You are on page 1of 24

REFERAT

SIROSIS HEPATIS

Disusun oleh :

ILMINA ISTIQNA JUAN CIPTA

Pembimbing :

dr. Henny K. Koesna Sp.PD dr. Seno M. Kamil Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Soreang Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta
1

2011

ANATOMI Hepar merupakan kelenjar terbesar pada tubuh yang berbentuk baji yang dibungkus oleh jaringan ikat (Glissons Capsule), beratnya 1500 gram (1200-1600 gram dan menerima darah 1500 ml permenit, serta mempunyai fungsi yang sangat banyak. Fungsi hepar terutama dapat dibagi menjadi tiga diantara lain dapat memproduksi dan sekresi empedu, berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, serta berperan dalam filtrasi darah, mengeliminasi bakteri dan benda asing yang masuk peredaran darah dari saluran pencernaan. Hepar merupakan satu-satunya organ yang bisa meregenerasi sendiri, jika salah satu bagian diangkat maka sisanya dapat tumbuh kembali ke besar dan bentuk semula. Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu ; 1. Facies diaphragmatika 2. Facies visceralis (inferior) Proyeksi permukaan hepar Hepar diproyeksikan pada dinding anterior abdomen setinggi xiphisternum. Batas superior kiri adalah sic V, 7-8 cm dari linea mediana dan kekana pada sic V melengkung ke bawah membentuk batas kanan , dari iga 7 hingga 11 pada linea midaksilaris. Lobus - lobus hepar Lobus-lobus hepar adalah lobus sinistra, kaudatus, kuadratus dan dekstra. Secara anatomis, pada sisi anterosuperior oleh lig. Falsiformis dibagi menjadi lobus dekstra dan sinistra. Pada sisi posterior, lobus kaudatus terletak diantara v . cava inferior dan fissura lig. Venosum . Lobus ini memiliki prosessus kaudatus ( berupa ismus jaringan hepar ) yang menghubungkannya dengan lobus dekstra. Lobus kuadratus terletak antara fossa vesika fellea dan fissura lig. Teres. Secara fungsional, lobus kaudatus dan lobus kuadratus termasuk lobus sinistra karena pendarahannya berasal dari cabang cabang a. hepatika sinistra dan v. porta serta menyalurkan empedu ke duktus hepatikus sinistra.

Segmen segmen Hepar Berdasarkan pendarahannya dan drainase empedu, hepar dibagi lagi menjadi kiri medial, kiri lateral, kanan anterior dan kanan posterior. Bagian kanan dan kiri dipisahakan oleh v. kava inferior dan fossa vesika fellea pada facies posterior dan oleh sisi kanan lig. Falsimorfis pada permukaan anterior. Segmen kiri lateral adalah lobus sinistra dengan segmen kiri medial adalah lobus kaudatus dan sebagian besar kuadratus dengan fisura lig. Venosum dan lig. Teres membatasi lobus satu dengan yang lainnya. Batas kanan anterior dan kanan posterior merupakan garis yang berjalan oblik dari permukaan anterior lobus dekstra ke sulkus v. kava. Berdasarkan perdarahan dan drainase empedu, hepar dibagi menjadi kiri medial, kiri lateral, kanan anterior dan kanan posterior. Bagian kanan dan kiri dipisahkan lagi oleh v. kava inferior da fossa vesika fellea pada facies posterior dan oleh sisi kanan lig. Falsiformis pada permukaan anterior. Segmen kiri lateral adalah lobus sinistra dengan segmen kiri medial adalah lobus kaudatus dan sebagian besar kuadratus dengan fisura lig. Venosum dan lig. Teres membatasi lobus satu dengan yang lainnya. Batas kanan anterior dan kanan posterior merupakan garis yang berjalan oblik dari permukaan anterior lobus dekstra ke sulkus v. kava. Perdarahan Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh v. porta hepatis. Cabang dari vena ini berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid. Oksigenasi darah disuplai oleh arteri hepatica. Darah meninggalkan hepar melalui v. sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui v. hepatica.Vena hepatica Satu dari beberapa vena pendek yang berasal dari lobus hepar sebagai cabang kecil. Vena ini mengarah langsung menuju v. kava inferior,mengalirkan darah dari hepar. Vena cava inferior Terbentuk dari bersatunya v. iliaka komunis kanan dan kiri, mengumpulkan darah dari bagian tubuh dibawah diaphragma dan mengalir menuju atrium kanan jantung Arteri hepatica Arteri ini merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan mensuplai 20 % darah hepar. Vena porta hepatic Pembuluh darah yang mengalirkan darah yang berasal dari seluruh traktus gastrointestinal. Pembuluh ini mensuplai 80 % darah hepar. Hepar menrima darah dari dua sumber : arterial dan vena. Perdarahan arterial dilakukan oleh a. hepatika yang

