You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Masalah


Rasionalisme adalah aliran yang sangat mementingkan rasio, dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membantu suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio. Aliran Rasionalisme adalah aliran yang muncul pada abad modern, yang sebelumnya perhatian filsafat melulu dicurahkan pada hal-hal yang bersifat abstrak, sedangkan hal-hal yang kongkret dan tampak pada umumnya diabaikan. Aliaran rasionalisme ini memandang budi atau rasio sebagai sumber dan pangkal dari segala pengertian dan pengetahuan, dan rasiolah yang memegang tampuk pimpinan dalam segala bentuk mengerti.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan beberapa petikan kalimat yang menjadi latar belakang dalam pembuatan makalah ini, dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah yang akan menuntun perjalanan dalam pembuatan makalah ini. 1. 2. 3. Metode apa yang digunakan dalam aliran rasionalisme? Hal apakah yang dapat menjamin agar yang ditetapkan oleh akal atau rasio Masalah apasajakah yang harus diperhatikan dalam memahami aliran

itu tidak salah? rasionalisme?

1.3 Tujuan
Setelah mampu meraih beberapa rumusan masalah diatas, beberapa point dibawah ini adalah tujuan makalah ini yang b erusaha mengupas keterangn-keterangan yang mampu membantu memberi pengertian kepada masyarakat atau pembaca khususnya untuk: 1. 2. Mengetahui metode yang digunakan dalam aliran rasionalisme. Mengetahui hal yang dapat menjamin nilai kebenaran akal atau rasio.

3.

Mengetahui masalah yang harus diperhatikan dalam memahami aliran

rasionalisme.

BAB II PEMBAHASAN
Aliran Rasionalisme adalah aliran yang muncul pada abad modern, yang dimana sebelumnya perhatian filsafat hanya dicurahkan pada hal-hal yang bersifat abstrak, sedangkan hal-hal yang bersifat kongkret dan tampak pada umumnya diabaikan. Adapun ciri filsafat modern adalah perhatian yang antusias terhadap hal-hal yang bersifat kongkret, seperti alam semesta, manusia, hidup bermasyarakat dan sejarah. Dengan kata lain segala segi dari kenyataan yang nampak dijadikan sasaran penyelidikan.1. Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya, yang sama sekali menyisihkan pengetahuan indra. Sebab, pengetahuan indra hanya menyesatkan saja. Dengan metode keragu-raguan, pemikir Rene Descartes (1596-1650) ingin mencapai kepastian. Jika orang ragu-ragu, maka tampaklah bahwa ia berpikir, dan juga tampak dengan segera adanya sebab berpikir itu. Oleh karena itu, dari metode keraguan ini muncul kepastian tentang adanya sendiri. Dirumuskan oleh Descartes dengan istiah cogito ergo sum, artinya saya berpikir, maka saya ada. Dalam memahami aliran Rasionalisme ini kita harus memperhatikan dua masalah utama yang keduanya diwarisi dari Descartes. Pertama, masalah substansi, kedua, masalah hubungan antara jiwa dan tubuh.2 2.1 Metode Aliran Rasionalisme Agar filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbarui, maka memerlukan suatu metode yang baik. Demikian pendapat Descartes. Hal ini mengingat bahwa terjadinya kesimpangsiuran dan ketidakpastian dalam pemikiran-pemikiran filsafat disebabkan karena tidak adanya suatu metode yang mapan, sebagai pangkal tolak yang sama bagi berdirinya suatu filsafat yang kokoh dan pasti. Ia sendiri berpikir sudah mendapatkan metode yang dicarinya itu, dengan menyangsikan segala-galanya atau keragu-raguan.
1

Harun Hadiwijono, Sari Filsafat Barat, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1980, h. 12. cf. Dagobert D. Runes et. al., Dictionary of Philosophy, Totawa, New York,: Littlefield, Adams & Co., h. 70. 2 K.Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983, h. 45. cf. Yusuf, Karam, Tarikh al-Falsafah al- Hadisah, Mesir: Dar al-Maarif, 1969, h. 82.

