You are on page 1of 19

Laporan Kasus Intraventrikel Hemoragik Pada Usia Muda

Disusun oleh: Mariza Gebrilla

Pembimbing: Dr. Julintari Bidramnanta Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non traumatik yang terjadi secara akut pada suatu daerah fokal area di otak berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian dan disebabkan oleh sebab vaskular. Secara global, strok adalah penyebab kematian terbanyak kedua di dunia. Selain sebagai salah satu sebab utama kematian, strok juga menyebabkan kecacatan pada banyak pasien yang bertahan hidup sehingga mereka membutuhkan bantuan keluarga, sistem kesehatan dan institusi sosial lainnya.

Sepuluh sampai lima belas persen dari seluruh stroke di Amerika Serikat dan Eropa adalah strok hemoragik, sedangkan frekuensinya di Jepang dan negara-negara Asia lainnya berkisar 20-30% dari seluruh strok. Strok hemoragik ini biasanya diasosiasikan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan infark serebral.

Istilah strok hemoragik seringkali digunakan sebagai sinonim dari perdarahan intraserebral (ICH). Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea (WHO, 2005).

Perdarahan Intraventrikuler Primer (Primary Intraven- tricular Hemorrhage (PIVH) sebagai perdarahan intrakranial non traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel merupakan kejadian yang sangat jarang. Hal ini menjadi alasan dari pemahaman yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, dan prognosis jangka pendek maupun panjang pada pasien PIVH.1 Sepertiga pasien PIVH tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%). Angka kejadian PIVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial adalah 3,1% dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis pasien perdarahan intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas, termasuk perkembangan hidrosefalus dan menurunnya kesadaran. Dilaporkan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan PIVH, namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering ditemukan.

Perdarahan intraventrikuler dapat terjadi dalam setiap rentang usia, namun dengan puncak antara usia 40-60 tahun, dengan rasio angka kejadian pada pria:wanita=1,4:1.2 Gambaran klinik pada kasus PIVH yang ringan bervariasi dan mungkin berkaitan dengan banyaknya perdarahan.

Stroke hemoragik dibagi menjadi: 1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak. 2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

BAB II KASUS

Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Umur Pekerjaan. Pendidikan Agama Status perkawinan Alamat Masuk RSUD : Ny. AR : Perempuan : 32 tahun : Ibu Rumah Tangga : tamat SMP : Islam : Menikah : Batu Ampar : 27 Desembar 2011

I. Anamnesis

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 1 Januari 2012 pukul 12.30 a. Keluhan Utama : Tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS b. Keluhan tambahan : bicara pelo, tangan dan kaki kanan berat. c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Budi Asih dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien merasa pusing sakit kepala, lalu pada saat berjalan ingin memasuki kamar mandi, pasien merasa lemas dan duduk d lantai lalu tidak sadarkan diri. Setelah sadar pasien berbicara pelo. Pasien tidak mangalami muntah, tidak mual, tidak kejang, tidak ada keluhan sulit menelan maupun mata buram. Tidak ada gangguan BAB dan BAK. Pada saat di IGD pasien masih belum sadarkan diri dan didapatkan tekanan darah yang tinggi dan sudah ada hasil CT Scan yang menunjukan ada nya perdarahan intraventrikuler dan pada parietal kiri.

d. Riwayat Penyakit Dahulu Pada tahun 2009 pasien pernah hamil dan kehamilan harus dihentikan pada saat usia kehamilan 5 bulan karena pasien mengalami eklampsia. Setelah itu tekanan darah pasien tidak pernah turun dan berobat dan minum obat teratur. Pada tahun 2010 tekanan darah pasien tinggi dan dirawat di RSUD Budi Asih, namun saat itu pasien tidak mengalami lemah sebelah badan, bicara pelo, dan sulit menelan. Pasien pulang dari RS karena tekanan darah sudah mulai stabil namun tidak berobat teratur. 1 bulan setelah keluar dari RS pasien mengalami lumpuh sebelah badan, tangan dan kaki kanannya. Pasien sempat tidak bisa berjalan, namun tidak masuk RS dan berobat akupuntur, lalu keadaan pasien membaik dan bisa berjalan kembali.

e. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengaku bahwa ibunya mempunyai penyakit hipertensi dan sudah meninggal pada usia 48 tahun. Adik pasien juga ada yang menderita hipertensi dan stroke pada usia sekitar 28 tahun, pasien juga mengaku adiknya juga ada yang menderita Diabetes Melitus.

II. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan tanggal 1 Januari 2012.

a. Status generalis Keadaan umum Kesadaran Sikap Kooperatif Keadaan gizi : TSS : Apatis : Berbaring : Kurang kooperatif : Cukup

Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan. b. Pemeriksaan Fisik Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher : Normocephali, rambut hitam distribusi merata : Konjungtiva anemis +/+, Skela ikterik -/: septum deviasi -, sekret : normotia, sekret -/-, serumen +/+ : bibir tidak pucat, tidak sianosis : tidak ada pembesaran KGB dan Kelenjar thyroid : 180/100 mmHg, pada saat di IGD 220/160 mmHg : 80x/menit, regular,cukup,equal kanan dan kiri : 36,70 : 20 kali/menit

Thorax Jantung Inspeksi Palpasi

: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di ICS V 2cm medial dari linea midclavikularis kiri

Perkusi

: batas atas : ICS III parasternalis kiri Batas kanan : ICS II, III, IV parasternalis kanan Batas bawah : ICS V 2cm medial midclavikularis kiri

Auskultasi

: BJ I-II reguler, M-, G-

Paru Inspeksi Palpasi Perkusi. Auskultasi : pergerakan simetris saat statis dan dinamis, memar: vocal fremitus simetris : sonor dikedua lapang paru : Suara nafas vesikuler, rhonki-/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : datar, hematom -, benjolan : supel, nyeri tekan : timpani : Bising usus + normal

Ekstremitas atas dan bawah : Inspeksi Palpasi : simetris : akral hangat

III. STATUS NEUROLOGI a. GCS : E4V4M6 = 14, pada saat di IGD didapatkan GCS = 3 b. Tanda Rangsang Meningeal : tidak dilakukan c. Peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala +, muntah proyektil -, penurunan kesadaran +, bradikardi -, kejang d. Nervus cranialis NI N II : Kanan Acies visus Campus warna tes buta warna ( isihara) Funduskopi Tidak dilakuakan Tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan Kanan Kiri Tidak dilakukan Tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan Kiri NV : N III, IV, VI : : Tidak dapat dilakukan

Kedudukan bola mata Pergerakan bola mata : Ke nasal Ke temporal Ke nasal atas Ke temporal atas Ke temporal bawah Eksophtalmus Nistagmus Ptosis Pupil : Bentuk Ukuran Isokor/ anisokor

Ortoforia Baik Baik Baik Baik Baik Bulat 3mm Isokor

Ortoforia Baik Baik Baik Baik Baik Bulat 3mm Isokor + + Cabang maxillaris : kurang baik / baik

motorik : baik/baik Sensorik : cabang ophtalmik : kurang baik / baik

Refleks cahaya langsung + Refleks cahaya tidak + langsung

Cabang mandibularis : kurang baik /baik Refleks kornea : +/+

N VII :

Motorik Orbitofrontal Orbicularis occuli Orbicularis oris Sensorik

: baik/baik : baik/baik : kurang baik/baik : baik/baik

N VIII

Vestibular : vertigo -, nistagmus Chochlear : tes berbisik baik kiri dan kanan

N IX, X

Motorik : baik/baik Sensorik: baik/baik

N XI

Mengangkat bahu : Kanan: baik Kiri Menoleh : baik

: Kanan: baik

Kiri

: baik

N XII

Pergerakan lidah : deviasi ke kanan Tremor Atrofi Fasikulasi -

e. Sistem Motorik Kekuatan otot ekstremitas atas 2222 I 5555

Kekuatan otot ekstremitas bawah 2222 I 5555

f. Gerakan involunter Tremor Chorea Athetose Mioklonik Tics. g. Sistem Sensorik: kanan : : : : : : : kiri tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan

