You are on page 1of 47

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK JIWA SKENARIO 1

GANGGUAN PSIKOTIK SKIZOFRENIA, FAKTOR RESIKO SERTA PENATALAKSANAANNYA

Disusun Oleh Kelompok 18:

Annisa Pertiwi Aryo Seno Chumaidah Nur Aini Endang Susilowati N Firza Fatchya

G0010024 G0010030 G0010044 G0010072 G0010082

M. Maulana Shofri

G0010116

Maulidina Kurniawati G0010122 Nurul Dwi Utami Rukmana Wijayanto Wahyu Aprillia G0010144 G0010170 G0010194

TUTOR: Arsita Eka P., dr., M.Kes.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Skenario Sdr. A, 18 tahun, laki-laki, pelajar SMU kelas III, dibawa ke UGD Rumah Sakit Jiwa oleh kedua orang tuanya karena tampak bingung, sering mondar-mandir dan bila diajak bicara sering tidak sambung. Dari pemeriksaan status mental diketahui bahwa pasien mengalami halusinasi auditorik dan thought insertion. Pasien juga merasa dimusuhi oleh temanteman dan tetanggannya. Menurut orang tuanya, saat ini pasien sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian akhir nasional, sehingga mereka menduga pasien mengalami stress yang berat. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa adik laki-laki ibunya juga pernah mengalami gangguan serupa.

B. Rumusan Masalah a. Apa saja jenis gangguan kejiwaan? Apa penyebab dari gangguan jiwa tersebut? b. Bagaimanakah kriteria seseorang dapat disebut mengalami gangguan kejiwaan? c. Apakah definisi kelainan organik dan psikotik dan bagaimana membedakannya? d. Apakah stress dapat menyebabkan gangguan kejiwaan? Apa saja macam stres?apakah terdapat tingkatan stress? e. Bagaimanakah manajemen stress? Mengapa tiap orang berbeda-beda dalam menghadapi stress? f. Bagaimana penjelasan simtom gangguan kejiwaan pada kasus? g. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus kejiwaan? h. Apa saja yang dapat dijadikan diagnosis banding? i. Apa saja yang menjadi faktor resiko?

j. Apakah terdapat hubungan antara riwayat penyakit keluarga dg penyakit sekarang? k. Bagaimana Prognosis pasien dan terapi apakah yang harus diberikan? l. Apa komplikasi yang dapat diderita oleh pasien?

C. Tujuan a. Dapat mengetahui macam gangguan kejiwaan dan penyebabnya b. Dapat mengetahui kriteria seseorang dapat disebut mengalami gangguan kejiwaan c. Dapat mengetahui definisi kelainan organik dan psikotik dan bagaimana membedakannya d. Dapat mengetahui efek stress, macam, tingkatan, dan manajemen stress e. Dapat mengetahui simtom gangguan kejiwaan f. Dapat mengetahui cara penegakkan diagnosis, diagnosis banding, faktor risiko, riwayat penyakit dahulu, prognosis, terapi, dan komplikasi pada pasien dalam kasus ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Stress 1. Definisi Stress adalah respon seseorang pada suatu hal atau suatu kejadian yang mengancam atau menantang individu tersebut. Sedangkan suatu hal atau suatu kejadian yang menimbulkan stress disebut dengan stressor (Feldman, 2009). Kehidupan manusia dipenuhi dengan kondisi stress. Meskipun demikian, munculnya stress dapat bervariasi pada masing-masing orang dan bersifat sangat personal dan dipengaruhi oleh multifaktor. Faktor-faktor itu di antara lain persepsi, interpretasi, dan peran seseorang dalam suatu hal/kejadian yang berpotensi menjadi stressor (Feldman, 2009). Stressor yang berupa kejadian-kejadian dalam hidup dapat

dikategorikan menjadi: a. Cataclysmic events Merupakan stressor yang kuat, muncul tiba-tiba, dan

mempengaruhi banyak orang. Contohnya adalah bencana alam dan kondisi konflik. Akan tetapi, terdapat perbedaan dari kedua contoh tersebut. Pada kejadian bencana alam, munculnya stress cenderung tidak setinggi kondisi konflik. Hal ini disebabkan oleh pada kejadian bencana alam, terdapat resolusi yang jelas, sehingga orang-orang dapat kembali memandang ke masa depan karena kejadian yang buruk telah terlewati. Selain itu juga rasa simpati antarindividu dapat lebih terbentuk, sehingga ada fungsi sosial yang mengurangi stressor. b. Personal stressors Stressor personal melibatkan kejadian-kejadian pada hidup yang khusus, seperti meninggalnya anggota keluarga, kehilangan pekerjaan, bahkan hal positif seperti pernikahan. Biasanya respon

stress yang timbul bersifat sedang, namun cenderung membaik seiring berjalannya waktu. c. Background stressors Merupakan stressor yang ringan dan biasa terjadi pada kehidupan sehari-hari dan dapat menimbulkan stress ringan. Akan tetapi, dapat pula timbul efek merugikan jangka panjang apabila berlangsung dalam jangka waktu lama dan stressor yang beragam. 2. General Adaptation Syndrome Model General adaptation syndrome model (GAS) adalah suatu model yang mengilustrasikan tahap-tahap dari efek stress jangka panjang pada suatu individu. Penggagasnya adalah Hans Seyle. Model ini mengemukakan bahwa respon fisiologis terhadap stress terdiri dari suatu pola tertentu tanpa memperhatikan sumber stressornya. Fase-fase dari (GAS) terdiri dari: a. Alarm and mobilization Muncul ketika seseorang menyadari adanya suatu stressor. Pada tahap ini sistem saraf simpatis menajdi aktif, hal ini membantu individu untuk menangani stressor yang ada. b. Resistance (adaptation to stress) Apabila stressor tetap ada, maka individu akan menginjak tahap kedua, resistensi. Pada tahap ini, tubuh akan bersiap untuk menghadapi stressor tersebut (Feldman, 2009), dikarakterisasikan oleh adanya sekresi hormon atau zat-zat kimia tertentu (Jiloha dan Bhatia, 2010). c. Exhaustion Merupakan tahap terakhir dari GAS, dimana kemampuan individu untuk beradaptasi terhadap stressor menurun menuju suatu titik dimana muncul konsekuensi negatif dari stress, dapat berupa keluhan fisik dan gejala psikologis (tidak dapat berkonsentrasi, perasaannya menjadi lebih sensitif, atau pada tingkat yang lebih lanjut dapat muncul disorientasi dan lepas dari realitas) (Feldman, 2009).

Apabila seseorang telah mencapai tahap exhaustion, hal ini dapat menjadi suatu proses pemulihan diri, dimana keluhan yang muncul akan memaksa individu untuk lepas dari stressor, hal ini akan memberikan waktu untuk mengurangi stress yang muncul. 3. Stress dan Psikoneuroimmunologi Psikoneuroimmunologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara faktor psikologis, sistem imun, dan otak. Konsekuensi stress pada tubuh dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: a. Efek fisiologis langsung, seperti meningkatnya tekanan darah, menurunnya fungsi sistem imun, meningkatnya aktivitas hormon, dan munculnya kondisi psikofisiologis. b. Kecenderungan melakukan kegiatan yang membahayakan

