You are on page 1of 19

http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/27/nas05.

htm

Analisis ekonomi

Blok Cepu, Kasus Hukum dan Politik


INDONESIA kaya sumber daya alam, tetapi rakyatnya miskin. Kondisi yang kontras justru terjadi pada kawasan-kawasan sekitar pertambangan. Ini menunjukkan bahwa ada yang salah kaprah dalam sistem ekonomi pertambangan selama ini. Salah satu salah kaprah tersebut terjadi karena elite pemerintahan berkolusi dengan pengusaha dan investor asing. Karena itu, benteng kebijakan pertambangan jebol terusmenerus, yang mengorbankan kepentingan negara dan rakyat. Di antara kerapuhan kebijakan sektor pertambangan adalah kisruh dan salah kaprah di Blok Cepu. Hak penguasaan kawasan migas blok ini adalah Pertamina, yang kemudian beralih ke Didik J Rachbini tangan Humpuss Patra Gas dalam kerja sama TAC sampai tahun 2010. Seharusnya Humpuss mengelola secara profesional hak tersebut dan kemudian mengembalikannya kepada Pertamina kembali, jika sudah selesai masa kontrak. Akan tetapi perusahaan pemburu rente yang umumnya adalah kroni kekuasaan hanya modal dengkul dan modal kekuasaan dari kroninya. Lisensi yang diambil dalam perburuan rente tersebut tidak untuk dikembangkan secara profesional, tetapi untuk dijual kembali kepada pihak lain. Jadi, Humpuss dalam hal ini pada dasarnya hanya perusahaan pemburu rente yang menjualbelikan lisensi dari negara. Dari praktik perburuan rente ekonomi seperti inilah kekayaan negara dijual dengan murah sehingga manfaatnya tidak maksimal untuk rakyat. Praktik ini pada dasarnya merupakan praktik korupsi, yang menjual bukan haknya kepada pihak lain. Hak untuk mengelola lapangan minyak tidak dilakukan, karena tidak memiliki modal yang memadai sehingga untuk menutupi kelemahan praktik bisnis dengan modal dengkul tersebut lalu lisensi tersebut dijual secara tidak legal. Lisensi Blok Cepu kemudian hilang menjadi barang tadahan, yang kini diambil oleh Exxon. Jadi, pihak Exxon posisinya sekarang sebagai perusahaan yang menadah hak yang tidak jelas keabsahannya. Humpuss tidak berhak menjual kembali kepada pihak lain, karena kerja sama teknis tersebut adalah untuk mengelola lapangan itu secara maksimal.

Praktik jual-beli lisensi dalam rezim yang lama pada dasarnya memang berbau KKN, terutama berjalan dalam ciri alamiah pada perusahaan yang bersifat kroni. Karena itu, biaya transaksi dari praktik kronisme seperti ini menjadi sangat mahal, sebab perusahaan yang terlibat dalam transaksi tersebut mengambil bukan dari usaha yang bernilai tambah, melainkan dari jual beli kekuasaan. Kasus Blok Cepu adalah bentuk praktik kekuasaan yang memperjualbelikan lisensi dengan pengorbanan pendapatan negara yang hilang. Pemerintah secara normatif dalam perundingan dengan pihak Exxon telah mengemukakan untuk mempertimbangkan aspek penerimaan negara secara maksimal. Padahal, dengan masuk ke dalam perundingan government to business, pemerintah sudah merendahkan dirinya sendiri. Hak dasar sebenarnya ada pada negara dan paling awal dimiliki oleh Pertamina. Pertamina melakukan kontrak TAC dengan Humpuss sehingga ketika kontrak berakhir harus kembali kepada Pertamina. Pengembalian kepada pihak lain inilah yang berbau korupsi dan perburuan rente ekonomi sehingga menjadi salah kaprah seperti sekarang. Akibatnya timbul resistensi dan penolakan dari masyarakat. Ada juga alasan permisif pemerintah, karena kenaifan tidak mampu bernegosiasi, yaitu ingin mempertimbangkan iklim investasi. Padahal, sektor perminyakan merupakan sektor yang paling atraktif, karena menyimpan potensi keuntungan yang menjanjikan. Blok Cepu adalah lapangan minyak yang sangat besar cadangan minyaknya setelah Duri di Riau. Cadangan itu bisa mencapai 2 miliar barel, sedangkan cadangan gas mencapai 11 triliun kaki kubik. Dengan kandungan sebesar itu, semua pihak pasti mengerubutinya seperti semut mengelilingi gula. Pada masa KKN dapat dijalankan dengan mudah karena kekuasaan yang otoriter, lisensi untuk mengelola Blok Cepu adalah emas yang berharga sangat mahal. Inilah yang diperjualbelikan secara salah kaprah. Karena itu, kasus ini layak untuk masuk ke dalam pemeriksaan hukum. Secara politik, DPR juga perlu melakukan penyelidikan atas kekayaan negara yang diperjualbelikan dengan mengorbankan kepentingan rakyat. (46t)

- Penulis adalah pengamat ekonomi dan anggota DPR RI.

http://politik.kompasiana.com/2011/01/26/exxondan-ancaman-pereknonomian-indonesia/