proprioseptif eksteroseptif

h. Fungsi cerebellar dan koordinasi Ataxia Tes Rhomberg Disdiadokinesa Jari-jari Jari hidung Tumit-lutut : : : : : : tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan tidak dapat dilakukan

i. Fungsi luhur Astereognosia : -

Apraksia Afasia

: :

j. Fungsi otonom Miksi Defekasi Sekresi keringat : : : inkontinensia inkontinensia normal

k. Reflex fisiologis Biseps Trisep Patella Achilles Dinding perut Reflex patologis : : : : kanan Hoffman trommer Babinsky Chaddock Schaeffer Klonus tumit + + + + + : +2/ + +2/ + +2/ + +2/ + baik kiri + + + +

m. Kolumna vertebralis : baik n. Keadaan Psikis Intelegensia : kurang baik

Tanda regresi : demensia :-

IV. PEMERIKSAAN LAB Laboratorium darah Tanggal 27 Desember 2011

Leukosit

: 21.800 / l

Hemoglobin : 11,2 g / dl Hematokrit Trombosit GDS SGOT SGPT Ureum Kreatinin Natrium Kalium Klorida : 33 % : 415.000 / l : 177 mg / dl : 16 U / l : 10 U / l : 74 mg / l : 3,8 mg / dl : 144 mEg / l : 4 mEg / l : 113 mEg / l

Lipid profil Kolesterol total HDL LDL Trigliserida Asam urat : 531 mg / dl : 60 mg / dl : 188 mg / dl : 189 mg / dl : 7,2 mg / dl

V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

CT Scan pada tanggal 27 Desember 2011

Kesan : Stroke Hemoragik Paretalis Kiri dan Intraventrikuler

VI. RESUME Pasien, Ny. AR datang ke IGD RSUD Budi Asih dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien merasa pusing sakit kepala, lalu pada saat berjalan ingin memasuki kamar mandi, pasien merasa lemas dan duduk d lantai lalu tidak sadarkan diri. Setelah sadar pasien berbicara pelo. Pada status

generalis dalam batas normal, pada status neurologis didapatkan penurunan kesadaran dengan GCS 14 pada saat di IGD GCS 3, tekanan darah 180/100 mmHg, pada saat di IGD 220/160 mmHg, hemiparesis dextra dan paresis N. VII dan N. XII kanan, hipestesi wajah dextra, refleks fisiologis kanan meningkat dan ditemukan refleks patologis bilateral.

VII. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis klinis

: Refleks Fisilogi dextra meningkat Refleks Patologis bilateral Hemiparesis dextra Hipestesi wajah dextra Paresis N. V.II dan N. XII dextra

Diagnosis etiologi

: Stroke Hemoragik

Hipertensi Maligna Dyslipidemia Renal Insuffisiensi Leukositosis Anemia Diagnosis topis : Intraventrikuler

Hemisfer cerebri Parietal kiri

VIII. DIAGNOSIS BANDING Aneurisma Arterivenous Malformation

Pada tanggal 30 Desember pasien sudah dikonsul ke penyakit dalam untuk masalah Renal Insuffisiensi. Pada tanggal 30 Desember pasien dikosul ke jantung untuk masalah hipertensi emergency.

