You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Sebagai mahasiswa geologi yang dituntut untuk memiliki wawasan yang luas dan dapat mengaplikasikan pengetahuannya di lapangan, kegiatan pembelajaran baik di ruang kelas maupun di laboratorium tidaklah cukup. Mahasiswa geologi harus dapat berlatih, beradapatasi, hingga terbiasa dengan kondisi di lapangan. Pentingnya kegiatan lapangan ini adalah untuk melatih mahasiswa geologi dalam mengaplikasikan keseluruhan ilmu ilmu yang telah didapatkannya. Kegiatan lapangan juga memberi peranan penting bagi mahasiswa geologi dalam membangun kreativitas, kesigapan, ketelitian, ketepatan dan keahlian sehingga dapat belajar untuk memiliki mental sebagai seorang geologist. Sehingga, kegiatan fieldtrip yang merupakan bagian dari kuliah lapangan ini dianggap perlu untuk dilaksanakan. I.2 Lokasi Dan Kesampaian Daerah Fieldtrip Kristalografi dan Mineralogi ini dilaksanakan di daerah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Purworejo dengan tata urutan perjalanan adalah kampus Teknik Geologi UGM, Yogyakarta Desa Kenteng Desa Plampang Desa Bagelan - kampus Teknik Geologi UGM, Yogyakarta dengan menggunakan bus. Perjalanan antar stasiun juga ditempuh dengan menggunakan bus, sedangkan untuk mencapai lokasi lokasi pengamatan dilakukan dengan berjalan kaki. I.3 Maksud dan Tujuan Fieldtrip Maksud dari acara fieldtrip Kristalografi dan Mineralogi ini adalah sebagai media bagi mahasiswa geologi dalam mengembangkan pengetahuan yang telah didapatkan dari dosen mengenai pencarian dan pendeskripsian mineral, pengamatan singkapan, dan pencatatan buku lapangan hingga akhirnya mahasiswa dapat menerapkan pengetahuannya tersebut pada kondisi dan situasi dilapangan. Selain itu, acara ini bertujuan sebagai pembiasaan bagi
1

mahasiswa geologi dengan kondisi nyata di lapangan dan untuk menguji sejauh mana pemahaman mengenai materi materi yang telah diberikan dalam kegiatan perkuliahan dan kegiatan praktikum dapat diserap dan dikembangkan. I.4 Tahapan dan Waktu Fieldtrip Perjalanan dimulai pada hari Sabtu tanggal 8 Desember 2012 pukul 07.00 WIB, dan diakhiri pada hari yang sama pukul 18.00 WIB. Perjalanan berlangsung selama 11 jam dengan rincian stasiun dan lokasi pengamatan sebagai berikut: STA I Lokasi Pengamatan 1 terletak disamping jalan raya, perbatasan Kelurahan Yadisrono, Desa Kenteng, Kecamatan Nanggulan,

Kabupaten Kulon Progo. Ditempuh dengan bis selama 1 jam perjalanan dari kampus Teknik Geologi UGM dengan jarak 50 km. STA I Lokasi Pengamatan 2 terletak disebelah selatan jarak raya 100 m arah Barat dari STA I Lokasi Pengamatan 1, Desa Pendoworejo, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo. STA II Lokasi Pengamatan 1 terletak di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo. Ditempuh dengan bis selama 1 jam perjalan dari LP1 pada STA1 dan terletak 100 m dari jalan raya. STA II Lokasi Pengamatan 2 terletak 50 m arah Utara dari STA II Lokasi Pengamatan1. Ditempuh dengan bis selama 1 jam perjalan dari LP1 pada STA1 dan dibutuhkan waktu selama tiga menit perjalanan dari STA 2 LP 1. STA III berada di Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo. Ditempuh dengan bis selama 1 jam dari LP 2 STA 1. I.5 Perlengkapan Lapangan dan Kegunaannya Pada kegiatan Fieldtrip ini dibutuhkan peralatan dan perlengkapan untuk menunjang kegiatan di lapangan sehingga menjadi syarat untuk mengikuti fieldtrip ini. Perlengkapan dan peralatan yang digunakan yaitu: I.3.1 Peralatan kelompok

