You are on page 1of 28

LAPORAN PRESENTASI KASUS INDIVIDU UVEITIS ANTERIOR

Oleh: Vina Satya Dilaga Sugiarto 201020401011145

Pembimbing: dr. Kartini Hidayati, Sp M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN 2012

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................................ 1 DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2 BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 BAB 3 KESIMPULAN ..................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN

Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola mata terdiri atas sklera dan kornea. Sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sklera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris,badan siliar dan koroid. Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur, mata merah tanpa kotoran mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik. Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun 37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis anterior meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika, penyakit Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple. Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik
3

terkait. Di Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50 tahun. Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh nyeri ocular, fotofobia, penglihatan kabur, dan mata merah. Pada pemeriksaan didapatkan tajam penglihatan menurun, terdapat injeksi siliar, flare, hipopion, sinekia posterior, tekanan intra okuler bisa meningkat hingga sampai edema macular.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Anatomi Uvea Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata

yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : 1. Musculus dilatator yang melebarkan pupil 2. Musculus sfingter yang mengecilkan pupil
5

Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokor. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokor. Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid. Terdiri atas suatu zona anterior yang berombak-ombak yaitu pars plikata, dan zona posterior yang datar disebut pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata yang berfungsi sebagai pembentuk humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior, kemudian lewat trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung. Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menimpali (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum badan siliar. Lapisan koroid dari luar ke dalam berturut-turut adalah suprakoroid, pembuluh darah koriokapiler dan membrane Brunch. 3.2 Definisi Uveitis anterior adalah proses radang yang mengenai uvea bagian anterior. Struktur uvea terdiri dari 3 bagian, yaitu iris, badan silier, dan koroid yang merupakan jaringan vaskuler di dalam mata, terletak antara retina dan sklera. Secara anatomis uvea dapat dibedakan menjadi uvea anterior yang terdiri dari iris dan badan silier, serta uvea posterior yang terdiri dari koroid. Sesuai dengan pembagian anatomisnya tersebut, maka uveitis juga dibedakan menjadi : Uveitis anterior, apabila mengenai iris (iritis), badan silier (siklitis), atau kedua-duanya (iridosiklitis). Uveitis posterior, apabila mengenai jaringan koroid (koroiditis). Sering disertai dengan retinitis, disebut korioretinitis. Panuveitis, apabila mengenai ketiga lokasi tersebut diatas.
6

3.3

Epidemiologi Keadaan uveitis dapat terjadi antara 10-15 % pada kasus kebutaan total

pada negara berkembang. Insidensi Uveitis di Amerika diperkirakan terjadi 15 kasus baru per 100.000 populasi setiap tahun. Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis 3.4 Klasifikasi Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis : yang nongranulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Uveitis nongranulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior. Non- granulomatosa Onset Nyeri Akut Nyata Granulomatosa Tersembunyi Tidak ada atau ringan
7

Fotofobia Penglihatan Kabur Merah Sirkum corneal Keratic precipitates

Nyata Sedang Nyata Putih halus

Ringan Nyata Ringan Kelabu besar (mutton fat)

Pupil

Kecil dan tak teratur

Kecil dan tak teratur

Sinekia posterior Noduli iris Lokasi

Kadang-kadang Tidak ada Uvea anterior

Kadang-kadang Kadang-kadang Uvea anterior, posterior, difus

Perjalanan penyakit Kekambuhan

Akut Sering

Kronik Kadang-kadang

3.5 Etiologi Penyebab uveitis anterior antara lain : Autoimun Artritis idiopatik juvenilis Spondilitis ankilosa Tuberkulosis Infeksi Sifilis Keganasan Sindrom masquerade Retinoblastoma Uveitis traumatika, termasuk trauma tembus Sindrom Reiter Lepra (Morbus Hansen) Kolitis ulserative Herpes zoster Limfoma Iridosiklitis heterokromik Fuchs Uveitis terinduksilensa Herpes simpleks Melanoma maligna Krisis glaukomatosiklitik (Sindrom Posner8

Lain-lain Idiopatik

Leukemia

Ablasio retina

Schlossman) Sarkoidosis Penyakit Crohn Psoriasis 3.6. Patogenesis dan Patofosiologi Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek Tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut. Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan selsel radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu : 1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa. 2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis non granulomatosa. Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata
9

Onkosersiasis Leptospirosis

belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses). Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier. 3.7 a. Manifestasi Klinis Gejala subyektif 1) Nyeri : Uveitis anterior akut Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri. Uveitis anterior kronik Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati bulosa akibat glaukoma sekunder. 2) Fotofobia dan lakrimasi Uveitis anterior akut Fotofobia disebabkan spasmus siliar bukan karena sensitif terhadap cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia. Uveitis anterior kronik
10