Cegito Ergo Sum: saya yang sedang menyangsikan, ada. Cegito Ergo Sum berasal dari kata latin yang berarti, saya berpikir di sini adalah menyadari. Kesangsian secara langsung menyatakan adanya saya. Cegito Ergo Sum itulah menurut Descartes suatu kebenaran yang tidak dapat disangkal. Karena saya mengerti itu dengan jelas dan terpilah-pilah saja yang harus diterima sebagai benar. Itulah norma untuk menentukan kebenaran. Empat hal yang perlu diperhatikan untuk memperoleh hasil yang shahih (adequate) dari metode yang hendak di canangkan oleh Descartes, yaitu: Pertama, tidak menerima sesuatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas (clearly and distinctly), sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya. Kedua, Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu atau sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada keraguan apa pun yang mampu merobohkannya. Ketiga, bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang saling sulit dan kompleks. Keempat, dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita menjadi yakin bahwa tidak ada satu pun yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu. Dalam cegito ergo sum, maksudnya adalah bahwa aku yang sedang ragu-ragu menandakan bahwa aku sedang berpikir, sehinnga anggapan kaum skeptis yang paling hebat pun tidak dapat menumbangkannya. Descartes meragukan segala pengetahuan yang ada dalam zamannya dan kebenaran semua ilmu pengetahuan. Ia memutuskan untuk mempersoalkan segala-galanya dengan menggunakan metode skeptis.3 Descartes berusaha menemukan sistematik yang benar dan menghilangkan kekeliruan dengan metode yang digunakan sebagai pandangan dunia fisika. Merskipun ia sangat terpengaruh ilmu eksperimental, namun ia lebih mengappresiasi bahwa ilmu bagaikan pohon, meski batangnya berupa fisika, tetapi akarnya metafisika. Hanya melalui

Ibid., p. 78, Lihat pula Roger Scruton, A Short Hystory of Modern Philosophy from Descartes to Wittgenstein (New York: Routledge, Second Edition, 1996), p. 28

eksplorasi metafisika dasar pengetahuan manusia diturunkan. Ia menggunakan logika deduktif yang bergantung pada metafisika.4 2.2 Hal yang Menjamin Kebenaran Rasio Untuk menjamin agar apa yang ditetapkan oleh akal atau rasio itu benar benar tidak salah maka ia lari pada Tuhan. Lebih dari itu Descartes mengungkapkan ide-ide bawaaan. Descartes pernah mengungkapkan dalam karyanya Meditation IV bahwa pengetahuan yang dapat dipercaya kebenarannya bukanlah sesuatu yang dijabarkan dari pengalaman, melainkan alam pikiran seseorang. Pengetahuan itu sudah ada dalam dirinya, berupa ide-ide bawaan. Kebenaran atau kesalahan bukan berada di luar manusia tetapi terletak pada ide dalam dirinya.5 Descartes juga meyakini suatu kepastian dan kemutlakan jalan pikiran yang menyatakan bahwa semua kebenaran dapat diketahui karena kejelasan yang timbul dalam diri.6 Metode kesangsian sudah menemukan cegito, yakni subjektivitas, pikiran atau kesadaran. Dengannya seseorang harus mencari kebenaran-kebenaran dalam dirinya dengan norma yang jelas dan terpilah-pilah (Claire at distincte) karena kesaksian apa pun dari luar tidak dapat dipercaya. Dalam koridor pemikiran ini, Descartes menemukan bahwa di dalam diri kita dapat ditemukan tiga ide bawaan yaitu: 1. Ide Pemikiran Bagi Descartes, pikiran sudah melekat sejak kita dilahirkan ke dunia. Ia menyebutnya dengan istilah rescogitans. Justru karena saya mengerti diri sebagai makhluk yang berpikir, maka harus diterima bahwa pemikiran merupakan hakekat saya. 2. Ide Keluasan Descartes menyebutkan keluasan dengan res extensa. Dalam kenyataan, saya bukan hanya pikiran, tetapi juga sesuatu yang bisa diraba dan dilihat. Kejasmanian saya ini bisa saja merupakan kesan yang menipu, tetapi bahwa kesan itu adasejak lahir, meskipun tidak selalu sempurna menunjukkanbahwa kejasmanianku juga merupakan sebuah ide bawaan. Saya mengerti materi sebagai keluasan, sebagaimana hal dilukiskan dan dipelajarioleh ahli ilmu ukur.
4 5

