Professional Documents
Culture Documents
disalahgunakan di berbagai unit pelayanan intensif neonatologi. Dalam sebuah penelitian didapatkan antara 11 dan 23 bayi baru lahir yang tidak terinfeksi diberikan antibiotik dengan tiap 1 bayi terbukti menderita sepsis.1 Penggunaan antibiotik yang tepat memang dapat mengurangi risiko kematian akibat sepsis, namun penyalahgunaannya dapat memberi dampak yang tidak baik seperti bakteri yang resisten berbagai obat-obatan, peningkatan insidensi sepsis akibat jamur, dan lain-lain. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan penggunaan antibiotik yang rasional yang dapat meminimalisir penggunaan antibiotik pada neonatus yang tidak terinfeksi, serta pemberian antibiotik yang sesuai dalam kurun waktu yang tepat pada neonatus yang terinfeksi.2 PENGGUNAAN NEONATOLOGI Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan antibiotik yang rasional di bidang neonatologi adalah :2
A. Bilakah antibiotik mulai diberikan? B. Jenis antibiotik apakah yang akan diberikan?
ANTIBIOTIK
YANG
RASIONAL
DI
BIDANG
C. Bilakah antibiotik dihentikan? D. Bagaimanakah dosis dan cara pemberian antibiotik? E. Kondisi tertentu yang harus dipertimbangkan untuk pemberian
antibiotik
1
A. Bilakah antibiotik mulai diberikan? Keputusan dalam memberikan antibiotik biasanya didasarkan atas 2 faktor yaitu apakah bayi tersebut memiliki gejala dan/atau berisiko sepsis serta jika ditemukan etiologi infeksi pada pemeriksaan diagnostik.
Situasi 1. Neonatus asimptomatik disertai faktor risiko Situasi ini umumnya terjadi pada sepsis awitan dini dimana infeksi terjadi akibat transmisi vertikal dari alat genitalia ibu. Risiko sepsis lebih tinggi 10-25 kali lipat pada bayi-bayi ini dibandingkan bayi tanpa faktor risiko. Namun demikian, mayoritas bayi yang mengalami sepsis tidak bergejala (asimptomatik) saat lahir, gejala baru muncul biasanya dalam 24 (90%) hingga 48 jam (100%).4,5 Ada 2 pilihan dalam penatalaksanaan bayi demikian yaitu : 1. Pemantauan saja
Pemantauan dilakukan terhadap bayi hingga ditemukan 1 atau lebih gejala ke arah sepsis. Walaupun terlihat lebih rasional, namun bahayanya adalah apabila progresivitas penyakit ke arah perburukan berlangsung hanya dalam beberapa jam setelah gejala timbul. Dalam sebuah studi yang melibatkan 1300 neonatus dengan faktor risiko sepsis, kondisi asimptomatik dapat menurunkan risiko sepsis sekitar 75% (OR: 0,26; 95%CI: 0,11-0,63); bagaimanapun, 1% dari neonatus ini ditemukan terinfeksi. bahwa Melihat fakta ini, beberapa pada penulis neonatus mengusulkan pemantauan dilakukan
asimptomatik yang lahir pada usia kehamilan 35 minggu dan antibiotik diberikan dengan atau tanpa skrining pada neonatus yang lahir pada usia kehamilan <35 minggu.6
2. Melakukan
skrining
dengan
atau
tanpa
pemberian
antibiotik
berdasarkan risiko yang ditemukan Pada pendekatan ini, neonatus dikategorikan berdasarkan derajat faktor risiko; neonatus dengan risiko tinggi (lahir dari ibu dengan korioamnionitis) langsung diberikan antibiotik tanpa menunggu hasil pemeriksaan lain, sementara mereka dengan risiko sedang diberikan tatalaksana berdasarkan skrining sepsis.7 Algoritma penatalaksanaan neonatus dengan faktor risiko dapat dilihat di bawah ini :
direkomendasikan
sebuah
pendekatan
empiris
untuk
mengidentifikasi sepsis awitan dini yaitu seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Skrining
sepsis
kebanyakan
terdiri
dari
kombinasi
4-5
buah