Kamera digunakan untuk mengambil kenampakan baik stasiun

pengamatan maupun batuan dan mineral yang ditemukan selama fieldtrip. Kompas Geologi digunakan untuk menentukan strike dan dip batuan, mengukur kelerengan lereng, dan untuk plotting lokasi atau menentukan posisi objek dan pengamat dalam peta. Lup digunakan untuk mengamati kenampakan mineral dalam batuan pada singkapan dengan lebih detail khususnya mineral-mineral yang termasuk kedalam ukuran mikro. Palu Geologi digunakan untuk mengetahui kekompakan batuan, membuka singkapan, memecah batuan pada objek pengamatan untuk mendapatkan sampel yang akan dijadikan bahan dalam pendeskripsian dan sebagai pembanding dalam mengambil foto singkapan batuan. Peta Topografi digunakan untuk plotting, gambaran morfologi dan petunjuk lokasi pengamatan di lapangan. Plastik Sampel digunakan sebagai tempat batuan dan mineral yang dijadikan sampel. I.3.2 Perlengkapan kelompok HCL 0,1 M digunakan untuk mengetahui adanya komposisi material

karbonatan pada mineral dan batuan yang ditunjukkan dengan reaksi yang menghasilkan buih. I.3.3 Peralatan dan Perlengkapan Pribadi Alat tulis dan gambar Pensil

digunakan untuk menulis data pengamatan pada buku catatan lapangan dan menggambar sketsa dari tempat pengamatan. Pensil warna digunakan untuk memberikan warna pada hasil plotting tempat pada peta sesuai dengan jenis batuan yang ada di masing - masing tempat. Spidol Anti Air digunakan untuk memberi Busur derajat digunakan untuk plotting tempat pengamatan pada peta topografi sesuai dengan pengukuran dengan kompas geologi. Karet penghapus digunakan untuk menghapus catatan atau sketsa yang salah. Buku catatan lapangan (field note) digunakan untuk mencatat pengamatan, analisis, deskripsi dan menggambar sketsa dari tempat pengamatan. Clip Board digunakan sebagai papan alas untuk menulis dan membantu pengukuran strike dan dip. Spidol anti air digunakan untuk memberi plastik sample. Topi Lapangan digunakan untuk melindungi wajah dan kepala dari sinar matahari Tas lapangan atau tas ransel digunakan untuk membawa perlengkapan dan perlatan yang diperlukan selama field trip Minuman dan makanan untuk menjaga stamina selama dilapangan Obat obatan bagi yang membutuhkan Jas hujan keterangan dan nomor pada keterangan berupa nomor,

tanggal, dan lokasi pengambilan pada plastik sampel.

digunakan untuk melindungi tubuh jika pada fieldtrip terjadi hujan I.6 Metode Penyusunan Laporan Terdapat beberapa tahapan dalam penyusunan laporan fieldtrip ini, yaitu : Studi pustaka dan literatur mengenai daerah pengamatan Pengamatan langsung ke stasiun pengamatan, kemudian mencatat semua informasi, menggambar sketsa dan mengambil sampel Plotting lokasi pengamatan menggunakan peta topografi Pengkajian data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan Korelasi data dan pengkoreksian oleh asisten kelompok Penyusunan dan penulisan laporan fieldtrip.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II.1 Geomorfologi Regional Kulon Progo merupakan suatu Plato sangat luas yang terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemmelen, 1948). Menurut Van Bemmelen (1948), berdasarkan penelitiannya secara fisiografis Jawa Tengah dapat dibagi menjadi 3 Zona, yaitu : 1. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zone Lipatan 2. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zone Depresi 3. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zone Plato. Menurut letaknya, daerah Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa Tengah bagian selatan sehingga daerah ini merupakan suatu plato. Plato ini sangat luas yang terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemmelen, 1948). Bagian utara dan timur Kulon Progo ini dibatasi oleh dataran pantai Samudera Indonesia dan bagian barat laut berhubungan dengan Pegunungan Serayu Selatan. Daerah ini merupakan daerah uplift yang membentuk dome yang luas. Dome tersebut berbentuk relief persegi panjang dengan diameter berarah utaraselatan mencapai 32 km, sedangkan pada arah barat-timur diperkirakan mencapai 15-20 km. Puncak dari dome tersebut berupa dataran yang sangat luas yang disebut Plato jonggrangan ( Jonggrangan Plateau ). Bagian utara dan timur Kulon Progo ini dibatasi oleh dataran pantai Samudera Indonesia dan bagian barat laut berhubungan dengan Pegunungan Serayu Selatan. Menurut Van Bemmelen, morfologi pegunungan Kulon Progo bagian tepinya terdiri dari batuan beku andesit, breksi vulkanik, dan sebagian besar ditutupi oleh batu gamping yang berumur eosen. Bentuk kubah yang ada diakibatkan oleh tenaga tektonik yang besar dan dalam, disertai pula adanya pengangkatan. Di bagian atas terdapat plato yang disebut Jongrangan Plateau, begitu pula lereng yang berada di sebelah selatan masih terdapat adanya breksi vulkanik yang membentang seperti sabuk yang melingkar. Bagian utara Kulon Progo dipotong oleh gawir dan merupakan peralihan antara zone tengah yang
6

