You are on page 1of 7

Mendamaikan Ilmu Pengetahuan dan Agama (Persepsi Keliru tentang Evolusi Darwin) OPINI | 21 September 2012 | 08:40 Dibaca:

3053 Komentar: 15 Nihil

Perdebatan antara ilmu pengetahuan dan agama bukan hal yang baru. Sejak manusia mengenal agama dan di sisi lain kecerdasan manusia berkembang, manusia menggunakan daya nalarnya untuk menangkap dan memahami fenomena alam. Ilmu pengetahuan lahir sebagai konsekuensi kecerdasan manusia. Dengan ilmu pengetahuan manusia berusaha menjelaskan kehidupan yang pada beberapa hal jika dijelaskan dari sudut pandang agama sering sukar difahami secara langsung. Sering kita terlalu dini menilai suatu teori illmiah bertentangan dengan agama. Sementara perkembangan ilmu telah banyak mengungkap kesesuaian antar isi kitab suci dengan fenomena yang ada di alam. Sungguh kurang adil dan kadang tidak pada tempatnya jika selalu mengadu kebenaran ilmu pengetahuan dengan agama. Keduanya mempunyai dasar yang berbeda. Mempertanyakan mana yang lebih benar dan ilmiah apakah ilmu pengetahuan ataukah agama akan sangat membuang waktu dan energi. Keduanya memiliki dasar dan metode pamahaman yang berbeda. Yang perlu disadari seberapapun besar usaha yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan untuk mengungkap alam semesta, masih sangat kecil dibanding dengan apa yang ada dan sesungguhnya terjadi di alam ini, yang masih menjadi rahasia milik Tuhan. Di sisi lain seolah-olah sering terjadi ketidaksesuaian penjelasan tentang sebuah fenomena yang sama dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan agama. Ketidaksesuaian yang kadang berujung pada penolakan terhadap sebuah teori atau penemuan ilmiah. Contohnya dulu teori tentang bumi bulat mendapat tentangan keras dari sejumlah golongan yang meyakini bahwa bumi datar karena Tuhan menghamparkan bumi. Kini semua sepakat bahwa maksud menghamparkan tidaklah berarti bumi datar karena pada kenyataannya ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa bumi memang bulat. Perdebatan pemikiran ilmu pengetahuan dan agama tak jarang bermuara pada sebuah pertentangan tajam. Teori Evolusi Darwin yang dituangkan dalam bukuThe Origin Of Species adalah contoh nyata terbesar bagaimana sebuah ilmu pengetahuan dianggap melawan firman Tuhan dan mengancam agama. Kritik pedas tidak hanya ditujukan kepada teori evolusi, sosok Darwin pun dikecam keras dan dianggap berusaha menyebarkan ateisme dengan kedok teori ilmiah. Kebenaran tuduhan-tuduhan tersebut mungkin hanya Darwin yang tahu. Hingga kini pertentangan antara teori evolusi dengan kreasionisme terus terjadi. Kreasionisme yang sangat kuat memegang kepercayaan sebagaimana kitab suci menjelaskan bahwa kehidupan di bumi diciptakan selama 6 hari dan setiap hari Tuhan menciptakan kelompok organisme yang berbeda-beda. Sedangkan teori evolusi Darwin secara gamblang berpendapat organisme yang beranekaragam saat ini berasal dari sedikit atau satu organisme di masa lampau yang sederhana. Perubahan terjadi secara perlahan selama berjuta-juta tahun melalui mekanisme seleksi alam. INTERPRETASI MENYIMPANG TEORI EVOLUSI DARWIN BUKAN KESALAHAN ILMU PENGETAHUAN. Saya tidak berdiri di atas kaki yang menolak atau mendukung kreasionisme tapi juga tidak memandang teori evolusi Darwin sebagai sebuah ancaman besar bagi kemanusiaan dan keyakinan seperti yang