kesehatan, seperti meningkatnya kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol, menurunnya asupan gizi, kurang tidur, dan meningkatnya penggunaan obat. c. Sikap yang berkaitan tidak langsung dengan kesehatan, seperti berkurangnya kepatuhan terhadap pengobatan, penundaan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, dan kurangnya minat untuk menemui tenaga kesehatan (Feldman, 2009). Stress dapat mempengaruhi sistem imun karena adanya pergantian fungsi dari sistem imun, dimana sistem imun mendapat stimulasi berlebihan. Hal ini menyebabkan sistem imun yang seharusnya menghadapi patogen yang memasuki tubuh menjadi menyerang tubuh itu sendiri dan merusak jaringan tubuh yang sehat. Selain itu juga respon sistem imun akan menurun, mempermudah terjadinya infeksi dan penyebaran dari sel tumor (Feldman, 2009). 4. Manajemen Stress dan Mekanisme Koping Stress Mekanisme koping stress adalah suatu usaha untuk mengontrol, mengurangi, atau belajar untuk menoleransi suatu ancaman yang menyebabkan stress. Mekanisme ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Koping yang berfokus pada emosi, dimana individu akan mencoba untuk mengatur emosinya dalam menghadapi stress, berusaha untuk mengubah perasaan yang dialaminya tentang suatu masalah. b. Koping yang berfokus pada masalah, dimana individu akan berusaha untuk memodifikasi masalah atau sumber yang menyebabkan stress (Feldman, 2009). Terdapat pula mekanisme koping lainnya yang tidak sesuai untuk menghadapi stress karena mekanisme koping ini cenderung menghindari kenyataan dan masalah, bukannya menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, seperti: a. Avidant coping, dimana individu akan cenderung menghindari stressor. Hal ini bisa dilakukan dengan berharap sesuatu yang cenderung mustahil, atau dengan mengonsumsi obat, meminum minuman beralkohol, atau makan berlebihan. b. Defense mechanism, dimana individu akan berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan menyembunyikan stressor dari dirinya sendiri dan orang lain. Mekanisme ini akan memberi kesempatan individu tersebut untuk menghindari stress dengan berpura-pura bahwa stressor itu tidak ada. c. Emotional insulation, dimana individu berhenti merasakan emosi apapun, sehingga individu tetap tidak akan terpengaruh dan tergerak oleh suatu pengalaman positif maupun negatif (Feldman, 2009). Orang-orang yang berhasil menghadapi stress adalah orang-orang dengan hardiness (ketabahan hati, ketahanan, daya tahan). Orang-orang dengan sifat ini memandang stress dengan sikap yang optimis dan mengambil suatu tindakan untuk mengatasi stressor. Hardiness ini terdiri dari tiga komponen, yaitu: a. Komitmen, yaitu tendensi untuk bersikap total dalam apapun yang sedang individu itu lakukan disertai dengan perasaan dan keyakinan bahwa apa yang dilakukan itu penting dan berarti.

b. Tantangan.

Orang-orang

dengan

hardiness

yakin

bahwa

perubahan adalah suatu hal yang wajar dalam kehidupan. Bagi mereka, perubahan bukanlah suatu ancaman bagi kehidupan mereka. c. Kontrol, yaitu persepsi bahwa individu tersebut dapat

mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya. Pada orang-orang yang menghadapi masalah yang sangat berat, hal utama dalam pemulihan psikologis adalah derajat dari resilience. Resilience adalah kemampuan untuk tetap bertahan, mengatasi, dan berkembang setelah mengalami kemalangan yang sangat besar (Feldman, 2009). Terdapat lima keterampilan untuk manajemen stress, yaitu: a. Self Observation Observasi diri penting dalam memahami penyebab dari stress dalam hidup. Selain itu juga memberikan pandangan tentang bagaimana diri bereaksi terhadap stress dan membantu

mengidentifikasi pada tingkat stress mana yang dapat ditangani. b. Cognitive Restructuring Kemampuan kognitif berperan penting dalam stress dan proses koping. Terapi sikap kognitif dapat membantu individu untuk menyadari dan dapat mengubah pikiran, keyakinan, dan ekspektasi yang mempersulitt adaptasi. c. Relaxation Training Kemampuan seseorang untuk menenangkan diri sangat penting dalam manajemen stress. Orang dengan kemampuan relax yang baik akan dapat berfikir dengan lebih rasional dan mampu untuk merestrukturisasi kognisi yang negatif ketika dihadapkan dengan kejadian yang memicu stress. d. Time Management Hal ini penting dalam menentukan prioritas, sehingga individu dapat belajar untuk memfokuskan diri dalam tanggung jawab yang paling penting dan paling urgent. Selain itu juga mencegah

individu untuk terlarut dalam pekerjaan-pekerjaan yang tidak penting dan tidak urgent (prioritas terendah). Hal ini akan membantu individu untuk menjaga beban kerjanya lebih terkontrol. e. Problem Solving Pemecahan masalah meliputi beberapa tahap, yaitu identifikasi masalah, menciptakan beberapa alternatif, dan mengevaluasi alternatif yang ada kemudian menemukan solusi terbaik (Jiloha dan Bhatia, 2010). B. Skizofrenia 1. Definisi Merupakan sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau deteorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya (PPDGJ III,2003) Pada umunya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciusness) dan kemampuan intelektual biasanyan tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (PPDGJ III,2003).

2. Gejala-gejala a. Penampilan umum dan Perilaku Umum Tidak ada penampilan atau perilaku yang khas pada skizofrenia. Beberapa bahkan dapat berpenampilan dan berperilaku normal. Pasien dengan skizofrenia kronis cenderung menelantarkan penampilannya. b. Gangguan Pembicaraan

Inti gangguan pada skizofrenia terdapat pada proses pikiran, yang terganggu utama adalah asosiasi. Terdapat asosiasi longgar berarti tidak adanya hubungan antar ide. Kalimat-kalimatnya tidak saling berhubungan. Bentuk yang lebih parah adalah inkoherensi. Tidak jarang terdapat asosiasi bunyi karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu. Hal ini menyebabkan perjalanan pikiran pada pasien skizofrenia sulit untuk diikuti dan dimengerti. Kadang-kadang pasien dengan skizofrenia membentuk katakata baru untuk menyatakan arti yang hanya dipahami oleh dirinya sendiri atau yang dikenal dengan neologisme. Pada pasien dengan skozofrenia ketatonik sering tampak mutisme. c. Gangguan Perilaku Salah satu gangguan aktivitas motorik pada pasien skizofrenia adalah gejala katatonik yang dapat berupa stupor atau gaduh gelisah (excitement). Gangguan perilaku lain adalah stereotipi (berulangulang melakukan suatu gerakan) dan manerisme (stereotipi tertentu pada skizofrenia yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan). d. Gangguan Afek 1) Kedangkalan respon emosi , misalnya penderita menjadi tak acuh terhadap hal yang penting bagi dirinya sendiri. 2) Parathimi, apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. 3) Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi dia

menangis. a. Yang penting dari skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. b. Gangguan Persepsi Pada skizofrenia gangguan persepsi yang sering muncul adalah halusinasi, khususnya halusinasi pendengaran (auditorik atau akustik). Halusinasi penglihatan (optik) agak jarang pada skizofrenia, lebih sering pada psikosis akut yang berhubungan dengan sindrom otak organik. c. Gangguan Pikiran Gangguan pikiran yang sering muncul adalah waham. Pada skizofrenia waham sering tidak logis dan sangat bizar. Penderita tidak menginsafi hal ini dan baginya wahamnya merupakan fakta yang tidak dapat diubah oleh siapapun. (Maramis,2009)

3. Jenis-Jenis Skizofrenia a. Skizofrenia Paranoid Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti terdapat gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan. Jenis skizofrenia ini sering muncul setelah umur 30 tahun. Permulaanya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain. b. Skizofrenia Hebefrenik Permulaanya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah

gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologism atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia hebefrenik. Terdapat waham dan halusinasi.

c. Skizofrenia Ketatonik Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduhgelisah katatonik atau stupor katatonik.

d. Skizofrenia Simpleks Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.