pada dasarnya merupakan daerah pegunungan Karang Bolong. Sedangkan bagian selatan dari pegunungan ini merupakan tebing terjal yang berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia. Bagian utara berbatasan dengan Ijo Pass yang menghubungkan dengan pegunungan yang terletak pada zone tengah. Van Bammelen dalam pembagian fisiografis Jawa Madura, juga memasukan Pegunungan Kulon Progo pada zone selatan pegunungan Jawa Tengah, yang berupa suatu kubah yang memanjang (oblond zone). Bagian utara dari Kulon Progo ini dibatasi oleh lembah sungai Progo, bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai samudra Indonesia, sedangkan bagian barat laut berhubungan dengan pegunungan Serayu Selatan. Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi beberapa satuan geomorfologi, yaitu : II.1.1 Satuan Pegunungan Kulon Progo Satuan pegunungan ini penyebarannya memanjang dari selatan ke utara dan menempati bagian Daerah Istimewa Yogyakarta, yang meliputi kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh. Kelerengannya berkisar antara 15o-60 daerah yang ditempati pegunungan Kulon Progo ini sebagian besar digunakan sebagai kebun, sawah dan pemukiman. II.1.2 Satuan Perbukitan Sentolo Satuan Perbukitan ini mempunyai penyebaran yang sempit, karena terpotong oleh Sungai Progo yang memisahkan wilayah kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo. Di wilayah Kabupaten Kulon Progo , satuan pegunungan Sentolo ini meliputi daerah kecamatan Pengasih dan Sentolo. Ketinggiannya berkisar antara 50-150 km di atas permukaan air laut, dengan kelerengan 15 II.1.3 Satuan Teras Progo Satuan Teras Progo terletak di sebelah utara satuan Perbukitan Sentolo dan di sebelah timur pegunungan Kulon Progo yang meliputi kecamatan Nanggulan, Kalibawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo.

II.1.4 Satuan Dataran Aluvial Penyebaran satuan dataran aluvial ini memanjang dari barat-timur yang meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Glur, dan sebagian besar diperuntukan sebagai lahan persawahan dan pemukiman. II.1.5 Satuan Dataran dan Gumuk Pasir II.1.5.a Subsatuan Gumuk Pasir Subsatuan Gumuk Pasir mempunyai penyebaran di sepanjang pantai selatan Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di pantai selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo yang membawa material material berukuran pasir dari hulu ke muara. Oleh sebab itu aktivitas angin material tersebut terendapkan di sepanjang pantai dan kemudian membentuk gumuk gumuk pasir. II.1.5.b Subsatuan Dataran Aluvial Pantai Subsatuan dataran aluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan Gumuk Pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir yang berasal dari subsatuan Gumuk Pasir oleh kegiatan angin. Pada satuan ini tidak dijumpai gumuk gumuk pasir dan sebagian berupa persawahan dan pemukiman. II.2 Struktur Geologi Regional Pegunungan Kulon Progo bedasarkan strukturnya merupakan tinggian yang dicirikan oleh adanya kompleks gunungapi purba yang berada di atas batuan berumur Paleogen dan ditutup oleh batuan karbonat yang berumur Neogen. Pegunungan Kulon Progo telah mengalami beberapa kali tektonik. Tektonik pertama terjadi setelah pembentukan Formasi Nanggulan yaitu opada kala Oligo Miosen. Saat itu terbentuk Gunungapi Ijo, Gadjah dan Menoreh yang merupakan inti kubah Pegunungan Kulon Progo. Setelah itu terbentuk Formasi Andesit Tua. Pada awal Miosen Atas terjadi penurunan yang mengakibatkan terjadi penggenangan. Pada saat itu terendapkan Formasi