pemeriksaan, biasanya kombinasi dari pemeriksaan lekosit dan CRP. Skrining sepsis sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat pula, dianjurkan bahwa pemeriksaan awal dilakukan paling tidak 2-12 jam setelah kelahiran. Jika pemeriksaan dilakukan pada 2 jam setelah kelahiran dan didapatkan hasil negatif, maka pemeriksaan harus diulangi pada usia 12 jam. Jika hasil keduanya negatif, sepsis dapat disingkirkan. Pemeriksaan terkini yaitu cytokine assay dan beberapa lainnya dimana sampel diambil dari darah tali pusat sehingga sepsis dapat didiagnosis secara dini. Skrining sepsis berdasarkan lekosit dan CRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Situasi 2. Bayi asimptomatik dengan faktor risiko; mendapatkan antibiotik intrapartum Kemoprofilaksis intrapartum berlaku pada pada negara-negara industri dimana pemberian antibiotik dilakukan pada para ibu dengan kolonisasi Streptococcus Grup B. Tidak ada bukti yang mengatakan bahwa penatalaksanaan bayi-bayi tersebut berbeda dengan bayi-bayi dari ibu yang tidak mendapatkan antibiotik profilaksis. Satu dari beberapa penelitian yang mempelajari risiko terjadinya sepsis awitan dini pada bayi-bayi prematur yang terpapar antibiotik intrapartum menyebutkan
5
bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya sepsis yaitu 3 pemeriksaan pervaginam, korioamnionitis, berat lahir <1500 gram, usia kehamilan 30 minggu dan laki-laki, tidak berbeda seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Bagaimanapun, mengingat antibiotik profilaksis dapat mempengaruhi hasil kultur darah, maka keputusan untuk menghentikan pemberian antibiotik pada bayi-bayi ini harus lebih berdasarkan gejala klinis dibandingkan hasil kultur yang negatif. Situasi 3. Bayi simptomatik Semua neonatus dengan gejala klinis mengarah pada sepsis harus dievaluasi lebih lanjut. Penilaian terhadap gejala klinis yang ada harus dapat membantu untuk menentukan dimulainya pemberian antibiotik segera ataupun dilakukan observasi dan pemantauan ketat diikuti penatalaksanaan jika dibutuhkan. Jika kecurigaan secara klinis rendah, seperti bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah dengan gejala letargis, takikardi, atau bahkan apneu pada minggu kedua kehidupan, maka sebaiknya penatalaksanaan ditunggu hingga hasil skrining sepsis dan/atau kultur darah didapat. Hal yang sama juga berlaku pada bayi dengan gejala sesak nafas pada 24-48 jam kehidupan. Pemeriksaan foto toraks dengan hasil skrining dan ada atau tidaknya faktor risiko perinatal dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepsis. Sebaliknya pada kecurigaan klinis tinggi, seperti pada bayi-bayi dengan community acquired sepsis (pneumonia/meningitis), pemberian antibiotik harus segera tanpa menunda.
Pemberian antibiotik untuk sepsis hampir selalu empiris karena hasil kultur baru didapatkan setelah 48-72 jam. Antibiotik yang telah diberikan dapat dilanjutkan atau dimodifikasi berdasarkan hasil kultur dan/ atau kondisi klinis bayi. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat contoh pemberian antibiotik secara empiris :8
Sementara pada tabel di bawah ini dapat dilihat modifikasi pemberian antibiotik secara empiris berdasarkan pola resistensi kuman :
Untuk menentukan antibiotik lini pertama, kedua dan ketiga pada setiap bidang neonatologi, maka sebaiknya langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : 1. Pertama, ambil data pola kuman unit kerja tertentu dan sensitifitasnya dalam 6-12 bulan terakhir 2. Putuskan antibiotik pilihan pertama berdasarkan hal-hal sebagai berikut : a. Identifikasi antibiotik spektrum sempit yang dapat mengatasi sedikitnya 60-70% dari 3 jenis organisme yang telah diisolasi dari unit kerja. b. Identifikasi jenis aminoglikosida yang akan digunakan dengan agen terpilih lain yang bekerja sinergis.