dituduhkan pengikut kreasionisme. Pengikut Darwinisme maupun Kreasionisme yang terus berdebat dengan membawa agama terlalu jauh di satu sisi dan mengesampingkan campur tangan Tuhan di sisi lain mungkin melakukan kesalahan dalam menempatkan agama dan ilmu pengetahuan. Agama dan ilmu pengetahuan bukan untuk dipertentangkan karena sejak awal keduanya memang berbeda. Meski keduanya sama-sama berusaha memberikan jalan menuju kebenaran. Kadang terasa tidak adil jika ilmu pengetahuan selalu diadu dengan iman dan kitab suci. Bahkan

dalam beberapa hal mungkin keduanya kelihatannya tidak akan pernah satu, meskipun sebenarnya dapat didamaikan. Dapat didamaikan karena Tuhan telah menyediakan jalan bagi manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya untuk mengembangkan pengetahuan. Jalan berupa kecerdasan termasuk indera yang sempurna untuk menangkap fenomena alam. Agama memberi jalan bagi umat manusia untuk terus belajar dan mengungkap rahasia alam raya. Di sinilah sebenarnya ilmu pengetahuan dapat didamaikan dengan agama. Ilmu pengetahuan adalah jalan untuk mencapai kebenaran seperti halnya agama. Mengenai apakah sebuah teori ilmiah akhirnya terbukti benar atau salah itu masalah lain karena ilmu pengetahuan terus berkembang dan bersifat relatif. Bahkan kesalahan dalam ilmu pengetahuan tetap dianggap sebagai sesuatu yang berharga untuk perkembangan pengetahuan itu sendiri. Agama adalah keyakinan yang harus dipercayai. Apa yang dikatakan oleh agama dalam hal ini kitab suci tidak boleh diragukan apalagi dipertanyakan kebenarannya. Sementara ilmu pengetahuan lahir dari sebuah proses berfikir mengikuti metode-metode ilmiah. Yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan adalah materi yang mewujud atau fenomena-fenomena yang konkret. Kebenaran suatu pengetahuan tidak bersifat mutlak, artinya dapat berubah karena manusia akan terus berfikir. Di sinilah agama dan ilmu pengetahuan seolah-olah tidak bisa dipertemukan karena metode dan sudut pandang yang digunakan oleh keduanya untuk menemukan kebenaran dan menerangkan sebuah fenomena tidak sama. Sehingga wajar jika dalam beberapa kasus dalam hal ini teori evolusi seolah tidak sejalan dengan agama yang dalam konteks ini diwakili kreasionisme. Kreasionis atau pihak yang mendukung penuh konsep penciptaan sering melontarkan kritik bahkan tuduhan dengan dasar yang tidak ilmiah terhadap Darwin. Padahal mereka selalu menganggap teori evolusi Darwin sebagai teori yang tidak ilmiah juga. Darwin dianggap sebagai ateis sehingga kaum beragama yang mendukung teori evolusi Darwin berarti juga mengingkari imannya sendiri. Menurut mereka kerusakan dan bencana akibat teori evolusi Darwin sangat nyata sehingga seorang muslim atau penganut agama harus menolak Darwinisme dan meyakininya sebagai ancaman yang besar bagi kehidupan. Rasa tidak nyaman sering muncul ketika membaca argumen-argumen yang melibatkan ayat suci untuk mengkritik habis-habisan sebuah teori ilmiah (dalam hal ini teori evolusi Darwin) secara tidak proporsional. Kejahatan kemanusiaan, penjajahan, rasisme, fasisme dan pemberontakan yang dilakukan oleh Hitler, Mussolini, Lenin dan sebagainya sering dianggap sebagai efek samping dari teori Evolusi yang berarti juga tanggung jawab Darwin. Atas dasar ini juga para kreasionis kemudian berpendapat bahwa teori evolusi telah