Exxon dan Ancaman Pereknonomian Indonesia


Setiap Negara di dunia pasti memiliki tujuan politik sendiri-sendiri berkaitan dengan national Interest (Kepentingan Nasionalnya). Oleh karena itu tiap Negara akan melakukan berbagai macam cara agar tujuan politiknya terhadap Negara-negara lain dapat terpenuhi. Salah satu caranya adalah dengan memanipulasi hubungannya dengan Negara-negara lain. Memanipulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengatur (mengerjakan) dengan cara yang pandai sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.Manipulasi Amerika terhadap Indonesia sudah sangat terlihat dari didirikannya MNC (Multinational Corporations) di Indonesia. Exxon Mobil merupakan perusahaan minyak swasta dari Amerika Serikat yang berbasis di Texas. Exxon Mobil merupakan perusahaan merger antara Exxon dan Mobil, perusahaan ke-empat terbesar setelah Shell, BP, dan Total. Pendapatan Exxon Mobil lebih tinggi dari PDB Arab Saudi. Kenyataan ini membuat perusahaan swasta minyak asal Amerika Serikat ini menancapkan pengaruhnya pada Negara-negara berkembang, Perusahaan swasta ini juga membawa kepentingan politik Amerika untuk Indonesia. Indonesia sebagai sebuah Negara berkembang yang kaya akan minyak menjadi incaran MNCMNC Amerika khususnya Exxon Mobil. Penanaman Modal Asing di Indonesia mendapatkan keleluasaan melalui UU Penanaman Modal Asing dan UU Liberalisasi Migas No 22 tahun 2001 yang sarat dengan intervensi asing dalam pembuatan kebijakannya[1] Meskipun Exxon Mobil telah mendapatkan keleluasaan menanamkan modalnya di Indonesia, Exxon Mobil yang diketahui juga telah mendanai kampanye George W Bush sebesar 2,8 juta dollar AS untuk terpilih sebagai presiden tahun 2004[2] juga menggunakan tindakan manipulasi terhadap pertambangan minyak di Indonesia, Ini terbukti dengan kunjungan Condoleeza Rice yang datang ke Indonesia dan menyatakan Exxon Mobil sebagai kepala operator eksplorasi Cepu[3]Kedatangan Condoleeza Rice untuk membantu Exxon Mobil mengambil alih blok cepu adalah karena kedekatan Exxon Mobil dengan para politisi Amerika dan disinyalir bahwa kedekatan ini membuat Exxon Mobil mampu menjamin suplai energi Amerika dibandingkan Caltex ataupun Unocal[4]Mengingat Amerika merupakan Negara superpower yang sangat membutuhkan sumber daya energi untuk menjalankan perekonomian Negara,

menundukkan Negara-negara berkembang agar memenuhi tujuannya itu.Ini membuktikkan Amerika menggunakan Exxon Mobil untuk mencapai tujuan politiknya dengan memanipulasi hubungannya dengan Indonesia. Sedangkan bila dilihat dari segi ekonomi tindakan pengambil alihan Blok Cepu oleh Exxon Mobil merupakan tekanan secara langsung terhadap Indonesia agar mau menyerahkan Blok Cepu yang dianggap dapat memberikan keuntungan kepada Indonesia jika diolah oleh Pertamina. Menurut Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden Indonesia sendiri jika Blok Cepu berhasil diolah oleh Pertamina akan mendatangkan keuntungan 9,2 juta dollar AS per hari (pada saat itu harga minyak per barrel 60 Dollar AS) Cepu memiliki potensi untuk memproduksi minyak lebih dari 170 ribu barel per hari. Jika produksi Cepu lancar, terjadi peningkatan antara 17-20 persen per hari terhadap produksi minyak nasional[5]Keuntungan ekonomi dan peningkatan produksi minyak Indonesia yang didapat dari blok cepu jelas membuat gelisah Amerika karena jika Indonesia mampu memenuhi kebutuhan minyaknya tanpa harus mengimpor maka Indonesia tidak akan tergantung lagi pada Amerika sedangkan keuntungan ekonomi yang diperoleh jika berhasil mendapatkan blok Cepu membuat Indonesia tidak tergantung lagi pada bantuan ekonomi yang ditawarkan Amerika. Masalah Blok Cepu menjadi kontroversi setelah salah satu wilayah yang memiliki cadangan migas terbesar di Indonesia itu akhirnya jatuh dalam pengelolaan ExxonMobil. Meskipun dalam kesepakatan disebutkan ExxonMobil duduk bersama dengan Pertamina sebagai pengelola melalui struktur kerja sama operasi bersama (joint operating agreement), kendali penguasaan pada tingkat praktik sebenarnya tetap berada di tangan ExxonMobil, mengingat wakil-wakil Exxon Mobil duduk di posisi kunci seperti General Manager dan beberapa divisi strategis.Jatuhnya Blok Cepu ke tangan ExxonMobil membuat kesempatan negara untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari kekayaan migas di wilayah tersebut lenyap. Akibat kebijakan itu, diperhitungkan, negara hanya menerima 54 % dari pendapatan total Blok Cepu (yang dapat mencapai 165,74 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1500 triliun), jauh dari yang digembar-gemborkan selama ini yaitu sebesar 93,5 %.Padahal, Pertamina memiliki kemampuan untuk mengelola sendiri blok tersebut. Secara finansial maupun teknis, tidak ada kendala yang dapat menghambat Pertamina beroperasi di wilayah tersebut. Lapangan Blok Cepu yang terletak di darat merupakan medan yang sangat dikuasai Pertamina. Karena itu, Pertamina, melalui Direktur Utamanya, telah berulang kali menyatakan kesanggupan untuk mengelola blok ini.[6] Ini membuktikkan Indonesia tidak dapat berbuat apa-apa ketika Exxon Mobil jelas-jelas telah menipu Indonesia dengan pembagian pendapatan Indonesia

yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan yaitu 93,5%, Selain itu Exxon Mobil berhasil memaksa Pemerintah Indonesia agar Pertamina selaku Perusahaan Nasional Indonesia tidak mengolah blok Cepu yang dapat memberikan keuntungan bagi perekonomian nasional Indonesia. Praktek Korupsi di Indonesia juga mendorong pengambilalihan Blok Cepu oleh Exxon Mobil. Salah satu indikasi dari praktik KKN tersebut adalah diserahkannya secara tiba-tiba lapangan Cepu dari Pertamina kepada Humpuss Patragas (HPG). Padahal, pihak Pertamina sesungguhnya telah bersiap-siap untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di wilayah tersebut. Setelah diberikan kepada HPG, HPG menjual sahamnya kepada Ampolex(Pihak asing), terdapat suatu keanehan disini karena sebelumnya Technical Assistant Contract/ TAC tidak mengijinkan pihak asing untuk memilikinya namun KKN yang sangat kental di Indonesia membuat isi TAC ini berubah sehingga dapat dialihkan. Pelanggaran juga dilakukan ExxonMobil, yang selanjutnya menguasai seluruh saham HPG di Blok Cepu. Plan of Development (POD) Blok Cepu yang telah disetujui Pertamina sejak akhir 2001, ternyata tidak pernah sama sekali direalisasikan ExxonMobil. Karena itu, sesuai isi perjanjian TAC, kontrak ExxonMobil di Blok Cepu seharusnya berakhir dengan sendirinya.Lebih jauh, pelanggaran hukum ternyata juga ikut dilakukan oleh pemerintah. Hal itu misalnya terjadi melalui pembentukan Tim Perunding Blok Cepu yang mengambil alih kewenangan Direksi Pertamina. Seperti diketahui, pembentukan tim ini melanggar UU No.19/2003 tentang BUMN.Pemerintah juga melakukan rekayasa hukum dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang memberi kemudahan fasilitas bagi ExxonMobil untuk menguasai Blok Cepu. Contohnya adalah penerbitan PP No.34/2005. PP ini memberi pengecualian terhadap beberapa ketentuan pokok KKS yang terdapat dalam PP No.35/2004. Tujuannya, untuk memberi landasan hukum bagi ExxonMobil dalam memperoleh kontrak selama 30 tahun.[7] Dari Usaha-usaha Exxon Mobil untuk mendapatkan Blok Cepu, Exxon memanfaatkan kebijakan, situasi politik, dan sumber daya manusia Indonesia sebagai cara untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi Amerika yaitu suplai energi dan keuntungan jutaan dollar AS jika berhasil mengeksplorasi bahkan mengambil alih blok Cepu dari Indonesia(Pertamina). Selain upaya dari dalam negeri Indonesia, dari luar negri Indonesia, Amerika melakukan pendekatan politik dengan adanya permintaan Presiden AS George Bush kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Santiago, Chili, pada November 2004 agar pemerintah mengaktifkan kembali kontrakkontrak migas di Indonesia, termasuk khususnya Blok Cepu. Pesan yang kemudian diulangi oleh Wapres AS Dick Cheney kepada SBY di Washington

pada Mei 2005. Komunikasi antara Bush - SBY kemudian berlanjut pada September 2005 di sela-sela Sidang APEC. Hingga akhirnya, superioritas tekanan pemerintah AS terhadap Indonesia secara simbolik ditunjukkan dengan kedatangan Menlu AS Condoleezza Rice ke Indonesia sehari sebelum penandatanganan JOA Blok Cepu, Komunikasi Amerika terhadap Indonesia dan tekannya terhadap Indonesia dalam perundingan blok Cepu semakin nyata ketika dihasilkannya KKS (Kontrak Kerja Sama) Blok Cepu pada 17 September 2005, atau beberapa hari setelah adanya komunikasi SBY - Bush di New York. Presiden bahkan menyempatkan memimpin rapat kabinet langsung dari New York melalui video conference untuk memastikan segera dilakukannya penandatanganan kontrak Blok Cepu.[8] Upaya ini semakin memperjelas bahwa Amerika menekan Indonesia tidak hanya melalui Exxon Mobile tapi secara langsung dengan mengirimkan pemimpinpemimpin Negara Amerika untuk mendikte Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menandatangani pengambil alihan Blok Cepu tersebut dari tangan Indonesia ke Amerika melalui Exxon Mobil. Upaya ini merupakan bukti besarnya tekanan asing terhadap kasus pengalihan blok Cepu ke tangan Exxon Mobil. Sikap penolakan yang tegas seharusnya dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Indonesia tidak terus-terusan menjadi korban manipulasi Amerika melalui MNC-MNC Amerika. Kesimpulan: Jika Dilihat dari kajian transnasionalisme, Amerika berusaha untuk memanipulasi hubungannya dengan Indonesia, Amerika berpura-pura baik, bekerjasama dengan Indonesia, namun kenyataannya Amerika menggunakan cara-cara yang licik untuk memasukkan Exxon Mobil di Indonesia dengan memanfaatkan Praktek KKN di Indonesia, menyuap Presiden Soeharto untuk mengubah peraturan tentang Penanaman Modal Asing yang pada pasal 33 UUD 1945 telah dibatasi, dan memanfaatkan kelebihan modalnya untuk menguasai saham yang ada di HPG. Kesepakatan dengan Pertamina oleh Exxon Mobil juga diingkari, pembagian keuntungan tidak ditepati sebagaimana yang telah dijanjikan yaitu 93,5% selain itu dari Amerika sendiri juga langsung menekan agar Indonesia ,melakukan negosiasi ulang terhadap Blok Cepu dengan mengutus Condoleeza Rice, Permintaan Presiden George Bush untuk membuka kontrak blok Cepu, dll. Semua usaha ini dilakukan dengan tujuan untuk suplai energi Amerika yang merupakan tujuan vital Politik Luar Negri Amerika Serikat melalui cara memanfaatkan actor transnasionalisme yaitu Exxon Mobil yang mempelopori manipulasi Amerika terhadap Indonesia pada awalnya lalu dilengkapi dengan intervensi Amerika sendiri. Ini menunjukkan bahwa actor transnasionalisme sangat berperan

besar dalam memanipulasi hubungan antara Indonesia dan Amerika. Walaupun Exxon Mobil sendiri merupakan milik publik dan perusahaan swasta asal Amerika Serikat namun tetap saja akan berorientasi terhadap kepentingan Amerika, apalagi Exxon Mobil memiliki kedekatan politik dengan elit politik Amerika. Oleh karena itu peran MNC yang begitu kompleks melalui studi kasus sengketa Blok Cepu ini menunjukkan bahwa MNC tidak hanya mempengaruhi ekonomi Negara yang diduduki tetapi juga politiknya, tujuan terselubung beserta cara-cara yang tidak halal sekalipun akan digunakan untuk mencapai tujuan politik dari Negara asal MNC tersebut. Dari kasus ini pun juga dapat terlihat bagaimana Exxon Mobil yang merupakan milik individu atau dapat dikatakan non state actor dapat mempengaruhi kebijakan di Indonesia sehingga menguntungkan Exxon dan Amerika yang merupakan Negara asal Exxon itu sendiri.
http://intelindonesia.blogspot.com/2006/03/soal-papua-dan-blok-cepu.html

