You are on page 1of 10

Peranan Nilai Ketuhanan di Dalam Menghadapi Globalisasi

Oleh : Rosyid Abdul Hamid (H0512105) PETERNAKAN C UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

KATA PENGANTAR

Pertama, penulis ingin mengucapkan rasa syukur atas segala kelimpahan yang telah diberikan oleh Tuhan YME sehingga pembuatan makalah yang berjudul Peranan Nilai Ketuhanan di Dalam Menghadapi Globalisasi dapat terselesaikan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila secara khusus dan secara umum bertujuan memberikan sedikit pengetahuan mengenai peranan sila pertama Pancasila di dalam menghadapi ancaman negatif globalisasi kepada siapa saja yang dengan tidak sengaja membaca tulisan ini. Rasa terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada pihak-pihak tertentu yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, diantaranya : 1. Kedua orang tua penulis, yang tak henti-hentinya mendoakan penulis dalam menggapai cita-cita 2. Dosen Makul Pancasila, Drs. H. Utomo, M.Pd. yang telah memberikan materi mengenai nilai Pancasila 3. Para sahabat yang telah memberi dukungan dan semangat Penulis menyadari bahwa penyelesaian makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penulisan maupun isi materi yang masih banyak kejanggalan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan masukan yang bersifat membangun agar penulis dapat memperbaiki penulisan-penulisan makalah maupun laporan yang akan datang.

Surakarta, 27 Oktober 2012 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .. i Kata Pengantar .. ii Daftar Isi ... iii BAB I Pendahuluan ... 1 BAB II Rumusan Masalah . 2 BAB III Pembahasan . 3 Peranan sila pertama dalam menghadapi dampak globalisasi .. 3 Cara menanamkan nilai secara efektif .. 5 BAB IV Penutup 6 Kesimpulan 6 Saran . 6 Daftar Pustaka

iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Era globalisasi telah membuat kemajuan di berbagai sektor kehidupan. Kemajuan yang paling bisa kita rasakan adalah perkembangan alat komunikasi dan telekomunikasi seperti adanya telepon gengam ( Hp), tv satelit, internet, gadget, dan sebagainya. Peralatan-peralatan tersebut secara tidak langsung telah membuat batas-batas antar wilayah negara seolah-olah hilang atau lenyap. Karena melalui peralatan tersebut seseorang dapat mengakses informasi atau berhubungan dengan masyarakat di seluruh belahan dunia. Interaksi-interaksi dengan masyarakat di seluruh belahan dunia tersebut akan memunculkan pertukaran budaya. Budaya luar akan secara mudah masuk dan berkembang di suatu negara, begitu juga sebaliknya. Budaya luar yang masuk ke dalam negara Indonesia sendiri ada yang sesuai dengan nilai Pancasila dan ada yang tidak sesuai atau menyimpang dari nilai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Budaya yang menyimpang dari nilai Pancasila tersebut kebanyakan bersumber dari budaya negara barat, antar lain ialah budaya hedonism (bergaya hidup mewah), materialisme, foya-foya, gelamor, individualistik dan meninggalkan kekeluargaan. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia seperti pencurian, pemakaian narkoba, minum-minuman keras, dan seks bebas merupakan dampak nyata akibat interaksi global. Tercatat telah terjadi peningkatan angka pemerkosaan, pencurian, kasus narkoba di Indonesia yang tumbuh selaras dengan perkembangan Globalisasi. Sebagai masyarakat yang tinggal di dunia kita tidak bisa lepas dari perkembangan globalisasi yang telah membawa dampak negatif bagi kehidupan bangsa dimana telah mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak generasi penerus bangsa dalam menyikapi berbagai permasalahan kebangsaan. Oleh karena itu, perlu adanya benteng untuk menangkalnya. NKRI sendiri mempunyai dasar negara dan dasar falsafah yang di gunakan sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila yang memiliki nilai-nilai tersendiri sebagai cermin budaya dan jati diri bangsa Indonesia. Maka diperlukan kesadaran lebih untuk mengamalkan nilai Pancasila terutama sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkedudukan sebagai sila yang meliputi atau menjiwai seluruh sila di dalam Pancasila. Agar bisa menangkal dampak-dampak

negatif globalisasi dan mengembalikan nilai-nilai luhur bangsa di dalam masyarakat.

BAB II PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peranan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dalam menghadapi dampak negatif globalisasi? 2. Bagaimana cara menanamkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa secara efektif?