PENATALAKSANAAN IVFD Asering / 8 jam Citicolin 500 mg Tranexamic Acid Vitamin K Piracetam 12 gram Ranitidin Nicardipin Indapamide Bisoprolol 2,5 mg Nifedipine 10 mg Valsartan 80 mg Simvastatin 10 mg 2 x 1 amp 2 x 1 amp 2 x 1 amp 1 x 1 i.v 2 x 1 amp 1 x 0,5 mg 1 x 1 tab 2 x 1 tab

4 x 1 tab 1 x 1 tab 1 x 2 tab

PROGNOSIS Ad Vitam Ad functionam Ad Sanationam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

Follow up pasien selama di RSUD Budi Asih Pada saat di IGD pasien sudah ada hasil CT Scan yang menunjukan adanya hemoragik pada intraventrikuler dan hemisfer cerebri parietal kiri. Namun pasien ini tidak langsung diberikan manitol (larutan hiperosmolar) untuk antioedemnya, karena didapatkan osmolaritas pada pasien ini tinggi. Pada hari berikutnya terdapat peningkatan kesadaran dari koma menjadi apatis selama perawatan. Untuk masalah oedema cerebri sudah teratasi karena sudah tidak terdapat refleks patologis bilateral dan klonus tumit bilateral mulai tanggal 11 Januari 2012. Selama perawatan masalah yang belum teratasi adalah Renal Insuffisiensi dan Hipertensi Emergency akibat dari hipertensi sekundernya yaitu hipertensi renal.

BAB III ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berusia 32 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan diagnosa Stroke hemoragik. Pada pasien ini didiagnosis stroke hemoragik karena didapatkan dari :

Anamnesis

Pasien datang ke RSUD Budi Asih dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien merasa pusing sakit kepala, lalu pada saat berjalan ingin memasuki kamar mandi, pasien merasa lemas dan duduk d lantai lalu tidak sadarkan diri. Setelah sadar pasien berbicara pelo.

Definisi primary Intraventricular hemorrhage (PIVH) dikemukakan pertama kali oleh Sanders, pada tahun 1881, yaitu terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral non-traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. Darah memasuki ventrikel melalui robekan ependim. PIVH merupakan kejadian yang jarang pada dewasa, dan kadang-kadang dapat dibedakan dari malformasi pembuluh darah atau neoplasma dari pleksus koroideus atau salah satu arteri koroideus, ketika darah masuk ke ventrikel tanpa menyebabkan bekuan besar pada parenkim.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan onset mendadak dengan defisit yang mengarah ke penyebab vaskuler, sampai dibuktikan yang lain. Sakit kepala dan terdapatnya penurunan tingkat kesadaran mengarah ke kejadian stroke perdarahan, yang ditunjang dengan perhitungan Siriraj Stroke Scale (Skor SSS: >1=perdarahan supratentorial, skor SSS <-1=infark serebri, skor SSS -1 sampai dengan 1=meragukan.Pasien, Ny. AR datang ke IGD RSUD Budi Asih dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS merasa pusing sakit kepala, pada status neurologis didapatkan penurunan

kesadaran dengan GCS 14 pada saat di IGD GCS 3, tekanan darah 180/100 mmHg, pada saat di IGD 220/160 mmHg. Pada pasien scoring nya (2,5x2)+(2x0)+(2x1)+(0,1x160)-(3x1)-12, didapatkan nilai +8, yang mengarah ke kejadian stroke perdarahan. Namun SSS, merupakan sistem skoring yang kurang dipercaya untuk dapat membedakan Intracerebral Hemmorhage dan infark. Oleh karenanya CT Scan atau MRI kepala dibutuhkan, karena tidak terdapat metode skoring klinik yang dapat diandalkan secara keseluruhan untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intraserebral.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran apatis, GCS 14, karena stroke hemoragik kebanyakan mengalami penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan tanda vital dan status generalis didapatkan Hipertensi garde II yana merupakan salah satu dari faktor resiko dari stroke. Pada pemeriksaan nervus VII, didapatkan mulut mencong ke kiri yang merupakan parese N.VII kanan. Pada lidah pun terdapat deviasi ke kanan yang merupakan parese N.XII kanan. Nervus VII dan XII merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut saraf yang unilateral yang sering mengalami gangguan pada seseorang yang mengalami stroke oleh karena itu, jika kedua nervus ini terkena maka mengalami kelumpuhan pada sisi yang dipersarafinya. Pada N.V tidak ditemukan parese, hanya saja ada hipestesi pada wajah kanan. Hal ini masih belum dapat diketahui penyebabnya karena pada pemeriksaan motorik tidak ditemukan kelainan hanya hipestesi saja. Kemungkinan pada pasien ini merupakan pressure neuropati yang disebabkan pasien suka tidur miring ke kanan.