Soal Papua dan Blok Cepu


Ada salah seorang pembaca Blog I-I yang dua kali menanyakan tentang masalah Papua dan Blok Cepu. Kebetulan saya sedang mampir di Melbourne untuk menemui seseorang untuk urusan pribadi. Yah....agak sulit sejujurnya saya melihat persoalan yang masih aktual tersebut. Papua Khusus untuk soal Papua saya sudah jauh-jauh hari mengingatkan bahwa pengelolaan amatiran seperti yang masih terjadi sampai sekarang akan menimbulkan masalah Papua tetap eksis dan aktual dalam perpolitikan kawasan dan dunia. Sikap Australia baru-baru ini dengan memberikan visa sementara merupakan realita yang harus segera dipahami oleh segenap unsur pimpinan Indonesia. Bahwa trend perjuangan separatisme dengan teknik perjuangan HAM adalah sangat efektif . Di samping petualang-petualang politik lintas negara yang sebenarnya lama-kelamaan menjadi bagian dari hidup dan penghidupannya, fakta bahwa global governance yang digerakkan civil society sungguh-sungguh ada dan mempengaruhi kebijakan di setiap negara. Selama jaring civil society di Indonesia terus-terusan menjadi "musuh" atau dianggap "musuh" oleh pemerintah maka, Indonesia akan selalu ketinggalan kereta dalam penanganan kasus-kasus semacam pelarian dari kelompok separatis. Ingat kekalahan telak yang sangat memalukan dalam kasus Timor-Timur...hal ini adalah kekeliruan kebijakan yang fatal selama masa berkuasanya mantan Presiden Suharto. Tidak dapat dielakkan bagi pemerintah Australia untuk melonggarkan pintu imigrasi karena perjuangan kelompok Lobby Papua dan para pendukungnya, tentunya kita juga harus mempertimbangkan kelompok anti Indonesia (anti militerisme) yang masih melihat perilaku menyimpang dari aparatur keamanan Indonesia.

Syukurnya reaksi pemerintah Indonesia masih cerdas...meski ada tekanan emosional untuk pemutusan hubungan diplomatik. Indonesia yang sedang menata sistem demokrasi seharusnya terus menjaga perkembangan positif ini dengan mengutamakan perjuangan yang lebih cerdas dan sungguh-sungguh memulai lembaran baru penegakkan hukum, perlindungan HAM, pembangunan yang merata, serta membabat habis tikus-tikus korupsi di sektor publik maupun praktek ekonomi kriminal oleh kalangan swasta. Kasus kontrak karya Freeport yang kembali digugat karena ketidakseimbangan pembagian keuntungan jelas amat jelas disebabkan oleh politik kekuasaan dan praktek suap. Cepu Masalah Cepu sangat sarat dengan muatan politik, saya menduga the anonymous yang menanyakan soal Papua dan blok Cepu adalah lawan politik dari pemerintahan sekarang. Berdasarkan dugaan tersebut maka saya batasi komentar saya yang lebih bersifat umum agar hal ini tidak dimanfaatkan untuk menjatuhkan pemerintahan sekarang, sejujurnya sangat mudah menjatuhkan pemerintahan sekarang karena perilakunya belum lebih baik dari terdahulu. Bermodalkan datadata aktual tentang bagaimana sebuah prosedur diselewengkan karena bermainnya faktor kekuasaan dan uang, maka DPR bisa saja melakukan sebuah upaya impeachment. Saya perkirakan kasus-kasus semacam ini sedang dikumpulkan oleh mereka yang haus kekuasaan untuk menyusun siasat menuju pesta demokrasi 2009. Akankah matahari kembar bisa bersinar bersama, menjadi jelas di mata saya bahwa duet pimpinan Indonesia sekarang sarat dengan persaingan. Sehalus apapun permainan di antara mereka ujung-ujungnya mengarah pada kekuasaan untuk mengendalikan sebanyak mungkin sektor-sektor vital di negara tercinta ini, melalui tangan-tangan tidak kelihatan. Mohon ma'af bila saya hanya menuliskan komentar kasar yang kurang akurat, tetapi setidaknya para pembaca sudah bisa membaca ke arah mana pembicaraan tulisan di atas. Sekian
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=149033 Kasus Blok Cepu, Siapa Diuntungkan?
Oleh Endrizal Selasa, 11 Juli 2006

Pertarungan antara eksekutif dan legislatif kini masih berlangsung dan terus mengisi relungrelung hampa demokrasi bangsa Indonesia. Sementara itu demokrasi sampai sekarang masih belum menemukan bentuk idealnya yang cocok untuk bangsa ini. Perbedaan pendapat yang berakhir dengan menggunakan hak angket menjadi bumbu penyedap bagi kalangan legislatif guna menepis kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak eksekutif yang diangap tidak sesuai dengan harapan anggota legislatif.