Gejala subjektif ini hampir tidak ada ataupun ringan. 3) Penglihatan kabur Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan-sedang, berat atau hilang timbul, tergantung penyebab. Uveitis anterior akut Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan aquos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin. Uveitis anterior kronik Disebabkan oleh karena kekeruhan lensa, badan kaca dan kalsifikasi kornea. 4) Mata terasa ngeres seperti ada pasir. 5) Mata merah disertai air mata. 6) Blefarospasme. b. Gejala objektif Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi. 1) Injeksi Silier Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna keunguan. Uveitis anterior akut Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva. Uveitis anterior hiperakut Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis. Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan reflex aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.

Gambar Injeksi Siliar

11

2) Perubahan kornea Keratik Presipitat Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat dibedakan : Baru dan lama : Jika baru berbentuk bundar dan berwarna putih. Lama akan mengkerut, berpigmen dan lebih jernih. Jenis sel : Leukosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit kemampuan beraglutinasi sedang dan membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar dikenal sebagai mutton fat. Ukuran dan jumlah sel : Halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis intermedia.

Gambar Keratik Presipitat Mutton fat berwarna kebuan dan agak basah. Terdapat pada uveitis granulomatosa disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, lepra, vogt koyanagiharada dan simpatik oftalmia. Juga ditemui pada uveitis nongranulomatosa akut dan kronik yang berat. Mutton fat dibentuk oleh makrofag yang bengkak oleh bahan fagositosis dan sel epiteloid berkelompok atau bersatu membentuk kelompok besar. Pada permulaan hanya beberapa dengan ukuran cukup besar dengan hidratasi dan tiga
12

dimensi, lonjong batas tidak teratur. Bertambah lama membesar dan menipis serta berpigmen akibat fagositosis pigmen uvea, dengan membentuk daerah jernih pada endotel kornea. Pengendapan Mutton fat sulit mengecil dan sering menimbulkan perubahan endotel kornea gambaran merupakan gelang keruh di tengah karena pengendapan pigmen dan sisa hialin sel. 3) Kelainan kornea Uveitis anterior akut Keratitis dapat bersamaan uveitis dengan etiologi tuberculosis, sifilis, lepra, herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan kornea.
Uveitis anterior kronik

Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descement dan neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan Descement dan vesikel pada epitel kornea. 4) Bilik mata Kekeruhan dalam bilik mata depan mata disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, sel dan fibrin. 4.1. Efek Tyndall Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran paling tepat dengan tyndalometri. Uveitis anterior akut Kenaikan jumlah sel dalam bilik mata depan sebanding dengan derajat peradangan dan penurunan jumlah sel sesuai dengan penyembuhan pada pengobatan uveitis anterior. Uveitis anterior kronik Terdapat efek Tyndall menetap dengan beberapa sel menunjukan telah terjadi perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah iris. Bila terjadi peningkatan efek Tyndall disertai dengan eksudasi sel menunjukkan adanya eksaserbasi peradangan.

13

4.2. Sel Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila efek Tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah dalam ruangan gelap dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3 mm dengan sudut 45o dapat dibedakan sel yang terdapat dalam bilik mata depan. Jenis sel : Limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan. Makrofag lebih besar, warna tergantung bahan yang difagositosis. Sel darah berwarna merah. 4.3. Fibrin Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau bercabang, warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea. 4.4. Hipopion Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah. Hipopion dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan serbukan sel leukosit berinti banyak.

Gambar Hipopion 5) Iris 5.1. Hiperemi iris Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadangkadang tidak terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hipremi ini harus dibedakan dari rubeosis iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa percabangan abnormal.

14

5.2. Pupil Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai nyeri. 5.3. Nodul Koeppe Lokalisasi pinggir pupil, banyak, bundar, ukuran kecil, jernih, warna putih keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmentasi baik pada permukaan atau lebih dalam. 5.4. Nodul Busacca Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai benjolan putih pada permukaan depan iris.Nodul Busacca merupakan tanda uveitis anterior granulomatosa.

a) Bussacas Nodules 5.5. Granuloma iris Lebih jarang ditemukan

b) Koeppes Nodules

dibandingkan dengan nodul

iris.