e. Skizofrenia Residual Jenis ini merupakan jenis kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpulan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekpresi non verbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial. (Maramis, 2009)

4. Penegakan Diagnosis a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang jelas :

1) Thougth echo (isi pikiran dirinya sendiri yang berulang dan bergema dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda), Thought insertio/withdrawl (isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya), Thougth broadcasting (isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya) 2) Delusion of control (waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu dari luar), Delusion of influence (waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar), Delusion of passivity (waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar), Delusional perception (pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat). 3) Halusinasi auditorik 4) Waham-waham lain yang menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dinaggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil. b. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas : 1) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja 2) Inkoherensi 3) Perilaku katatonik 4) Gejala-gajala negatif

c. Adanya gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal) d. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseleruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai

hilangnya minat, tujuan hidup, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri dan penarikan diri secara sosial. (PPDGJ III,2003)

5. Terapi

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah : pertama untuk mengendalikan gejala aktif dan kedua mencegah kekambuhan (Maramis,2009). Prinsip-prinsip terapi : a. Tentukan target gejala b. Gunakan AP (antipsikotik) yang telah terbukti di masa lalu c. Gunakan AP yang minim efek samping d. Lama uji coba AP : 4-6 minggu, bila gagal, coba dengan AP lain. e. Single drug f. Pertahankan pada dosis efektif yang terendah.

Indikasi rawat inap di RS : diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien dan lingkungan. Terapi somatik : Psikofarmaka dan Non psikofarmaka Terapi psikososial : terapi perilaku, keluarga, kelompok dan psikoterapi individual Terapi Psikofarmaka : Antipsokotik (AP) a. AP golongan I (klasik / konvensional) : antagonis reseptor dopamin b. AP golongan II (Atipik) : antagonis reseptor dopamin 2 (D2) dan serotonin 2 (5-HT2), misal : Haloperidol, Clozapine , Olanzapine

C. Skizoafektif SKIZOAFEKTIF 1. Definisi Seperti yang diartikan oleh istilahnya, gangguan skizoafektif memiliki cirri baik skizofrenia dan gangguan afektif (sekarang disebut gangguan mood). Kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif telah berubah seiring dengan berjalannya waktu, sebagian besar karena perubahan kriteria untuk skizofrenia dan gangguan mood. Terlepas dari sifat diagnosis yangdapat berubah, diagnosis ini tetap merupakan diagnosis yang terbaik bagi pasien yang sindromaklinisnya akan terdistorsi jika hanya dianggap skizofrenia atau hanya suatu gangguan mood saja. (Shadock,2003)

3. Epidemiologi Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Tetapi angka tersebut adalah angka pekiraan,karena berbagai penelitian terhadap gangguan skizoafektif telah menggunakan kriteria diagnostik yang bervariasi. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada lakilaki dibandingkan wanita, khususnya wanita yang menikah. Usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki. Laki-laki dengan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.

(Shadock,2003)

4. Gejala Klinis Tanda dan gejala kinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Gejala skizofrenik dan gangguan mood dapat ditemukan bersama-sama atau dalam cara yang bergantian. Perjalanan penyakit dapat bervariasi dari satu eksaserbasi dan remisi sampai satu perjalanan jangka panjang yang memburuk. Banyak peneliti dan klinisi berspekulasi tentang ciri psikotik yang tidak sesuai dengan mood (mood-incongruent), isi

psikotik (yaitu halusinasi atau waham) adalah tidak konsisten dengan mood yang lebih kuat. Pada umumnya adanya ciri psikotik yang tidak sesuai dengan mood pada suatu gangguan mood kemungkinan merupakan indikator dari prognosis yang buruk. Hubungan tersebut kemungkinan berlaku untuk gangguan skizoafektif, walaupun data-datanya terbatas. (Shadock,2003).

5. Kriteria Diagnosis Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam episode penyakit yang sama, bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda. Bila seseorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi diagnosis F20.4 (Depresi pascaskizofrenia) (PPDGJ III,2003) Skozoafektif dibagi menjadi 2 tipe yanitu tipe manik dan tipe depresif. Gejala manik : a. Afek meningkat b. Hiperaktifitas fisik dan mental: 1) Hiperaktif 2) Percepatan dan banyak bicara 3) Kebutuhan tidur berkurang 4) Grandiose ideas (ide kebesaran) c. Terlalu optimis

Gejala depresi : a. Gejala utama : 1) Afek depresif 2) Hilang minat dan gembira 3) Berkurangnya energi b. Gejala tambahan : 1) Konsentrasi dan perhatian kurang 2) Harga diri dan PD berkurang 3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna 4) Pandangan masa depan suram dan pesimis 5) Gagasan / perbuatan yang membahayakan diri /badan 6) Tidur terganggu 7) Nafsu makan berkurang.

6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis yang jauh lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk dari pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Hal tersebut diatas telah dibuktikan dengan beberapa penelitian. Data penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan pasien dengan gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan gangguan pramorbid

yang buruk; onset yang perlahan-perlahan; tidak ada factor pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala deficit atau gejala negative; onset yangawal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakteristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya ataut idak adanya gejala urutan pertama dari Scheneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit. (Shadock,2003)

7. Terapi Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif dalam mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi

antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan antidepresan dan terapiel

ektrokonvulsan (ACT) sebelum mereka diputuskan tidak responsive terhadap terapi antidepresan.(Shadock,2003)

Penatalaksanaan Psikosis yaitu:

1. Terapi biologis(psikofarmaka). a. neuroleptika (obat anti psikotik). b. bila ada gejala manik:ditambah anti manik. c. bila ada gejala depresi: ditambah anti depresi.

d. pada gangguan mental organik : ditambah terapi kausal gangguan organiknya.

2. ECT(Electro Convulsive Therapy / TKL) 3. Psikoterapi : Suportif 4. Terapi Lingkungan : Manipulasi keluarga. 5.Konseling pasien dan keluarga

Beberapa topik yang dapat menjadi fokus konseling adalah : 1. Pengobatan dan dukungan keluarga terhadap pasien 2. Membantu pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari 3. Kurangi stress dan kontak dengan stres D. Delusional Disorder 1. Definisi Gangguan delusional didefinisikan sebagai suatu gangguan yang diklasifikasikan karena tidak diketahui penyebabnya dan memiliki gejala utama adalah waham. Mekipun isi yang spesifik dari waham ini dapat bervariasi pada suatu kasus ke kasus yang lain, timbulnya waham, persistensi, pengaruhnya pada perilaku serta prognosisnya memberikan suatu diagnosa yang berbeda. Sebelumnya gangguan ini disebut juga sebagai gangguan paranoid atau paranoia. Namun sekarang tidak lagi digunakan karena isi waham pada gangguan ini ternyata bervariasi yaitu dapat bersifat kebesaran/grandiose, cemburu, kejar atau persekutorik, somatic campuran. Gangguan delusional adalah suatu gangguan pada alam pikiran yaitu isi pikir, wahamnya biasanya bersifat sistematis yang biasanya berasal dari pola sentral dan bila ditentang, orang tersebut akan menunjukkan

gejala waham non bizarre dengan paling sedikit durasi penyakitnya berlangsung selama 1 bulan yang tidak dapat digabungkan dengan gangguan psikiatri yang lain. Waham nonbizarre artinya adalah suatu waham yang harus dapat terjadi pada kehidupan yang nyata, seperti merasa diikuti, terinfeksi, dicintai dari kejauhan, dan mereka terlihat seolah-olah mempunyai fenomena yang meskipun tidaknyata tetapi juga tidak mustahil. Ada banyak tipe dari waham dan yang predominan itulah yang akan menentukan tipe dari waham pada diagnosis.

