You are on page 1of 15

Penguatan Etika Pengadaan Barang dan Jasa Publik Sebagai Upaya Mengurangi Korupsi di Indonesia (Strengthening Public Procurement

Ethics to Reduce Corruption In Indonesia)


Qurrotul Ayuni Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: qurray.yoen@gmail.com

Abstract Procurement of goods and services is a vital part of the public sector to obtainand meet their needs, such as logistics, facilities and goods that is used foragency operations. In line with the policy of decentralization, procurement processes (procurement) of goods and services in Indonesia are now no longer held centrally. But so far aim to create a procurement system that is still far from ideal. Corruption and bribery in the procurement of goods and services has spread widely, and estimating account for about 70% of cases of corruption that exists, and there is a leakage of funds about 30% or about Rp 100 trillion per year. Necessary to reduce corruption procurement process more transparent and accountable to the government tried to take advantage of internet technology is the E-Procurement. Besides, there is something important enoughto put into practice by all parties involved in the procurement process, the ethical procurement of goods and services. Strengthening of ethical procurement of goods and services that promote probith and forsiight manner to allow buyer sand suppliers to deal with each other based on mutual trust and mutual respect.

Keywords: Public Procurement, Ethics Strengthening, Corruption in Public Sector, E-Procurement (E-GP).

1. PENDAHULUAN Pengadaan barang dan jasa publik telah menjadi bagian dari sejarah yang panjang (Thai, 2001: p.10; Mahmood, 2010: p.110). Kegiatan pengadaan publik berkaitan pula dengan kerangka pengelolaan keuangan negara, dimana tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia, tidak hanya bagi negara-negara berkembang tetapi juga negara maju seperti Amerika, negara-negara di Eropa dan Amerika Latin (Hassim, et al., 2010: p.1; Chen, 2008: p.3; Tukamuhabwa, 2012: p.42; Fletcher, 2006: p.77; Verma, 2007: p.1).
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

Pengadaan barang dan jasa publik menyerap antara 15%-30% dari Gross Domestic ProductGDP (PPDC, 2011: p.16; Eyaa, et al., 2011: p.35; koktas, et al., 2009: p.91; Tukamuhabwa, 2012: p.34; Schapper, et al., 2006: p.2; Mahmood, 2010: p.107; Kucharski, 2009: p.1; Taufik, et al., 2010: p.259; Adebiyi, et al., 2010: p.75). Terdapat perbedaan amount of public procurement di setiap negara, seperti di Amerika serikat menurut Carter & Grimm (2001) yang dikutip Mathhew (2005: p.389) yaitu sebesar 20% dari GDP, Sedangkan chile hanya 10% dari GNP dan Biaya Procurement di Brazil bisa mencapai diatas U$14 Miliar setiap tahunnya (Kucharski, 2009: p.1-2), di Australia menggunkan 22.9% dari GDP atau sekitar $AUD232 Miliar (Callender, 2010: p.27), sedangkan di Indonesia yaitu sebesar 30% dari GDP (Bahagia, 2011: p.10). Proses pengadaan barang dan jasa tidak lepas dari tarik ulur kepentingan politik dan sangat sensitif karena melibatkan sejumlah besar uang publik bahkan dalam konteks ekonomi nasional (Fletcher, 2006: p.78; Schapper, et al., 2006: p.2; Taufik, et al., 2010: p.259; Mathhew, 2005:p.391). Untuk itu diperlukan ethical behavior dan saling bersinergi bagi semua elemen yang terlibat dalam proyek pengadaan barang dan jasa publik karena setiap keputusan yang di ambil akan berpengaruh pada publik (Glas & Michel Ebig: p.127-128). Etika dan kejujuran merupakan pertimbangan penting dalam keseluruhan proses pengadaanProcurement is a hot bed of ethical challenges because the decisions and choices made in procurement affect the entire public sector. (Mlinga, 2008: p.2). Dalam paper ini akan di bahas mengenai proses pengadaan barang dan jasa publik di Indonesia dan permasalahannya, tidak lain karena Indonesia merupakan negara yang menyerap 30% dari GDP, angka yang cukup besar. Dalam paper ini juga mencoba menawarkan suatu alternatif yaitu penguatan etika pengadaan barang publik untuk mengurangi korupsi yang semakin berkembang dalam praktik kegiatan pengadaan publik di Indonesia.

