You are on page 1of 7

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR MALEOLUS DI RUANG A2 RUMAH SAKIT Dr.

KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH : RESTANTIE FRIMADINIE G3A012098

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013

FRAKTUR MALEOLUS
A. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelzter, 2002 ; Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, dan krepitasi (Doenges,2000 ). Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott. Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh). Bidang gerak sendi pergelangan kaki hanya terbatas pada 1 bidang yaitu untuk pergerakan dorsofleksi dan plantar fleksi. Maka mudah dimengerti bila terjadi gerakan-gerakan di luar bidang tersebut, dapat menyebabkan fraktur atau fraktur dislokasi pada daerah pergelangan kaki.

B. Etiologi Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam beberapa macam trauma: 1. Trauma abduksi Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial. 2. Trauma adduksi Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma

adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma. 3. Trauma rotasi eksterna Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus. 4. Trauma kompresi vertikal Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan robekan diastasis.

C. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur

menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. 4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera ( Smelzter, 2002 ; Bare, 2002). Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali dan tak dapat berjalan. Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada ligamen.

D. Patofisiologi Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun. COP (Cardiak Out Put) menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neuralvaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan

mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.

E. Penatalaksanaan Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi sendi yang sesegera mungkin. Tindakan pengobatan terdiri atas: 1. Konservatif Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler di bawah lutut. 2. Operatif Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang

ditemukan apakah hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada tibiofibula serta adanya dislokasi talus. Beberapa hal yang penting diperhatikan pada redusi, yaitu: a) Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis. b) Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk parallel c) Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal (4 mm) d) Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula.

Tindakan operasi terdiri atas: a) Pemasangan screw (maleolar) b) Pemasangan tension band wiring c) Pemasangan plate dan screw

F. Pengkajian Fokus Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. 1. Pengkajian Pasien Fraktur dengan post ORIF menurut (Doenges, 2000) meliputi: a) Aktivitas atau istirahat Gejala: Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri). b) Sirkulasi Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri atau ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan. Takikardia Penurunan atau tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat dan pucat pada area fraktur. Hematoma area fraktur.

c) Neurosensori Gejala: 1) Hilang gerakan atau sensasi 2) Kesemutan (parestesia) Tanda: 1) Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi. 2) Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri). 3) Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri, ansietas atau trauma lain).

d) Nyeri atau Kenyamanan Gejala: 1) Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin

terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi. 2) Spasme atau kram otot setelah imobilisasi. e) Keamanan Tanda: Laserasi kulit dan perdarahan. Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tibatiba). f) Penyuluhan atau Pembelajaran Imobilisasi. Bantuan aktivitas perawatan diri. Prosedur terapi medis dan keperawatan.

2. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Rongent Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral. b. CT Scan tulang, fomogram MRI (Magnetic Resonance Imaging). Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan. c. Arteriogram Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. d. Hitung darah lengkap Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.

You might also like