BAB III PEMBAHASAN


Peranan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dalam menghadapi dampak negatif globalisasi
Tak dapat dipungkiri, saat ini negara Indonesia tengah dilanda kemunduran moral, nilai, etika dan sopan santun. Yang berujung terjadinya kasus penyimpangan seperti seks bebas, pemakaian narkoba, pencurian, budaya hedonisem, materialism, individualistic dan sejenisnya akibat pengaruh globalisasi. Kemunduran tersebut semakin lama semakin meningkat disebabkan oleh mudah masuknya pengaruh negatif globalisasi kedalam linkungan kehidupn berbangsa dan bernegara. Tentunya hal tersebut terjadi karena adanya factor, baik itu dari luar (eksternal) atau dari dalam (internal). Faktor dari luar (eksternal) berkaitan dengan pengaruh negara lain terhadap negara kita. Globalisasi yang didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, telah merubah pola hubungan antar bangsa dalam berbagai .aspek. Negara seolah tanpa batas (borderless), saling tergantung (interdependency) dan saling terhubung (interconected) antara satu negara dengan negara lainnya. Saat ini, tidak ada satupun negara di dunia yang mampu berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan warganya. Dominasi negara negara maju terhadap negara-negara berkembang semakin menguat melalui konsep pasar bebas dalam lingkup global maupun regional. Hal inilah yang menyebabkan mudah masuknya budaya-budaya barat yang tidak sesuai dengan nilai tradisi luhur bangsa Indonesia. Namun secara keseluruhan dampak negatif tersebut dapat kita tangkal. Tinggal bagaimana kita manyikapi pengaruh tersebut, inilah yang di sebut faktor dari dalam (internal). Ada orang yang mudah terpengaruh, karena pada dirinya tidak ada penangkal khusus, tidak ada pedoman di dalam kehidupannya, serta tidak ada keyakinan kepada sesuatu. Sebaliknya, ada golongan orang yang tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh negatif globalisasi karena pada jiwa diri individu tersebut tertanam nilai sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang mengajarkan tentang nilai-nilai religius dan kebaikan. Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa di dunia ditakdirkan memiliki karakteristik, baik dalam konteks geopolitiknya maupun struktur sosial budayanya, yang berbeda dengan bangsa lain di dunia ini. Oleh karena itu para

founding fathers (pendiri bangsa) Republik ini memilih dan merumuskan suatu dasar filosofi yang secara objektif sesuai dengan realitas bangsa ini, yaitu suatu dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia yang sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, di tengah-tengah negara atheis, sekuler serta negara teokrasi. Perumusan dasar filosofi Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki ciri khas jika dibandingkan dengan tipe negara atheis dan negara sekuler. Oleh karena itu dalam negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, kehidupan agama tidak dapat dipisahkan sama sekali dari kehidupan bangsa, seperti yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Secara filosofis Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung dalam sila pertama Pancasila yang berkedudukan sebagai dasar falsafat negara Indonesia, sehingga sila pertama tersebut sebagai dasar filosofis bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dalam hal hubungan negara dengan agama. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia bukan mengatur ruang akidah umat beragama melainkan mengatur ruang public warga negara dalam hubungan antar manusia. Negara dalam hubungan ini cukup menjamin secara yuridis dan memfasilitasi agar warga negara dapat menjalankan agama dan beribadah dengan rasa aman, tentram, dan damai. Sebenarnya peranan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam menghadapi dampak negatif globalisasi itu muncul dari kesadaran individu masing-masing dalam memeluk dan menjalankan akidah atau agamanya sendiri-sendiri. Karena pada dasarnya setiap agama mengajarkan paham kebaikan yang itu berarti dapat menangkal kejahatan. Di Indonesia sendiri ada 6 agama yang saat ini diakui oleh undang-undang, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu, dan Kong Hucu. Masing-masing agama tersebut pada dasarnya mengajarkan umatnya untuk senangtiasa berbuat kebaikan, itu berarti agama memiliki peranan sebagai pencegah kejahatan. Hak kebebasan memeluk agama sendiri diatur didalam UUD 1945 pasal 28E ayat (1) & (2), yang berbunyi : (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai hati nuraninya. Dengan mudah sebenarnya kita bisa mengatakan bahwa agama bagi manusia adlah pedoman hidup selaku makhluk ciptaan Tuhan yang ditetapkan-Nya sebagai penguasa tunggal (khalifah) terhadap kehidupan di bumi ini. Agama pula yang menerangkan kepada kita tentang kedudukan kita manusia di hadapan makhluk lainnya, dengan agama kita tahu dari mana kita berasal dan kita akan kembali. Manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan juga memiliki akal, pikiran, dan perasaan, dia bisa menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukannya. Agama islam sendiri mengajarkan umatnya untuk senangtiasa Fastabiqul Khoirot yang berarti berlomba-lombalah kamu dalam kebajikan dan bukan dalam hal kejelekan.

