You are on page 1of 22

Tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Geografis

PEMETAAN SEBARAN MINYAK DAN GAS BUMI DI PROVINSI ACEH DAN SUMATRA UTARA (CEKUNGAN SUMATRA UTARA)

Oleh : Atok Yuliantono Devita Fisas Riyanti Muhammad Hasib 0910930002 0910930004 0910930059

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2 BAB I.......................................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 3 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Latar Belakang................................................................................................................. 3 Perumusan Masalah ......................................................................................................... 3 Batasan Masalah .............................................................................................................. 3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 4 Manfaat Penulisan ........................................................................................................... 4

BAB II ........................................................................................................................................ 5 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 5 BAB III ..................................................................................................................................... 12 METODOLOGI ....................................................................................................................... 12 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. Data dan Perangkat Lunak............................................................................................. 12 Perangkat Lunak ............................................................................................................ 13 Perangkat Lunak ............................................................ Error! Bookmark not defined. Tampilan Data ............................................................................................................... 15

BAB IV ..................................................................................................................................... 16 PEMBAHASAN....................................................................................................................... 17 BAB V ...................................................................................................................................... 20 PENUTUP ................................................................................................................................ 20 BAB V ...................................................................................................................................... 21 PENUTUP ................................................................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 22

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sistem informasi geografis, atau sering disingkat SIG, adalah istilah yang tidak asing lagi akhir-akhir ini. SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang dirancang untuk bekerja dengan data spasial. Data spasial itu sendiri adalah data yang berkaitan dengan informasi keruangan, misalnya data topografi atau data hasil analisis penginderaan jauh. Dengan menggunakan SIG, dapat dilakukan integrasi antara data atribut yang berbentuk digital dengan data spasial, sehingga data atribut yang awalnya tidak memiliki informasi keruangan sama sekali, dapat ditinjau melalui sudut pandang keruangan. Hal ini membuat SIG banyak digunakan berbagai kalangan dalam hampir semua bidang. Bidang pemanfaatan SIG dapat dikatakan sangat luas. Pada beberapa negara, termasuk Indonesia, SIG awalnya hanya digunakan untuk kepentingan militer saja. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, pemanfaatan SIG semakin meluas. Dengan ditunjang dengan perkembangan teknologi yang pesat, saat ini SIG telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa bidang pemanfaatan SIG misalnya dalam bidang pengelolaan fasilitas, eksplorasi sumber daya alam, dan perencanaan wilayah. Dalam makalah ini akan ditunjukkan bagaimana proses pemetaan sebaran minyak dan gas bumi berdasarkan cekungan dan sumur (well) yang dapat ditemukan di daerah Provinsi Aceh dan Sumatra Utara secara objektif tanpa adanya objek-objek lain dalam peta. Dengan demikian diharapkan informasi yang didapatkan melalui pemetaan ini lebih objektif.

1.2

Perumusan Masalah Masalah yang diangkat dalam penulisan ini meliputi, bagaimana pemetaan sebaran minyak dan gas bumi.

1.3

Batasan Masalah Cakupan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah pemetaan yang meliputi :

1.

Sebaran minyak dan gas Bumi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara berdasarkan sumur minyak.

2.

Cekungan Sumatra Utara yang berpotensi mengandung minyak dan gas bumi.

1.4

Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini, sebagai berikut : 1. 2. Mengenal dan memahami konsep seputar Sistem Informasi Geografis (SIG). Mempraktekkan teori yang telah didapatkan mengenai SIG dalam perkuliahan, dengan melakukan pemetaan sebaran minyak dan gas bumi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara. 3. Membandingkan hasil sebaran minyak dengan cuplikan peta referensi yang telah diperoleh.