2. Epidemiologi Usia onset rata-rata adalah kira-kira 40 tahun, tetapi rentang usia untuk onset adalah dari 18 tahun sampai 90 tahunan. Terdapat sedikit lebih banyak pasien perempuan. Banyak yang sudah menikah dan bekerja, tetapi mungkin terdapat hubungan dengan status sosioekonomi yang rendah.

3. Etiologi Penyebab gangguan delusional tidak diketahui. Gangguan

delusional terjadi jauh lebih jarang daripada skizofrenia atau gangguan afektif, jadi menyatakan bahwa gangguan ini adalah gangguan yang terpisah. Di samping itu, gangguan delusional mempunyai onset yang lebih lambat daripada skizofrenia dan mempunyai predominasi perempuan yang jauh lebih kurang daripada yang ditemukan pada gangguan afektif. Gangguan ini bukan semata-mata suatu stadium dini dalam perkembangan salah satu atau kedua gangguan tersebut.

Faktor Biologis Keadaan neurologis yang paling sering berhubungan dengan waham adalah kelainan yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis. Pasien yang memiliki waham yang disebabkan oleh kondisi neurologis tanpa adanya gangguan kecerdasan cenderung memiliki waham

yang kompleks yang mirip dengan yang ditemukan pada pasien dengan gangguan delusional. Sebaliknya, pasien yang menderita gangguan neurologis dengan gangguan kecerdasan seringkali memiliki waham yang sederhana yang tidak sama dengan yang ditemukan pada pasien dengan gangguan delusional. Jadi mungkin gangguan delusional melibatkan patologi dalam sistem limbik atau ganglia basalis pada pasien dengan fungsi kortikal serebral yang intak. Hipotesis bergantung pada adanya pengalaman mirip halusinasi yang perlu dijelaskan. Adanya pengalaman halusinasi tersebut pada gangguan delusional belum dibuktikan.

4. Patogenesis Walaupun patogenesis waham tidak diketahui dengan pasti, namun ada beberapa teori yang sudah dikembangkan. Pada hipotesis

pembentukan waham, kiranya perlu dipertimbangkan beberapa hal yang berikut ini, yaitu : 1) Waham terdapat pada penyakit-penyakit umum dan psikiatrik. 2) Tidak semua orang dengan gangguan tersebut mengalami waham. 3) 4) Isi waham menentukan tipe-tipe waham. Waham dapat hilang bila diberi pengobatan terhadap gangguan yang mendasar. 5) 6) Waham dapat menetap atau menjadi sistematik. Waham dapat menyertai perubahan persepsi seperti halusinasi dan gangguan sensorik. 7) Keberadaan waham dapat dikaburkan bila fungsi sosial, intelektual dan emosional tidak terganggu.

Ada 3 kategori dari Teori Pembentukan Waham :

a)

Waham yang timbul pada sistem kognitif muncul karena adanya pola yang berbeda dari motivasi yang ada (mekanisme psikodinamika dan teori fungsi sosial).

b)

Waham

timbul

sebagai

akibat

dari

defek

kognitif

fundamental yang mengakibatkan kapasitas pasien untuk membuat kesimpulan dari bukti-bukti (gangguan hubungan sebab akibat). c) Waham yang timbul dari proses kognitif yang normal menunjukkan adanya pengalaman persepsi abnormal

(mekanisme psikobiologik, hipotesis pengalaman yang menyimpang) Teori-teori ini penting untuk tidak saling mengistimewakan satu dengan yang lainnya. Keyakinan delusional yang demikian merupakan hasil yang berbeda dan melibatkan 1 atau lebih dari mekanisme psikodinamika.

5. Gambaran klinis Status mental a. Deskripsi Umum Pasien biasanya berdandan dengan baik dan berpakaian rapi, tanpa adanya bukti-bukti adanya disintegrasi nyata pada kepribadian atau aktifitas harian. Tetapi, pasien mungkin terlihat eksentrik, aneh, pencuriga atau bermusuhan. Pasien seringkali cerdik dan membuat kecenderungan yang jelas bagi pemeriksa. Apa yang biasanya paling luar biasa, tentang pasien dengan gangguan delusional adalah bahwa pemeriksaan status mental menunjukkan bahwa mereka adalah sangat normal kecuali adanya sistem waham abnormal yang jelas. b. Mood, Perasaan, dan Afek Mood pasien sejalan dengan isi waham. Seorang pasien dengan waham kebesaran adalah euforik; seorang pasien dengan waham kejar adalah

pencuriga. Adapun sifat sistem wahamnya, pemeriksa mungkin merasakan adanya kualitas depresif ringan. c. Gangguan Persepsi Menurut definisinya, pasien dengan gangguan delusional tidak memiliki halusinasi yang menonjol atau menetap. Menurut DSM IV, halusinasi raba dan cium mungkin ditemukan jika hal tersebut adalah sejalan dengan wahamnya. Beberapa pasien dengan gangguan delusional mengalami halusinasi lain, hampir semua adalah halusinasi dengar, bukan visual. d. Pikiran Gangguan isi pikiran terutama dalam bentuk waham merupakan gejala utama dari gangguan. Waham biasanya sistematis dan karakteristiknya adalah sesuatu yang mungkin, contohnya, waham dikejar-kejar, pasangan tidak jujur, terinfeksi oleh virus,dicintai orang terkenal. Contoh isi pikiran itu berbeda dengan waham bizzare pada pasien skizofrenia. e. Sensorium dan kognisi Orientasi : Pasien dengan gangguan delusional biasanya tidak memiliki gangguan dalam orientasi, kecuali bila mereka memiliki waham spesifik tentang orang, tempat, waktu. Daya ingat : Daya ingat dan proses kognitif pada pasien dengan gangguan delusional tidak terganggu. f. Pertimbangan dan tilikan Pasien dengan gangguan delusional hampir seluruhnya tidak memiliki tilikan terhadap kondisi mereka dan hampir selalu dibawa ke rumah sakit oleh orang lain. Keputusan terbaik dapat diperoleh dengan menilai perilaku pasien di masa lalu, sekarang dan perilaku yang direncanakan.

g. Kejujuran Pasien dengan gangguan delusional, biasanya dapat dipercaya informasinya, kecuali jika hal tersebut membahayakan sistem wahamnya.

6. Tipe-tipe dari gangguan delusional 1. Tipe erotomanik Di dalam tipe erotomanik waham inti adalah bahwa pasien yang terkena dicintai mati-matian oleh orang lain-biasanya seorang yang terkenal, seperti bintang film, atau atasan ditempat kerja. Pasien dengan waham erotik adalah sumber gangguan bermakna terhadap tokoh masyarakat. Gangguan delusional tipe erotomanik juga dinamakan erotomania, psychose passionelle, dan sindroma de Clerambault. Onset gejala dapat mendadak dan seringkali menjadi pusat perhatian utama pada kehidupan seseorang yang terkena. Usaha untuk berhubungan dengan obyek wahamnya biasanya dilakukan pertelepon, surat, mengirim hadiah, mengawasi atau mengintai, walaupun pasien biasanya merahasiakan wahamnya. 2. Tipe Grandios (kebesaran) Gangguan delusional tipe ini disebut juga dengan istilah megalomania. Bentuk yang paling umum dari waham kebesaran adalah keyakinan bahwa seseorang memiliki bakat atau wawasan yang luar biasa tetapi tidak diketahui atau membuat penemuan penting. Waham kebesaran mungkin memiliki isi religius dan orang dengan waham dapat menjadi pemimpin sekte religius. Contohnya di Jepang adanya sekte Aum Shin Rikyo dimana pemimpinnya adalah Asahara. Asahara mengaku dirinya sebagai Tuhan, diapun mengatakan bahwa perbuatan dosa yang paling besar adalah membunuh hewan khususnya yang berjenis serangga. Sedangkan bila pengikut sekte melakukan pembunuhan itu bukan dosa. Mungkin dinegara Jepang setiap warga negara diberikan