Jonggrangan dan Formasi Sentolo yang saling menjari. Pada awal Pleistosen, semua daerah Kulon Progo mengalami pengangkatan sehingga terbentuk morfologi tinggian dan terbentuk beberapa lipatan. Di Kulon Progo dijumpai sesar sesar normal yang menunjukan pola radier disekitar tubuh kubah terobosan yang masih cukup ideal. Pada kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar dengan arah barat-timur, yang memisahkan gunung Menoreh dengan gunung ijo serta pada sekitar zona sesar.

Gambar 1 Skema blok diagram dome pegunungan Kulon Progo, yang digambarkan Van Bemmelen (1945, hal.596) Secara garis besar struktur geologi daerah Kabupaten Kulon Progo dapat dibagi menjadi dua yaitu Struktur Dome dan Struktur Unconfirmity. II.2.1 Struktur Dome Kabupaten Kulon Progo termasuk ke dalam daerah dome yang puncaknya berupa daratan yang luas, biasa disebut Plato Jonggrangan. Proses geologi yang banyak terjadi yakni orogenesis. Struktur dome ini membuat batuan yang tersingkap mempunyai kemiringan yang relatif landai karena adanya pengangkatan setelah pengendapan batuan di bawahnya. Dome ini berasal dari kala Meiosen. Karena tidak ditemukannya perlapisan pada kala Pleiosen sampai kala Pleistosen van Bemmelen menyebut dome ini sebagai Oblong Dome. II.2.2 Struktur Unconformity Pada perbatasan antara Eosen atas dari Formasi Nanggulan dengan Formasi Andesit Tua yang berumur Oligosen terdapat ketidakselarasan berupa disconfirmity, karena lapisan lebih muda dengan lapisan lebih tua terpaut umur yang sangat jauh walaupun lapisannya sejajar.
9

II.3 Stratigrafi Regional Daerah penelitian yang merupakan bagian sebelah timur dari Pegunungan Serayu Selatan, secara stratigrafis termasuk ke dalam stratigrafis Pegunungan Kulon Progo. Unit stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo dikenal dengan Formasi Nanggulan, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang menurut Van Bemmmelen (1949, hal.598), kedua formasi terakhir ini mempunyai umur yang sama, keduanya hanya berbeda fasies. Susunan stratigrafi Kulon Progo dari tua ke muda adalah: II.3.1 Formasi Nanggulan Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah pegunungan Kulon Progo. Formasi ini menempati daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang rendah hingga menengah.

Singkapan batuan penyusun dari Formasi Nanggulan dijumpai di sekitar desa Nanggulan, yang merupakan kaki sebelah timur dari Pegunungan Kulon Progo. Formasi ini juga ditemui di daerah Sermo, Gandul, dan Kokap yang berupa lensa-lensa atau blok xenoliths dalam batuan beku andesit. Dan tersingkap di bagian timur Kulon Progo di daerah Sungai Progo dan Sungai Puru. Penyusun batuan dari formasi ini terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Diperkirakan ketebalan formasi ini adalah 30 meter. Formasi Nanggulan ini dibagai menjadi 3 bagian secara strtigrafis dari bawah ke atas adalah sebagai berikut II.3.1.a Anggota ( Axinea Berds ) Merupakan bagian yang paling bawah dari formasi Nanggulan. Ini terdiri dari Batupasir dengan interkalasi Lignit, kemudian tertutup oleh batupasir yang banyak mengandung fosil

10

Pelcypoda, dengan Axinea dunkeri Boetgetter yang dominan. Ketebalan anggota Axinea ini mencapai 40 m. II.3.1.b Anggota Djogjakartae (Djokjakarta) Batuan penyususn dari bagian ini adalh Napal pasiran, Batuan dan Lempung dengan banyak konkresi yang bersifat gampingan. Anggota Djokjakartae ini kaya akan Foraminifera besar dan Gastropoda. Fosil yang khas adalah Nummulites djokjakartae. Bagian ini mempunyai ketebalan sekitar 60 m.. II.3.1.c Anggota Discocyclina (Discocylina Beds) Batuan penyusun dari bagian ini adalah Napal pasiran, Batupasir arkose sebagai sisipan yang semakin ke atas sering dijumpai. Discocyclina omphalus, merupakan fosil penciri dari bagian ini. Ketebalan dari anggota ini mencapai 200 m. Berdasarkan pada studi fosil yang diketemukan, Formasi