2. PENGADAAN BARANG DAN JASA PUBLIK Pengadaan barang dan jasa tidak lepas dari dunia bisnis. Fungsi pengadaan itu sendiri telah berkembang dalam sosok dan kompleksitas sebagai fungsi bisnis dalam organisasi (Allen, et al., 2009: p.94). Menurut Sanchez-Rodrigues et al., (2006) yang di kutip oleh Hu & Chen Lai Hsu (2008: p.1) Purchasing is a key function in the economic activity of business supply chain management. Dalam masyarakat Eropa,
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

pengadaan barang dan jasa pada sektor publik merupakan bisnis yang cukup besar, dapat dihitung sebanyak 15% dari GDP masyarakat. (koktas, et al., 2009: p.91). Kegiatan pembelian untuk sektor publik semakin kompleks daripada sebelumnya (McCue, 2001: p.72). Untuk itu reformasi dalam praktek pengadaan publik dan proses yang tak terelakkan, mengingat perubahan sosial dan teknologi yang semakin kompleks supaya lebih efektif dan efisien (Qio & Cummings, 2003: p.216; Eyaa, et al., 2011: p.36; Mathhew, 2005: p.396; Schapper, et al., 2006: p.7). Pemerintah telah banyak mencoba mengadopsi berbagai macam bentuk pengadaan barang dan jasa (Clark, 2011: p.12), mulai dari terpusat hingga terdesentralisasi karena proyek pengadaan barang dann jasa adalah meruapakan wilayah yang sangat penting dalam manajemen proyek (Hassim, et al., 2010: p.2-3). Pembelian yang tersentralisasi sudah menjadi hal yang umum menurut Thai (2001: p.12): Centralized purchasing has gradually become common in state and local government. However, the centralization trend has been challenged in recent years. Many practitioners and researchers have contended that purchasing authority, especially in government, must be decentralized in order to provide more responsive support to end users, eliminate bureaucratic obstacles to program accomplishment, improve inter-departmental coordination, and empower service delivery managers to procure what they need without impediment by a centralized organization.

Desentralisasi dilakukan dalam upaya untuk memiliki keleluasaan yang lebih untuk mendesentralisasikan kontrol fungsi seperti kontrol anggaran dan fungsi personil (McCue, 2001: p.91). Sejalan dengan kebijakan demokratisasi dan desentralisasi, proses pengadaan (procurement) barang dan jasa di Indonesia kini tidak lagi dilaksanakan secara sentralistis. Diantara jajaran pemerintah pusat, mekanisme pengadaan tidak lagi dilaksanakan oleh sebuah departemen teknis saja tetapi dilaksanakan di dalam sebuah sistem yang melibatkan banyak kementerian dan lembaga yang masing-masing berbeda fungsi dan peranannya. Proses pengadaan barang dan jasa hampir di seluruh dunia menggunakan proses tender atau penawaran procurement by open tendering is the default method of procurement and accounts for the largest share of the value of procured goods and services (OECD&ADB, 2006: p.15). Begitu juga di Indonesia diberlakukan sistem tender, walaupun tender bukan satu-satunya metode yang digunakan, akan tetapi tender
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

lah yang sering di pakai. Di bawah ini terdapat gambar proses pengadaan barang dan jasa publik di Indonesia. Gambar 1. Proses Pengadaan Barang dan Jasa

Sumber: (LKPP, 2011: p.8) Untuk membantu pengguna barang dalam melaksanakan pengadaan dapat dibentuk Panitia Pengadaan. Lingkup tugas panitia dapat melaksanakan seluruh proses pengadaan mulai dari penyusunan dokumen pengadaan, menyeleksi dan memilih para calon penyedia barang dan jasa, meminta penawaran dan mengevaluasi penawaran mengusulkan calon penyedia barang dan jasa dan membantu pengguna dalam menyiapkan dokumen kontrak, atau sebagian dari tugas tersebut. Mempertimbangkan begitu kompleksnya kepentingan dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa, maka Pemerintah menerapkan peraturan sebagai dasar untuk melindungi berbagai kepentingan dalam proses pengadaan pemerintah dari nilai-nilai atau norma-norma yang menyimpang dan mengakibatkan kerugian para pihak dalam pengadaan. 2.1 KERANGKA HUKUM Banyak negara berkembang telah mengadopsi undang-undang dan peraturan pengadaan sebagai upaya untuk memastikan bahwa pengadaan barang dan jasa di lakukan melalui proses yang terbuka dan kompetitif (Taufik, et al., 2010: p.260;). Mayoritas negara negara di wilayah (Australia; Bangladesh; P.R. China; Hong Kong,
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