bercabang menjadi kiri dan kanan dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di posterior duktus hepatis dan dihepar menjadi segmen anterior dan posterior. Cabang kiri menjadi medial dan lateral. Kadang-kadang a. hepatika komunis muncul dari a. mesenterika superior atau a. gastrika sinistra disebut a. hepatika abberans. Mereka ini dapat menggantikan cabang-cabang normal atau merupakan tambahan. Yang paling umum dijumpai adalah a. hepatika sinistra dari a. gastrika sinistra. Darah vena dibawa ke hepar oleh v. porta yang didalam porta hepatis terbagi menjadi cabang kanan dan kiri. Vena ini mengandung darah yang berisi produk-produk digestif dan dimetabolisme oleh sel hepar. Hepar sebelah kiri dan kanan tidak mempunyai hubungan arterial. Jika terpaksa dilakukan ligasi pada salah satu cabang a. hepar, maka suplai darah dialkukan oleh anastomosis afienicus yang cukup memberikan kolateralisasi. Dari v. porta darah memasuki sinusoid-sinusoid hati lalu menuju ke lobulus-lobulus hepar untuk mencapai sentralnya. Darah arteri dan vena bergabung dalam sinusoid dan masuk kedalam vena sentral dan berakhir pada v. hepatika. Terdapat tiga vena utama yaitu: medial (terbesar), dekstra dan sinistra. Drainase limfatik Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus hepatika). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika fellea. Dari nodus hepatika, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus retropylorika dan nodus seliakus. Pada kasus karsinoma pylorus dapat terjadi metastasis retrograd ke nodus hepatika. Area nuda hepar berhubungan dengan nodus limfatius ekstra peritoneal yang mengalir ke mediastinum. Persarafan hepar Persarafan dilakukan oleh : N. simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis N. Vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis mneyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum.

Struktur Hepar Secara mikroskopis hepar tersusun dari lobulus-lobulus hepar yang berbentuk heksagonal dengan v. sentral di tengahnya. Dari vena sentral, sel-sel hepatosit dan sinusoid tersusun radier ke lateralnya. Antara dua lobulus yang berdekatan terdapat kanalis porta yang berisi a. hepatika, v. porta dan duktus biliaris. Kedua struktur tersebut membentuk asinus yang merupakan unit fungsional hepar. Jika terdapat aliran darah maka perjalannya dari arah kanalis porta hepatis dan akan berakhir pada v. sentral. Rongga sinusoid dibatasi oleh sel-sel endotelial dengan rongga-rongga interseluler yang memungkinkan plasma mengalir keluar untuk nutrisi sel-sel hati. Sel-sel endothelia ini mempunyai kemampuan fagositik, berisi sel Kupferr sistem retikuloendothelial.

SIROSIS HATI Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif . Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulun kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata yang merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan hati. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsi sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di Barat. Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis hati dari wanita (2-4,5 : 1), terbanyak didapat pada dekade kelima. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dari 19914 pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati penyakit hati (5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819 pasien sirosis hati (72,7%). Perbandingan pria dan wanita 2,2 : 1. Dari hasil biopsi ternyata kekerapan sirosis mikro dan makronodular hampir sama (1,6 : 1,3). KLASIFIKASI 1. Klasifikasi Etiologi Etiologi yang diketahui penyebabnya: Hepatitis virus tipe B dan C Alkohol Metabolik: Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha I anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit penimbunan glikogen. 7