Nanggulan mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas. II.3.2 Formasi Andesit Tua Formasi ini tersusun atas Breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat ,dan sisipan aliran lava andesit. Lava, terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan Andesit augit hornblende. Formasi Andesit Tua memiliki ketebalan mencapai 600 meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan. Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah tersebut, yaitu dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulon Progo yang oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua. Gunung api yang dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah pegunungan, Gunung Ijo di bagian selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulon Progo. Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah mengahsilkan aliranaliran lava dan breksi dari andesit piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti Gunung Ijo di bagian selatan Pegunungan Kulon

11

Progo, yang menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende dan kegiatan paling akhir adalah intrusi Dasit. Setelah denudasi yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah tersingkap, di bagian utara, Gunung Menoreh ini menghasilkan batuan breksi Andesit augit hornblende, yang disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit. Adanya kepingan Tuff napalan yang merupakan fragmen Breksi. Kepingan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang lebih tua, dijumpai di kaki gunung Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff itu merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin serta Globigerina praebulloides blow. Fosil-fosil ini

menunjukkan umur Oligosen atas. Formasi Andesit Tua secara stratrigrafis berada di bawah Formasi Sentolo. Sehingga dapat disimpulkan bahwa umur Formasi Sentolo berdasarkan penelitian terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar antara Awal Meiosen sampai Pliosen. II.3.3 Formasi Jonggrangan Formasi Jonggrangan ini memiliki liologi yaitu tersingkap baik di sekitar desa Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka air laut dan disebut sebagai Plato Jonggrangan. Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral. Formasi Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua. Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun formasi ini berupa pegunungan dan perbukitan kerucut yang tersebar di bagian utara pegunungan Kulon Progo. Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai sekitar 250-400 meter dan berumur Miosen bawah hingga Miosen tengah. II.3.4 Formasi Sentolo

12

Formasi Sentolo dengan Formasi Jonggrangan memiliki hubungan berupa saling menjari. Formasi sentolo mempunyai tipe di daerah sentolo. Bagian bawah berupa batu gamping, batu pasir napalan, napal pasiran dan napal tufan. Sementara semakin ke atas berkembang menjadi batugamping berlapis dengan kandungan fosil foraminifera dan fragmen koral. Umur formasi ini berkisar N8 N15 (Miosen Awal Pliosen). Penyebaran Formasi Sentolo meliputi daerah bagian tenggara dari pegunungan Kulon Progo dengan kenampakan morfologi berupa perbukitan bergelombang rendah hingga perbukitan bergelombang tinggi. II.3.5 Formasi Wates dan Formasi Yogyakarta Di atas batuan batuan yang lebih tua diendakan Formasi Wates dan Formasi Yogyakarta sebagai formasi termuda yang berumur resen (holosen). Formasi Wates terdiri dari material lepas hasil transportasi permukaan dan sedimentasi sungai saat ini seperti Sungai Progo dan Sungai Bogowonto. Formasi Wates tersebar di bagian selatan dan baratdaya Pegunungan Kulon Progo hingga berbatasan dengan Samudra Indonesia. Formasi Yogyakarta mempunyai penyebaran di bagian timur pegunungan Kulon Progo dengan kenampakan morfologi berupa daratan. Komonen penyusun formasi ini berupa material lepas produk Gunung Merapi Tua dan Merapi Muda. Dari formasi formasi yang telah diuraikan diatas maka disimpulkan stratigrafi regional daerah kulon progo dalam tamebl sebagai berikut: Umur Formasi / grup Fluviatil, vulkanik endapan Litologi Bongkah, kerakal, pasir, tuff, dan rombakan dari formasi yang lebih tua Batu Pleiosen Sentolo lenda gamping, lensavitric napal, tuff,

Kuarter

batu pasir konglomeratan

13

Batu gamping reef, batu Jonggrangan gamping globerina, napal, tuff breksi batu pasir, lignit Aquitanian Andesit Tua Napal globerina Eosen atas Discocyclina Djogjakartae Axinea Lava andesit, tuff breksi Napal batu pasir, napal, pasiran napal dan lempung batu pasir, napal, lignit