menggiring umat manusia ke dalam bencana. Darwin dan teori evolusi dianggap sebagai ancaman terhadap agama. Jika Hitler dan Mussolini menjadikan pandangan evolusi sebagai salah satu inspirasi pembenaran kejahatan mereka, maka kesalahan bukan pada teori evolusi sebagai produk ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dibandingkan secara sederhana dengan fenomena jejaring sosial yang sempat menjadi perdebatan antara pandangan agama dan iptek. Penyimpangan penggunaan facebook tidak menunjukkan kesalahan tentang keberadaan facebook. Dengan demikian munculnya rasisme, fasisme, kolonialisme dan kejahatan lainnya bukan alasan untuk menyalahkan Darwin dan teori evolusinya. Di sisi lain ilmu pengetahuan dipandang bebas nilai. Namun kenyataannya dalam merumuskan sebuah teori peneliti sering dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan subyektif sehingga pada hakikatnya ilmu pengetahuan tidak sepenuhnya bebas nilai. Banyak penelitian sengaja dirancang sedemikian rupa untuk menolak hipotesis nol. Kita pun mungkin sering tak sadar atau tak sengaja melakukannya, setidaknya dalam tahap pemikiran. Namun hal tersebut tidak mengurangi nilai manfaat sebuah ilmu pengetahuan karena sejarah telah mencatat banyak kemajuan dalam kehidupan manusia yang dihadirkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan. TEORI PENCIPTAAN (Kreasionisme) vs TEORI EVOLUSI DARWIN. Kreasionis yang selalu menganggap teori evolusi Darwin sebagai teori yang tidak ilmiah rasanya harus kembali melihat

dirinya sendiri karena kritik yang ditujukan telah meluas hingga penyerangan terhadap pribadi seorang Charles Darwin dan pemikir evolusi yang lain. Pernyataan dari pemahaman kitab suci yang diajukan kreasionis untuk memperkuat kreasionisme itu sendiri juga belum sepenuhnya dapat dijelaskan secara benderang. Di sisi lain pengikut teori evolusi Darwin juga harus mengakui bahwa beberapa argumen dan bukti yang diajukan oleh Darwin pada kenyataannya juga tak seperti Darwin bayangkan sebelumnya. Salah satu kelemahan teori evolusi adalah ketidaklengkapan bukti fosil yang memberikan petunjuk mengenai adanya transformasi antar kelompok makhluk hidup. Hal ini berdampak besar dalam beberapa cabang ilmu pengetahuan. Dalam Biologi misalnya, ketiadaan fosil mempersulit penyusunan filogeni Mamalia dan Tumbuhan berbiji. Padahal selama ini evolusi sering digunakan untuk menjelaskan perkembangan Mamalia dan Tumbuhan. Di sisi lain kreasionis dengan pemahaman harafiah bahwa Tuhan menciptakan kehidupan selama 6 hari mendapatkan argumen yang mereka anggap kuat untuk mengatakan bahwa ketiadaan fosil yang lengkap merupakan bukti bahwa evolusi seperti disampaikan Darwin tidak pernah terjadi. Evolusi hanya sebuah teori bukan sebuah fakta yang pasti kebenarannya. Dalam konteks terakhir ini saya sependapat dengan kreasionis karena pada hakikatnya evolusi tidak akan pernah dapat sepenuhnya dibuktikan. Evolusi adalah proses yang bagian terbesarnya tertinggal di masa lampau, kompleks dan sulit untuk dianalisis apalagi di dalam laboratorium. Pemahaman harafiah tentang penciptaan selama 6 hari mungkin terlalu kaku. Saya teringat seorang Profesor di kampus saya yang pernah pada satu kesempatan berkata bahwa 6 hari yang dimaksud bisa saja hari dalam kisaran lain dalam rentang waktu sejarah. Hari pertama mungkin rentang