quran dan As Sunnah dalam segala aspek kehidupan. ------------

You might also like