1.5

Manfaat Penulisan Manfaaat yang didapatkan dari penulisan makalah ini antara lain : 1. Dapat diketahui peta sebaran minyak dan gas bumi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara untuk kepentingan eksplorasi selanjutnya. 2. Bertambahnya wawasan penulis mengenai pemetaan dan penyajian data dalam SIG.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Sistem Informasi Geografis (SIG) Definisi SIG sangatlah beragam, karena memang definisi SIG selalu berkembang, bertambah dan sangat bervariasi, dibawah ini adalah beberapa definisi SIG. Kang-Tsung Chang (2002), mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem komputasi yang digunakan untuk menyimpan, menganalisis, dan menampilkan suatu data geografis. Arronoff mendefinisiskan SIG sebagai suatu sitem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Menurut Gistut (1994), SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan yaitu data spasial perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi. Burrough (1986) mendefinisikan SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan. Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok: sistem, informasi, dan geografis. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah satu sistem informasi dan SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur "Informasi Geografis". Penggunaan kata Geografis" mengandung pengertian suatu persoalan mengenai bumi, yakni permukaan dua atau tiga dimensi. Istilah "Informasi Geografis" mengandung pengertian informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui. Dengan memperhatikan pengertian Sistem Informasi, maka SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri 5

dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Dan, SIG merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukkan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya (Prahasta, 2005).

2.2

Komponen Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis atau SIG memiliki beberapa komponen yang saling terkait di dalamnya. Komponen-komponen tersebut antara lain : a. Perangkat Keras : perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitzer, printer, plotter, dan scanner. b. Perangkat Lunak : SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basisdata memegang peranan kunci. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul. c. Data dan Informasi Geografi : SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara mengimportnya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard. d. Manajemen : suatu proyek SIG akan berhasil jika dimanage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.

2.3

Data Spasial Data secara umum adalah representasi fakta dari dunia nyata (real world). Data dapat disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain: a. Bentuk Uraian (Deskriptif) b. Bentuk Tabular c. Bentuk Grafik dan Diagram d. Bentuk Peta Data spasial secara sederhana dapat di artikan sebagai data yang memiliki referensi keruangan (geografis). Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga selalu dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang atau wilayah. Apabila dikaitkan dengan cara penyajian data, maka peta merupakan bentuk penyajian data spasial yang paling tepat. Penyajian data dalam bentuk peta pada dasarnya 6

dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah kartografis yang pada intinya menekankan pada kejelasan informasi tanpa mengabaikan unsur estetika dari peta sebagai sebuah karya seni. Kaidah-kaidah kartografis yang diperlukan dalam pembuatan suatu peta diaplikasikan dalam proses visualisasi data spasial dan penyusunan tata letak suatu peta. Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik, bentuk garis dan bentuk area (polygon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y yang menunjukkan lokasi suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sample dan lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontus dan lain-lain. Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya. Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (Charter, 2003).

2.4

Kondisi Geologi Sumatra Utara Di Sumatra Utara: sebelah timur Batak Tumor jarang terdapat endapan neogen, tetapi di cekungan minyak Aceh, sebelah utara Sungai Wampu, memperlihatkan kelipatan hebat di sisi Bukit Barisan yang makin ke timur makin lemah. Hal ini menunjukkan gejala compressive yang berasal dari Bukit Barisan. Daerah minyak di Sumatera Utara antara lain: Rantau (1929): produksi komulatifnya sudah melebihi 100 juta barrel. Perlak : sudah tua. Lapangan Gas Arun (1971): produksinya lebih milyar kaki kubik per hari. Diski dan Batu Mandi: belum berproduksi.