waktu jutaan tahun, sedangkan hari kedua mungkin berjalan lebih lama atau lebih singkat. Demikian seterusnya hingga hari ke enam penciptaan makhluk hidup. Setiap hari dalam 6 hari adalah rentang waktu yang lama dan belum tentu sama. Enam hari sebaiknya tidak diartikan harafiah 624 jam. Andai ini diterima maka 6 hari tersebut menjadi waktu yang lama dan cukup bagi terjadinya evolusi. Tentang asal-usul manusia, para kreasionis mengecam teori evolusi sebagai ancaman terhadap agama karena dianggap mengingkari keyakinan bahwa manusia pertama adalah Adam, seorang manusia dengan wujud yang sempurna. Adam bukanlah kera dan dalam hal ini kita sama-sama sepakat dan meyakini bahwa Adam adalah nenek moyang kita. Namun, kritik juga harus disampaikan kepada mereka yang menyebutkan bahwa Darwin berteori tentang kera sebagai muasal manusia. Bisa jadi apriori berlebihan terhadap teori evolusi Darwin salah satunya disebabkan karena sebagian pengkritik sebenarnya tidak atau belum membaca teorinya. Teori evolusi Darwin tidak membahas bahwa manusia berevolusi dari kera, gorila atau simpanse. Jika membaca teliti buku The Origin of Species , tak akan ditemukan Darwin berkata asal-usul dirinya dan manusia lainnya adalah kera. Teori evolusi Darwin memang mencoba memikirkan bahwa manusia mungkin berasal dari nenek moyang yang mirip dengan kera. Kemudian beberapa ciri pada manusia ternyata juga dimiliki oleh kera dan kerabatnya. Apakah mirip dengan kera harus berarti kera?. Entah siapa yang pertama kali mengeluarkan pendapat ekstrim kalau Teori Evolusi Darwin menyebutkan manusia berasal dari kera. Buku lain mungkin demikian, tapi The Origin of Species milik Darwin tidak bercerita tentang itu. Karena sebaliknya teori evolusi justru mengakui masih kebingungan mencari hubungan antara manusia purba nenek moyang kita dengan kera, gorila atau monyet. Meski kita tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa ada sebagian ciri pada tubuh kita yang juga dimiliki oleh kera atau gorila. Dalam bukunya, Darwin juga secara tersirat mengakui kekurangan-kekurangan teori evolusinya. Jadi jelaslah sudah bahwa mereka yang menyebutkan Darwin dan teori evolusinya menyimpang karena mendefinisikan manusia berasal dari kera adalah sebuah persepsi yang terlalu dini atau bahkan cenderung emosional. Persepsi dan emosi yang awalnya wajar namun sering digiring kepada masalah keyakinan seseorang. Sayangnya, mereka yang memiliki kecerdasan tinggi tentang agama dan ilmu pengetahuan justru terlanjur terjebak pada kubu pro dan kontra dan melupakan tugas sesungguhnya yaitu menarik kesimpulan.

Serangan terhadap teori evolusi Darwin tak jua berhenti hingga kini, bahkan berkembang pada bagian yang lain. Jika seleksi alam yang dimaksud dalam teori evolusi Darwin bekerja sebagai kemauan alam tanpa campur tangan Tuhan, berarti ada mekanisme yang perlu dijelaskan. Inilah hutang Darwin yang tak sempat dijelaskannya atau memang Darwin tidak mampu merangkai jawabannya. Teori evolusi Darwin yang awalnya dianggap bisa menjelaskan mekanisme tersebut ternyata gagal. Darwin memang berhasil menunjukkan bukti-bukti produk evolusi, namun dia luput menjelaskan secara elegan apa yang terjadi dan bagaimana bukti-bukti itu berevolusi. Sebagian kalangan mungkin maklum karena Darwin sebenarnya tak pernah mengeyam pendidikan formal Biologi, dia