Granuloma iris merupakan kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti tuberculosis, lepra dan lain-lain. Ukuran lebih besar dari kelainan pada iris lain. Terdapat hanya tunggal, tebal, padat, menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila glaukoma hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan. 5.6. Sinekia iris Merupakan perlengketan iris dengan struktur yang berdekatan pada uveitis anterior karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami proses organisasi sel radang dan fibrosis iris. Sinekia
15

posterior merupakan perlengketan iris dengan kapsul depan lensa. Perlengketan dapat berbentuk benang atau dengan dasar luas dan tebal. Bila luas akan menutupi pupil, dengan pemberian midriatika akan berbentuk bunga. Bila eksudasi fibrin membentuk sinekia seperti cincin, bila seklusio sempurna akan memblokade pupil (iris bomban). Kelainan ini dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa atau nongranulomatosa, lebih sering bentuk akut dan subakut, dengan fibrin cukup banyak. Ditemui juga pada bentuk residif bila efek Tyndall berat. Sedangkan sinekia anterior merupakan perlengketan iris dengan sudut irido-kornea, jelas terlihat dengan gonioskopi. Sinekia anterior timbul karena pada permukaan blok pupil sehingga akar iris maju ke depan menghalangi pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada dasar iris, sehingga setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea menarik iris kearah sudut. Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan determinan uveitis anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik dalam bilik mata depan.

Sinekia anterior 5.7. Oklusi pupil

Sinekia posterior

Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel-sel radang pada pinggir pupil. 5.8. Atrofi iris Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis akut disebabkan oleh virus, terutama herpetik.

16

5.9. Kista iris Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah

kecelakaan, bedah mata dan insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang dilapisi epitel seperti pada epitel kornea. 6) Perubahan pada lensa. 6.1. Pengendapan sel radang. Akibat eksudasi ke dalam akuos diatas kapsul lensa terjadi pengendapan pada kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan, bulat, tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa. 6.2. Pengendapan pigmen Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius. 6.3. Perubahan kejernihan lensa Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses degenerasi-proliferatif karena

pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan tergantung pada tingkat perlengketan lensa-iris, berat dan lamanya penyakit. 7) Perubahan dalam badan kaca Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa kolagen, didepan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau bergerak. Agregasi terutama oleh sel limfosit, plasma dan makrofag. 8) Perubahan tekanan bola mata Tekanan bola mata pada uveitis dapat hipotoni, normal atau hipertoni. Hipotoni timbul karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi menunjukkan berkurangnya peradangan pada bilik mata depan. Hipertoni dini ditemui pada uveitis hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.
17

3.8 Diagnosis Uveitis sering berhubungan dengan penyakit sistemik lainnya, oleh sebab itu, ada baiknya dilakukan anamnesis yang komprehensif serta pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada setiap pasien dengan inflamasi intraokuler. Pemeriksaan yang menyeluruh tersebut dapat membantu dalam penentuan diagnosis yang tepat sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan baik. Anamnesis Riwayat penyakit sekarang; meliputi onset, gejala yang timbul, perjalanan penyakit dan gejalanya serta perawatan yang telah didapat. Riwayat penyakit mata sebelumnya; apakah ada episode penyakit dengan gejala yang sama sebelumnya, terapi dan respon terapi yang telah didapat, riwayat trauma atau operasi pada mata sebelumnya. Riwayat penyakit lain sebelumnya; riwayat penyakit-penyakit sistemik (terutama sarkoidosis, juvenile rhematoid arthritis, AIDS, tuberkulosis, dan sifilis), riwayat penggunaan obat-obatan (terutama obat-obatan

imunosupresif). Riwayat sosial; meliputi pola diet sehari-hari, pola seksual dan penggunaan obat-obatan terlarang. Data demografik; seperti: usia, ras dan jenis kelamin. Riwayat geografi; seperti: tempat lahir, lingkungan tempat tinggal, dan apakah sehabis melakukan perjalanan ke luar kota atau luar negeri. Riwayat penyakit keluarga; penyakit-penyakit sistemik yang menular dalam keluarga (seperti: tuberkulosis), riwayat menderita uveitis dalam keluarga. Tinjauan sistemik : - Umum : demam, berat badan, malaise, keringat malam - Rheumatologi : arthralgia, low back pain, joint stiffness - Dermatologi : rash, alpecia, vitiligo, gigitan serangga - Neurologi : tinitus, sakit kepala, meningismus, parestesia, paralisis - Respiratori : sesak nafas, batuk, dan produksi sputum - Gastrointstinal : diare, melena - Genitourinaria : disuria, ulkus genitalia, balanitis