kebebasan untuk percaya atau tidak kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan pada pendidikan tingkat dasar, sampai tingkat tinggi tidak terdapat pendidikan Agama secara formal. Sehingga hal tersebut mungkin menjadi faktor pencetus timbulnya waham kebesaran yang memiliki isi religius. 3. Tipe cemburu Gangguan delusional tipe cemburu juga dikenal, jika waham mempermasalahkan kesetiaan pasangan, maka tipe ini dikenal sebagai paranoia konjugal dan sindrom othello. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan wanita. Gangguan ini adalah jarang, mengenai kemungkinan kurang dari 0,2 persen dari semua pasien psikiatrik. Onset sering kali mendadak, dan gejala menghilang hanya setelah perpisahan atau kematian pasangan. Waham cemburu dapat menyebabkan penyiksaan verbal dan fisik yang bermakna terhadap pasangan dan bahkan dapat menyebabkan pembunuhan pasangan. Jika seseorang terkena gangguan delusional tipe cemburu, kumpulan bukti-bukti seperti pakaian yang kusut dan noda pada seperai, dapat dikumpulkan dan digunakan untuk memutuskan waham. 4. Tipe kejar Tipe ini adalah tipe dari gangguan delusional yang paling sering ditemukan, dan merupakan tipe yang terasing. Bentuk waham presekutoriknya mungkin sederhana atau lebih rumit dan biasanya menyangkut tema tunggal atau seri tema yang berhubungan seperti, komplotan perlawanan, diburu, ditipu, dibicarakan orang,

dibuntuti, diracuni, difitnah dengan penuh kebencian, dihalangi dalam mencapai tujuan jangka panjang. Hinaan kecil dapat diperbesar dan menjadi pusat sistem waham. Orang dengan waham kejar seringkali membenci dan marah, dan mereka mungkin melakukan kekerasan terhadap orang lain yang diyakininya akan menyerang dirinya.

5. Tipe somatik Gangguan delusional tipe somatik juga dikenal sebagai psikosis hipokondriakal monosimptomatik. Perbedaan antara

hipokondriasis dan gangguan delusional tipe somatik terletak pada derajat keyakinan yang dimiliki pasien dengan gangguan delusional tentang anggapan adanya penyakit pada dirinya. Waham yang paling sering diderita adalah infeksi, infestasi serangga di atas atau di dalam kulit, dismorfobia, waham tentang bau badan yang berasal dari kulit, mulut, atau vagina, dan waham bahwa bagian tubuh tertentu seperti usus besar tidak berfungsi. Tipe ini mengenai kedua jenis kelamin dengan persentasi yang sama dan diperkirakan jarang ditemui, walaupun sebagian besar pasien kemungkinan pergi berobat ke dokter nonpsikiatrik. Riwayat penyalah gunaan zat atau cedera kepala mungkin sering ditemukan pada pasien dengan ganggguan ini. Frustasi yang disebabkan oleh gejala dapat menyebabkan beberapa pasien bunuh diri.

7. Diagnosis Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Delusional : 1. Waham yang tidak aneh (yaitu melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari infeksi, dicintai dari jarak jauh, atau dikhianati oleh pasangan atau kekasih, atau menderita suatu penyakit) selama sekurangnya satu bulan. 2. Kriteria A untuk skizofrenia tidak pernah terpenuhi. Halusinasi taktil dan cium mungkin ditemukan pada gangguan delusional jika berhubungan dengan tema waham. 3. Terlepas dari pengaruh waham-waham atau percabangannya, fungsi adalah tidak terganggu dengan jelas dan perilaku tidak jelas aneh atau kacau.

4. Jika episode mood telah terjadi secara bersama-sama dengan waham, lama totalnya adalah relatif singkat dibandingkan dengan lama periode waham. 5. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Sebutkan tipe (tipe berikut ini disusun berdasarkan tema waham yang menonjol) : 1. Tipe erotomanik : Waham bahwa orang lain, biasanya dengan status yang lebih tinggi adalah mencintai pasien. 2. Tipe kebesaran : Waham peningkatan kemampuan, kek uatan, pengetahuan, identitas atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal. 3. Tipe cemburu : Waham bahwa pasangan seksual pasien adalah tidak jujur. 4. Tipe kejar : Waham bahwa pasien (atau seseorang dekat dengan pasien) adalah diperlakukan secara dengki. 5. Tipe somatik : Waham bahwa pasien memiliki suatu cacat fisik atau kondisi medis umum. 6. Tipe campuran : Karakteristik waham salahsatu atau lebih tipe diatas tetapi tidak ada satu tema yang menonjol. 7. Tipe tidak ditentukan

8. Terapi a. Perawatan di rumah sakit Pada umumnya pasien dengan gangguan delusional dapat diobati dengan rawat jalan, tetapi ada sejumlah alasan tertentu dimana diperlukan perawatan di rumah sakit . Yaitu : Pertama diperlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap menunjukkan kondisi medis nonpsikiatris yang menyebabkan

gangguan

delusional.

Kedua

jika

pasien

tidak

mampu

mengendalikan impulsnya, sehingga dapat melakukan tindakantindakan kekerasan. Ketiga, jika perilaku pasien tentang waham telah mempengaruhi fungsi kehidupannya, sehingga

kemampuannya untuk dapat berfungsi dalam keluarga dan masyarakat berkurang. Dengan demikian memerlukan intervensi profesional untuk menstabilkan hubungan sosial atau pekerjaan. Jika dokter yakin bahwa pasien akan lebih baik jika diobati di rumah sakit, harus diusahakan untuk membujuk pasien supaya menerima perawatan di rumah sakit; jika hal tesebut gagal, komitmen hukum mungkin diindikasikan. Seringkali, jika dokter meyakinkan pasien bahwa diperlukan perawatan di rumah sakit, pasien akan secara sukarela masuk ke rumah sakit untuk menghindari komitmen hukum. b. Farmakoterapi Dalam keadaan gawat darurat, pasien yang teragitasi parah harus diberikan suatu obat antipsikotik secara intramuskular. Walaupun percobaan klinik yang dilakukan secara adekuat dengan sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi berpendapat bahwa obat antipsikotik adalah obat terpilih untuk gangguan delusional. Pasien gangguan delusional kemungkinan menolak

medikasi karena mereka dapat secara mudah menyatukan pemberian obat ke dalam sistem wahamnya. Dokter tidak boleh memaksakan medikasi segera setelah perawatan di rumah sakit, malahan, harus menggunakan beberapa hari untuk mendapatkan rapot dengan pasien. Dokter harus menjelaskan efek samping potensial kepada pasien, sehingga pasien kemudian tidak menganggap bahwa dokter berbohong. Riwayat pasien tentang respon medikasi adalah pedoman terbaik dalam memilih suatu obat. Biasanya obat diberikan dalam

dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan-lahan. Jika respon gagal dalam masa percobaan selama 6 minggu, dapat dicoba antipsikotik dari golongan lain. Adakalanya pasien dengan gangguan psikotik menolak pemberian medikasi ini, karena mereka memasukkan hal ini ke dalam sistem wahamnya, misalnya pasien curiga ada racun di dalam obat yang diberikan. Dalam hal ini perlu kebijaksanaan dokter untuk menjelaskan kepada pasien secara perlahan-lahan, bahwa sama sekali tidak ada niat untuk berbuat jahat pada dirinya Beberapa dokter menyatakan bahwa pimozide (oral) atau serotonin-dopamin antagonis mungkin efektif dalam mengatasi gangguan delusional terutama pada pasien dengan waham somatik. Penyebab kegagalan tersering adalah ketidakpatuhan. Jika pasien tidak merespon terhadap pengobatan antipsikotik, obat harus dihentikan. Dapat digunakan anti depresan atau anti konvulsan. Percobaan dengan obat-obat tersebut dipertimbangkan jika pasien memiliki ciri suatu gangguan afektif. Hasil dari pengobatan dengan serotonin-dopamin

antagonis (contoh : clozapin [Clozaril] dan risperidone olanzapine [Zyprexa]) berhyubungan dengan pengobatan sebelumnya. Pada beberapa kasus berespon baik terhadap SSRIs (selective serotonin reuptake inhibitors), terutama pada

kasuskasus gangguan morfologi tubuh.

