You are on page 1of 10

INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT

By. MEITY ELVINA


Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas sumatera Utara, RSUP. H. Adam Malik, Medan.

PENDAHULUAN Di dunia. Kanker serviks menempati urutan kelima sebagai kanker yang paling banyak diderita kaum wanita. Pada tahun 2002 diperkirakan terdapat 493,000 kasus baru dan 274,000 kematian pertahunnya. Rasio mortality to incidence-nya di seluruh dunia adalah 55%.1 Menurut data yang diperoleh dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 1989-1992, 76,2% dari 1.717 kanker ginekologi merupakan kanker serviks dengan angka survival secara keseluruhan selama 5 tahun adalah berkisar antara 56,7-72%. Anatomi Serviks Uteri Serviks (dari bahasa latin leher) adalah bagian uterus yang terendah yang terdiri dari sedikit masa otot dan sebagian besar jaringan ikat yang berbentuk silinder (silinder fibromuskuler). Bagian dari serviks yang terlihat dan menjorok kedalam vagina disebut sebagai ektoserviks dan bagian serviks yang tidak terlihat disebut endoserviks. Besar serviks berbeda-beda tergantung umur, paritas, dan status hormonal, dengan panjang rata-rata 34 cm dan garis tengah kurang lebih 2,5-3,5 cm berbentuk silindris.6 Pada saat lahir ukuran serviks sama dengan corpus uteri, pada wanita dewasa ukuran corpus menjadi 23 kali lebih besar. Serviks mempunyai empat lapisan yaitu epitel, submukosa, muskularis dan serosaPembuluh darah serviks berada pada bagian kanan dan kiri berasal dari cabang servikovaginalis arteri uterina dan arteri vaginalis. Inervasi serviks berasal dari susunan saraf otonom baik simpatis (T5-L2) maupun parasimpatis (S2S4). Struktur otot lebih banyak pada daerah osteum uteri internum, maka inervasi pada daerah tersebut lebih banyak dibanding osteum uteri eksternum.5 Histologi Secara histologis lapisan epitel yang melapisi ektoserviks adalah epitel skuamosa berlapis dan tidak berkeratin yang berasal dari epitel dasar vagina, sedangkan epitel yang melapisi endoserviks adalah epitel kolumnar selapis yang mensekresi musin yang berwarna biru (hematoxylin) dan berasal dari epitel mullerian. Sambungan antara kedua epitel ini disebut sambungan skuamokolumnar (SSK) asli. Sambungan skuamokolumnar pada saat bayi sampai prepurbetas menetap letaknya dalam endoserviks.5 SSK berada di ektoserviks umumnya pada wanita masa reproduksi, saat serviks terutama kanalis servikalis memanjang di bawah pengaruh esterogen. Kadar esterogen yang tinggi dan pil kontrasepsi mendorong eversi SSK lebih jauh.1 Pada masa perimenopause,
1

SSK berada di endoserviks. Selanjutnya pada masa menopause SSK akan berada di kanalis endoservikalis karena mengerutnya serviks akibat penurunan level esterogen.6 SSK inilah yang merupakan marka sitologik dan kolposkopik paling penting, karena >90% neoplasia saluran genital bawah berasal dari sini. Pada masa kehidupan seorang wanita akan terjadi perubahan epitel serviks atau metaplasia, dimana epitel kolumnar diganti oleh epitel skuamosa. Proses Metaplasia merupakan proses dinamik maturasi skuamosa. Terdapat 3 tahap dalam proses metaplasia:
1. 2. 3.

Tahap 1: sel cadangan menjadi beberapa lapis, belum berdiferensiasi dan biasanya dimulai pada puncak villi. Tahap 2: pembentukan beberapa lapis sel yang belum berdiferensiasi meluas kebawah dan samping villi sehingga villi menjadi satu. Tahap 3: penyatuan beberapa villi menjadi lengkap sehingga didapatkan daerah yang licin permukaanya.