Gambar 2.1 Peta Geologi Sumatra Utara

Pola geologi dan tatanan stratigrafi regional cekungan Sumatra Utara secara umum telah banyak diketahui berkat hasil aktivitas eksplorasi minyak dan gas alam serta pemetaan bersistem pulau Sumatra dalam skala 1:250.000. Keith (1981) dalam google.co.id/cekungan sumatera membuat pembagian stratigraf Tersier Cekungan Sumatra Utara menjadi tiga kelompok yaitu Kelompok I sebagai fase tektonik, pengangkatan dan pengerosian, berumur Eosen hingga Oligosen Awal. Kelompok II merupakan fase genang laut yang dimulai dengan pembentukan formasi-formasi dari tua ke muda yaitu Formasi Butar, Rampong, Bruksah, Bampo, Peutu dan Formasi 8

Baong. Kelompok III adalah perioda regresif dengan pembentukan kelompok Lhoksukon. Jika dilihat dari proses sedimentasi di cekungan sumatera utara. Kecepatan sedimentasi dan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan pada awal pembentukan cekungan relatif lambat kemudian dilanjutkan dengan kecepatan sedimentasi lambat tetapi kecepatan penurunan dasar sedimen ataupun cekungan sangat cepat antara 15.512.4 juta tahun lalu. Penurunan cepat dasar cekungan tersebut merupakan akibat mulainya rifting di laut Andaman dan pada saat inilah terbentuk serpih laut dalam Formasi Baong yang kaya material organik dan menjadi salah satu batuan induk potensial di daerah Aru. Periode antara 12.4-10.2 juta tahun lalu ditandai dengan kecepatan sedimentasi cukup besar tetapi penurunan dasar sedimen atau cekungan lebih lambat sebagai awal pengangkatan Bukit Barisan atau dikenal sebagai tektonik Miosen Tengah. Batupasir Baong Tengah terbentuk pada periode ini dan merupakan salah satu batuan waduk (reservoir) daerah Aru. Pada 9.3-8.3 juta tahun lalu kecepatan sedimentasi sangat besar tetapi diikuti pula penurunan dasar sedimen atau cekungan yang sangat besar sehingga penurunan sangat dipengaruhi. oleh pembebanan sedimen disamping akibat penurunan tektonik. Pada waktu tersebut terbentuk endapan klastik kasar Keutapang Bawah, diendapkan dalam lingkungan delta atau laut dangkal dan merupakan juga batuan waduk (reservoir)penting di daerah Aru. Model penurunan tektonik daerah Aru pada awalnya menunjukkan penurunan lambat dilanjutkan penurunan sangat cepat antara 12.4-10.2 juta tahun lalu akibat rifting di Laut Andaman. Pada Miosen Tengah atau antara 12.4-9.3 juta tahun lalu pola penurunan relatif lambat, stabil atau terjadi pengangkatan akibat tektonik Miosen Tengah. Penurunan kembali cepat antara 9.3-8.3 juta tahun lalu dan menjadi sangat lambat antara 5.3-4.4 juta tahun lalu sebelum terjadi pangangkatan Pilo Pleistosen.

2.5

Statigrafi dan Litologi Lapangan Urutan Stratigrafi dari yang tertua hingga yang termuda, antara lain : 2.5.1 Formasi Parapat Formasi Parapat dengan komposisi batupasir berbutir kasar dan

konglomerat di bagian bawah, serta sisipan serpih yang diendapkan secara tidak selaras. Secara regional, bagian bawah Formasi Parapat diendapkan dalam lingkungan 9

laut dangkal dengan dijumpai fosil Nummulites di Aceh. Formasi ini diperkirakan berumur Oligosen.

2.5.2 Formasi Bampo Formasi Bampo dengan komposisi utama adalah serpih hitam dan tidak berlapis, dan umumnya berasosiasi dengan pirit dan gamping. Lapisan tipis batugamping, ataupun batulempung berkarbonatan dan mikaan sering pula dijumpai. Formasi ini miskin akan fosil, sesuai dengan lingkungan pengendapannya yang tertutup atau dalam kondisi reduksi (euxinic). Berdasarkan beberapa kumpulan fosil bentonik dan planktonik yang ditemukan, diperkirakan formasi ini berumur Oligosen atas sampai Miosen bawah. Ketebalan formasi amat berbeda dan berkisar antara 100 2400 meter.