China; Indonesia; Japan; Korea; the Kyrgyz Republic; Mongolia;

Pakistan; Palau;

Philippines; Singapore; Vanuatu; Vietnam) have telah memiliki regulasi hukum pengadaan barang dan jasa yang applicable, komprehensif dan dan luas (OECD & ADB, 2006: p.11), selain itu regulasi juga dapat mengurangi diskresi A highly regulated procurement environment is designed to minimize discretion in circumstances

considered to be at high risk from undue influence (Schapper, et al., 2006: p.6) Indonesia sendiri telah menyelesaikan penyusunan kerangka regulasi sejak tahun 2000 (OECD & ADB, 2006: p.11). Saat ini pemerintah Indonesia memiliki kerangka hukum yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk menggantikan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Prabowo & Widita, 2011: p.42). Keppres Nomor 80/2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah banyak dikeluhkan karena dinilai terlalu kaku dan birokratis. Perpres ini dinilai menghambat penyerapan anggaran, untuk itu akan direvisi agar tidak terlalu birokratis. Selain Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, peraturan lain yang mendasari pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yaitu UU No.18 tahun 1999 (tentang Jasa Konstruksi) dan Peraturan Pemerintah No.29 tahun 2000 (tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi), merupakan peraturan jasa konstruksi yang mendasari proses pengadaan barang dan jasa. Sebagian besar anggaran pemerintah terserap oleh pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, gedung layanan umum, bendungan). UU No.1 tahun 2004 mengenai Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa penyelenggaraan keuangan negara dilakukan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengadaan barang dan jasa yang menggunakan anggaran negara harus dapat dipertanggungjawabkan baik secara administrasi dan memberikan kontribusi dalam memakmurkan rakyat. Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2006 mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah menjelaskan bahwa pengelolaan barang milik daerah dapat dilakukan dengan beberapa cara: Perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penilaian, pengapusan, pemindahtanganan, penatausahaan dan pembinaan. Ketidakpatuhan akan aturan yang ada menjadi permasalahan yang sering kali muncul dalam proses pengadaan barang dan jasa (Taufik, et al., 2010: p.258-259; Tukamuhabwa, 2012: p.34; Eyaa, et al., 2011: p.35; OECD&ADB, 2006: p.16). Kemampuan pemerintah untuk menerapkan aturan dan peraturan akan tergantung pada
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

kualitas lingkungan

peraturan,

tumbuh

internasional tekanan dan

intensifikasi dari

agenda reformasi (Beh, 2007: p.19) Kepatuhan juga dapat dijadikan ukuran tercapainya tujuan The level of compliance to procurement regulations can therefore determine whether a government meets its goals and objectives or not as well as affect many internal and external stakeholders (Eyaa, et al., 2011: p.35).

2.2 KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA Negara-negara di Asia dan Pasifik sudah mulai khawatir dengan semakin berkembangnya korupsi yang dapat menghambat kondisi politik, ekonomi dan pembangunan sosial (Myint, 2000: p.34; OECD&ADB, 2006: p.20; Tukamuhabwa, 2012: p.40; Compte, 2005: p.2; Mahmood, 2010: p.103), Corruption is like cancer, retarding economic development (Aboyelu, 2007: p.4), Corruption which is equal to monopoly plus discretion, minus accountability has serious "impediment to sustainable development especially in developing countries (Aboyelu, 2007: P.21). Kekhawatiran akan dampak korupsi ini kemudian memunculkan kelompok antikorupsi di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia (Burguet, 2004: p.51; Mlinga, 2008: p.12). Korupsi dan penyuapan dalam pengadaan barang dan jasa telah menyebar secara luas Bribe taking in competitive procurement, whether public or private, is widespread (Burguet, 2004: p.50), dan dampaknya cukup dramatis the effect of corruption on price competition may be much more dramatic than a mere transfer from the government to the bureaucrat (Compte, 2005: p.2), sedangkan menurut Taufik, et al., (2010: p.262) The risk of corruption and lack of transparency in public procurement are major impediments to sustained economic growth through investment and trade. Reducing corruption-tainted public purchases is a central but difficult task. It will become more successful as fighting corruption becomes increasingly important a key policy concern in more countries. Terdapat data yang mencengangkan bahwa kasus korupsi atau penyimpangan dana dari 27 ribu kasus penyimpangan, sekitar 70 persennya merupakan kasus pengadaan barang dan jasa. Jumlah belanja pengadaan barang dan jasa Indonesia, per tahun mencapai sekitar Rp 450 triliun dari total anggaran belanja negara yang mencapai Rp 1.370 triliun. Dari jumlah anggaran pengadaan barang dan jasa itu, sekitar 30 persen terdapat kebocoran dana atau sekitar Rp 100 triliun per tahunnya (dikutip dari www.suaramerdeka.com/diakses pada 23 Maret 2012).
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