Akibat proses metaplasia ini secara morfogenetik terdapat dua SSK. Sambungan skuamosakolumnar yang pertama (SSK asli) adalah epitel skuamosa yang asli menutupi porsio vaginalis bertemu dengan epitel kolumnar endoserviks, sedang SSK kedua (SSK fungsional) merupakan pertemuan epitel skuamosa metaplastik dengan epitel kolumnar. Daerah diantara kedua SSK tersebut disebut zona transformasi. Daerah ini rentan terhadap perubahan akibat adanya mutagen yang bersifat neoplasia. Perubahan Neoplastik Epitel Serviks Sel epitel serviks yang telah mengalami displasia berat, bentuk dan susunannya menjadi abnormal atau atipik sehingga disebut juga displasia atipik. Sel yang telah menjadi displasia atipik itu dapat mengalami regresi (kembali) ke arah sel normal, ada yang tetap, dan ada pula yang terus berubah menjadi kanker (Kanker InSitu).8 Pada tahun 1968 digunakan terminologi CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasma). CIN dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu:6 1. CIN 1 = displasia ringan = mild dysplasia 2. CIN 2 = displasia sedang = moderate dysplasia 3. CIN 3 = displasia berat = severe dysplasia dan CIS (Carcinoma InSitu) Dari meta-analisis yang dilakukan oleh Ostor dkk. menunjukkan bahwa 57% dari lesi CIN 1 mengalami regresi, 32% tidak mengalami perubahan, 11% berkembang menjadi CIN 3, dan 1% yang berkembang menjadi kanker invasif. Untuk lesi CIN 2, regresi terjadi pada 43% kasus, 35% tidak mengalami perubahan, 22% berkembang menjadi lesi CIN 3, dan kanker invasif terjadi sebanyak 5%. Sedangkan untuk lesi CIN 3, 32% mengalami regresi, kurang dari 56% tidak mengalami perubahan, dan 12% berkembang menjadi kanker invasif. Yang menarik adalah perubahan lesi CIN 1 menjadi CIN 3 umumnya terjadi pada follow-up 18 bulan pertama. Penelitian ini
2

dilakukan berdasarkan 64 studi, 274 karsinoma, 15.473 kasus CIN (Follow-up <1-12 tahun).9 Pada tahun 1980, diketahui adanya perubahan bentuk patologi seperti atipia koilositik atau condylomatous sehubungan dengan infeksi HPV. Penemuan ini mengarahkan kepada terbentuknya dua tingkat dalam sistem histologi. Pada tahun 1990, terminologi berdasarkan histopatologi dibuat, yaitu:6 1. low-grade CIN = atipia koilositik dan lesi CIN 1 2. high-grade CIN = CIN 2 dan CIN 3 INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) Definisi Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) atau cervicoscopy adalah pemeriksaan serviks secara langsung tanpa menggunakan alat pembesaran setelah pengapusan serviks dengan asam asetat 3-5% selama 20-30 detik dengan tujuan mendeteksi adanya lesi prakanker atau kanker melalui perubahan warna epitel serviks menjadi putih yang disebut acetowhite.5,6,10 Untuk pertama kalinya IVA dilakukan oleh Hinselman (1925). Beliau mengoleskan asam asetat 3-5% ke serviks dengan menggunakan cotton buds. Pemberian asam asetat ini akan mempengaruhi epitel yang tidak normal dan akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstra seluler. Cairan ekstra seluler menjadi hipertonik sehingga membuat cairan intra seluler masuk ke cairan ekstra seluler . selanjutnya membran menjadi kolaps dan jarak antarsel menjadi sangat dekat. Sebagai hasilnya, jika sel epitel terkena cahaya, cahaya tersebut tidak dapat menginfiltrasi stroma. Akibatnya, cahaya akan dipantulkan dan membuat permukaan epitel yang abnormal menjadi berwarna putih. Patofisiologi timbulnya acetowhite6 Pengolesan asam asetat 3-5% menyebabkan terjadinya koagulasi yang reversible dan presipitasi dari protein sel, pembengkakan jaringan epitel kolumnar dan sel skuamosa lainnya yang abnormal, serta terjadinya dehidrasi dari sel. Secara normal, epitel skuamosa berwarna merah jambu dan epitel kolumnar berwarna merah. Keadaan ini disebabkan oleh adanya efek pemantulan cahaya dari stroma yang berada di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jika epitel banyak mengandung protein sel, asam asetat yang dioleskan akan mengkoagulasikan protein sehingga akan menyamarkan warna stroma. Hasilnya, pada keadaan ditemukannya lesi prakanker atau kanker, akan tampak bercak berwarna putih yang disebut acetowhite. Meskipun demikian, efek dari asam asetat ini tergantung kepada jumlah protein sel yang terdapat di epitel. Area dimana aktifitas sel paling banyak dan mengandung DNA akan menunjukkan perubahan warna putih yang dramatis.
3