2.5.3 Formasi Belumai Pada sisi timur cekungan berkembang Formasi Belumai yang identik dengan formasi Peutu yang hanya berkembang dicekungan bagian barat dan tengah. Terdiri dari batupasir glaukonit berselang seling dengan serpih dan batugamping. Didaerah Formasi Arun bagian atas berkembang lapisan batupasir kalkarenit dan kalsilutit dengan selingan serpih. Formasi Belumai terdapat secara selaras diatas Formasi Bampo dan juga selaras dengan Formasi Baong, ketebalan diperkirakan antara 200 700 meter. Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut dangkal sampai neritik yang berumur Miosen awal.

2.5.4 Formasi Baong Formasi Baong terdiri atas batulempung abu-abu kehijauan, napalan, lanauan, pasiran. Umumnya kaya fosil Orbulina sp, dan diselingi suatu lapisan tipis pasir halus serpihan. Didaerah Langkat Aru beberapa selingan batupasir glaukonitan serta batugampingan yang terdapat pada bagian tengah. Formasi ini

dinamakan Besitang River Sand dan Sembilan sand, yang keduanya merupakan reservoir yang produktif dengan berumur Miosen Tengah hingga Atas.

2.5.5 Formasi Keutapang Formasi Keutapang tersusun selang-seling antara serpih, batulempung, beberapa sisipan batugampingan dan batupasir berlapis tebal terdiri atas kuarsa pyrite, sedikit mika, dan karbonan terdapat pada bagian atas dijumpai hidrokarbon. Ketebalan 10

formasi ini berkisar antara 404 1534 meter. Formasi Keutapang merupakan awal siklus regresi dari sedimen dalam cekungan sumatera utara yang terendapkan dalam lingkungan delta sampai laut dalam sampai Miosen akhir.

2.5.6 Formasi Seurula Formasi ini agak susah dipisahkan dari Formasi Keutapang dibawahnya. Formasi Seurula merupakan kelanjutan facies regresi, dengan lithologinya terdiri dari batupasir, serpih dan dominan batulempung. Dibandingkan dengan Formasi Keutapang, Formasi Seurula berbutir lebih kasar banyak ditemukan pecahan cangkang moluska dan kandungan fornifera plangtonik lebih banyak. Ketebalan Formasi ini diperkirakan antara 397 720 meter. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan bersifat laut selama awal Pliosen.

2.5.7 Formasi Julu Rayeu Formasi Julu Rayeu merupakan formasi teratas dari siklus endapan laut dicekungan sumatera utara. Dengan lithologinya terdiri atas batupasir halus sampai kasar, batulempung dengan mengandung mika, dan pecahan cangkang moluska. Ketebalannya mencapai 1400 meter, lingkungan pengendapan laut dangkal pada akhir Pliosen sampai Plistosen.

2.5.8 Vulkanik Toba Vulkanik Toba merupakan tufa hasil kegiatan vukanisme toba yang berlangsung pada Plio-Plistosen. Lithologinya berupa tufa dan endapan-endapan kontinen seperti kerakal, pasir dan lempung. Tufa toba diendapkan tidak selaras diatas formasi Julu Rayeu. Ketebalan lapisan ini diperkirakan antara 150 200 meter berumur Plistosen.

2.5.9 Alluvial Satuan alluvial ini terdiri dari endapan sungai (pasir, kerikil, batugamping dan batulempung) dan endapan pantai yaitu, pasir sampai lumpur. Ketebalan satuan alluvial diperkirakan mencapai 20 meter.

11

Gambar 2. 2 Kolom Statigrafi Cekungan Sumatra Utara

BAB III METODOLOGI

3.1.