c. Hindari penggunaan antibiotik spektrum luas seperti golongan
jika hasil pola resistensi kuman membutuhkan jenis tersebut). Penggunaan piperacillin-tazobactam dapat menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan golongan sefalosporin generasi ke-3, karena juga efektif pada extended spectrum beta lactamase (ESBL) producing gram negative bacilli. Terlebih lagi, kombinasi piperacillintazobactam dan amikasin juga efektif diberikan pada sepsis akibat pseudomonas. 3. Putuskan antibiotik pilihan selanjutnya berdasarkan prinsip sebagai berikut : a. Antibiotik pilihan selanjutnya harus dapat mengatasi hampir semua organisme yang telah diisolasi dari unit tersebut. b. Kategorisasi selanjutnya menjadi pilihan kedua ataupun ketiga harus berdasarkan pertimbangan lain seperti biaya, spektrum kerja, tingkat keamanan, dll.
c. Pada
unit-unit
dengan
insidensi
infeksi
yang
tinggi
dengan
kloksasilin atau methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA), vankomisin dapat dipertimbangkan untuk menjadi antibiotik pilihan kedua ataupun ketiga.
d. Antibiotik terbaru seperti aztreonam, imipenem dan meropenem
dipilih
apabila
ditemukan
sensitifitas
kuman
terhadap
penggunaannya. Aztreonam memiliki efektifitas tinggi terhadap organisme gram negatif sementara meropenem efektif terhadap banyak kuman kecuali MRSA dan enterokokus. Imipenem dihindari penggunaannya pada neonatus karena telah dilaporkan peningkatan risiko terjadinya kejang setelah penggunaannya. Menurut sebuah sumber lain yaitu
13
a. Pemeriksaan kultur darah (dan atau cairan serebrospinal dan atau urin) sebelum pemberian antibiotik b. Penggunaan (seperti amikasin) c. Tidak menggunakan sefalosporin generasi ke-3 sebagai pilihan pertama (seperti sefotaksim, seftazidim) atau karbapenem (seperti imipenem, meropenem) d. Penetapan kebijakan penggunaan antibiotik lokal dan nasional utnuk membatasi penggunaan antibiotik spektrum luas seperti imipenem untuk penanganan kegawatdaruratan e. Percaya akan hasil laboratorium mikrobiologi f. Berhenti meyakini bahwa peningkatan CRP berarti bayi sepsis g. Jika kultur darah negatif dalam 2-3 hari, dapat dikatakan aman dan tepat untuk menghentikan penggunaan antibiotik h. Mencoba untuk tidak menggunakan antibiotik dalam jangka waktu yang lama i. Mengobati sepsis bukan kolonisasi j. Mengusahakan yang terbaik untuk mencegah infeksi nosokomial dengan cara meningkatkan tindakan pencegahan infeksi seperti mencuci tangan C. Bilakah antibiotik dihentikan? Keputusan untuk menghentikan penggunaan antibiotik berdasarkan hasil kultur darah, skrining sepsis, temuan cairan serebrospinal, dan yang
10
antibiotik
spektrum dan
sempit
yang
paling (seperti
paling utama adalah berdasarkan gejala klinis. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat lama pemberian antibiotik pada sepsis neonatus :
Tabel yang disebutkan di atas bagaimanapun merupakan penggunaan secara empiris, tidak berdasarkan bukti apapun. Terdapat beberapa penelitian yang telah meneliti efikasi dari penggunaan antibiotik dalam waktu yang singkat. Engle WD mengatakan bahwa pemberian antibiotik selama 4 hari memberi efektifitas yang sama dengan pemberian selama 7 hari pada neonatus dengan pneumonia yang mendekati usia cukup bulan.10 Akhir-akhir ini, sebuah penelitian dari Chandigarh menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara penggunaan antibiotik selama 7 hari dan 14 hari pada sepsis neonatus dengan hasil kutur positif; bagaimanapun angka kegagalan didapatkan lebih banyak pada bayi-bayi baru lahir dengan sepsis akibat Staphylococcus aureus yang diberikan antibiotik dalam waktu yang singkat.11 Hingga didapatkan bukti yang lebih kuat, kebijakan pemberian antibiotik untuk jangka waktu yang lama dapat terus digunakan. Pemberian antibiotik, bagaimanapun, dapat dihentikan pemberiannya setelah 48-72 jam pada bayi-bayi yang telah diberikan antibiotik karena ditemukan risiko perinatal jika gejala klinisnya tidak sesuai dengan sepsis dan hasil kultur steril. D. Bagaimanakah dosis dan cara pemberian antibiotik? Untuk antibiotik penatalaksanaan yang terpilih sepsis adalah
11
neonatus, intravena
maka
rute
pemberian
ataupun
intramuskular.