Teknik pemeriksaan IVA1 Petugas menggunakan speculum untuk memeriksa serviks. Lalu serviks dibersihkan untuk menghilangkan cairan keputihan (discharge), kemudian asam asetat dioleskan secara merata pada serviks. Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SSK diperiksa untuk melihat apakah terjadi perubahan acetowhite. Interpretasi hasil pemeriksaan IVA Kategori yang dipergunakan untuk interprestasi hasil pemeriksaan IVA yaitu:3,5 1. IVA Negatif : serviks normal, permukaan epitel licin, kemerahan tak ada reaksi warna putih.
2.

IVA Positif

: dengan ditemukannya bercak putih (acetowhite).

Semakin putih,tebal dan ukuran yang besar dengan tepi yang tumpul, maka makin berat kelainan. Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis prakanker serviks (displasia ringan, sedang, berat atau karsinoma insitu). Skrinning IVA dilaporkan negatif pada kasus dengan observasi sebagai berikut:6 1. 2. 3. 4. 5. Tidak ada lesi acetowhite yang tampak pada serviks Polip protrusi dari serviks dengan area acetowhite putih kebiruan Kista nabothian tampak sebagai area seperti kancing mengkilap Area seperti titik tampak pada endoserviks oleh karena epitel kolumnar seperti anggur yang diwarnai dengan asam asetat Adanya lesi mengkilat, putih kemerah-jambuan, putih abu-abu, putih kebiruan, dengan batas tidak jelas, dicampur dengan akhir dari serviks. Lesi acetowhite angular, iregular bersamaan dengan regio geografikal, dekat dengan sambungan skuamokolumnar. Faint line like atau ill defined acetowhitening tampak pada sambungan skuamokolumnar. Streak like acetowhitening tampak pada epitel kolumnar Adanya area acetowhite pucat, diskontinu, dan tersebar. 1. Adanya area acetowhite jarang, berbatas tegas, dense dengan batas reguler atau irreguler, dekat dengan sambungan skuamokolumnar pada zona transformasi atau dekat dengan os eksternal jika sambungan skuamokolumnar tidak tampak
4

6. 7. 8. 9.

Hasil tes IVA positif pada keadaan sebagai berikut:6

2. Area acetowhite tebal pada epitelium kolumnar 3. Seluruh serviks menjadi putih tebal setelah pemberian asam asetat 4. Kondiloma atau leukoplakia timbul dekat sambungan skuamokolumnar, berubah menjadi putih setelah pemberian asam asetat Hasil tes dinyatakan sebagai kanker invasif ketika adanya pertumbuhan ulcero-proliferatif yang tampak secara klinis pada serviks yang berubah menjadi putih tebal setelah pemberian asam asetat dan berdarah bila disentuh.5 Diagram 1. Alur tatalaksana IVA(dikutip dari Wiyono S)14

Beberapa hasil penelitian mengenai IVA Meskipun yang menjadi standar baku pemeriksaan kanker serviks adalah biopsi, namun akurasi IVA memiliki sensitifitas dan spesifisitas antara 6090%.15 Tabel 1. Beberapa hasil penelitian mengenai IVA10