Dan maraknya korupsi pengadaan barang dan jasa terjadi lantaran kolusi antara panitia lelang dan rekanan, antara sesama rekanan, monopoli dan premanisme, serta kurangnya akses publik ke pasar pengadaan barang. Selain itu, juga karena kurangnya integritas panitia, tidak transparan dan akuntabel, serta penyalahgunaan wewenang (dikutip dari www.kpk.go.id/diakses pada 23 Maret 2012). Konsep transparansi dan akuntabilitas sangat signifikan dalam pengadaan barang dan jasa The concepts of transparency and accountability are nowhere more significant in public administration than in procurement, which may account for more than a third of all of a governments outlays (Schapper, et al., 2006: p.1). Transparency is considered as one of the most effective deterrents to corruption and precondition for ensuring public officials accountability. Transparency allows the public the widest possible access to documents that enables citizens and businesses scrutinize how the powers vested in public procurement officials exercise their authority (Taufik, et al., 2010: p.269; Schapper, et al., 2006: p.4; Mardiasmo, et al., 2008: p.11) Cara untuk meningkatkan transaparansi yaitu adanya pelibatan masyarakat To increase transparency, citizens have also been involved in overseeing the opening and analysis of the bidding offers (Yilmaz, et al., 2008: p19). 2.3 E-GOVERNMENT PROCUREMENT (E-GP) Perkembangan mengenai tekhnologi semakin berkembang akhir-akhir ini, dan sudah merambah ke pemerintahan (Markellos, et al., 2007: p.67). Perkembangan tekhnologi bagi sektor publik salah satunya yaitu penggunaan tekhnologi untuk proses pengadaan barang dan jasa A number of public sector agencies worldwide have identified Electronic Procurement (e-Procurement) as a priority e-Government agenda and have implemented or are in the process of implementing buy side e-Procurement systems (Vaidya, et al., 2006: p.70; 2006: p.75; Jang, 2010: p.224; MacManus, 2002: p.5; Leipold, 2007: p.2; Adebiyi, et al., 2010: p.74; Qio & Cummings, 2003: p.216; Taufik, et al., 2010: p.270-271). Penggunaan e-procurement dapat menghemat dan mengurangi biaya-biaya, walaupun memang tidak secara signifikan. The efficiency gains due to the application of e-GP can have a clear economic impact. The total public procurement volume of a national economy typically counts for 10 to 20% of the GDP. Procuring only 10% of all
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

public purchases through electronic means with a moderate 10% in price and cost reductions would result in total annual savings equal to one percent of the GDP (Leipold, 2007: p.3; Singer, et al., 2009: p.59; Kucharski, 2009: p.2). sedangkan manfaat lain dari e-procurement dirinci oleh Vaidya, et al., (2004: p.10-13), yaitu: a. Value for money outcomes Securing value for taxpayers rom this spend is clearly key concern. Implementing e-procurement initiatives seem to deliver a significant contribution to this end. Value for money adalah prinsip utama yang mendasari pengadaan publik (Mlinga, 2008: p.2) walaupun hal berbeda diungkapkan oleh Erudod (2009: p.5) dalam pengembangan kebijakan pengadaan publik, pemerintah memberikan perhatian tidak hanya pada value for money tetapi juga mempromosikan tujuan sosial dan lingkungan. b. Reduced cost The benefit cost reduction through the implementation and deployment of the eprocurement system can be related to Return on Investment (ROI) measures in the public sector. c. Effecient purchasing E-procurement can contribute to efficient purchasing process in many other indirect ways. d. Startegic information Menagment information can be extracted from the e-procurement system using standard reporting software, which makes the data collection process transparent. e. Greater access It is obvious that e-procurement greatly helps improve communication with suppliers providing access to the latest information 24 hours a day, 7 days a week. Thus the maximum systems avalabilit makes it easier for businesses to obtain tender documentation and to submit an offer. Lembaga yang mengatur e-procurement di Indonesia yaitu LPSE. Untuk tahun ini, sedikitnya 23.409 paket dengan total pagu lebih dari 50 Triliun berhasil dilelang menggunakan layanan E-Procurement. Dengan jumlah penyedia yang terdaftar hingga saat ini sebanyak 175.380 pelaku usaha di seluruh Indonesia. Efisiensi anggaran negara yang dihasilkan pada tahun ini sekitar 4 Triliiun atau sekitar 12%. Efisiensi ini mencerminkan tingkat perencanaan yang baik dan realistis.