Kolestasis kronik/ sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik. Obstruksi aliran vena hepatik, penyakit vena eksklusif, sindrom Budd Chiari, perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan. Gangglian imunologis : hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif. Toksik dan obat: MTX, INH, Metildopa. Operasi pintas usus halus pada obesitas. Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya, dinamakan sirosis kriptogenik/

heterogenous. 2. Klasifikasi Morfologi Sirosis Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal dan teratur,dalam septa parenkim hati mengandimg nodul halus dan kecil merata tersebar di seluruh lobul.Besar nodul sampai 3 mm. Sirosis Makronodular Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, nodul yang besarnya juga bervariasi. Ada nodul besar di dalanmya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim, Sirosis Campuran Sirosis mikronodular yang berubah menjadi makronodular. 3. Klasifikasi Fungsional Kompensasi baik ( laten, sirosis dini) Dekompensasi ( aktif,disertai kegagalan hati dan hipertensi portal )

1. Kegagalan hati/hepatoselular Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan menurun, kembung, mual dan lain-lain. Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas. Eritema palmaris

Asites Pertumbuhan rambut berkurang Atrofi testis dan ginekomastia pada pria lkterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan foetor hepatik. Ensefalopati hepatik. Hipoalbuminemeia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah / defisiensi protrombin.

2. Hipertensi Portal Bisa terjadi : Menigkatnya resistensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibatf ibrosis. Meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatik ke sistem portal akibat distorsi arsitektur hati. PATOGENESIS Peradangan sel hati menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan ganggaan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen bertambah dan reversible menjadi irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati.

PATOFISIOLOGIS Alcoholic Cirrhosis Sirosis alkoholik merupakan salah satu dari konsekuensi akibat penggunaan minuman alkohol yang lama. Dan sering disertai tipe perlukaan hati yang dirangsang oleh alkohol seperti fatty liver alkoholik dan hepatitis alkoholik. Sirosis tipe ini mempunyai karakteristik garis parut yang tipis dan difus, sejumlah kerusakan sel hati yang seragam, dan nodul regeneratif kecil sehingga kadangkala disebut sebagai sirosis mikronodular. Para pakar umumnya setuju bahwa alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hepar. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam pembentukan lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam lemak. Dengan intake alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblas muncul pada lokasi perlukaan dan mendeposit kolagen. Septa seperti sarang laba-laba dari jaringan ikat muncul di periportal dan zona perisentral dan akhirnya menghubungkan triad portal dan vena sentral. Jaringan pengikat yang tipis ini melingkupi sejumlah kecil massa dari sel hati yang tersisi, yang beregenerasi dan membentuk nodul. Walaupun regenerasi muncul dalam sejumlah kecil parenkim, umumnya kerusakan sel melebihi penggantian sel parenkim. Dengan kelanjutan destruksi hepatosit dan deposisi kolagen, hati mengisut, dan mendapat gambaran nodular, dan menjadi keras pada stadium akhir sirosis. Posthepatitic dan Cryptogenic Cirrhosis Sirosis posthepatitis atau postnekrotik mewakili jalur akhir dari berbagai tipe penyakit hati kronis. Sirosis nodular kasar dan sirosis multilobular merupakan sebutan lainnya. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 sampai 5 tahun. Sirosis postnekrotik adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus

10

dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral ( bridging necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut ; 1. Tipe I 2. Tipe II 3. Tipe III 4. Tipe IV : Lokasi daerah sentral : Sinusoid : Jaringan retikulin : Membran basal

Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada sirosis, pembentukan jaringan kolagaen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga asidosis laktat merupakan faktor perangsang. Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis/nekrosis bridging