Kelebihan metode IVA Sampai saat ini, pemeriksaan sitologi tes Pap masih merupakan pemeriksaan standar deteksi dini lesi prakanker serviks. Dalam laporan WHO tahun 1986, di negara-negara maju diperkirakan 40-50% wanita berkesempatan untuk melakukan skrining dengan tes Pap, sementara di Indonesia hanya 5% yang berkesempatan menjalani skrining.14 Dari berbagai penelitian diperoleh bahwa akurasi smear untuk mendeteksi kanker serviks sangat bervariasi, yaitu sensitifitas 44-98%, nilai prediksi positif 80,2%, nilai prediksi negatif 91,3%, dan angka positif palsu berkisar antara 3-15%.2 Sapto Wiyono dkk. dalam penelitiannya di Indonesia mendapatkan sensitifitas tes Pap 55% untuk deteksi lesi prakanker dengan spesifisitas 90%, nilai duga positif 84%, nilai duga negatif 69%. Meskipun tes Pap tidak cukup sensitif, namun memiliki spesifisitas yang tinggi. Sedangkan IVA memiliki sensitifitas 84%, spesifisitas 89%, nilai duga positif 87%, dan nilai duga negatif 86%. Dari data ini dapat diketahui bahwa IVA lebih sederhana dan lebih cepat memberikan hasil sensitifitas yang tinggi sebagai skrining terhadap lesi prakanker serviks.14 Acetowhite dapat terjadi pada beberapa kondisi lain dimana dijumpai peningkatan protein nuclear seperti pada:19 1. 2. 3. Inflamasi dan erosi. Epitel yang sedang dalam proses regenerasi. Metaplasia skuamosa imatur.
6

4.

Leukoplakia.

Namun acetowhite pada inflamasi cenderung berbatas tidak tegas, dan tidak terbatas pada zona transformasi serta lebih cepat menghilang pada pemeriksaan IVA (1 menit). Acetowhite pada CIN lebih padat dan opak dengan batas yang tegas dan berlokasi pada zona transformasi. Gambaran putih opak muncul cepat dan menghilang secara lambat dalam 3-5 menit.19 Nilai negatif palsu IVA biasanya disebabkan oleh:18 1. 2. 3. 4. Faktor keterbatasan kemampuan mata mendeteksi lesi acetowhite yang minimal. Lesi berada di daerah endoserviks. Sumber cahaya yang kurang terang. Faktor konsentrasi asam asetat yang menurun akibat penyimpanan lama. telanjang (pemeriksa)

Oleh karena itu, diketahui bahwa IVA merupakan metode skrining dengan kelebihan-kelebihan sebagai berikut :3,5,17 1. 2. Pemeriksaan bersifat tidak invasif, mudah pelaksanaannya serta murah. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dikerjakan oleh tenaga medis pada semua tingkat pelayanan kesehatan seperti perawat dan bidan. Alat alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Hasil didapat dengan segera, tidak perlu menunggu hasil dari laboratorium sebagaimana hasil pemeriksaan sitologi Sensitivitas yang tinggi.

3. 4.
5.

KESIMPULAN Kanker serviks adalah masalah kesehatan wanita di Indonesia karena jumlah yang banyak dan >70% didiagnosis pada stadium lanjut. Di Indonesia masalah pelaksanaan skrining massal kanker serviks dengan menggunakan tes pap terkait dengan banyak kendala, antara lain luasnya wilayah Indonesia, dana dan keterbatasan SDM. Suatu terobosan skrining kanker serviks, dengan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan tes pap, namun mempunyai cakupan yang lebih luas adalah Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). Beberapa hasil dari penelitian mengenai IVA mendapatkan bahwa pemeriksaan IVA dan sitologi tes Pap mempunyai kemampuan yang hampir sama dalam mendeteksi secara dini lesi prakanker dan cocok digunakan untuk pusat pelayanan sederhana. IVA sangat mungkin dilakukan oleh semua tenaga kesehatan, seperti bidan, dokter umum, dan tentu saja dokter
7

spesialis. Selain itu, IVA juga mempunyai beberapa kelebihan yang mencakup faktor kemudahan, biaya, dan efektifitas, maka IVA dapat digunakan sebagai alternatif deteksi dini lesi prakanker serviks. Untuk dapat menurunkan angka mortalitas kanker serviks di Indonesia, maka diperlukan penyebarluasan teknik pemeriksaan IVA pada petugas kesehatan terutama bidan, sehingga kelainan serviks pada tahap dini dapat diketahui. ATLAS IVA(dikutip dari PPSKI dan ISCPC)

DAFTAR PUSTAKA 1. Female Cancer Programme, MFS See and Treat Project, FK UI, FK UNPAD, et all. Program Pencegahan Kanker Serviks See and Treat. Buku Acuan. Leiden University Medical Center. Jakarta. 2007. Hal 162.
8

2.