Masih ingat penggunaan hak angket Blok Cepu? Awal munculnya hak angket Blok Cepu, beberapa waktu yang lalu, dimotori oleh ketidakpuasan sekaligus kecemburuan sosial dari sebagian kalangan anggota legislatif terhadap Exxon Mobil (perusahaan milik Amerika). Sebab, pemerintah telah menetapkan Exxon Mobil sebagai kepala pengelola pertambangan minyak Blok Cepu. Sedangkan Pertamina -perusahaan milik negara untuk mengurus minyak bumi- malah ditetapkan sebagai wakil dalam mengelola pertambangan minyak Blok Cepu. Kita melihat pertarungan yang terjadi antara legislatif dan eksekutif demi menetapkan siapa yang lebih berhak menjadi kepala pengelola pertambangan minyak Blok Cepu, apakah yang lebih berhak Pertamina atau Exon Mobil. Lalu muncul pertanyaan dalam hati, untuk siapa kebijakan hak angket tersebut, siapa yang paling diuntungkan dari hak angket tersebut? Apakah hak angket yang digembar-gemborkan oleh pihak legislatif kala itu murni un-tuk menjamin kesejahteraan rakyat setempat, apakah tidak ada unsur terselubung di balik hak angket tersebut? Dan yang terpenting sekali, apakah tidak ada kepentingan politis di balik hak angket beberapa anggota legislatif? Untuk menjawab persoalan ini, kita bisa mengkajinya lewat berbagai sudat pandang. Sehingga, jawabannya tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Tapi, yang jelas sekarang ini, dalam menetapkan siapa yang berhak mengelola tambang minyak Cepu, bukan lagi murni mempertanyakan sikap nasionalisme kita, tapi telah memasuki dataran politis. Hak angket sekarang ini bagi kalangan legislatif telah menjadi senjata terakhir guna menepis kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak terhadap nasib rakyat kecil. Itu tampak mulai dari hak angket menolak impor beras, kenaikan TDL dan lain sebagainya. Tapi ironisnya, semua usaha yang dilakukan oleh pihak legislatif berupa penggunaan hak angket tersebut, hampir selalu berujung pada kegagalan, tanpa ada hasil sedikit pun. Seolah-olah suara legislatif tidak lagi menggema di kalangan pemerintahan. Bisa jadi, entah itu kinerja pihak legislatif yang makin memburuk atau kurangnya kekompakan dari pihak legislatif sendiri untuk mengontrol kinerja pemerintahan. Dalam hak angket yang diusung oleh sebagian anggota legislatif, kelihatan sekali ada permainan politis yang dimainkan oleh para elite legislatif, yang ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat. Dalihnya mengusung kepentingan rakyat, padahal mereka mengusung kepentingan individu dan kelompoknya. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban politisasi kalangan elit legislatif. Penetapan siapa yang berhak mengelola Blok Cepu, apakah Exxon Mobil Atau Pertamina, bagi penduduk setempat bukanlah menjadi soal. Bagi penduduk setempat yang penting kesejahteraan mereka bisa terjamin dengan adanya tambang minyak di kampung mereka. Tapi, sebagian anggota legislatif tidak mau menerima begitu saja, kalau minyak milik Indonesia dikelola oleh perusahaan asing. Dengan dalih nasionalisme, sebagian anggota legislatif mencoba untuk memupus pilihan pemerintah terhadap Exxon Mobil tersebut. Sementara itu, naif dan menyedihkan sekali bila kita melihat kinerja pemerintahan kita sekarang ini. Kinerja pemerintah sangat buruk ketika rakyat sangat membutuhkan perhatian dari pemerintahannya untuk mengurus persoalanpersoalan yang makin hari semakin mendesak untuk diselesaikan. Melihat fenomena tersebut mungkin tidak terlalu gegabah kalau saya mengatakan bahwa elite pemerintahan kita sekarang ini telah mengalami krisis etika dan norma. Ketika norma sudah ditanggalkan dalam kehidupan politik, maka jangan heran kalau sering terjadi saling hujat, saling curiga dan tidak ada lagi kepercayaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Ketika institusi sudah dirasuki oleh krisis kepercayaan maka lambat laun institusi tersebut akan hancur seiring dengan berlalunya waktu.

Dalam menyelesaikan masalah sangat dibutuhkan kedewasaan kita sebagai bangsa, bukan saja elite politiknya, tapi rakyat pun jangan sampai mudah untuk diprovokasi. Sebab, kearifan sosial dan kepekaan sosial merupakan suatu keniscayaan. Para elite politik dan legislatif harus lebih bersikap sebagai seorang negarawan daripada seorang politisi. Seorang negarawan dalam menyelesaikan masalah lebih mengedepankan kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok dan golongan. Penggunaan hak angket yang disuarakan oleh sebagian anggota legislatif belum lama ini memang patut kita hargai, sebagai bentuk rasa peduli terhadap rakyat Indonesia pada umumnya dan rakyat Cepu pada khususnya. Tapi, kita mengharapkan jangan sampai hak angket yang digembar-gemborkan merupakan bagian dari agenda politik kelompok dan golongan tertentu, demi mencari simpatisan dari rakyat. Sejujurnya hingga kini pun kita tidak tahu, siapa sebenarnya pihak yang diuntungkan oleh penggunaan hak angket Blok Cepu. Sekarang ini rakyat sudah bosan dengan janji muluk-muluk pemerintah. Kita tidak tahu, kapan janji-janji akan adanya perubahan itu bisa terealisasikan. Siapa pun yang jadi pemimpin bukan jadi soal, bagi rakyat kecil kesejahteraan hidup lebih penting dari segalanya. Penulis adalah peneliti pada Social and Philosophical Studies Yogyakarta.

http://www.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_&_Pemerintahan/2012-0905/145569/Penderita_ISPA_di_Ladang_Minyak_Blok_Cepu_Meningkat

Penderita ISPA di Ladang Minyak Blok Cepu Meningkat


Rabu, 05 September 2012 20:41:09 WIB

Reporter : Tulus Adarrma

Bojonegoro (beritajatim.com) - Selama bulan Agustus 2012 lalu, jumlah penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di daerah sekitar minyak Blok Cepu di Bojonegoro tercatat sebanyak 140 pasien. Tingginya kasus ISPA diduga karena banyaknya debu yang berasal dari kegiatan proyek minyak Blok Cepu di Bojonegoro. Sebab, saat ini ratusan truk pengangkut tanah uruk dan batu gamping hilir mudik di lokasi proyek minyak Blok Cepu di Bojonegoro. "Iya, kasus ISPA cenderung meningkat selama sebulan terakhir, ujar Lasiran, petugas medis di Puskesmas Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Rabu (05/09) siang. Penyakit ISPA itu kebanyakan menyerang warga sekitar yang masih berusia produktif. Yakni, usia 15 44 tahun terdapat 40 kasus ISPA, usia 5 14 tahun terdapat 28 kasus ISPA, dan usia 1-4 tahun terdapat 23 kasus ISPA. Gejala ISPA biasanya ditandai dengan kondisi tubuh yang demam, panas, dan batuk. Penderita ISPA yang ringan biasanya hanya menjalani rawat jalan. Namun, penderita ISPA yang parah dan mengalami sesak napas yang berat diminta untuk menjalani rawat inap. Menurut Lasiran, warga yang tinggal di tepi jalan raya menuju ke lokasi proyek minyak Blok Cepu memang rentan terkena ISPA. Sebab, debu yang beterbangan mudah terhirup. Warga yang terpapar debu secara terus menerus akan mudah terkena ISPA atau gangguan pernapasan lainnya. Suparno, (45) warga Desa Sudu, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, mengaku debu yang ditimbulkan dari kegiatan proyek minyak Blok Cepu memang sangat mengganggu. Setiap hari truk yang mengangkut tanah uruk itu sering menimbulkan debu, ujarnya. [uuk/ted]

http://politik.news.viva.co.id/news/read/110068-kasus_dugaan_korupsi_blok_cepu_mandek