Kita perlu mempelajari ilmu agama untuk mencegah pengaruh negatif globalisasi karena ajaran agama mengajarkan tentang akidah, hubungan manusia dengan Tuhan (hablul minallah), hubungan sesama manusia (hablul minnanas), dan hubungan manusia dengan alam. Agama mengajarkan kita dan mengenalkan mana perbuatan yang haq (baik) dan perbuatan yang bathil (jelek). Perbuatan yang boleh dilakukan dan yang menjadi larangan-Nya Itulah mengapa kita perlu mempelajarinya. Dalam konferensi agama-agama di Malaysia pada 1997, sejumlah intelektual dan aktivis beragam agama di Asia-Pasifik menyatakan keyakinannya akan peran moral agama dalam menghadapi dampak negatif globalisasi. Prof Tan Chee-Beng misalnya, guru besar antropologi di Hongkong, mengatakan bahwa basis moral masyarakat China membutuhkan kontribusi etika Konfusian dan pandangan hidup transendental yang disediakan oleh ajaran-ajaran Konfusian dan Tao. Demikian pula Buddha dan Hindu untuk konteks India; Yahudi, Kristen, dan Islam untuk konteks global (Globalization: The Perspectives and Experiences of the Religious Traditions of Asia-Pafisic, 1998). Dalam konteks yang sama, agama juga mengajarkan tujuan perdamaian, keadilan, dan kesalehan hidup yang diharapkan memainkan peran moralprofetiknyadalam menghadapi isu-isu negatif globalisasi tersebut. Melalui peran moral-profetik, agama diyakini dapat terus membendung ketidakadilan sosial, penindasan, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, rasisme, hedonisme dan nihilisme. Tidak hanya mempelajarinya, kita juga perlu mengamalkan dan menghayati ajaran agama yang kita percayai sehingga ketaqwaan sebagai hasil dari segala tingkah laku belajar itu menyatu dengan kepribadian serta dapat tercermin dalam perilaku sehari-hari. Perkataan taqwa berasal dari bahasa Al-Quran yang berarti taat dan takut. Maka bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berarti secara terus menerus taat atau takut kepada Tuhan serta memperhatikan ketentuan-ketentuan hidup bermasyarakat sesuai dengan petunjuk dan contoh para Utusan Tuhan yang diutus ke dunia ini.

Cara menanamkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa secara efektif


Sila pertama Pancasila memang memiliki peranan yang penting sebagai penangkal perilaku-perilaku negatif atau menyimpang akibat globalisasi. Merupakan sila yang meliputi dan menjiwai sila Pancasila yang lain dan di jadikan sebagai landasan di dalam berkehidupan beragama yang beriman dan berakhlaq mulia. Penanaman nilai dan norma agama hendaknya dilakukan sedini mungkin karena pada masa kanak-kanak manusia masih dalam proses masa emas tumbuh kembang dan rasa keingintahuannya sangat tinggi. Sejak umur balita hendaknya mulai dikenalkan dengan ajaran agama. Mulai dari hal yang sederhana, misalnya saja dengan mengajarinya membaca iqro, mengajak anak shalat berjamaah di masjid lalu menanamkan rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Esa,

dan setiap hari secara konsisten memberitahu tentang perilaku mana yang berdosa dan yang mendatangkan pahala karena perilaku manusia kelak akan dipertanggungjawabakan dihadapan-Nya.

BAB IV PENUTUP

a. Kesimpulan
Mudahnya pengaruh negatif globalisasi dikarenakan oleh factor luar (eksternal) atau dari luar bangsa Indonesia dan factor dalam (internal) atau respon diri terhadap dampak negatif globalisasi yang berkaitan dengan kadar keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME. Dampak negatif tersebut dapat ditangkal dengan mempelajari ilmu agama dan menanamkannya sejak dini serta mengamalkan setiap ajaran yang dibawa oleh Utusan Tuhan YME sebagai implikasi ketaqwaan seorang hamba kepada sang Pencipta alam semesta.

b. Saran
Hendaknya pengamalan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa di mulai dari diri kita sendiri, yaitu dengan mendalami nilai dan norma agama yang kita yakini. Dan selanjutnya ditularkan kepada keluarga dan lingkungan sekitar. Karena nilai dan norma agama dapat dijadikan pegangan hidup dan sebagai pengatur pembatasan tingkah laku seseorang yang dinilai menyimpang dari nilainilai luhur bangsa akibat globalisasi.

Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. 1985. Pedoman Peningkatan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi Siswa SD, SMTP dan SMTA. Jakarta : Proyek Pembinaan Kesiswaan Jakarta tahun 1984/1985. http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi diakses pada Kamis, 18 Oktober 2012 jam 14.15 WIB. http://hi.unifa.ac.id/globalisasi-fenomena-masyarakat-dunia/ diakses pada Kamis, 18 Oktober 2012 jam 14.35 WIB. http://budisusilosoepandji.wordpress.com/2012/06/07/revitalisasi-nilai-luhurpancasila-dalam-kehidupan-nasional/ diakses pada Rabu, 24 Oktober 2012 jam 07.38 WIB. http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/membangun-masyarakatdemokratis-yang-berkeadaban/ diakses pada Rabu, 24 Oktober 2012 jam 07.40 WIB. http://blog.sunan-ampel.ac.id/muhsholihuddin/files/2010/10/PancasilaPenjabaran-nilai-nilai-Pancasila-uraian-sila-demi-sila.ppt diakses pada Rbu, 24 Oktober 2012 jam 08.20 WIB.

You might also like