Pemberian
antibiotik
peroral
dihindari
karena
daya
absorpsi
dan
bioavailabilitas yang tidak dapat diperkirakan pada neonatus yang sedang sakit berat. Dosis dan cara pemberian antibiotik dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
E. Kondisi tertentu yang harus dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik Pemberian antibiotik profilaksis pada bayi-bayi dengan meconium aspiration syndrome, atau setelah transfusi ganti tidak direkomendasikan. Sementara penggunaan antibiotik profilaksis pada
12
neonatus dengan ventilator tidak terbukti secara evidence based (Cochrane review).9
REFERENSI 1. Philip AG, Hewitt JR. Early diagnosis of neonatal sepsis. Pediatrics 1980;65: 1036-1041. 2. Sankar MJ, Sankar J, Chawia D, Nangia S. Antibiotic Usage In NeonatesGuidelines and Current Practices. Journal of Neonatology. 2009; 23: 6877 3. Arvind S, Ajay K. Rational Use of Antibiotics. Journal of Neonatology. 2007; 21:
4. Ottolini MC, Lundgren K, Mirkinson LJ, Cason S, Ottolini MG. Utility of
complete blood count and blood culture screening to diagnose neonatal sepsis in the asymptomatic at risk newborn. Pediatr Infect Dis J 2003;22: 430-434.
5. Escobar GJ, Li DK, Armstrong MA, et al. Neonatal sepsis workups in
infants 2000 grams at birth: A population-based study. Pediatrics 2000; 106: 256-263.
6. Polin RA, Parravicini E, Regan JA, Taeusch HW. Bacterial sepsis and
meningitis. In: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA (eds): Averys Diseases of the Newborn, 8th Ed. Philadelphia, Saunders, 2005, pp.5624. 7. Gerdes JS. Diagnosis and management of bacterial infections in the neonate. Pediatr Clin North Am 2004; 51: 939-959. 8. Explore simplified antimicrobial regimens for the treatment of neonatal sepsis. WHO/FCH/CAH/04/1/2002.
13
9. Inglis GD, Jardine LA, Davies MW. Prophylactic antibiotics to reduce morbidity and mortality in ventilated newborn infants. Cochrane Database Syst Rev 2007; 3; CD004338. 10. Engle WD, Jackson GL, Sendelbach D, Ford D, Olesen B, Burton
KM, et al. Neonatal pneumonia: comparison of 4 vs 7 days of antibiotic therapy in term and near-term infants. J Perinatol 2000;20:421-426. 11. Chowdary G, Dutta S, Narang A. Randomized controlled trial of 7-
Day vs. 14-Day antibiotics for neonatal sepsis. J Trop Pediatr 2006;52:427-432. 12. Singh M, Narang A, Bhakoo ON. Predictive perinatal score in the
units. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed, 2006; 91: F72-F74.
14