Kasus Dugaan Korupsi Blok Cepu Mandek

Asisten Bidang Hukum & Pemerintahan Bojonegoro, Kamsoeni ditetapkan sebagai tersangka. SURABAYA POST - Komisi A DPRD Kabupaten Bojonegoro perlu merekomendasi ulang kepada Kejaksaan Negeri Bojonegoro untuk segera menuntaskan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Blok Cepu yang mandek. Mandeknya kasus tersebut di meja Kejari Bojonegoro selama berbulanbulan memunculkan beberapa spekulasi. Kasus yang berpotensi merugikan Negara hampir Rp 4 miliar itu sengaja diulur-ulur penyelesaianya.Kajari ( Kepala Kejaksaan Negeri ) Bojonegoro Huzairin ketika itu beralasan, terlambatnya hasil audit dari BPKP ( Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan ) menjadikan berkas kasus tersebut belum sempurna sampai hari ini Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Bojonegoro, Agus Rismanto menyatakan kekecewaanya terhadap kinerja Kejaksaan Negeri Bojonegoro yang belum bisa menuntaskan kasus yang menyedot perhatian publik Bojonegoro itu sampai sekarang. Seharusnya kasus ini bisa segera di tuntaskan, ujarnya di sela-sela rapat Panitia Anggaran di gedung DPRD semalam ( 30/11 ). Sebagai catatan, kasus tersebut baru menetapkan seorang tersangka yaitu mantan Asisten Bidang Hukum dan Pemerintahan Setkab Bojonegoro Kamsoeni. Mempelajari kasus ini semestinya ada tersangka lain, tegas Agus Rismanto.Tetapi Agus tidak mau mencampuri tugas dan kewenangan Kejari Bojonegoro dalam menetapkan siapa tersangka lainnya. Seperti diketahui, tim sembilan (tim sosialisasi pembebasan lahan Blok Cepu) yang diberi kewenangan dalam proses pembebasan kawasan Blok

Cepu pada 2007 lalu diduga telah menilep uang Negara sampai milyaran rupiah. Dugaan korupsi tersebut membuat sejumlah kalangan kelabakan.Ada beberapa nama Pejabat yang disebut-sebut ikut terlibat dalam dugaan korupsi itu kini masih dalam penyelidikan Kejari setempat, dan sedang dipelajari sampai sejauh mana tingkat keterlibatanya. Menurut salah satu sumber Surabaya post di Kejari Bojonegoro, dari nama-nama yang diduga ikut terlibat sudah ada yang mengembalikan uang Negara.Namun sumber tersebut tidak menjelaskan siapa saja namanama itu. Terlepas seberapa besar uang Negara yang berhasil diselamatkan oleh Kejari, kasus tersebut diatas masih dirasakan menggantung dan belum ada panyelesaian. Bila perlu kami akan menanyakan kembali hal ini kepada Kejaksaan, kata Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro Agus Rismanto. Gatot Riyanto

http://jakarta45.wordpress.com/2008/11/22/syarat-batal-kontrak-joa-blok-cepu/

syarat batal kontrak joa blok cepu


Adalah menarik ketika menyimak Kontrak Blok Cepu Bisa Dibatalkan (Suara Pembaruan 18 Maret 2006) a.l. pendapat Dradjad Wibowo (FPAN DPR RI) bahwa Pertama, kontrak yang dibuat antara Pertamina dan ExxonMobil mengandung unsur tekanan. Keputusan pemerintah mengganti Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2004 menjadi PP 34 Tahun 2005 adalah salah satu indikasi bagaimana negosiasi tersebut sarat tekanan. Selain itu, pernyataan DirUt Pertamina Ari Soemarno bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan raksasa minyak asal Amerika Serikat (AS) itu, menunjukkan kontrak tersebut juga sarat tekanan.Kedua, kontrak itu mengandung unsur-unsur bertentangan dengan UU. DPR mencurigai hal ini terkait dengan perubahan PP, padahal perubahan itu hanya dimungkinkan oleh UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas. Tapi UU itu sendiri