Pemeriksaan penunjang

Pada pemerikasaan laboratorium darah didapatkan hiperuricemia dan dyslipidemia yang merupakan faktor resiko dari terjadinya stroke. Begitu pula dengan renal insuffisiensi yang dapat mengakibatkan hipetensi renal yang pada pasien ini mengalami hipertensi emergency sebagai faktor resiko dari stroke.

Pada pemeriksaan CT Scan ditemukan perdarahan pada intraventrikuler dan parietal kiri yang menunjukana tanda dari stroke hemoragik.

Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi. CT sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut dan dipertimbangkan sebagai baku emas.

Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk pencitraan pada kasus stroke adalah: 1. Pencitraan segera dengan CT scan atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dari stroke hemoragik.

2. CT angiografi, CT venografi, contrast-enhanced CT, Contrast-enhanced MRI, magnetic resonance angiography, and magnetic resonance venography dapat digunakan untuk mengevaluasi lesi struktural yang mendasari, termasuk malformasi pembuluh darah dan tumor jika terdapat kecurigaan klinis atau radiologis.

Pada pasien ini, CT Scan menampakkan IVH, yaitu terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel, kemudian tampak pula bahwa semua sistem ventrikel (dari ventrikel lateralis sampai dengan ventrikel keempat) melebar menandakan bahwa pada sistem ventrikel tidak terdapat sumbatan dan telah terjadi hidrosefalus non komunikan. Hidrosefalus merupakan dilatasi sistem ventrikel, terdapat dua macam hidrosefalus yaitu noncommunicating dan communicating.

Noncommunicating (obstructive) hydrocephalus, terjadi pada saat aliran LCS dari ventrikel tidak dapat masuk ke ruang subaraknoid karena terdapat obstruksi pada satu atau kedua foramen interventrikuler, akuaduktus serebri (tempat obstruksi paling banyak) atau aliran keluar melalui foramen ventrikel keempat (celah medial dan lateral). Hambatan ini menyebabkan dilatasi secara cepat satu atau lebih ventrikel.

Communicating hydrocephalus, obstruksi terdapat pada ruang subaraknoid yang disebabkan karena perdarahan maupun meningitis, menyebabkan hambatan pada reabsorbsi LCS. Patofisiologi gangguan reasorbsi hidrosefalus komunikan tidak sepenuhnya dimengerti, namun disfungsi granula Pacchioni araknoid dalam reabsorbsi LCS karena efek bekuan-bekuan darah pada ventrikel menganggu kerja aliran fisiologis arachnoid.

Terdapatnya hidrosefalus dievaluasi dengan ventriculocranial ratio, merupakan rasio dari lebarnya ventrikel di belakang tanduk frontal di antara nukleus kaudatus yang secara sejajar dengan lebarnya otak pada tingkat yang sama. Batas atas yang normal adalah 0,155. Rasio ini dikalkulasi pada CT pertama (rasio awal) dan pada pasien dengan CT follow up.

Menurut luasnya darah pada gambaran CT Scan kepala, IVH diklasifikasikan menurut Graeb IVH grading system. Nilai sistem Graeb menilai jumlah darah pada setiap masing-masing. Ventrikel lateralis: 0 = tidak terdapat darah 1 = sedikit terisi darah 2 = <50% terisi darah 3 = >50% terisi darah 4 = diisi dan meluas dengan adanya darah

Dan nilai untuk ventrikel ketiga dan keempat: 0 = tidak terdapat darah 1 = terdapat beberapa darah 2 = diisi dan meluas dengan adanya darah. (kemungkinan total nilai sebanyak 012).