hanyalah seorang biasa yang tertarik kepada alam dan makhluk hidup pengisinya. Tapi teorinya terlanjur mengguncang zaman. Perkembangan ilmu Genetika dengan Hukum Mendel tentang pewarisan sifat awalnya menggugurkan klaim mekanisme evolusi Darwin. Tapi pada akhirnya Hukum Mendel justru menjadi pijakan untuk mengaktualisasi teori evolusi hingga dihasilkan teori Sintesis, sebuah teori evolusi kontemporer. Penemuan dan perkembangan mikroskop juga membuktikan bahwa organisme adalah bentuk yang sangat rumit hingga pada tingkatan selnya. Terbentuknya struktur yang rumit tersebut tidak bisa dijelaskan dengan teori evolusi Darwin. Namun sekali lagi fakta tersebut tidak sepenuhnya menjadi bukti bahwa teori evolusi bertentangan dengan ajaran agama. Kepercayaan tentang penciptaan oleh Tuhan mungkin sebaiknya disertai pemahaman bahwa selama penciptaan tersebut Tuhan juga berkuasa untuk memberikan dinamika dan memunculkan proses perkembangan menuju bentuk yang lebih rumit hingga menghasilkan jenis yang beragam seperti saat ini. Tak perlu juga menyalahkan waktu kalau seandainya Darwin diberi kesempatan menjelaskan maksud tulisannya mungkin semuanya akan lebih jelas, belum tentu juga. Bisa jadi evolusi adalah bahasa yang digunakan oleh Darwin untuk menjelaskan sebuah fenomena. Sementara agama memiliki bahasa lain untuk menjelaskan yang sama. Tapi di luar itu semua harus diakui kalau teori evolusi Darwin membuka jalan bagi ilmu pengetahuan modern untuk menjelaskan asul-usul kehidupan. Teori evolusi Darwin memang gagal menjelaskan mekanisme tentang terbentuknya keanekaragaman makhluk. Namun bukti bahwa evolusi pernah terjadi sukar untuk diingkati. Sebuah fakta yang menarik dalam sejarah perkembangan ilmu Biologi terutama sistematika tumbuhan adalah terbitnya buku Genera Plantarum yang ditulis Bentham dan Hooker. Terbitnya Genera Plantarum dianggap sebagai masa berakhirnya periode klasifikasi sistem alam. Ternyata Genera Plantarum diterbitkan hampir bersamaan dengan lahirnya teori evolusi Darwin. Periode inilah yang dalam sejarah sistematika tumbuhan (Biologi) dianggap sebagai awal perkembangan sistem filogenetik yang sedang banyak dikembangkan akhir-akhir ini. Fakta bahwa evolusi benar-benar terjadi akhirnya sukar untuk ditolak. Beberapa bukti dan argumen dalam teori evolusi Darwin yang tidak dapat menjelaskan dengan tepat dan tuntas asalusul kehidupan bukanlah sebuah tanda bahwa evolusi tidak pernah terjadi. Bukti fosil meskipun belum lengkap tetap diterima sebagai kenyataan bahwa pernah ada kehidupan masa lampau sebelum kehidupan modern saat ini. Di sisi lain pemegang teguh Darwinisme juga tak bisa mengingkari kenyataan bahwa teori evolusi Darwin mempunyai banyak kekurangan. Namun hal itu justru membuka lahan pemikiran baru untuk terus menganalisis perspektif dan mengaktualisasi teori evolusi karena diakui hingga saat ini teori evolusi masih menjadi satu-satunya teori yang dapat menjelaskan perkembangan sebagian kehidupan masa lampau yang mengantarkan pada dunia masa kini. Andaikan tidak selalu diterima dan diartikan secara harafiah, keyakinan agama tentang penciptaan seharusnya tidak akan menimbulkan pertentangan tajam mengenai teori evolusi. Teori evolusi adalah sebuah ilmu pengetahuan yang seharusnya tidak dianggap sebagai simbol penentangan terhadap agama atau sumber bencana.