saat ini masih bermasalah dan mungkin dibatalkan. Ketiga, kontrak dengan ExxonMobil diduga merugikan Negara. Sementara itu dikenali bahwa Kitab Undang2 Hukum Perdata (KUHPer) mensyaratkan sah umumnya Kontrak adalah Kesepakatan kehendak, Wenang berbuat, Perihal tertentu, Kausa yang legal, Iktikad baik, Sesuai dengan kebiasaan, Sesuai dengan kepatutan, Sesuai dengan kepentingan umum dan mensyaratkan sah khusus berupa Tertulis untuk kontrak2 tertentu, Akta notaris untuk kontrak2 tertentu, Akta pejabat tertentu (yang bukan notaris) untuk kontrak2 tertentu, Izin dari yang berwenang. Adapun konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat2 itu adalah (1) Batal Demi Hukum karena dilanggarnya syarat obyektif Perihal tertentu dan Kausa yang legal, (2) Dapat Dibatalkan karena tidak terpenuhinya syarat subyektif Kesepakatan kehendak dan Kecakapan berbuat, (3) Kontrak tidak dapat dilaksanakan. Sinyalemen Pertama Dradjad Wibowo itu ditandai dapat berkait dengan Syarat Kesepakatan Kehendak yakni khususnya Paksaan (suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dimana terhadap orang yang terancam karena paksaan tersebut timbul ketakutan baik terhadap dirinya maupun terhadap kekayaannya dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Sedangkan sinyalemen kedua adalah dapat berkait dengan PP No. 34/2005 dan PP No. 35/2004 terhadap UU No. 22/2001 yang berarti perlu upaya hukum uji material ke Mahkamah Agung. Lebih lanjut disebutkan pula bahwa UU itu sendiri masih bermasalah dan mungkin dibatalkan, hal ini mengingatkan Pernyataan Bersama tentang UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sepatutnya Batal Demi Hukum oleh berbagai komponen pemangku kepentingan MiGas nasional yakni MASBETA (Masyarakat Bela Tanah Air), SPKP (Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina), KOPPERTA (Koperasi Purnakarya Pertamina), MASDEM (Mimbar Aspirasi Demokrat), ILUNI UI Jakarta, FORTANA (Forum Tenaga Kerja Pertamina), FSPPB (Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu), Front Revolusi 45, AMD (Angkatan Muda Demokrat, Banten), Pusat Kajian Indonesia Baru pada tanggal 11 Mei 2005 di Jakarta Pusat. Adapun materi Pernyataan itu adalah (1) Bahwasanya UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyandang Cacat Hukum Bawaan sejak disahkan pada tanggal 23 Nopember 2001 akibat (1.1) ikhwal Menimbang (e) UU No. 22/2001 ketika disahkan tidak diberikan dasar hukum oleh UUD 1945 sementara keberadaan Pasal-33 ayat (4) UUD 1945 yang berkaitan justru baru disahkan ketika Amandemen IV tanggal 10 Agustus 2002; (1.2) ikhwal Mengingat (1) UU No. 22/2001 yaitu Pasal-

33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 ketika disahkan justru bertentangan dengan fakta yaitu Pasal-33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 itu tidak mengalami perubahan tekstual sejak pengesahan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945; (1.3) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Perkara No. 002/PUU-I/2003 tanggal 21 Desember 2004ternyata baik ikhwal Menimbang (e) maupun ikhwal Mengingat (1) UU No. 22/2001 tidak diuji material sebagaimana mestinya; (2) Bahwasanya oleh karena itulah, dengan sesungguhnya, maka UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi termaksud adalah sepatutnya Batal Demi Hukum. Lebih lanjut, sinyalemen ketiga dapat pula dicermati dari tulisan 17 Maret 2006 berikut :

Menyoal Hukum JOA Blok CEPU


Tergelitik Tajuk Rencana Suara Pembaruan 16 Maret 2006, Nasionalisme di Blok Cepu antara lain ungkapan2 bahwa pemerintah lebih tampak sebagai boneka yang tak memiliki kuasa terhadap operasional perusahaan asing disini, dan apakah pemerintah mampu mengatur mereka sedemikian rupa agar hasil yang diperoleh benar-benar untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia, serta disitulah seharusnya makna nasionalisme ditempatkan. Sinyalemen itu rupanya ada pembenarannya, semisal bahwa penandatanganan Joint Operating Agreement (JOA) tanggal 15 Maret 2006 dilakukan di Jakarta, ibukota Republik Indonesia, namun kenapa digunakan model kontraktual JOA yang dikembangkan oleh Association of International Petroleum Negotiators (AIPN) yang justru dikenali sebagai mainly it seems US or Texas-based oil and gas lawyers and negotiators dan bukannya model kontraktual berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. Untuk diketahui saja, model JOA itu disiapkan pertama kali pada tahun 1990 lalu diperbaiki pada tahun 1995 khusus untuk keperluan industri hulu Minyak dan Gasbumi (MiGas), namun masih diragukan oleh bahkan banyak praktisi hukum mancanegara apakah betul widely adopted through the world. Dikenali mendunia memang bukan berarti lalu serta merta diakui setara paham hukum kontrak internasional, bahkan hukum bisnis internasional saja diakui tunduk kepada hukum bisnis nasional dimana bisnis itu

dioperasikan. Selain model JOA Texas ini, di dunia juga dikenali model2 lain dari Inggris, Australia dan Canada, seperti UK Continental Shelf Joint Operating Agreements. Oleh karena itulah, sinyalemen Tajuk Rencana dimaksudkan diatas bukannya tanpa alasan diketengahkan, hal itu, bagaimanapun juga, dimaksudkan agar para pembijak bisnis industri hulu MiGas nasional mewaspadainya terlebih dahulu sebelum menerapkannya, karena terkait dengan mekanisme to share geological and political risk, to raise finance, to mobilize complementary expertise and sometimes to provide a form for mandatory state enterprise participation. Dalam pengertian itulah dapat dipahami muncul kekuatiran dan kecemasan berbagai pihak yang kritis, mengapa pada JOA hanya disebut-sebut potensi cadangan terbukti 600 jutaan barrel minyak dan potensi cadangan gasbumi 1,7 trilunan kaki kubik, padahal berdasarkan kajian isi perut blok Cepu oleh Lemigas (potensi minyak 1.478,8 juta barrel dan potensi gasbumi 8.772,9 milyar kaki kubik, produksi minyak 31 % dan produksi gasbumi 72,1 %) sedangkan ExxonMobil sendiri (potensi minyak 2.210,0 juta barrel dan potensi gasbumi 11.767,8 milyar kaki kubik, produksi minyak 33 % dan produksi gasbumi 77 %). Artinya, kekuatiran dan kecemasan itu memperoleh pembenarannya, yaitu bahwa model kontraktual JOA dari Texas yang berbuah Cepu Organization Agreement (COA) itu tidaklah cukup memberikan rasa aman atas tatacara perolehan hitungan bagi hasil berupa uang nyata kelak memperhatikan pilihan model tatakerja Komite Operasi Bersama yang bukan Badan Hukum sebagaimana dimaksudkan oleh UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas bahkan bukan Badan Usaha sesuai amanat UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gasbumi, kecuali didalam Plan of Development (POD) kelak juga termasuk ikhwal bentukan joint ventures sebagaimana memang direkomendasikan oleh banyak praktisi hukum mancanegara termasuk AIPN. Sementara itu, kita juga tahu bahwa komite usaha bersama inilah yang berkontrak dengan pihak Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan dengan demikian maka bentuk transaksional pada akhirnya Business-to-Government, bukan Business-to-Business, artinya, bilamana kelak ada sengketa hukum, maka asset Negara Republik Indonesia yang lain bisa tergadaikan. Oleh karena itulah, rekomendasi joint ventures oleh praktisi2 hukum mancanegara itu harus terwujud dalam bentuk Perseroan Terbatas yang tunduk kepada hukum nasional Republik Indonesia dengan komposisi saham mayoritas berada di pihak Indonesia, sehingga makna nasionalisme benar2 dijiwai guna pengaturan, pengawasan dan pembinaan sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional.

