You are on page 1of 2

BURUK RUPA CERMIN DIBELAH

Oleh : Rudy Cahyadi (Pemangamat Kajian Sosial Kemasayarakatan tinggal di Padang) Dalam Bahasa Inggris masyarakat disebut Society, asal katanya Socius yang berarti kawan/teman. Kata Masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Sedangkan menurut Plato masyarakat ialah merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami keguncangan sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan intelegensia. Keberagaman karakteristik individu dan perbenturan kepentingan individu dengan individu menyebabkan interaksi di dalam masyarakat tidak terlepas dari konflik. Konflik yang terjadi dan memiliki modus yang sama ini akhirnya menjadi fenomena sosial di dalam kehidupan masyarakat masyarakat. Fenomena Sosial Masyarakat Adat Minangkabau Indonesia sebagai negara kepulauan tidak hanya memiliki pulau yang banyak, tetapi juga memiliki masyarakat adat yang beragam yang mendiami masing-masing wilayah Indonesia. Snouck Hurgronje, sebagai salah satu peneliti Belanda yang melakukan penelitian masyarakat adat di Indonesia menyebutkan ada 782 suku bangsa dan sub suku bangsa yang tersebar di kepulauan Indonesia, mulai dari masyarakat adat Gayo di Aceh hingga Asmat di Papua. Selain itu Hurgronje juga memuat definisi masyarakat adat, yaitu sekumpulan individu yang memiliki adat yang sama dengan sekumpulan individu sebelumnya, yang berkembang di daerah mereka, dimana mereka akan memelihara terus adat tersebut sampai mewariskannya pada keturunan selanjutnya. Minangkabau sebagai salah satu masyarakat adat yang mendiami wilayah Indonesia juga memiliki aturan adat yang merupakan hasil dari cita rasa dan karsa masyarakat minangkabau sebagai aturan dan pegangan dalam interaksi sosialnya. Pasca masuknya Islam ke daerah minangkabau masyarakat adat minangkabau telah mengakomodir nilai-nilai Islam di dalam hukum adatnya, termasuk pada falsafah adat ba sandi syarak, syarak ba sandi kitabullah (adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah/ketentuan Allah SWT) sehingga lumrah jika masyarakat minang mayoritas adalah umat Islam. Akan tetapi yang cukup disayangkan yang mana saat ini pengamalan nilai-nilai adat minang di zaman ini yang sudah jauh dari filosofi yang ditanamkan leluhur minangkabau. Jika kita lihat kehidupan masyarakat minangkabau penuh dengan kecacatan. Sebagai contoh, Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat minangkabau melarang keras praktik-praktik perzinahan dan pemerkosaan. Sementara data-data yang diperoleh dari pemberitaan media massa pada tahun 2012, praktik pencabulan, perzinahan

telah menjadi fenomena dan telah melewati angka 20 kasus. Selain itu, beberapa lokasi dan momentum sering dipakai oleh individu untuk melakukan maksiat tersebut. Perbuatan ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa melainkan juga dilakukan oleh tokoh agama dan pejabat daerah. Pertanyaannya, kemana filosofi adat ba sandi syarak, syarak ba sandi kitabullah tadi di amalkan dalam kehidupan masyarakat. Selain itu Islam juga melarang keras umatnya untuk merampas hak orang lain baik secara bisa maupun menggunakan kekuasaan yang dimiliki. Akan tetapi berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum Padang pada Desember tahun 2012 yang lalu tercatat terjadi kenaikan jumlah kasus korupsi yang terungkap. Yang mana pada tahun 2011 terdapat 12 kasus dugaan korupsi yang diungkap oleh aparat penegak hukum, sementara pada tahun 2012 ini terdapat 14 kasus dugaan korupsi yang berhasil diungkap oleh aparat penegak hukum tersebut. Selain itu masih terdapat 148 kasus dugaan korupsi yang masih menunggu untuk diproses. Korupsi yang nyata-nyata perbuatan yang merampas hak-hak masyarakat banyak dan penzaliman masif ternyata masih ditoleransi oleh masyarakat adat minangkabau, hal ini bisa kita lihat tidak adanya inisiatif pemangku adat untuk turut serta menjatuhkan sanksi adat terhadap koruptor tersebut sebagai upaya menjerakan koruptor tersebut, dan masih banyak fenomena sosial yang kini terjadi di dalam masyarakat minangkabau yang tidak akan cukup jika penulis ungkapkan pada tulisan ini. Buruk Rupa Cermin Dibelah Realita toleransi terhadap kasus-kasus penyimpangan hukum adat minangkabu sebagaimana yang penulis kemukakan diatas berbanding terbalik jika terjadi peristiwa yang menjadi kritik sosial terhadap kebobrokan tersebut. Sebagai salah satu contoh, kecaman dan penolakkan masyarakat terhadap sebuah film layar lebar yang berjudul Cinta Tapi Beda yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini menceritakan tentang kisah cinta seorang gadis minang yang beragama Katolik dan mengambil latar tempat di beberapa daerah di minangkabau. Film ini segera mendapat respon keras baik dari orgaisasi masyarakat maupun mahasiswa sebab film ini dianggap melecehkan masyarakat minangkabau dan memiliki misi terselubung. Pertanyaannya adalah apakah memang dugaan yang dikemukakan oleh kelompok yang mengecam film ini memang benar adanya ataukah kecaman terhadap film tersebut merupakan pembelaan diri atas rasa malu terhadap kritikan yang disampaikan oleh film tersebut. Secara realita jika kita ingin mencermati lebih cermat beberapa individu dari masayarakat minangkabau memang telah bergeser bahkan membuang keyakinan agama leluhur mereka. Selain karena pergaulan dan lemahnya iman, kondisi ini juga didukung oleh rasa tidak peduli dan individualisme dari masyarakat minangkabau itu sendiri. Jika penulis cermati kondisi ini tidak terlepas dari tanggung jawab kita bersama sebab nilai-nilai senasib dan sepenanggungan serta konsep komunal/kebersamaan yang ditanamkan oleh agama dan leluhur kita telah luntur dari sanubari masing-masing kita selaku masyarakat minangkabau. Sehingga menyebabkan pemberontakkan dan lahirlah fonomena minang tapi non-muslim bahkan atheis minang. Kondisi dan realita yang penulis ungkapkan diatas secara jelas dan nyata telah terjadi, dan tentunya hal tersebut merusak dan mempermalukan tatanan sosial masyarakat adat minangkabau yang agamais. Hal ini akan terus berkembang jika tidak cepat ditindak. Akan tetapi akankah inisiatif memperbaiki kondisi tersebut akan terjadi, sebaiknya kita kembalikan jawabannya kepada diri kita masing-masing. Apakah kita akan mawas diri atau malah mengecam keritik yang merupakan realita betapa buruknya wajah kita saat ini.

You might also like