11

dengan melalui hepatitis kronik agresif didikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan hati. Hati posthepatitis biasanya mengecil dalam ukuran, mempunyai bentuk yang irreguler, dan terdiri dari nodul-nodul sel hati yang dipisahkan oleh pita-pita fibrosis yang tebal dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan impresi secara makro. Sirosis posthepatitis mempunyai karakteristik : kehilangan sel hati yang luas, kolaps stromal dan fibrosis yang menyebabkan pita lebar dari jaringan ikat yang berisi sisa dari portal triads, dan nodul irregular dari hepatosit yang beregenerasi. Biliary Cirrhosis Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari sistem bilier intrahepatik maupun ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan ekskresi bilier yang terganggu, destruksi dari parenkim hepatik, dan fibrosis yang progresif. Sirosis bilier primer terkarakteristik dengan inflamasi kronik dan obliterasi fibrous dari duktus-duktus kantung empedu intrahepatik. Sirosis bilier sekunder merupakan hasil dari obstruksi lama dari duktus ekstrahepatik yang lebih besar. Walaupun Sirosis bilier primer dan sekunder dipisahkan secara patofisiologi namun dengan sebab awal yang sama, banyak gejala klinis yang mirip. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam sel-sel hepar. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti sirosis laennec. Hepar membesar, mengeras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan primer dari sindrom, demikian pula pruritus , malabsorpsi dan steatorea. Cardiac Cirrhosis Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju penyakit liver kronis dan sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis dari fibrosis dan nodul regeneratif membedakan sirosis kardiak dari kongesti pasif dari hati akibat gagal jantung

12

akut dan nekrosis hepatoselular akut (shock liver) yang diakibatkan dari hipotensi sistemik dan hipoperfusi dari liver. Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd dari tekanan vena yang meningkat melalui vena kava inferior dan vena hepatik menuju kongesti dari hepar. Sinusoidsinusoid hepar menjadi terdilatasi dan terisi penuh darah, dan liver menjadi bengkak dan tegang. Dengan kongesti pasif yang lama dan iskemia dari perfusi sekunder yang buruk sampai output jantung yang berkurang, nekrosis darei sentrilobular hepatosit menyebabkan fibrosis pada daerah-daerah sentral ini. Akhirnya, terjadi fibrosis sentrilobular, dengan kolagen menjulur keluar dalam karakteristik pola stellate dari vena sentral. Pemeriksaan luar dari hepar menunjukkan warna merah yang lain (terkongestif) dan daerah yang pucat (fibrotik), sebuah pola yang sering disebut nutmeg liver. Kemajuan dalam penanganan gangguan jantung, dan kemajuan dalam ilmu pengobatan bedah, telah mengurangi frekuensi sirosis jantung. MANIFESTASI KLINIS Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan pasien mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung , mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah dekompensata gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Mungkin disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air seni berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan atau tanpa melena, serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, binggung, agitasi sampai koma. Temuan klinis sirosis meliputi spider angioma spider angiomata (atau spider teleangiektasi), suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan dibahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio ekstradiol atau testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.

13

Eritemapalmaris, warna merah saga pada thenar atau hipothenar telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hiperteroidisme, dan keganasan hematologi. Perubahan kuku-kuku muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Ditemukan juga pada kondisi sindromnefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertropi periostisis prolifatikkronik menimbulkan nyeri. Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasiapalmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik tidak berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada DM, Distrofirefleksimpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mamae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenidion. Selain itu ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan kearah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonodisme menyebabkan impotensi dan infertil. menonjol pada alhoholik sirosis dan hemakromatosis. Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetorhepatikum, bau napas yang khas pada sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan portosistemik yang berat. Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Tanda ini

14

Asteriksis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepakan dari tangan, dorsofleksi tangan. Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya : demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis, pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infilterasi lemak, fibrosis dan edema. Diabetes Melitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel pankreas. DIAGNOSIS Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Test fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. 1) Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamilpiruvat transaminase (SGPT) meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis. 2) Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. 3) Gama Glutamil Transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkalifosfatase pada penyakit hati. Meninggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain mengindiksi GGT mikrosomal hepatik,juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. 4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, namun bisa meningkat pada sirosis lanjut. 5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.