Data Data yang digunakan dalam pemetaan data sumur minyak dan gas bumi di Nanggroe Aceh Darusalam dan Sumatra Utara ini antara lain berupa data mengenai : a. Koordinat lokasi sumur minyak dan gas bumi b. Peta sebaran minyak terdahulu dengan gambaran North Sumatra Basin Data tersebut dikumpulkan dari beberapa sumber. Data sumur diperoleh dari database AAPG. Sedangkan peta sebaran minyak dengan gambaran North Sumatra Basin berasal dari Maps Showing Geology, Oil And Gas Fields, And Geologic Provinces Of The Asia Pacific Region yang merupakan peta referensi sehingga dapat digunakan sebagai perbandingan. 12

3.2.

Perangkat Lunak Dalam proses digitasi data dalam pemetaan ini digunakan software ArcView 3.3. ArcView merupakan salah satu perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). ArcView mampu melakukan visualisasi dan menganalisis data geografis. Secara umum kemampuan ArcView dapat dilihat melalui uraian berikut:

Pertukaran data, membaca dan menuliskan data dari dan ke dalam format perangkat lunak SIG lainnya.

Melalukan analisis statistik dan operasi-operasi matematis. Menampilkan informasi (basisdata) spasial maupun atribut. Menghubungkan informasi spasial dengan atribut-atributnya yang terdapat (disimpan) dalam basis data atribut.

Melakukan fungsi-fungsi dasar SIG seperti analisis sederhana spasial. Membuat peta tematik. Meng-customize aplikasi dengan menggunakan bahasa skrip atau bahasa pemrograman sederhana.

3.3.

Tata Laksana Langkah awal pada proses pemetaan ini adalah pemasukan data. Proses ini bertujuan untuk mengubah data agar bisa dibaca oleh perangkat lunak yang digunakan. Jenis data koordinat yang digunakan adalah data koordinat dalam derajat. Berikut adalah langkah awal dalam proses pemasukan data. 1. Membuat table baru. Caranya adalah dengan memilih Tables, kemudian New pada tampilan awal ArcView GIS 3.3.

13
Gambar 3.1 Tampilan awal software ArcView GIS 3.3.

2. Kemudian pada window ArcView GIS 3.3 akan muncul tampilan untuk menyimpan file table yang akan dibuat dan memilih lokasi media penyimpanan file. Kemudian, sebuah window kosong akan tampil pada layar. Di window tersebut tabel data akan dibuat. Dalam tugas ini, file dibuat dengan nama aceh_oil.dbf.

Gambar 3.2 Window kosong tempat untuk membuat tabel data baru. Gambar 3.3 Salah satu proses dalam membuat tabel data baru yaitu menentukan lokasi penyimpanan file tabel data baru.

3. Langkah selanjutnya adalah klik Edit pada Menu Bar dan pilih Add Field. Field tersebut lebih mendefinisikan tentang kolom. Sehingga, langkah di atas diulangi untuk membuat kolom sejumlah yang dibutuhkan.
Gambar 3.4 Tampilan Field Definition window

Gambar 3.3 Salah satu proses dalam membuat tabel data baru yaitu menentukan lokasi penyimpanan file tabel data baru.

Pada window Field Definition terdapat beberapa kolom informasi yang harus diisi, yaitu: a) Name diisi dengan identitas kolom yang akan dibuat (Longitude & Latitude). b) Type memiliki beberapa pilihan yang mendefinisikan jenis data yang akan diinput pada kolom tersebut. Pilihan tersebut antara lain, Number, jika yang diisikan berupa angka, String, jika yang diisikan berupa karakter, Date, jika yang diisikan berupa format tanggal, dan Boolean. Dalam pengerjaan makalah ini, Type yang dipilih adalah Number karena data yang akan diisikan berupa angka, yaitu data koordinat. 14