c. Psikoterapi Elemen terpenting dari suatu psikoterapi adalah menjalin hubungan yang baik antar pasien dengan ahli terapinya. Terapi individual tampaknya lebih efektif daripada terapi kelompok. Terapi suportif berorientasi tilikan, kognitif dan perilaku seringkali efektf. Ahli terapi tidak boleh setuju atau menantang

waham pasien, walaupun ahli terapi harus menanyakan waham untuk menegakkan diagnosis. Dokter dapat menstimulasi motivasi untuk mendapatkan bantuan dengan menekankan kemauannya untuk membantu pasien mengatasi kecemasan dan iritabilitasnya, tanpa menyatakan bahwa waham yang diobati. Ahli terapi tidak boleh secara aktif mendukung gagasan bahwa waham adalah kenyataan. Kejujuran ahli terapi sangat penting. Ahli terapi harus tepat waktu dan terjadwal, tujuannya adalah agar tercipta suatu hubungan yang kuat dengan pasien dan pasien dapat percaya sepenuhnya pada ahli terapinya. Kepuasan yang berlebihan malahan dapat meningkatkan permusuhan dan kecurigaan pasien karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Ahli terapi dapat menghindari kepuasan yang berlebihan dengan tidak memperpanjang periode perjanjian yang telah ditentukan, dengan tidak memberikan perjanjian ekstra kecuali mutlak diperlukan, dan tidak toleran terhadap bayaran. Ahli terapi tidak boleh membuat tanda-tanda yang meremehkan waham atau gagasan pasien, tetapi dapat secara simpatik menyatakan pada pasien bahwa keasyikan mereka dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupannya yang konstruktif. Jika pasien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, ahli terapi dapat meningkatkan tes realitas dengan meminta pasien memperjelas masalah mereka.

d. Terapi keluarga Jika anggota keluarga hadir, klinisi dapat memutuskan untuk melibatkan mereka di dalam rencana pengobatan. Tanpa menjadi terlihat berpihak pada musuh, klinisi harus berusaha mendapatkan keluarga sebagai sekutu di dalam proses

pengobatan. Sebagai akibatnya, baik pasien dan anggota

keluarganya perlu mengerti ahwa konfidensialitas dokter-pasien akan dijaga oleh ahli terapi dan dengan demikian membantu pasien. Hasil terapi yang baik tergantung pada kemampuan dokter psikiatrik untuk berespon terhadap ketidakpercayaan pasien terhadap orang lain dan konflik interpersonal, frustasi, dan kegagalan yang dihasilkannya. Tanda terapi yang berhasil mungkin adalah suatu kepuasan penyesuaian sosial, bukannya menghilangkan waham pasien.

9. Perjalanan penyakit dan prognosis Beberapa klinisi dan beberapa data riset menyatakan bahwa stresor psikososial yang dapat diidentifikasi seringkali ditemukan pada saat onset gangguan. Sifat stresor dapat sedemikian rupa sehingga diperlukan suatu tingkat kecurigaan atau permasalahan pada pihak pasien. Contoh dari stresor tersebut adalah imigrasi yang baru dilakukan, konflik sosial dengan anggota keluarga atau teman, dan isolasi sosial. Pada umumnya, suatu onset yang tiba-tiba diperkirakan lebih sering terjadi daripada suatu onset yang perlahan-lahan. Beberapa klinisi percaya bahwa kepribadian pramorbid seorang pasien dengan gangguan delusional kemungkinan ekstrovert, dominan dan hipersensitif. Beberapa klinisi juga percaya bahwa seorang pasien dengan gangguan delusional kemungkinan memiliki kecerdasan yang dibawah rata-rata. Kecurigaan atau permasalahan awal pasien secara bertahap menjadi besar sehingga menyita sebagian besar perhatian pasien, dan akhirnya menjadi waham. Pasien mungkin mulai berselisihan dengan teman kerjanya, mungkin mencari perlindungan dari FBI atau polisi, atau mungkin mulai mendatangi banyak dokter medis atau bedah untuk berkonsultasi. Jadi, kontak awal dengan pasien mungkin bukan dengan seorang dokter psikiatrik, tetapi malahan dengan ahli hukum

tentang gugatan, dokter pelayanan primer tentang keluhan medis, atau polisi tentang kecurigaan yang bersifat waham. Gangguan delusional diperkirakan merupakan diagnosis yang cukup stabil. Kurang dari 25% dari semua pasien dengan gangguan delusional menjadi skizofrenia, kurang dari 10% pasien gangguan delusional menjadi gangguan afektif. Kira-kira 50% pasien pulih dalam follow-up jangka panjang, 20% mengalami penurunan gejala dan 30% lain tidak mengalami perubahan dalam gejalanya. Faktorfaktor berikut ini berikut ini berhubungan dengan prognosis yang baik : tingkat pekerjaan yang baik, kehidupan sosial dan penyesuaian fungsional yang tinggi, jenis kelamin wanita, onset dibawah umur 30 tahun, onset yang tiba-tiba, lama penyakit yang singkat, dan adanya faktor pencetus. Walaupun data yang dapat dipercaya adalah terbatas, pasien dengan waham kejar, somatik dan erotik diperkirakan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan waham kebesaran dan cemburu.

E. Sehat Mental 1. Definisi Menurut WHO (2011) kesehatan mental didefinisikan sebagai keadaan kesejahteraan di mana setiap individu menyadari potensinya sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya nya. (http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/en/) Sedangkan ciri-ciri sehat mental menurut WHO adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai kemampuan menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan , meskipun kenyataan itu buruk ; 2. 3. 4. Mempunyai rasa kepuasan dari Usahanya atau perjuangan hidupnya. Mempunyai kesenangan untuk memberi dari pada

menerima; 5. 6. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan; 7. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari ; 8. Mengarahkan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif; 9. Mempunyai daya kasih sayang yang besar serta mampu mendidik.

a.

Faktor-Faktor Penentu Kesehatan Mental WHO memaparkan ada beberapa faktor yang dapat menetukan kesehatan mental seseorang, diantaranya adalah faktor-faktor sosial, psikologis, dan biologis menentukan tingkat kesehatan mental seseorang pada setiap titik waktu. Misalnya, tekanan sosio-ekonomi yang terusmenerus diakui sebagai risiko terhadap kesehatan mental bagi individu dan masyarakat. Bukti yang paling jelas dikaitkan dengan indikator kemiskinan, termasuk tingkat pendidikan yang rendah. Kesehatan mental yang buruk juga terkait dengan perubahan sosial yang cepat, kondisi kerja stres, diskriminasi gender, pengucilan sosial, gaya hidup tidak sehat, risiko kekerasan dan pelanggaran HAM. Ada juga faktor psikologis dan kepribadian tertentu yang membuat orang rentan terhadap gangguan mental. Terakhir, ada beberapa penyebab biologis dari gangguan mental, termasuk faktor genetik dan ketidakseimbangan dalam hal kimia di otak. (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs220/en/)