Tabel 1 : Stratigrafi Regional Daerah Kulon Progo

14

BAB III PEMBAHASAN

III.1 Stasiun Pengamatan 1 II.1.1 Lokasi Pengamatan 1 Lokasi : Terletak di tepi jalan raya Desa Kenteng, perbatasan yadisrono ,Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo. Ditempuh dengan bis selama 1 jam perjalanan dari kampus Teknik Geologi UGM dengan jarak 50 km. LP1 terletak tepat disamping jalan raya dengan koordinat N 1350 E dari Gunung Mudjil dan N 2390 E dari Gunung Prau.

Foto 1 STA 1 LP 1 kenampakan Gunung Mudjil (kamera menghadap ke utara)

Foto 2 STA 1 LP1 kenampakan Gunung Prau (kamera menghadap ke selatan)

Morfologi : Pada LP ini terdapat dua kenampakan morfologi berupa dataran rendah dan perbukitan. Perbukitannya merupakan perbukitan menorah

15

yang terisolasi, ditunjukkan dengan kenampakan Gunung Mudjil yang terpisah dari perbukitan dibelakangnya. Kenampakan Gunung Mudjil ini diduga akibat dari proses endogen seperti sesar dan proses eksogenik seperti erosi. Pengamatan pada LP ini berupa Gunung Mudjil disebelah utara dengan kemiringan lereng kanan atau timur sebesar 340 dan lereng kiri atau barat sebesar 420, Kemudian kemiringan Gunung prau disebelah kanan atau barat sebesar 230 dan lereng kiri atau timur sebesar 260

Gambar 2 Sketsa STA 1 LP 1

Gambar 3 Sketsa STA II LP 2

Litologi : Litologi pada lokasi pengamatan pertama ini terbagi menjadi dua yaitu perbukitan dan dataran rendah. Pada daerah perbukitan, terdapat Gunung Mudjil dengan resistensi tinggi yang terpisah dari perbukitan menorah dengan formasi andesit tua yang dikelilingi oleh dataran rendah dengan formasi Nanggulan yang memiliki umur lebih muda. Dataran rendah ini kurang resisten dan berupa endapan yang subur. Struktur Geologi :
16

Pada lokasi LP1 ini diperkirakan terdapat struktur geologi berupa sesar, jika dilihat dari kenampakan antara perbukitan dan dataran dengan perbedaan yang signifikan. Potensi : Positif : Dataran dapat digunakan sebagai pemukiman penduduk dan lahan pertanian seperti padi. Sedangkan perbukitan terutama daerah lembah dapat dijadikan tempat studi geologi karena banyak ditemukan mineral seperti kuarsa, gypsum, hematit, dan limonit. Negatif : Dataran merupakan daerah yang rawan akan banjir dan perbukitan adalah daerah rawan longsor terutama di sekitar lembahnya. II.1.2 Lokasi Pengamatan 2 Lokasi : Terletak di Desa Pendoworejo perbatasan yadisrono, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo. Ditempuh dengan bis selama 1 jam perjalanan dari kampus Teknik Geologi UGM dengan jarak 50 km. LP2 terletak disebelah selatan jarak raya dengan jarak 200m dari LP1 dan 7m dari jalan raya.

Foto 3 STA 1 LP2

Morfologi : Lokasi pengamatan ini di bagian utara berbatasan dengan perbukitan berupa Gunung Mudjil dengan kelerengan kiri 420 dan kanan 340 , di bagian selatan berbatasan dengan perbukitan berupa

17

Gunung Prau dengan kelerengan kiri 260 dan kanan 230 serta terdapat kali. Kemudian, di bagian barat dan timur lokasi ini berbatasan dengan dataran

Gambar 4 Sketsa STA 1 LP 2

Litologi : Terdapat endapan lempung pasiran yang melimpah pada daerah lokasi pengamatan ke dua ini dimana ditemukan mineral berupa kuarsa, gypsum, limonit, dan hematit. Namun mineral yang diperoleh oleh kelompok XII hanyalah limonit dan Hematit. Deskripsi Mineral: Limonit berwarna kuning kecoklatan, kilap tanah, cerat berwarna kuning, kekerasan <2,5, tidak memiliki belahan, pecahan uneven, bentuknya amorf, berstruktur granular, sifat dalamnya brittle, memiliki ketembusan cahaya opaque, dan kediamagnetannya diamagnetik, tidak memiliki sifat khas.