18

Pemeriksaan Fisik Evaluasi tanda-tanda vital, periksa ketajaman penglihatan, periksa gerakan bola mata, periksa setiap jaringan bola mata dengan slit lamp, lakukan pemeriksaan funduskopi, dan ukur tekanan bola mata. 3.9 Pemeriksaan penunjang 1. Flouresence Angiografi FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema intraokular, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N. optikus dan radang pada koroid. 2. USG Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan retina 3. Biopsi Korioretinal Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non spesifik. Sedangkan pada uveitisanterior yang tetap tidak responsive harus diusahan untuk menemukan diagnosis etiologinya. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechets reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis).
19

Penderita uveitis anterior akut dengan respon yang baik terhadap pengobatan non spesifik, umumnya tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Sementara bagi penderita yang tidak responsif , diusahakan untuk menemukan diagnosis etiologinya melalui pemeriksaan laboratorium. Pada penderita ini sebaiknya dilakukan skin test untuk pemeriksaan tuberkulosis dan toksoplasmosis. Untuk kasus-kasus yang rekurens (berulang), berat, bilateral, atau granulomatosa, perlu dilakukan tes untuk sifilis, foto Rontgen untuk mencari kemungkinan tuberkulosis atau sarkoidosis. Penderita muda dengan arthritis sebaiknya dilakukan tes ANA. Pada kasus psoriasis, uretritis, radang yang konsisten, dan gangguan pencernaan, dilakukan pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun. Pada dugaan kasus toksoplasmosis, dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM. 3.10 Diagnosis Banding Diagnosis banding uveitis anterior adalah Konjungtivitis, Keratitis atau Keratokonjungtivitis dan Glukoma akut. Pada Konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau injeksi siliar. Pada Keratitis atau Keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaucoma akut, pupil melebar, tidak ada sinekia posterior. NO TANDA KONJUNGTIVITS AKUT Tidak atau hanya Sedikit IRIDO SKLITIS AKUT Sedang, trauma mengenai mata dan yang diurus oleh N.II GLAUKOMA AKUT Hebat, diseluruh bulbus okuli dan yang diurus oleh N.V, injeksi konjungtiva dan episklera Injeksi konjungtiva, perikornea KERATITIS Sedikit

Sakit

Injeksi

Injeksi konjungtiva

Terutama injeksi perikornea

Injeksi perikornea
20

dan episklera 3 Pupil Normal Miosis irreguler 4 Reflek cahaya Media refraksi Normal Berkurang Lebar, lonjong Berkurang sampai tidak ada Kornea keruh karena oedema, lensa:katarak stadium lanjut, COA dangkal Normal, miosis Kuat

Jernih

Kornea keruh (kreatik prespitat dan edema), COA:sel radang, pupil:oklusio, lensa:katarak, badan kaca:sel radang Sedang Perlahan

Kornea keruh karena adanya infiltrat, COA normal

6 7

Visus Timbulnya

Baik Perlahan

Buruk Tiba-tiba

Berkurang Perlahan

Gejala sistemik Pemeriks aan sekret TIO

Tidak ada

Sedikit

Muntahmuntah

Ditemukan kuman penyebab Normal

Tidak ditemukan kuman penyebab N,tinggi,turun

Tidak ditemukan kuman penyebab Tinggi sekali

Tidak ditemukan kuman penyebab Normal

10

3.11

Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan uveitis adalah mengobati proses inflamasi

pada mata secara efektif serta meminimalkan komplikasi yang mungkin timbul baik dari penyakitnya itu sendiri maupun dari terapi yang diberikan. Agar tujuan pengobatan dapat dicapai, maka diperlukan pemeriksaan yang baik, karena, beberapa kondisi memerlukan tindakan tertentu seperti pemberian obat kortikosteroid, sedangkan pada kondisi lain tidak dianjurkan karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang akan menyebabkan pembentukan katarak dan

21

meningkatkan tekanan intraokuler. Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi : Terapi non spesifik 1. Penggunaan kacamata hitam Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobia, terutama akibat pemberian midriatikum. 2. Kompres hangat Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat. 3. Analgetik Diberikan secara sistemik terutama diberikan pada kasus uveitis non granulomatosa, karena biasanya pasien mengeluhkan nyeri. 4. Midritikum/ sikloplegik, tujuan pemberian midriatikum adalah agar otototot iris dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.Midriatik dan Siklopegik ini merupakan golongan antikolinergik agent kerjanya akan memblokir respon dari otot sfingter iris dan otot dari korpus siliaris kemudian akan di stimulasi menjadi kolinergik pupil dilatasi (midriatik) dan paralisis akomodasi (siklopegik). Obat-obatan yang bersifat long acting seperti homatropine, scopolamine atau atropine, digunakan untuk mengatasi spasme siliare; sedangkan obatobatan yang durasi kerjanya lebih singkat seperti tropicamide atau cyclopentolate digunakan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior pada pasien yang menderita iridocyclitis kronik serta mengurangi gejala fotofobia. Midriatikum yang biasanya digunakan adalah: - Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes - Homatropin 2% sehari 3 kali tetes - Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes 5. Kortikosteroid Kortikosteroid merupakan terapi primer pada pasien uveitis.