3. PENGUATAN ETIKA PENGADAAN BARANG DAN JASA Dalam dekade akhir-akhir ini, banyak dibentuk lembaga-lembaga yang mengatur tentang etika In the last decade, dozens of ethics centres and programmes devoted to business ethics, legal ethics, bioethics, medical ethics, engineering ethics, and computer ethics have sprung up. These centres are designed to examine the implications of moral
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

principles and practices in all spheres of human activity on our lives (Sembok, 2003: p.243), etika tidak hanya dalam bentuk perilaku saja, tetapi dalam bahasa, pikiran, alasaalasan Ethics is not only about behaviour but includes thoughts, language, reasoning, processes and judgement that informs the choices people make in their daily lives that affect their own well-being and that of others. It is not only about the way we behave, think or act. (Wasserrman, 2000), yang dikutip (Hassim, et al., 2010: p.3). Masalah etika dalam pengadaan proyek tidak hanya tentang penyuapan atau

korupsi tapi juga konflik kepentingan dan kolusi tender. (Hassim, et al., 2010: p.2; Ntayi, et al., 2010: p.96; Allen, et al., 2009: p.88). Pengadaan barang dan jasa harus dilakukan dengan jujur dan terus terang untuk memungkinkan pembeli dan pemasok untuk menangani satu sama lain atas dasar saling percaya dan saling menghormati. Mengadopsi sebuah etika, pendekatan transparan memungkinkan bisnis yang akan dilakukan secara wajar, adil dan dengan integritas (Mlinga, 2008: p.4). Pelaksanaan etika harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang dan jasa Ethical boundaries also surround the public purchaser. Perhaps more so than other administrative disciplines, purchasing is expected to operate within rigid guidelines. As the expenders of public funds, purchasers pledge to be above reproach and influence. Codes of conduct are common within the field of public and private procurement. (Mathhew, 2005: p.393). Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juga di atur mengenai etika dalam proses pengadaan barang dan jasa, yaitu pada Bagian Kedua Pasal 6, dimana para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika sebagai berikut: a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa; b. bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa; c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat; d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak; menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa; e. menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa; f. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

atau tidak langsung merugikan negara; dan tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa. Supaya etika dalam pengadaan barang dan jasa dipatuhi dan sepenuhnya dilaksanakan oleh semua pihak, hendaknya kita melihat terlebih dahulu hal-hal yang mendorong atau menjadi penyebab perilaku tidak etis It is important to understand and investigate the factors that contribute to these unethical conducts. When the reasons are known only then can the right methods be developed to curb these problems. Dan faktor-faktornya yaitu: i) Economic downturn During the economy recession, most industries faced financial difficulties this was especially true of the construction industry. These companies are willing to do anything in order to survive during the recession especially to get a tender or projects from the public sectors. This open up the opportunity for bribes and corruption to occur. National Objectives All these have caused pressure to the construction players including the public sectors. This also has caused ethical issues in project procurement as there are many contractors who wanted to get the tender by giving bribes to the people in the procurement process especially. Leadership Leaders must show a good leadership style as they are the role model of their employees. Their conduct or behaviour will influence the organizations norms and values. Non transparent selection process One of the main reasons that ethical issues occur in plan procurement is due to the non-transparent selection process. Currently, it is crucial that the issue of transparency and accountability to be focus on especially when it comes to public expenditure. Ineffective evaluation of the process The importance of accountability has become an important agenda especially to the public sectors. This mechanism of accountability is indispensible for promoting a high standard of ethical conduct in order to move towards a developed nation (Beh, 2007). Ineffectiveness of professional ethics and policy in procurement Each professional body or organization has its own professional code of conducts and policies to guide the ethical behaviour among the members. However, failure on the part of professional personnel to exercise the degree of care considered reasonable under the circumstances can cause ethical issues to occur in project procurement. (Hassim, et al., 2010: p.4-6)

ii)

iii)

iv)

v)

vi)

Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

10

Dengan mengetahui faktor-faktor yang membuat perilaku yang kurang etis, maka selanjutnya dapat menentukan tindakan selanjutnya. Penguatan etika pada pengadaan barang dan jasa harus berjalan secara sinergis dan bekerjasama untuk membangunnya.