15

6) Globulin, konsenterasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen baketri dari sistem porta ke jairngan limfoid, selanjutnya mengindukasi produksi imunoglobulin. 7) Waktu Protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis meanjang. 8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi aiar bebas. 9) Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacan-macam, anemia normokrom, normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan nitropenia akibat splenomegali kongestif dengan hipertensi sehingga terjadi hipersplenisme. 10) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudaut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya masa. Pada sirosis lanjutan, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan echogenitas parenkimal hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, tombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. 11) Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. Subaryono Soebandiri mernformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda di bawah ini sudah dapat menegakkan diagnosis sirosis hati dekompensasi. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Asites Splenomegali Perdarahan varises (hematemesis) Albumin yang merendah Spider nevi Eritema palmaris

16

7.

Venakolateral

KOMPLIKASI Sirosis hati yang berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi: 1. Kegagalan hati, timbul spider naevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati dan lain-lain. Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati. 2. Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esophagus / cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut. Bila penyakit berlanjut maka dan kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi lain berupa: 1. Peritonitis Bakterial Spontan Infeksi cairan asites oleh 1 jenis bakteria tanpa ada bukti infesi sekunder intraabdominal. 2. Sindrom Hepatorenal- terjadi fungsi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum,kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal, kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. 3. Hipertensi portavarises esophagus. 20%-40% pt sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. 4. Ensephalopati Hepatik- kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. PENATALAKSANAAN Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 1. Simtomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cuku

17

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin. c. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti: a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB. Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati. 3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti 1. Astises 2. Spontaneous bacterial peritonitis 3. Hepatorenal syndrome 4. Ensefalophaty hepatic Bila tidak ada koma hepatik maka diberikan diet hepar yaitu ; Diet protein 1g/kgBB dan kalori 2000-3000 kkal/hari. Diet rendah protein terdiri dari

18

Diet Hepar I

: terdiri dari karbohidrat 200 kalori, garam 600-800 mg tanpa mengandung protein. Diet ini biasanya diberikan pada pasien yanng memperlihatkan tanda-tanda ensefalopati hepatikum atau koma hepatikum

Diet Hepar II Diet Hepar III

: terdiri dari protein 1 gram/kgBB, karbohidrat 200 kal, garam 600-800 mg. Biasanya diberikan pada kasus sirosis disertai dengan ascites. : terdiri dari protein, 1 gram/ kgBB, karbohidrat 200 kal, garam 10001200 mg. Biasanya diberikan pada kasus sirosis disertai dengan ascites minimal.

Diet Hepar IV

: terdiri dari protein 80-125 gram/hari, karbohidrat 2000-3000 kal. Biasanya diberikan pada kasus sirosis dengan proses yang tidak aktif.

Terapi Asites A. Terapi Medis 1. Istirahat dan Diet Rendah Garam Posisi berdiri pada pasien sirosis hati akan menyebabkan aktivasi sistem reninangiotensin aldosteron dan saraf simpatik. ltu berarti efek antidiuretik akan meningkat dan natriuretik akan menurun. Istirahat di tempat tidur akan sangat bermanfaat untok pasien asites karena sirosis hati. Konsumsi garam empedu perlu dikurangi hingga kira-kira 40-60 rnEq/hari. Kira-kira 20 % pasien asites akan mengalami perbaikan diuresisnya hanya dengan istirahat dan diet rendah garam. 2. Diuretik Diuretik yang sampai saat ini paling banyak dipakai adalah diuretik distal khususnya spironolakton dan diwetic loop terutama filrosemid. Diuretik Distal Diuretik distal sering disebut sebagai diuretik hemat kalium karena diuretik ini mampu menahan reabsorpsi garam pada tubulus kolektivus. Sebenarnya potensi natriuretik diuretik distal lebih rendah dibandingkan dengan diuretik loop. Spironolakton efektif untuk memperbaiki natriuretik pada pasien hiperaldosterooisme primer ataupun sekunder dan orang sehat