F. Status Mental Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian klinis yang mendeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh pemeriksa dan kesan yang didapatkan dari pasien psikiatri saat dilakukan

wawancara. Status mental pasien dapat berubah setiap hari atau setiap jam. Garis besar pemeriksaan status mental adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. a. b. 4. a. b. 5. 6. a. b. c. d. e. f. g. 7. 8. Penampilan Gaya bicara Mood Subjektif objektif Pikiran Bentuk Isi Persepsi Sensorium Kewaspadaan Orientasi (orang, tempat, waktu) Konsentrasi Ingatan (segera, jangka pendek, jangka panjang) Kemampuan berhitung Dasar pengetahuan Penalaran abstrak Tilikan Penilaian

(Sadock dan Sadock, 2010)

PEMERIKSAAN MENTAL I. Deskripsi Umum

STATUS HAL

YANG

HARUS

DIKERJAKAN

A. Penampilan (istilah yang biasa Mengamati bentuk tubuh, postur, digunakan : ketenangan, pakaian, dandanan, rambut,

tampak sehat, sakit, agak sakit, dan kuku, tanda kecemasan kelihatan tua, kelihatan muda, kusut, seperti anakanak, kacau dsb.) B. Perilaku dan aktivitas psikomotor Mengamati dan/atau memeriksa cara

(termasuk di sini adalah manerisme, berjalan, gerakan dan aktivitas pasien. tiks, gerakan agitasi, stereotipik, retardasi,

hiperaktivitas,

fleksibilitas, rigiditas dll.) C. Sikap terhadap pemeriksa (bekerja Mengamati dan merasakan sikap dan sama, bersahabat, menggoda, apatis, jawaban bermusuhan, merendahkan, dll.) II. Mood dan Afek A. Mood (adalah emosi yang meresap Menanyakan tentang suasana perasaan dan terus-menerus mewarnai pasien. psikiatrik. pasien saat wawancara

persepsi seseorang terhadap dunia. Digambarkan kecewa, euforik, dsb.) B. Afek (adalah respon emosional Bagaimana perasaan anda akhir-akhir pasien yang tampak, digambarkan ini? (pertanyaan terbuka) sebagai meningkat, normal, Apakah anda merasa sedih ? mudah dengan marah, depresi, cemas, ketakutan

meluap-luap,

menyempit, tumpul dan datar)

(pertanyaan tertutup)

C. Keserasian (serasi afek atau tidak Mengamati variasi ekspresi wajah, serasi afek) irama dan nada suara, gerakan tangan, dan pergerakan tubuh.

Mengamati

keserasian

respon

emosional (afek) terhadap masalah subjektif yang didiskusikan pasien. III. Pembicaraan (digambarkan produksi bicara, dalam dan kecepatan kualitasnya, Logorrhea: bicara yang banyak sekali, Mengamati selama proses wawancara

seperti banyak bicara, tertekan, lambat, bertalian dan logis. gagap, disprosodi, spontan, keras, Flight of idea: pembicaraan dengan kata-kata yang cepat dan terdapat loncatan dari satu ide ke ide yang lain, ide-ide cenderung meloncat/ sulit

monoton, mutisme, dsb.)

dihubungkan.

Asosiasi

longgar:

pergeseran

gagasangagasan dari satu subjek ke subjek lain yang tidak berhubungan, jika berat, pembicaraan menjadi kacau atau membingungkan (inkoheren).

IV. Gangguan Persepsi (Halusinasi, ilusi, depersonalisasi, derealisasi)

Menanyakan tentang gangguan persepsi yang pernah atau sedang dirasakan oleh pasien.

Apakah anda pernah mendengar suara atau bunyi lain yang tidak dapat didengar oleh orang lain? Apakah anda dapat atau pernah

melihat sesuatu yang tampaknya tidak dilihat orang lain?

V. Pikiran A. Proses atau bentuk pikiran (termasuk Menanyakan sesuatu permasalahan

disini realistik, nonrealistik, autistik, untuk menilai bentuk dan isi pikiran irasional, dll.) pasien. waham, Waham kejar : Apakah anda merasa orang-orang memata-matai anda? Waham cemburu : Apakah anda takut pasangan anda tidak jujur? bukti apa yang anda miliki? Waham bersalah : Apakah anda merasa bahwa anda telah melakukan kesalahan yang berat? Apakah anda merasa pantas mendapat hukuman? Apakah anda merasa pikiran anda disiarkan sehingga orang lain dapat mendengarnya? (waham siar pikir). Apakah anda merasa pikiran atau

B.

Isi

pikiran

(termasuk

preokupasi, obsesi, fobia, dsb.)

kepala

anda

telah

dimasuki

oleh

kekuatan atau sumber lain di luar? (waham sisip pikir) Apakah anda merasa bahwa pikiran anda telah diambil oleh kekuatan atau orang lain? (waham penarikan

pikiran) VI. Sensorium dan kognitif A. Kewaspadaan dan tingkat kesadaran Pengamatan dan pemeriksaan secara (sadar, stupor, pengaburan, koma, somnolen, objektif (kuantitatif dengan Glasgow

letargi,keadaan Coma Scale)

fugue/fugue state) B. Orientasi (terhadap waktu, tempat, orang dan situasi) Menanyakan tentang waktu, tempat, orang dan situasi: Sekarang hari apa? Tanggal berapa ? Siang/malam ? Jam berapa sekarang? Di mana kita saat ini? Kerjanya apa ? Siapa yang mengantar/ menunggui anda?anda kenal mereka ? Bagaimana suasana saat ini? ramai? C. Daya ingat (daya ingat jauh/ remote Menilai daya ingat dengan menanyakan memory, daya ingat masa lalu yang data masa anak-anak, peristiwa penting belum lama/ recent past memory, yang terjadi pada masa muda. daya ingat yang baru saja/ recent memory serta penyimpanan dan Peristiwa beberapa bulan yang lalu, daya ingat segera/ immediate

retention and recall memory).

Peristiwa beberapa hari yang lalu, apa yang dilakukan kemarin, apa yang dimakan untuk sarapan, makan siang dsb.

D. Konsentrasi dan perhatian

Meminta pasien untuk mengulangi enam angka maju kemudian mundur.

Mengulang tiga kata, segera dan tiga sampai lima menit kemudian.

Pasien diminta mengurangi 7 secara berurutan dari angka 100. Pasien diminta mengeja mundur suatu kata sederhana.

E. Kapasitas membaca dan menulis

Pasien diminta membaca dan mengikuti apa yang diperintahkan serta menulis kalimat sederhana tapi lengkap.

Pasien

diminta

mencontoh

suatu

gambar, seperti jam atau segilima.

Menanyakan arti peribahasa sederhana, persamaan dan perbedaan benda. F. Kemampuan visuospasial Pasien diminta menghitung uang

kembalian setelah dibelanjakan, jarak antar kota. G. Pikiran abstrak

H. Sumber informasi dan kecerdasan (dengan memperhitungkan tingkat pendidikan dan status social

ekonomi pasien)

VII. Pengendalian impuls (Impuls seksual, agresif, atau lainnya) Menanyakan tentang riwayat pasien sekarang pasien selama wawancara VIII. Pertimbangan dan tilikan Derajat tilikan (kesadaran dan Menanyakan kemampuan pasien dalam aspek pertimbangan sosial, misalnya saat terjadi kebakaran (pertimbangan). 1. Penyangkalan penyakit sama sekali 2. Agak menyadari tetapi sekaligus Menanyakan kesadaran dan pengertian menyangkal 3. Menyadari tetapi melemparkan Tahukah anda kenapa dibawa / datang penyakitnya ke sini ? Apakah anda membutuhkan pasien tentang penyakitnya (tilikan) dan mengamati perilaku

pengertian pasien bahwa mereka sakit):

kesalahan pada orang lain 4. Menyadari bahwa

disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada diri pasien 5. Tilikan intelektual : menerima bahwa pengobatan / perawatan ? pasien sakit dan disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan Apakah perawatan anda di Rumah tertentu pada diri pasien sendiri Sakit ini merupakan kesalahan ? tanpa menerapkan pengetahuan

tersebut untuk pengalaman masa depan

6. Tilikan emosional sesungguhnya : kesadaran emosional tentang motif dan perasaan dalam diri pasien dan orang yang penting dalam

kehidupannya, yang dapat IX. Reliabilitas Menilai kebenaran atau kejujuran

pasien dalam melaporkan suatu situasi atau masalahnya (Skills Lab FK UNS, 2012)