Skala Graeb merupakan skala yang paling banyak dilaporkan pada dewasa dan berhubungan secara nyata dengan keluaran jangka pendek (Nilai Glasgow Outcome Score dalam 1 bulan). Nilai Graeb >6 secara nyata berhu-bungan dengan hidrosefalus akut, sedangkan nilai <5 berhubungan dengan Glasgow Coma Scale (GCS) >12 pada saat datang.

CT Scan kepala pada pasien ini setelah penurunan kesadaran menampakkan IVH dengan nilai total Graeb 4+1+2+1 = 8. Diketahui bahwa nilai Graeb >6 secara nyata berhubungan dengan hidrosefalus akut, yang juga terdapat pada pasien ini.

Komplikasi dari IVH antara lain:

1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk.

2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi. 3. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan

serebrospinal.

Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Pia et al melaporkan rasio dari hipertensi, aneurisma dan AVM berturut-turut yaitu 54%, 19%, dan 27%.

Pada pasien ini diketahui terdapat riwayat hipertensi, didapatkan tekanan darah yang tinggi pada saat datang dan selama perawatan dan dari EKG terdapat LVH (Left Ventricel Hypertrofi).

Fabregas et al menyatakan bahwa lebih baik hipertensi dikatakan berhubungan (sebagai faktor risiko), dibandingkan sebagai penyebab (etiologi) PIVH.

Caplan menyatakan bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler. Spekulasi mengenai hubungan antara IVH dengan faktor risiko penyakit vaskuler dijelaskan melalui kombinasi faktor risiko yang telah ada sebelumnya, yang menyebabkan melemahnya dinding arteri dan mengurangi vasoreaktivitas endotel.

Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia muda.

Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel.IVH juga dapat terjadi pada trauma dan tumor yang biasanya melibatkan pleksus koroideus.

Pada pasien dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor risiko pada pasien ini adalah hipertensi, dan dyslipidemia.

Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan resusitasi cairan intravena, elevasi kepala pada posisi 30.

Usaha awal untuk fokus menangani peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sangat beralasan, karena peningkatan tekanan intrakranial yang berat berhubungan dengan herniasi dan iskemi. Rasio mortalitas yang lebih rendah konsisten ditemukan pada kebijakan terapi dengan: (1) penggunaan keteter intraventrikuler untuk mempertahankan TIK dalam batas normal

(2) usaha untuk menghilangkan bekuan darah dengan menyuntikkan trombolitik dosis rendah. Rekomendasi AHA Guideline 2009: 1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri. 2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum. Sebuah studi tentang hidrosefalus menunjukkan rasio kesuksesan perbaikan gejala dan tanda klinis pada 50% - 90% penelitian pada anjing yang mendapatkan tatalaksana ventriculoperitoneal shunting.

Drainase ekstraventrikel + fibrinolisis merupakan teknik yang menjanjikan untuk mengurangi volume bekuan intraventrikuler dan menangani komplikasi yang menyertai pada IVH.

Trombolitik muncul sebagai solusi untuk membantu menghilangkan bekuan darah, sehingga mencegah hidrosefalus dan inflamasi. Penelitian Clot Lysis: Evaluating Accelerated Resolution of IVH(CLEAR-IVH) secara prospektif mengevaluasi keamanan dan dosis terbuka recombinant tissue-type plasminogen activator (rt-PA) dalam membantu pembukaan sistem ventrikuler terbawah, dan sekali bekuan darah dihilangkan, proses lisis bekuan darah lebih cepat dibandingkan dengan kelompok plasebo.

Pencegahan perdarahan ulang dengan obat antifibrinolitik menurunkan rata-rata perdarahan ulang, namun gagal untuk memperbaiki keluaran. Risiko perdarahan ulang menurun secara nyata, tetapi disertai dengan peningkatan yang seimbang dari resiko iskemi serebri sekunder. Dari sebuah metaanalisis, antifibrinolitik tidak mempunyai bukti terhadap perbaikan keluaran.