19

yang mendapat diet rendah garam. Spironolakton memacu natriuretik dan antikaliuretik dengan cara menyaingi pengaruh aldosteron pada reseptornya yang terletak di tubulus kolektivus. Dosis efektif spironolakton sebanding dengan tingginya kadar aldosteron dalam darah. Pasien dengan kadar aldosteron plasma yang meningkat sedikit sampai sedang biasanya cukup dengan dosis rendah yakni 100-200 mg/hari. Diuretik Loop Diuretik loop merupakan salah satu diuretik yang potensinya paling tinggi dalam menciptakan diuresis dan natriuresis. Diuretik loop hanya mampu memperbaiki natriuresis pada kira-kira 50 % pasien sirosis tanpa azotemia. Rasionalisasi Terapi Diuretik pada Asites Karena Sirosis Hati Diuretik terpilih untuk asites karena sirosis hati adalah spironolokton. Spironolakton dapat memacu natriuresis pada sebagian besar kasus. Kombinasi antara spironolakton dan ftirosemid secara teori dapat meningkatkan natriuresis dan diuresis. Kombinasi tersebut juga dapat meminimalkan hipericalemia yang disebabkan oleh spironolakton. Dosis permulaannya biasanya terdiri atas spironolakton 100 mg/hari dan furosemid 20-40 mg/hari. Dosis ini selanjutnya disesuaikan dengan natriuresis dan diuresisnya setiap 4-5 hari. Biasanya dosis spironolakton sehari tidak lebih dari 400 mg dan ftirosemid 160 mg/hari. Apabila dosis total sehari sudah dicapai sedangkan diuresis dan natriuresis behim memadai harus dipikirkan kemungkinan suatu asites refrakter. Setelah mobilisasi cairan asites tercapai dosis diuretik harus disesuaikan. Pada umunmya diet rendah garam dan spironolakton tetap diperlukan untuk mencegah asites terbentuk lagi. 3. Terapi Parasentesis Abdomen Parasentesis abdomen untuk mengeluarkan cairan asites terutama bermanfeat membantu menegakkan diagnosis, sementara sebagai alat terapi umumnya baru digunakan setelah pengobatan medikamentosa kurang memberikan respon. Indikasi Diagnostik

20

Pengeluaran sejumlah kecil cairan asites (20-50 ml) merupakan pemeriksaan rutin pada pasien dengan cairan di rongga abdomen. Kepentingannya adalah untuk memastikan penyebab asites atau menentukan adanya asites yang terinfeksi seperti peritonitis bacterial spontan (spontaneous bacterial peritonitis) pada pasien sirosis hati. Parasentesis abdomen adakalanya diperlukan guna mengatasi distensi abdomen atau sesak napas akibat tekanan asites yang belum terlalu banyak karena pertimbangan masa perawatan yang lebih panjang dan biaya yang lebih tinggi bila hanya memakai diuretik saja. Kontraindikasi Gangguan pembekuan darah Masa protrombin memanjang > 5 detik control Trombosit <50.000 /mm

Ileus obstruktif Infeksi pada dinding perut Kontraindikasi relatif Pasien tidak kooperatif Riwayat operasi laparatomi berulang

21

22

PROGNOSIS Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain. Berdasarkan klasifikasi Child Parameter klinis ilirubin serum lbumin serum sites nsefalopati utrisi Kombinasi skor : 5-6 (Child A), 7-9 (Child B), 10-15 (Child C) Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C berturut-turut 100, 80, 45 % N E B <2 > 3,5 A Nihil Nihil A Sempurna 1 23 3 3,5 Mudah dikontrol Minimal Baik : 2 >3 <3 Sukar Berat/ Koma Kurang/ kurus 3

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Harrisons 2005. principle of internal medicine, 16 ed. Editor Kurt J. Isselbacher, A.B, MD, Eugene Braunwald, et. Al, Boston 2. Husadha Y. Fisiologi dan Pemeriksaan Biokimia Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 1996. Balai Penerbit FK UI Jakarta 3. Jay H. Stein,MD, Panduan Klinik Ilmu Pnyakit Dalam, edisi 4 EGC, Jakarta. 2006 4. Sylvia A. Price 2005. Patfisiologi : Konsep klinik proses-proses penyakit, ed. 6, vol 2. editor : Sylvia A. Price, lorraine M. Wilson 5. www.emedicine.com. Chirrosis Hepatis 6. www.emedicine.medstudents.com. Description of Chirrosis Hepatis 7. www.usumedan.co.id. sirosis hepatis, sri maryani sutadi, fakultas kedokteran Universitas Sumatra Utara, bagian ilmu penyakit dalam

24

You might also like