Suwiyoga I K. Beberapa Masalah Pap Smear Sebagai Alat Diagnosis Dini Karakter Serviks Di Indonesia. Journal. Lab Obgyn FK Unud. Hal 15. Nuranna L. Skrining Kanker Serviks dengan Metode Skrining Alternatif: IVA. Subbag Onkologi FK UI RSCM. Cermin Dunia Kedokteran No: 133. 2001. Hal 1-4. Andrijono. Kanker Cerviks. Ed 2. Div Onkologi Dept Obstetri-Ginekologi FK UI. 2009. hal 34. Wiyono S. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Untuk Deteksi Dini Lesi Prakanker Serviks. Tesis Program Pasca Sarjana Undip. 2004. Hal 7-35. Aziz M F, Suwiyoga K, Andrijono. Manual Book Management Training Of Pre-Cervical Cancer Lesion. Leiden University Medical Center. 2006. Hal 20-26. Singer A., Monaghan J.M. Lower Genital Tract Precancer. Ed. 2. Blackwell Science. 2000. Hal. 43-44. Sukardja I D G. Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Leher Rahim. Tim Kanker FK Unair/RSUD Dr Soetomo. Surabaya. 1995. Hal 3-22. Atilade A.G., Walker P.G. Epidemiology and Natural History of Preinvasive Lesions of the Cervix. CME Journal of Gynaecologic Oncology. Volume 12, 2007. Hal 53-56. Pan American Health Organization. Visual Inspection of Uterine Cervix with Acetic Acid (VIA). PAHO. Washington D.C. 2003. Hal 22. University of Zimbabwe. Visual Inspection With Acetic Acid For Cervical Cancer Screening: Test Qualities in a Primary Care Setting.The Lancet. Vol 353. 1999. Hal 1-6. Saloney Nazeer. Aided Visual Inspection of the Cervix "Acetic Acid Test" Picture Atlas. www.gfmer.ch Bharti B., Satish P. Acetic acid visualization of the cervix an alternative to colposcopy in evaluation of cervix at risk. The Journal of Obstetric and Gynaecologic India. Volume 55, No. 6. 2005. Hal 1-4. Wiyono S., Iskandar, T.M., Suprijono. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) untuk Deteksi Dini Lesi Prekanker Serviks. Media Medika Indonesia. Volume 643, No. 3. 2008. Hal 1-6. Gaffikin L. McGrath J.A., Arbyn M. et al. Visual inspection with acetic acid as a cervical cancer test: accuracy validated using latent class analysis. BMC Medical Research Methodology. 2007. Hal 1-10. Sankaranarayanan R., Nene BM., Dinshaw K. et al. Early detection of cervical cancer with visual inspection methods: a summary of completed and on going studies in India. Sal ud publicia de mexico. Volume 45, No. 3. 2003. Hal 1-9.
9

3.

4. 5. 6.

7. 8. 9.

10. 11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

Jeronimo J., Morales O., Horna J. et al. Visual inspection with acetic acid for cervical cancer screening outside of low-resource setting. Pan Am J Public Health. Volume 17, No. 1. 2005. Hal 1-5. Iswara SD, Suwiyoga IK, Mayura IGP, et al. Perbandingan akurasi diagnostik lesi pra kanker serviks antara tes pap dengan inspeksi visual asam asetat (IVA) pada wanita dengan lesi serviks. Bagian Obgyn fakultas kedokteran universitas udayana. Cermin dunia kedokteran No 145. 2004. Hal 5-8 Vadehra K. Visual inspection using acetic acid and pap smear as a method of cervical cancer screening. Dept Obgyn Tribhuvan University hospital Nepal.Journal of institute of medicine. 2006. Hal 36-40 Bratcher J. Anogenital human papillomavirus coinfection and associated neoplasia in hiv positive men and women. Beth Israel medical center. The PRN notebook. Vol 13. 2008. Hal 1-13 Perhimpunan patologi serviks dan kolposkopi Indonesia. Atlas IVA. Sub Bag sitopatologi FK UI. Jakarta. 2003

18.

19.

20.

21.

10

You might also like