Charles Darwin versus Harun Yahya


Asal Usul October 7th, 2008

Beberapa waktu yang lalu, aku dan temanku menyaksikan sebuah film dokumenter karya Harun Yahya yang berjudul Runtuhnya Teori Evolusi. Sebuah film yang menarik. Walaupun dulu aku pernah membaca sebuah artikel dengan judul yang sama, ternyata teknologi audio visual bisa memberi otak kita sensasi yang berbeda untuk menu yang sama. Lalu seperti biasa, setelah selesai menonton, aku dan teman-teman mulai membicarakan film yang baru selesai kami saksikan tadi. Sebenarnya kami bukannya sengaja membuka sebuah forum diskusi ilmiah, hanya saja rasanya tidak enak menikmati sekaleng minuman ringan dan pisang goreng keju kalau hanya sambil membisu dan bertatap-tatapan. Perbincangan pun berjalan, kami saling berbagi pendapat mengenai evolusi, informasi yang pernah kami dengar atau baca, dan pertanyaan-pertanyaan mulai dari yang paling serius seperti, Apakah teori Evolusi benar-benar telah menyebabkan holocaust yang membunuh jutaan bangsa Yahudi di Eropa? sampai yang paling konyol seperti, Siapa diantara kita yang dari ciri fisiknya masih dekat dengan leluhur kera kita? Sebuah suasana yang menyenangkan, santai tapi juga serius. Seperti kata pepatah, Sambil menyelam minum soft drink atau Sekali mengayun dayung, dua tiga pisang goreng diembat Lalu tiba-tiba di dalam otakku muncul sebuah pemikiran yang kemudian aku tanyakan kepada forum bedah pisang goreng itu, Bagaimana kalau ternyata besok terbukti bahwa Teori Penciptaan Harun Yahya ternyata juga salah? Salah satu temanku yang agak santri langsung membantah, bahwa sudah terbukti kalau teori Evolusi itu salah dan bertentangan dengan kitab suci yang kita yakini kebenarnya. Maka tidak ada kemungkinan teori Evolusi itu akan berbalik menjadi benar. Tapi beberapa teman lainnya sepertinya berpikiran terbuka dan menyatakan hal itu bisa saja terjadi. Aku sendiri mempunyai pendirian yang agak berbeda dengan mereka semua, aku tidak sertamerta ikut dengan kesimpulannya Harun Yahya. Ada sebuah tanda tanya yang masih mengganjal di benakku. Katakanlah bahwa sekarang Teori Evolusi telah gagal mempertahankan kebenarannya. Apakah lantas Teori Penciptaan Harun Yahya akan bisa diterima begitu saja? Sedangkan (menurut pemikiranku yang bodoh) Teori Penciptaan pun belum memiliki dasar yang terlalu kuat untuk berdiri sendiri, kecuali pada ayat-ayat suci yang secara dogmatis tidak boleh dibantah (karena kita menyatakan diri kita sebagai orang-orang beriman). Belum ada cukup bukti secara ilmiah yang

menyatakan Teori Penciptaan itu benar sedemikian apa adanya. Bukankah sebuah teori tidak menjadi benar hanya karena teori yang berlawanan dengannya dinyatakan salah? Menurutku harus ada yang menghubungkan kedua teori itu dengan biajaksana. Karena kedua teori itu sama-sama punya kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan teori Evolusi adalah walaupun salah secara aplikasi karena menihilkan peranan Tuhan dalam kehidupan dunia, teori ini mengajarkan kita bahwa seleksi alam akan mengharuskan kita memilih antara beradaptasi atau mati. Bukankah itu sebuah kebijaksanaan yang diajarkan alam kepada kita. Secara sosial dan ekonomi, saat ini pun sebenarnya kita sedang menghadapi seleksi alam. Yang kuat secara ekonomi akan bertahan, sedangkan yang lemah akan tersingkir dan mati. Maka adaptasi tertentu harus kita lakukan untuk bertahan. Walaupun tingkat adaptasi itu harus juga dibatasi agar kita bisa bertahan hidup dan tetap menjadi manusia, bukannya menjadi spesies baru yang tidak lagi