4. KESIMPULAN Sejalan dengan kebijakan demokratisasi dan desentralisasi, proses pengadaan (procurement) barang dan jasa di Indonesia kini tidak lagi dilaksanakan secara sentralistis. Namun sejauh ini tujuan untuk menciptakan sistem pengadaan barang dan jasa yang ideal masih jauh dari harapan. Korupsi dan penyuapan dalam pengadaan barang dan jasa telah menyebar secara luas, dan diperikirakan mencapai sekitar 70% dari kasus korupsi yang ada, dan terdapat kebocoran dana sekitar 30% atau sekitar Rp 100 triliun per tahunnya. Untuk mengurangi korupsi diperlukan proses pengadaan barang dan jasa yang lebih transparan dan akuntabel, untuk itu pemerintah mencoba memanfaatkan tekhnologi internet yaitu dengan E-Procurement. Lembaga yang mengatur e-procurement di Indonesia yaitu LPSE. Untuk tahun ini, sedikitnya 23.409 paket dengan total pagu lebih dari 50 Triliun berhasil dilelang menggunakan layanan E-Procurement. Disamping itu ada hal yang cukup penting untuk dipraktikan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan, yaitu etika pengadaan barang dan jasa. Penguatan etika dapat mendorong setiap elemen yang terlibat dalam pengadaan menjalani keikusertaan dalam tender pengadaan barang dan jasa dengan jujur dan terus terang untuk memungkinkan pembeli dan pemasok untuk menangani satu sama lain atas dasar saling percaya dan saling menghormati. Mengadopsi sebuah etika,

pendekatan transparan memungkinkan bisnis yang akan dilakukan secara wajar, adil dan dengan integritas. Supaya etika dalam pengadaan barang dan jasa dipatuhi dan sepenuhnya dilaksanakan oleh semua pihak, hendaknya kita melihat terlebih dahulu hal-hal yang mendorong atau menjadi penyebab perilaku tidak etis, hal ini akan membantu untuk membuat strategi berikutnya.

Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

11

REFERENSI International Journal: Adebiyi, Ayodele A., Ayo, Charles K. and Adebiyi Marion O., (2010). Development of Electronic Government Procurement (e-GP) System for Nigeria Public Sector. International Journal of Electrical & Computer Sciences IJECS-IJENS Vol: 10 No: 06, December 2010 IJENS. Allen, Barbara Ann., Elizabeth Wade and Helen Dickinson, (2009). Bridging the Divide Commercial Procurement and Supply Chain Management: Are There Lessons for Health Care Commissioning in England?. Journal of Public Procurement, Volume 9, Issue 1, 79-108. Amudo, Angella & Eno L. Inanga, (2009). Evaluation of Internal Control Systems: A Case Study from Uganda. International Research Journal of Finance and Economics, ISSN 1450-2887 Issue 27 (2009). http://www.eurojournals.com/finance.htm. Burguet, Roberto., and Yeon-Koo Che, (2004). Competitive Procurement With Corruption. RAND Journal of Economics Vol. 35, No. 1, Spring 2004 pp. 5068. Bahagia, Senator Nur., (2011). Sistem Pengadaan Publik Dan Cakupannya. Jurnal LKPP Senarai, Volume 1 Number 1 Desember 2011. Chen, Shih-Fen S., (2008). The Motives for International Acquisitions: Capability Procurements, strategic Considerations, and the Role of Ownership Structures. Journal of International Business Studies (2008) 39, 454471. Compte, O., A. Lambert-Mogiliansky, T. Verdier, (2005). Corruption and Competition in Procurement Auctions. RAND Journal of Economics Vol. 36, No. 1, Spring 2005 pp. 115. Eyaa, Sarah & Pross Nagitta Oluka, (2011). Explaining Non- Compliance In Public Procurement In Uganda. International Journal of Business and Social Science, Vol. 2 No. 11 [Special Issue - June 2011]. Fletcher, JOE., (2006). An Emergent Approach to Public Procurement. The Journal of Contemporary Issues in Bussiness and Government 2006 Volume 12, Number 1, pp 75-91. Hu, Kai Chieh., and Chen Lai Hsu, (2008). Exploring the Purchasing Strategies of a State-run Enterprise after Privatization: The Case of Chunghwa Telecom Company, Taiwan. International Journal of Information Systems for Logistics and Management, Vol. 4, No. 1 (2008) 1-10. Jang, Chyi-Lu., (2010). Measuring Electronic Government Procurement Success and Testing for the Moderating Effect of Computer Self-efficacy. International Journal of Digital Content Technology and its Applications Volume 4, Number 3, June 2010. Johnson, P. Fraser., Michiel R. Leenders and Clifford McCue, (2003). A Comparison of Purchasings Organizational Roles and Responsibilities in the Public and Private Sector. Journal of Public Procurement, Volume 3, Issue 1, 57-74.
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