c) Width diisi sesuai jumlah karakter yang akan diisikan pada kolom tersebut. Dalam tugas ini, kolom Width diisi agar bisa memuat karakter berjumlah 16. d) Decimal Places diisi untuk jumlah angka di belakang koma (,). Pilihan ini hanya ada jika Type: Number yang dipilih. Dalam tugas ini, angka 5 diisika pada kolom ini. Kemudian, OK, maka pada window tabel akan terisi beberapa kolom sesuai kebutuhan dan satu baris. Untuk menambah jumlah baris pilih Edit kemudian New Record atau tekan tombol kombinasi Ctrl+A dan ulangi langkah penambahan jumlah baris tersebut sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, data input diisikan pada kolom dan baris yang tersedia. Dalam tugas ini, kolom yang dibuat sejumlah 3 buah, yaitu kolom: Nomor, Longitude, Latitude.
Gambar 3.5 Tabel data yang telah terisi data

3.4.

Tampilan Data Langkah selanjutnya adalah menampilkan data yang telah dimasukkan untuk tujuan pemetaan. Window awal ditampilkan kembali dan double click pada View sehingga muncul tampilan berikut.
Gambar 3.6 Tampilan window View

15

Selanjutnya pilih View pada Menu Bar kemudian pilih Add Theme sehingga akan memunculkan tampilan sebagai berikut.

Gambar 3.7 Window untuk memilih lokasi map file yang akan ditampilkan

Kemudian lokasi penyimpanan map file dibuka dan akan muncul file berekstensi *.shp dengan masing-masing nama map file. Dalam tugas ini, file dipilih adalah peta Provinsi D.I. Aceh (aceh.shp) dan peta Provinsi Sumatera Utara (sumut.shp). Dengan cara yang sama, peta cekungan dunia dan sebaran titik batuan sumber juga dibuka.

Demi memperjelas tampilan, peta di atas telah mengelami penyesuaian tampilan serta penambahan label.
Gambar 3.8 Tampilan akhir dalam proses menampilkan data

16

BAB IV PEMBAHASAN

Gambar 4.1 Tampilan data dalam peta Provinsi D.I. Aceh dan Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan pemetaan yang telah dilakukan, lokasi sumur pengeboran minyak dan gas bumi tersebar di dua wilayah provinsi yaitu, Provinsi D.I. Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan peta ini, sebagian besar sumur terletak pada bagian timur provinsi yang merupakan daerah perbatasan dengan Selat Malaka. Pemetaan lebih detail dilakukan pada tingkat kabupaten. Berdasarkan peta pada tingkat kabupaten, posisi sumur tersebar pada 2 kabupaten di Provinsi D.I. Aceh dan 2 kabupaten di Provinsi Sumatera Utara serta satu sumur berada di Selat Malaka dengan jarak kurang lebih 7 km dari garis pantai Kabupaten Langkat. Berikut adalah rincian jumlah sumur pada masing-masing kabupaten:
Tabel 4.1 Data jumlah sumur pada masing-masing kabupaten di Provinsi D.I. Aceh dan Provinsi Sumatera Utara.

Provinsi D.I. Aceh D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Utara

Kabupaten Aceh Utara Aceh Timur Langkat Deli Serdang

Jumlah Sumur 1 7 7 1

17

Gambar 9 Tampilan sebaran lokasi sumur pada masing-masing kabupaten di Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara

Secara geologi, kedua wilayah provinsi tersebut terletak pada sebagian wilayah dari Cekungan Sumatra Utara. Berdasarkan hasil pemetaan pada wilayah cekungan Sumatra Utara, sebagian besar posisi sumur pengeboran terletak pada wilayah sebelah barat cekungan dan merupakan daerah dengan kedalaman yang cukup dangkal karena berbatasan dengan daerah dataran tinggi. Berdasarkan konsep petroleum system, minyak dan gas akan mengalami migrasi karena temperatur dan tekanan yang besar di bawah permukaan. Pada proses migrasi tersebut, minyak dan gas akan mencari suatu jenis batuan dengan tingkat porositas dan permeabilitas yang tinggi yang disebut dengan batuan reservoir. Sandstone dan batuan karbonat adalah contoh dari batuan reservoir. Dalam peta ini juga terdapat posisi dari source rock atau batuan sumber yang merupakan batuan penghasil minyak dan gas bumi. Sumur yang berada paling dekat dengan posisi batuan sumber adalah sumur nomor 2 dengan jarak kurang lebih 19 km. Sedangkan sumur berposisi paling jauh dengan batuan sumber adalah sumur nomor 4 dengan jarak kurang lebih 211 km. Sumur nomor 2 memiliki potensi cadangan minyak dan gas yang besar karena posisinya yang berdekatan dengan batuan sumber. Namun, hal ini masih perlu dibuktikan lagi karena produktivitas sumur juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a) Tingkat porositas dan permeabilitas batuan reservoir. Semakin tinggi tingkat porositas dan permeabilitas batuan reservoir maka, akan semakin tinggi pula minyak yang terkandung pada batuan reservoir tersebut.

18

b) Kualitas batuan penutup (Seal). Batuan jenis ini haruslah memiliki tingkat porositas dan permeabilitas yang rendah karena bertugas untuk mencegah minyak bermigrasi ke permukaan sehingga terakumulasi pada batuan reservoir. c) Perbedaan elevasi antara batuan sumber dan batuan reservoir. Jika perbedaan elevasi tersebut cukup besar, maka akan dibutuhkan daya tekan yang cukup besar pula untuk membuat minyak dan gas bermigrasi. Selain itu, perbedaan tersebut juga akan menyebabkan minyak/gas lebih termigrasi ke tempat yang landai meskipun dengan jarak yang cukup jauh dari batuan sumber.

Gambar 4.3 Tampilan sebaran lokasi sumur pada wilayah Cekungan Sumatera Utara

Peta yang terakhir adalah hasil overlay dari ketiga peta di atas. Pada peta ini akan semakin jelas terlihat posisi dari sumur pengeboran, dalam tingkat regional provinsi maupun kabupaten serta terhadap wilayah cekungan dan posisi terhadap batuan sumber.

19

BAB V PENUTUP

Gambar 4.4 Peta sebaran minyak dan gas bumi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara

Pemetaan yang dilakukan dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3 tersebut tidak jauh berbeda dengan cuplikan peta referensi dari sebaran minyak dan gas bumi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara yang berada pada cekungan Sumatra Utara pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Cuplikan Peta sebaran minyak dan gas bumi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara

20

BAB V PENUTUP

Secara geologi, wilayah Provinsi Aceh dan Sumatra Utara terletak pada sebagian wilayah dari Cekungan Sumatra Utara. Berdasarkan hasil pemetaan pada wilayah cekungan Sumatra Utara, sebagian besar posisi sebaran minyak dan gas bumi terletak pada wilayah sebelah barat cekungan. Daerah tersebut memiliki kedalaman yang cukup dangkal karena berbatasan dengan daerah dataran tinggi yang merupakan daerah migrasi minyak. Pemetaan yang dilakukan dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3 tersebut tidak jauh berbeda dengan cuplikan peta referensi dari sebaran minyak dan gas bumi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara yang berada pada cekungan Sumatra Utara, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemetaan yang dilakukan mampu menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

21

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Tinjauan Umum Lapangan. http://dc235.4shared.com/doc/.html. diakses pada tanggal 14 oktober 2012

Burrough, P. 1986. Principle of Geographical Information System for Land Resources Assesment. Claredon Press. Oxford.

Charter, Denny. 2003. Desain dan Aplikasi GIS, Geographic Information System. PT Gramedia. Jakarta.

Khoirunnisa. 2011. Cekungan Geologi Paparan Sunda. Wahana Keilmuan Geospasial. Jakarta.

Prahasta, Edi. 2005. Sistem Informasi Geografis. Edisi Revisi. CV Informatika. Bandung.

22

You might also like