BAB III PEMBAHASAN

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif, sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Sedangkan, kriteria sehat jiwa adalah menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan yang wajar, mampu bekerja secara produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidupnya, menerima baik dengan apa yang ada pada dirinya, serta merasa nyaman bersama dengan orang lain. Dalam skenario dikatakan bahwa saudara A, laki-laki yang berumur 18 tahun pelajar SMU klas III dibawa ke UGD rumah sakit jiwa oleh kedua orang tuanya karena tampak bingung, mondar-mandir, dan bila diajak bicara sering tidak nyambung. Orang tuanya menduga bahwa anak tersebut mengalami stress karena akan menghadapi ujian nasional. Dilihat dari perilakunya, orang tersebut di atas tidak mencerminkan kriteria sehat jiwa yang telah disebutkan sebelumnya, kemungkinan orang tersebut mengalami stres dan kemudian menjadi depresi. Adanya stressor yang berat dapat menjadi penyebab dari depresi tersebut. Apabila keadaan ini terus-menerus berlanjut lebih dari 2 bulan, maka patut dicurigai orang tersebut mengalami gangguan jiwa. Stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan fisik, tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres. Pasien tersebut di atas termasuk golongan orang yang mengalami distress, sehingga patut dikhawatirkan. Sedang dilihat dari gejala-gejalanya, orang tersebut sudah masuk ke tahap depresi.

Depresi adalah suatu keadaan umum dimana terjadinya pengurangan atau penurunan keadaan emosi dan mood dari suatu individu yang mengakibatkan gangguan di dalam aktivitasnya sehari-hari atau hilangnya fungsinya sebagai individu. Tanda-tanda bahwa orang tersebut mengalami depresi adalah terdapat 5 atau lebih gejala yang ditemukan di bawah ini selama periode dua minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsinya sebagai individu sebelumnya yaitu mood depresi hampir sepanjang hari, setiap hari (merasa atau tampak sedih atau kosong), hilangnya minat atau kesenangan yang jelas pada semua aspek atau hampir semua aspek sepanjang hari hampir setiap hari, insomnia, perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak tepat sehingga mengurung diri di kamar, serta terdapat gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. Gejala bukan efek psikologis langsung dari obat dan tidak lebih baik diterangkan oleh dukacita yaitu setelah kehilangan orang yang dicintai, gejala menetap lebih dari dua bulan atau diikuti oleh gangguan lainnya. Pada skenario, hasil pemeriksaan status mental di antaranya adalah, pasien mengalami halusinasi auditorik dan thought insertion, yang menadakan adanya gangguan persepsi. Keduanya merupakan salah satu gejala utama dari skizofrenia. Seseorang yang mengalami halusinasi dapat merasa melihat, mendengar, membau, atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi auditorik, yaitu seolah-olah mendengar suara yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (berbagai suara yang berbicara) atau jenis suara halusinasi yang berasal dari salah satu bagian tubuh dan muncul pada pasien dalam keadaan sadar (Jiloha et al, 2010; Maslim, 2001). Gejala lain, pasien juga mengalami thought insertion, yaitu sebuah delusi di mana pikiran seseorang dipengaruhi oleh pikiran orang lain (dari luar) atau isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion). Pasien merasa dimusuhi oleh teman-teman dan tetangganya dapat

mengindikasikan adanya waham curiga, dengan syarat memenuhi kriteria waham, yaitu 1) pasien percaya 100% bahwa isi pikirannya benar 2) bersifat egosentris 3) tidak sesuai dengan ratio logika 4) tidak bisa dikoreksi dengan cara apapun,

termasuk dengan cara yang logis dan realistis 5) pasien hidup atau berperilaku menurut wahamnya. Menurut orang tuanya, saat ini pasien sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian akhir nasional, sehingga mereka menduga pasien mengalami stress yang berat. Dalam hal ini keadaan tersebut bisa jadi merupakan stressor yang memicu anak sehingga timbullah gejala-gejala ganggujan jiwa. Apabila anak tidak bisa mengatasi stress yang ada pada dirinya maka akan timbul gejala-gejala yang bisa mengarah ke gangguan jiwa psikotik. Stresor dapat diartikan sebagai penghalang, kesukaran, dan aral melintang yang dihadapi oleh individu dalam mencapai tujuan hidupnya. Usaha penyesuaian diri untuk mengembalikan keseimbangan badan dan/atau jiwa yang terganggu disebut stres. Bila individu tidak dapat mengatasi stresor dengan baik, maka akan muncul gangguan badani, perilaku tidak sehat ataupun gangguan jiwa. Stresor dapat muncul dari luar individu misalnya tidak lulus ujian, pernikahan yang tidak harmonis, dan sebagainya. Stresor dapat juga muncul dari dalam individu itu sendiri, suatu sifat atau ciri yang terlalu menonjol, misalnya terlalu lekas marah, obsesif, dan sebagainya. Stres patologis terjadi apabila dalam usaha mengatasi stres individu tidak dapat berfungsi dengan baik, mungkin sampai timbul gangguan jiwa ataupun badan. Pada skenario dikatakan bahwa adik laki-laki ibunya juga pernah mengalami gangguan serupa. Untuk beberapa kasus pada gangguan jiwa, misal scizofrenia banyak factor-faktor yang menimbulkan gejala, antara lain yaitu stressor lingkungan dan factor genetik. Berdasarkan pembahasan yang sudah disampaikan dapat dikatakan bahwa pasien mengalami gejala-gejala yang mengarah ke diagnosis scizofrenia yaitu halusinasi auditorik, thought insertion, dan gangguan waham. Dalam PPDGJ III (2003) untuk pedoman diagnostic scizofrenia dapat ditegakkan bila ada sedikitnya ada satu gejala seperti yang sudah disebutkan di atas yang sangat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas). Untuk diagnosis scizofrenia juga harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek

perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara social.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Dari gejala-gejala yang dialami pasien serta onset terjadinya gejalagejala tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Psikotik-Skizofrenia Akut. 2. Pada Skizofrenia banyak faktor-faktor resiko, seperti pada skenario yaitu stressor lingkungan dan faktor genetik.

B. Saran 1. Untuk kondisi pasien adalah perlu diamati terus perkembangan kejiwaan pasien serta durasi terjadinya gejala-gejala yang dialami pasien. Hal tersebut perlu dilakukan karena diagnosis bisa berubah jika gejala pada pasien masih ada pada lebih dari satu bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Feldman R.S. 2009. Understanding Psychology. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Jiloha R.C., Bhatia M.S. 2010. Psychiatry for General Practitioners. New Delhi: New Age International (P) Ltd., Publishers Sadock, Benjamin J. and Virginia A. Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC. Skills Lab FK UNS. 2012. Buku Pedoman Ketrampilan Klinis untuk Semester 5. Surakarta: FK UNS. WHO. 2011. Mental health: a state of well-being.

http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/en/. Diakses Desember 2012. WHO. 2010. Mental health: strengthening our response. Diakses

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs220/en/. Desember 2012.

You might also like