12

Kucharski, John., (2009). Procurement in Brazil: Electronic Procurement as Anticorruption Reform. The Journal of International Policy Solutions, Volume 10, Winter 2009. Markellos, Konstantinos., Penelope Markellou, Angeliki Panayiotaki and Eirini Stergianeli, (2007). Current State of Greek E-Governement Initiatives. Journal of Business Systems, Governance and Ethics Vol 2, No 3 tahun 2007 pp 67-88. Mahmood, Shakeel Ahmed Ibne., (2010). Public Procurement and Corruption in Bangladesh Confronting the Challenges and Opportunities. Journal of Public Administration and Policy Research Vol. 2(6) pp. 103-111, December 2010. Available online http://www.academicjournals.org/jpapr. McCue, Clifford P., and Gerasimos A. Gianakis, (2001). Public Purchasing: Whos Minding The Store?. Journal Of Public Procurement, Volume 1, Issue 1, 71-95. Myint, U., (2000). Corruption: Causes, Consequences And Cures. Asia-Pacific Development Journal Vol. 7, No. 2, December 2000. MacManus, Susan A., (2002). Understanding the Incremental Nature of E-Procurement Implementation at the State and Local Levels. Journal of Public Procurement, Volume 2, Issue 1, 5-28. Matthews, Darin., (2005). Strategic Procurement in the Public Sector: A Mask for Financial and Administrative Policy. Journal of Public Procurement, Volume 5, Issue 3, 388-399. Mlinga, Ramadhan S., (2008). Ethics in Public Procurement: A Missing Link in the Education and Training of Construction Industry Practitioners. Tanzania Procurement Journal, Volume 1, Public Procurement Regulatory Authority (PPRA). Ntayi, Joseph Mpeera., Sarah Eyaa and Muhammed Ngoma, (2010). Moral Disengagement and the Social Construction of Procurement Officers Deviant Behaviours. Journal of Management Policy and Practice vol. 11(4) 2010 pp. 95110. Prabowo, Agus & Widita Kasih Pramita, (2011). Peninjauan Satu Tahun Pelaksanaan Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jurnal LKPP Senarai, Volume 1 Number 1 Desember 2011. Schapper, Paul R., Joo N. Veiga Malta and Diane L. Gilbert, (2006). An Analytical Framework for The Management and Reform of Public Procurement. Journal of Public Procurement, Volume 6, Issues 1 & 3, 1-26. Singer, Marcos., Garo Konstantinidis, Eduardo Roubik and Eduardo Beffermann, (2009). Does e-Procurement Save the State Money?. Journal of Public Procurement, Volume 9, Issue 1, 58-78. Taufik, Wan Mohammad Bin Wan Abdullah, et al., (2010). Suppliers Perceptions toward Government Procurement System: Evidence from Eastern Region of Malaysia. Journal of Global Business and Economics, Volume 1, Number 1, July 2010.

Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

13

Tukamuhabwa, Benjamin R., (2012). Antecedents and Consequences of Public Procurement Non-compliance Behavior. Journal of Economics and Behavioral Studies Vol. 4, No. 1, pp. 34-46, Jan 2012. Qiao, Yuhua., and Glenn Cummings, (2003). The Use of Qualifications-Based Selection in Public Procurement: A Survey Research. Journal of Public Procurement, Volume 3, Issue 2, 215-249. Vaidya, Kishor., A. S. M. Sajeev and Guy Callender, (2006). Critical Factors That Influence E-procurement Implementation Success In The Public Sector. Journal Of Public Procurement, Volume 6, Issues 1 & 3, 70-99, 2006. Paper from Meeting Conference dan Proceeding: Beh, LooSee., (2007). Administrative Reform: Issues of Ethics and Governance in Malaysia and China. (Paper presented at the International ChinaWorld Conference at the Institute of China Studies, University of Malaya, "Implications of a Transforming China: Domestic, Regional and Global Impacts", on 5-6 August 2007). Clark, Patrick., (2011). The Role of Sustainable Public Procurement Policies and NonGovernmental Certification Schemes in The European Union and Canada in the Context of Trade Rules. Policy Paper June 2011, Canada_Europe Translatic Dialogue: Seeking Transnational Solutions to 21st Century Problem. http://www.canada-europe-dialogue.ca Callender, Guy., (2010). Defining and Estimating National Procurement Spend: A Public, Private, Not-for-Profit Sector Comparison. Proceedings of the 19th Annual IPSERA Conference 16 19 May 2010 Lappeenranta, Finland. Glas, Andreas and Michael Eig, (2010). Public Performance-based Contracting Outcome Oriented Pricing of Incomplete Contracts Facing Public Procurement Procedures and Price Law. Proceedings of the 19th Annual IPSERA Conference 16 19 May 2010 Lappeenranta, Finland. Hassim, Aliza A., Kajewski, Stephen L. and Trigunarsyah, Bambang, (2010) Factors Contributing to Ethical Issues in Project Procurement Planning : A Case Study in Malaysia. In: 8th International Conference on Construction and Real Estate Management (2010), 13 December 2010, Royal on the Park Hotel, Brisbane, Queensland. Leipold, Knut., (2007). Electronic Government Procurement (e-GP) Opportunities & Challenges. Modern Law for Global Commerce Congress to Celebrate the Fortieth Annual Session of UNCITRAL Vienna, 9-12 July 2007. Mardiasmo, Diaswati and Barnes, Paul H. and Sakurai, Yuka, (2008). Implementation of Good Governance By Regional Governments in Indonesia: The Challenges. In Brown, Kerry A. and Mandell, Myrna and Furneaux, Craig W. and Beach, Sandra, Eds. Proceedings Contemporary Issues in Public Management: The Twelfth Annual Conference of the International Research Society for Public Management (IRSPM XII), pages pp.1-36, Brisbane, Australia.
Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

14

National Public Procurement Policy Unit/Goverenment Contracts Committee, (2005). Ethics in Public Procurement. June 2005. www.etenders.gov.ie. Accesse date 12 March 2012. Obayelu, Abiodun Elijah., (2007). Effects of Corruption and Economic Reforms on Economic Growth and Development: Lessons from Nigeria. Being a paper prepared and submitted For 2007 African Economic Conference. OECD, (2000). Centralised and Decentralised Public Procurement, Sigma Papers, No. 29, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/5kml60w5dxr1-en Sembok, Tengku Mohd T., (2003). Ethics of Information Communication Technology (ICT). Universiti Kebangsaan Malaysia for the Regional Meeting on Ethics of Science and Technology 5-7 November 2003. Bangkok: UNESCO Regional Unit for Social & Human Sciences in Asia and the Pacific (RUSHSAP). Stuart C. Gilman, Ph.D., (2005). Ethics Codes And Codes Of Conduct As Tools For Promoting An Ethical And Professional Public Service: Comparative Successes and Lessons. Prepared for the PREM, the World Bank, Washington DC, Winter 2005. The Inter-American Development Bank and The World Bank, (2004). Strategic Electronic Government ProcurementStrategic Overview: an Introduction for Executives. Was prepared for the Procurement Harmonisation Project of The Asian Development Bank, March 2004. United Nations Conference on Trade and Development, (2005). Improving The Competitiveness Of SMEs Through Enhancing Productive Capacity. Proceedings of Four Expert Meetings United Nations New York and Geneva, 2005. Vaidya, Kishor., Guy Callender, A.S.M. Sajeev and Junbin Gao, (2004). Towards a Model for Measuring the Performance of e-Procurement Initiatives in the Australian Public Sector: A Balanced Scorecard Approach. A paper prepared for the Australian Electronic Governance Conference. Centre for Public Policy, University of Melbourne, Melbourne Victoria, 14th and 15th Aprl, 2004. Queensland Purchasing, Department of Public Works., (2006). Ethics, Probity and Accountability in Procurement. Crime and Misconduct Commission, Queensland. October 2006. Yilmaz, Serdar., Yakup Beris, and Rodrigo Serrano-Berthet, (2008). Local Government Discretion and Accountability: A Diagnostic Framework for Local Governance. Social Development Papers Local Governance & Accountability Series Paper No. 113 / July 2008. Internet Browsing 1. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/27/181333/KorupsiTerbesar-Berada-di-Pengadaan-Barang 2. http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=1864

Strengthening Public Procurement Ethics to Reduce Corruption In Indonesia (Qurrotul AyuniP2FB11020)

15

You might also like