Kortikosteroid menekan kerja sistem imun serta memiliki efek antiinflamasi melalui beberapa mekanisme. Kortikosteroid dapat diberikan secara topikal, melalui injeksi periokular atau intravitreal atau diberikan
22

secara sistemik. Pemberian secara topikal diutamakan pada pasien dengan uveitis anterior. Dosis sebagai berikut: Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : - Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml) - Prednisolone succinate 25 mg (1 ml) - Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml) - Methylprednisolone acetate 20 mg Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari. Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali. Pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang spesifik, seperti pengobatan inflamasi aktif di mata dan mengurangi inflamasi intra okuler di retina, koroid dan N.optikus. Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik. 6. AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid) Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan AINS dalam mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan. Pemakaian OAINS yang lama dapat mengakibatkan

komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik. 7. Imunomodulator Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam penglihatan yang sudah tidak merespon terhadap

kortikosteroid. Imunomodulator bekerja dengan cara membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi. Indikasi digunakannya imunomodulator adalah : 1. Inflamasi intraocular yang mengancam penglihatan pasien. 2. Gagal dengan terapi kortikosteroid. 3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid.
23

Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau kelainan darah dan sebelum dilakukan informed concent. Terapi spesifik Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu : Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul. Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.

Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya. Terapi terhadap komplikasi 1. Sinekia posterior dan anterior Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya. 2. Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain: Terapi konservatif : Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam Terapi bedah : Dilakukan bila tandatanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi. - Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi. - Sudut terbuka : bedah filtrasi. 3. Katarak komplikata Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah. Terapi bedah Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.
24

- Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi. - Sudut terbuka : bedah filtrasi 3.12 Komplikasi Komplikasi dari uveitis anterior dapat berupa : 1. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga

mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penupukan cairan ini bersama-samadengan sel radang

mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga terjadi glaukoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika. 2. Katarak Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolisme lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis. Prognosis penglihatan pasien dengan katarak komplikata ini tergantung pada penyebab uveitis anteriornya. 3. 4. Neovaskularisasi Ablasio retina Akibat dari tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus. 5. 6. 7. Kerusakan N.optikus Atropi bola mata Edema Makula Kistoid Terjadi pada uveitis anterior yang berkepanjangan.

25

3.13

Prognosis Prognosis dari uveitis anterior ini tergantung dari etiologi atau gambaran

histopatologinya. Pada uveitis anterior non granulomatosa gejala klinis dapat hilang dalam beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan. Pada uveitis anterior granulomatosa inflamasi dapat berlangsung berbulanbulan hingga bertahunan, kadang-kadang terjadi remisi dan eksaserbasi. Pada kasus ini dapat timbul kerusakan permanen walaupun dengan pemberian terapi terbaik. Selain itu uveitis anterior cenderung lebih cepat merespon pengobatan dibandingkan dengan uveitis intermediet, posterior atau difus.

26

BAB 3 KESIMPULAN

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan berbagai penyebab. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars plikata, yang disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata. Uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapatkan sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. .Pemeriksaan yang menyeluruh tersebut dapat membantu dalam penentuan diagnosis yang tepat sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan baik. Penatalaksanaan yang utama untuk untuk uveitis tergantung pada keparahan dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan kasus uveitis anterior berespon dengan baik jika dapat didiagnosis secara awal.

27

DAFTAR PUSTAKA

Ardy H. 2003. Diagnostik Uveitis Anterior. Cermin Dunia Kedokteran. 47-54 Eva PR, Whitcher JP. 2010. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th. Jakarta : EG Hartono. 2007. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran UGM. Ilyas, H. Sidarta, prof, dr. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 172-174 James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Erlangga. 85-94 Kansky, Jack J. 2007. Clinical Ophtalmology 6th Edition. St. Louis Sidney Toronto : Elsevier Oxford USA Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. 2009. Intraocular inflammation and uveitis. American Academy of Ophtalmology. LEO : San Fransisco. 101-13. Suhardjo, Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM. 63-9 Vaughan & Asbury. 2007. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC. 150-125 Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors. 2000. Optalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 266-78 Wijaya,Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang : Universitas Diponegoro. 75-6

28

You might also like