Harold H. Titus dkk., Persoalan-persoalan , pp. 78-9 Roger Scruton, A Short History of, pp. 29, 33 6 Ibid.,

3. Ide Allah Ia berpendapat bahwa saya juga memiliki ide tentang yang sempurna. Karena saya mempunyai ide sempurna, maka dapat disimpulkan bahwa pasti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu, karena suatu akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain daripada Allah. Ide Allah bagi Descartes adalah wujud yang seluruhnya sempurna. 2.3 Masalah yang Diperhatikan dalam Memahami Aliran Rasionalisme Dalam memahami aliran rasionalisme, kita harus memperhatikan dua masalah utama yang keduanya diwarisi dari Descartes. Pertama, masalah substansi, kedua, masalah hubungan antara jiwa dan tubuh. a. Substansi Descartes menguatkan teori, bahwa akal adalah subtansi. Pengertian yang digunakan Rene Descartes pada awalnya berasal dari pemikira Aristoteles.7 Penulis lain memandang, bahwa term substansial yang digunakan Descartes karena pengaruh Plato.8 Substansi yaitu apa yang berada sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk berada. Substansi dalam pengertian dan formulasi ini sebenarnya hanya ada satu saja yaitu Allah. Di luar Allah hanya dapat dipikirkan sebagai hal yang ada karena pertolongan Allah. Sebutan substansi dengan cara yang sama tidak dapat diberikan kepada Allah dan kepada hal-hal lain. Hal-hal rohani dan bendawi yang diciptakan dapat dimasukkan dalam kategori substansi. Descartes menyimpulkan bahwa selain Allah masih ada substansi lain, yakni jiwa dan materi. Descartes mengatakan Je pense donc je suis, maka pikiran adalah suatu substansi, yaitu kenyataan yang berdiri sendiri yang disebutnya sebagai jiwa. Berkaitan dengan keluasan atau kejasmanian, Descartes mengatakan, mustahil Allah yang mahabenar itu menipu kita tentang adanya kejasmanian. Jadi, materi juga adalah suatu substansi. Akhirnya, Allah sendiri juga adalah substansi, maka Allah itu ada. Menyimpulkan bahwa kita memiliki idea Allah, maka Allah ada. Hal demikian disebut dengan argumen
7

Frederick Copleston, S.J. A Hitory of ..., vol. I, p. 278-9. Lihat pula I.R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat (Jakarta: Pembangunan, 1980), p. 34-5 8 Harold Titus dkk., Persoalan-Persoalan Filsafat, terj. H.M. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), pp. 41, 76