memiliki kemanusiaan. Sedangkan Teori Penciptaan walaupun benar secara logis-religius, juga tidak dapat menihilkan semua kemungkinan lain yang bertentangan dengannya. Ada banyak fakta-fakta yang harus diberi bantahan secara ilmiah dan bukan hanya dengan ayat-ayat suci. Bukannya aku menyangsikan kebenaran kitab suci. Tapi sebagai manusia, kita hanya bisa memahami firman Tuhan yang tertuang di Al Quran/Injl/Taurat secara tersurat saja, sedangkan yang mengetahui makna hakikinya, bukankah hanya Tuhan yang Maha Mengetahui? Bukankah dulu kita umat Islam meyakini bahwa nabi Isa as tidak mati disalib tapi diangkat ke surga berdasarkan keterangan kitab suci Al Quran surah An-Nisaa ayat 157. Namun setelah Ahmad Deedat melakukan penelitian ternyata benar Nabi Isa itu disalib (walaupun tidak sampai mati) dan tidak diangkat ke surga melainkan tetap hidup di dunia ini sampai bertahun-tahun kemudian dia (Nabi Isa as) wafat dan dikubur secara wajar (buku Ahmad Deedat: The Choice). Lantas apakah ini berarti kitab suci Al Quran salah? Tidak, sekali-kali tidak. Hanya saja kita yang dulu memahaminya secara salah karena tidak memiliki bukti-bukti ilmiah, dan hanya mendugaduga berdasarkan keterangan ayat-ayat suci itu saja. Lalu hubungannya dengan Teori Evolusi? Begitu juga sama. Kita sekarang yakin bahwa kita diciptakan sebagai keturunan dari Nabi Adam, yang diciptakan oleh Allah dengan tangan-Nya sendiri, dan bahwa Nabi Adam itu adalah makhluk pertama dari spesies yang bernama manusia. Semua fakta itu hanya didapat dari keterangan kitab suci. Apakah tidak mungkin kita memahami ayat-ayat tentang kisah asal-mula Adam itu dengan pemahaman yang salah? Apakah tidak mungkin suatu saat nanti ada seorang yang menemukan fakta yang berbeda namun masih sesuai dengan ayat-ayat Al Quran seperti pada kasus penyaliban Nabi Isa as? Kebenaran adalah sesuatu yang relatif, hanya kebenaran Tuhan saja yang Mutlak (al-Haqq). Bukankah dulu seorang pemikir yang pintar menyatakan bahwa bumi ini datar, sampai kemudian seorang yang lebih pintar membantahnya dan membuktikan bahwa bumi itu bundar. Bukankah dulu manusia yang paling cerdas di muka bumi ini menyatakan bahwa bumi ini adalah pusat tata surya, lalu beberapa waktu kemudian seorang yang lain mengatakan bahwa dia salah dan membuktikan bahwa mataharilah pusat tata surya kita. Bukankah pula dulu seorang genius meyatakan bahwa materi terkecil di dunia ini adalah atom, sampai kemudian ada seorang lain yang sanggup membelah atom itu menjadi materi yang lebih kecil berupa proton dan netron? Lalu bagaimana kita bisa menarik kesimpulan bahwa karena Teori Evolusi salah lantas Teori Penciptaan bisa diterima begitu saja? Selalu ada kemungkinan kebenaran yang lebih benar akan terungkap dan menjadikan kita manusia yang lebih bijaksana. Agama adalah makanan hati, sedangkan ilmu pengetahuan adalah makanan otak. Kekurangan

salah satunya akan menghambat pertumbuhan kita menuju manusia yang sempurna. Kalau kita hanya percaya pada Darwin, hati kita akan menjadi keras, sebaliknya kalau kita menerima Harun Yahya apa adanya, otak kita akan beku. Hati dan otak kita harus selalu terbuka menerima makanan segar untuk diolah dengan baik agar JIWA kita tumbuh dewasa. Karena jiwa (ruh) itulah esensi kita yang akan hidup abadi selama-lamanya. Kalau kita tidak mengkonsumsi gizi yang seimbang untuk hati dan otak kita, maka jiwa kita akan kerdil. Dan jiwa (ruh) yang kerdil tidak akan bisa mencapai kedudukan yang mulia disisi JIWA yang Maha Sempurna (Allah ArRuh).

You might also like