Prognosis ad vitam pada pasien ini dubia ad malam, karena kegawatdaruratan pasien yaitu hidrosefalus komunikan yang meningkatkan TIK dan dapat berakhir dengan herniasi serebri, sudah ditatalaksana dengan baik sehingga tidak mengancam nyawa lagi. Namun untuk renal insuffisiensi dan hipertensi maligna pada pasien belum stabil maka hal ini dapat berulang kembali. Prognosis ad functionam dubia ad malam, karena defisit motorik berupa hemiparesis dekstra yang terjadi pada pasien tidak mengalami perbaikan pada saat pasien pulang. Sedangkan prognosis ad sanactionam dubia ad malam, karena telah terdapatnya beberapa faktor risiko untuk stroke berulang berikutnya yang harus dikontrol dengan baik.

Hal yang membuat predictor outcome buruk pada pasien adalah: - hipertensi maligna yg belum teratasi dg baik ( hipertensi renal/hipertensi sekunder)

- edema serebri menyebabkan fokalitas ( terjadi hemiparesis KA progresif disusul terjadi afasia global dan terdapatnya Babinsky dan klonus tumit + bilateral) Yang membuat predictor outcome baik: - proses edema serebrinya keatas (supra tentorial), cocok dg klinis dijumpai Babinsky bilateral, akhirnya tinggal satu sisi. Seandainya edema serebrinya infratentorial menekan batang otak, mungkin berakibat fatal.

Daftar pustaka

1. Fabregas JM, Piles, Guardia, Vilalta Lluis. Spontaneous primary intraventricular hemorrhage: clinical data, etiology and outcome. J Neurol. 1999.246:287-91. 2. Giray S, Sen O, Sarica FB, Tufan K, Karatas M, Goksel BK, et al. Spontaneous intraventricular hemorrhage in adults: clinical data, etiology and outcome. Turkish Neurosurgery. 2009;19(4),334-8. 3. Hallevi H, Albright KC, Aronowski J, Barreto AD, Schild SM, Khaja AM, et al. Intraventricular hemorrhage: anatomic relationships and clinical implications. Neuroloogy. 2008;70:848-52. 4. Hameed Bilal, Khealani BA, Mozzafar T, Wasay M. Prognostic indicators in patients with primary intraventricular haemorrhage. J Pak Med Association. 2005:Aug.55 (83):315-17. 5. Butler AB, Partain RA, Netsky MG, Primary intraventricular hemorrhage: a mild and remediable form. Neurology: 1972,22: 675. 6. Flint AC, Roebken A, Singh V. Primary intraventricular hemmorhage: yield of diagnostic angiography and clinical outcome. Neurocritical care. 2008;330-6. 7. Darby DG, Donnan GA, Saling MA, Walsh KW, Bladin PF. Primary intraventricular hemorrhage: clinical and neuropsychological findIngs in a prospective stroke series. Neurology. 1988;38:68. 8. Ropper AH, Samuels MA. Adams & Victors principles of neurology, 9th ed. USA: MacGrawHill; 2009.p.746-845, 858-62. 9. Warlow C, Van Gijn J, Dennis M, Wardlaw J, Bamford J, Hankey G, et al. Stroke practical management. 3 ed. USA: Blackwell Publishing; 2008. Chapter 5.p.185. 10. Caplan LR, editor. Brigido, Adrianne. Caplans stroke: a clinical approach, 4th ed. USA: Saunders Elsevier; 2009.p.506-7. 11. Hinson HE, Hanley DF, Ziai, Wendy C. Management of intraventricular hemorrhage. USA: Current Neurology Neuroscience Rep. Baltimore; 2010.p.73-82. 12. Morgenstern LB. Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage: a guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/american stroke association. Dallas: Stroke; 2010.p.2108-29. 13. Waxman SG. Clinical neuroanatomy 25th ed. Mc Graw Hill Companies;2007. Anatomy of the Brain. Ventricles and Coverings of the Brain.

You might also like