ontologis. Jalan pikiran Descartes membuktikan adanya Allah. Kalau kita amati dengan teliti, ternyata sejalan dengan Anselmus dan Thomas Aquinas. Tapi bagi Descartes, yang utama adalah: adanya Allah menjadi ukuran segala pengetahuan, termasuk menjamin saya yang menyangsikan dapat menggenggam kebenaran. Untuk menentukan hakikat segala sesuatu Descartes tidak hanya berkutat dalam lingkup substansi. Ia mengunakan dua pengertian lain, yaitu atribut dan modus. Atribut ialah sifat asali. Menurut Descartes tiap substansi memiliki sifat asasinya sendiri yang menentukan hakekat substansi. Segala substansi bendawi memiliki keluasan sebagai atribut atau sifat asasinya, begitu juga jiwa atau roh mempunyai atributnya sendiri yaitu pemikiran. Modus (modi, tunggal) artinya sifat-sifat substansi yang tidak mutlak perlu dan yang dapat berubah-ubah. Modus dari jiwa yaitu pikiran-pikiran individual, gagasangagasan dan gejala-gejala kesadaran lainnya. Modus dari substansi bendawi atau materi yaitu bentuk dan besarnya lahiriah serta gerak dan perhentiannya. b. Hubungan Jiwa dan Badan Descartes mengelaborasi bahwa manusia terdiri dari dua substansi yaitu jiwa dan materi atau badan jasmaniah. Manusia berbeda dari hewan karena rasio, yang tak lain adalah jiwa. Setiap manusia menunjukkan kebebasan karena memiliki jiwa. Berbeda dengan hewan yang berperilaku secara otomatis karena tidak memiliki rasio. Kesamaan manusia dan hewan adalah tubuhnya. Oleh sebab itu, tubuh manusia pun sebenarnya bersifat otomatis, tidak bebas, tunduk pada hukum-hukum alam. Descartes menyebut badan sebagai l`homme machine, atau mesin yang bisa bergerak sendiri seperti mengedarkan darah dan mencerna makanan. Descartes menganut prinsip dualisme tentang manusia. Ia memisahakan secara radikal antara jiwa dan badan. Karenanya tidak mengherankan jika dia menemui banyak kesulitan ketika harus mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa atau sebaliknya. Dualisme Descartes sebenarnya sudah digagas oleh Plato. Descartes menjelaskan bahwa kontak jiwa dan badan berlangsung dalam grandula pinealis. Ia menunjuk kelenjar kecil yang letaknya di bawah otak kecil sebagai jembatan yang menghubungkan jiwa dan badan. Keberadaan kelenjar tersebut memungkinkan tubuh manusia berjingkrak-jingkrak atau berjalan lunglai, sementara jiwanya gembira atau sedih.

Pandangan dualisme jiwa dan badan mempengaruhi ajaran etikanya. Descartes menekankan pentingya mengendalikan hasrat-hasrat dalam badan, sehingga jiwa semakin menguasai tingkah laku. Hasrat dan nafsu dimengerti sebagai keadaan pasif dari jiwa. Jika manusia mampu mengendalikan keenam nafsunyacinta, kebencian, kekaguman, gairah, kegembiraan dan kesedihanmaka manusia akan bebas dan independen. Meski demikian, otonomi manusia tidak pernah mutlak, sebab kebebasannya didasarkan pada penyelenggaraan ilahi.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan


Atas penjelesan tentang Rasionalisme Rene Descartes diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Descartes adalah founding fathers dari filsafat zaman modern. Metode yang digunakan dalam aliran rasionalisme ini adalah metode keragu-raguan, sehingga dengan itu maka manusia dianggap berpikir, seperti perkataan Descartes cegito ergo sum. Dalam koridor pemikiran ini, Descartes menemukan bahwa di dalam diri kita dapat ditemukan tiga ide bawaan yaitu ide pemikiran, ide keluasan dan ide Allah. Dua masalah utama rasionalisme yang merupakan warisan Descartes yaitu Pertama, Substansi, apa yang berada sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk berada. Descartes mengunakan dua pengertian lain tentang segala sesuatu yaitu atribut ialah sifat asali dan modus(modi, tunggal). Kedua, Hubungan Jiwa dan Badan, Descartes mengolaborasi bahwa manusia terdiri dari dua substansi yaitu jiwa dan materi atau badan jasmaniah.

3.2 Saran
Atas terselesaikannya makalah di atas kami berharap agar lebih dapat dimengertinya tentang Aliran Rasionalisme Renen Descartes ini. Selanjutnya kita sebagai manusia yang tercipta dengan sifat Makhaalul Koto Wa An-nisyan yaitu bahwasanya manusia tidak akan luput dari salah dan lupa. Oleh karena itu kami menyadari jika makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami mohon kesediaannya untuk memberikan saran-saran yang membangun bagi kami penulis dalam membuat makalah ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

Khuzai, Rodliyah. 2007. Dialog Epistimologi Mohammad Iqbal dan Charles S. Peirce. Bandung: Refika Aditama. Praja, Juhaya S. 2005. Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Kencana. Poedjawijatna, I.R. 1980. Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: PT Pembangunan. Suhartono, Suparman. 2007. Dasar-Dasar Filsafat. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

10

You might also like