Jakarta, 19 Maret 2006

DR Ir Pandji R. Hadinoto, MH / Koordinator, Lintas Advokasi Politik & Hukum Indonesia eMail : laphi45@yahoo.com / HP : 0817 987 3544

Indikasi KKS Blok Cepu Cacat Hukum


Pasal-11 UU No. 22/2001, 23 Nopember 2001 dan Pasal-26 PP No. 35/2004, 14 Oktober 2004 menyatakan Kontrak Kerja Sama (KKS) wajib memuat paling sedikit ketentuan2 pokok yaitu : (a) penerimaan Negara, (b) Wilayah Kerja dan pengembaliannya, (c) kewajiban pengeluaran dana, (d) perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi, (e) jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak, (f) penyelesaian perselisihan, (g) kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri, (h) berakhirnya kontrak, (i) kewajiban pasca operasi pertambangan, (j) keselamatan dan kesehatan kerja, (k) pengelolaan lingkungan hidup, (l) pengalihan hak dan kewajiban, (m) pelaporan yang diperlukan, (n) rencana pengembangan lapangan, (o) pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, (p) pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adapt, (q) pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Perubahan persyaratan KKS itu tidak diatur baik oleh PP No. 34/2005, 10 September 2005 maupun UU No. 22/2001 sehingga persyaratan KKS diatas harus tetap berlaku mengikat.

Sedangkan KKS Blok Cepu tanggal 17 September 2005 berdaftar isi sebagai berikut : I Scope and Definitions II Term III Relinquishment of Areas IV Work Program and Budget V Rights and Obligations of Parties VI Recovery of Operating Costs and Handling of Production VII Valuation of Crude Oil and Natural Gas VIII Bonus IX Payments X Title to Equipment XI Consultation and Arbitration XII Employment and Training of Indonesian Personnel XIII Termination XIV Books and Accounts and Audits XV Other Provisions XVI Participation XVII Effectiveness Exhibits A Description of Contract Area B Map of Contract Area C Accounting Procedure

Oleh karena itulah, ketidaklengkapan pasal-pasal KKS itu terhadap UU No. 22/2001 dan PP No. 35/2004 berindikasi bahwa KKS Blok Cepu patut Dibatalkan dan/atau Batal Demi Hukum.

29 Maret 2006 DR Ir Pandji R. Hadinoto, MH

Koordinator, Lintas Advokasi Politik & Hukum Indonesia / eMail : laphi45@yahoo.com

http://www.tempo.co/read/news/2012/12/03/058445632/Korupsi-Tanah-Blok-Cepu-SekdaBojonegoro-Buron

Korupsi Tanah Blok Cepu, Sekda Bojonegoro Buron


TEMPO.CO, Bojonegoro - Kejaksaan Negeri Bojonegoro belum melaporkan status buron Bambang Santoso, 63 tahun, kepada Kantor Imigrasi Jawa Timur. Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bojonegoro yang menjadi tersangka kasus korupsi dana sosialsasi pembebasan lahan Blok Cepu senilai Rp 3,8 miliar itu diyakini masih berada di Pulau Jawa. Kami masih terus berupaya memburunya, kata Kepala Satuan Intelijen Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Nusirwan Sahrul, kepada Tempo, Senin, 3 Desember 2012. Menurut Nusirwan, saat ini yang dilakukan Kejaksaan Negeri Bojonegoro adalah mengirim surat ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, juga ke sejumlah kejaksaan di berbagai daerah yang diperkirakan menjadi tempat persembunyian Bambang Santoso. Di antaranya Kabupaten Jombang, Surabaya, Mojokerto dan beberapa kota lainnya. Selain itu Kejaksaan Negeri Bojonegoro telah secara resmi meminta bantuan Kepolisian Resor Bojonegoro dan Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk ikut memburu Bambang Santoso. Surat perintah penangkapan terhadap Bambang Santoso sudah ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Tugas Utoto. Penasehat hukum Bambang Santoso, Tri Astuti Handayani, tidak bersedia memberikan penjelasan ihwal keberadaan kliennya. Saya lagi mau rapat. Maaf ya, ujarnya singkat ketika dihubungi Tempo melalui telepon selulernya. Bambang Santoso dinyatakan buron setelah tiga kali mangkir memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Bambang diperlukan kehadirannya di kejaksaan untuk menjalani pemeriksaan terakhir. Sebab berkas perkaranya sudah dinyatakan rampung dan siap dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Berbagai dalih dikemukakan Bambang. Pada panggilan pertama Bambang berdalih sedang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Siloam, Surabaya. Panggilan kedua dan ketiga Bambang beralasan menjalani perawatan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Kasus ini juga menjerat mantan Bupati Bojonegoro periode 2003-2008, Mohammad

Santoso. Statusnya pun sudah menjadi tersangka dan segera diadili. Saat ini Mohammad Santoso telah meringkuk di dalam Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro setelah divonis bersalah dalam kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2007 senilai Rp 6 miliar. Kasus berawal dari nota kesepahaman antara Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dan MCL (Mobil Cepu Limited) berkaitan dengan pembebasan lahan untuk usaha pertambangan Blok Cepu dengan biaya Rp 10,8 miliar. Dana Rp 3,8 miliar yang dicairkan sebagai termin pertama ternyata mengalir sebagai komisi ke sejumlah pejabat di Bojonegoro. Karena dinilai terjadi penyimpangan, kasus tersebut dilaporkan ke kejaksaan oleh Komisi Hukum dan Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bojonegoro.

You might also like