Foto 4 mineral limonit

18

Hematit berwarna merah, kilap tanah, cerat merah, kekerasan <2,5, tidak memiliki belahan, pecahannya uneven, bentuknya amorf, berstruktur granular, sifat dalamnya brittle, memiliki ketembusan cahaya opaque, kemagmetammya diamagnetik, tidak memiliki sifat khas.

Foto 5 mineral Hematit Struktur Geologi Pada LP2 ini tidak di jumpai struktur geologi. Potensi: Positif : Daerah ini dimanfaatkan sebagai persawahan dan perkebunan Negatif : Daerah rawan banjir karena dekat dengan sungai III.2 Stasiun Pengamatan 2 II.2.1 Lokasi Pengamatan 1 Lokasi : Terletak di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Dengan koordinat S 0749,6.0' , E 11004.189'. Ditempuh dengan bis selama 1 jam perjalan dari LP1 pada STA1 dan terletak 100 m dari jalan raya.

Foto 6 STA 2 LP 1 kenampakan sungai

Morfologi :
19

Daerah ini berupa daerah yang relative dibatasi oleh tebing curam di bagian timurnya, rumah penduduk dibagian baratnya, sungai dan tebing curam di sebelah selatannya, dan tambang emas di sebelah utara.

Gambar 5 Sketsa STA 2 LP 1

Litologi : Daerah dengan tebing, sungai, dan batuan batuan ini banyak ditemukan mineral yang mengandung tembaga. Mineral mineral yang ditemukan oleh kelompok XII di lokasi pengamatan ini adalah Pirit, Kalkopirit, Kalsit, Kuarsa, dan Chrysocolla. Deskripsi Mineral: Pirit berwarna kuning keemasan, kilap logam, cerat hitam, kekerasannya 6 6,5, memiliki belahan tiga arah, pecahan uneven, berbentuk kristalin, strukturnya granulat, sifat dalamnya brittle, ketembusan cahayannya opaque,

kemagnetannya diamagnetik, Tidak memiliki sifat khas.

Foto 7 mineral pirit Kalkopirit berwarna merah tembaga, kilap logam, cerat hitam, kekerasannya 3,5 4,5, memiliki belahan tiga arah, pecahan uneven, berbentuk kristalin, strukturnya granulat, sifat

20

dalamnya

brittle,

ketembusan

cahayannya

opaque,

kemagnetannya diamagnetik, Tidak memiliki sifat khas.

Foto 8 mineral kalkopirit Kalsit dalam bentuk urat berwarna putih, kilap kaca, cerat putih, kekeran 2,3-3.0, belahan tidak teramati, pecahan uneven, bentuk kristalin, struktur granular, ketembusan cahaya translucent, kemagnetan diamagnetic, dan memiliki sifat khas yaitu dapat bereaksi dengan HCL mengahasilkan buih.

Foto 9 mineral kalsit Kuarsa berwarna colorless, kilap kaca, cerat putih, kekerasan 6 7, tidak ada belahan, pecahannya uneven, berbentuk kristalin, berstruktur mamillary, sifat dalam brittle,

ketembusan cahaya translucent, kemagnetan diamagnetik., dan tidak memiliki sifat khas tertentu.

Foto 10 mineral kuarsa Chrysocolla berwarna hijau, memiliki kilapnya kaca, ceratnya hijau, belahannya indistinct, pecahannya tidak teramati, berbentuk kristalin, strukturnya tidak teramati, memiliki sifat

21

dalam

brittle,

Ketembusan

cahayannya

translucent,

kediamagnetannya diamagnetik dan tidak memiliki sifat khas.

Foto 11 mineral Chrysocolla Struktur Geologi : Pada lokasi pengamatan ini tidak dijumpai struktur geologi. Potensi : Positif : Sebagai tambang emas dan tembaga Negatif : Rawan longsor dan banjir.

II.2.2 Lokasi Pengamatan 2 Lokasi : Terletak di Desa Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Dengan koordinat S 0749,6.0' , E 11004.189'. Ditempuh dengan bis selama 1 jam perjalan dari LP1 pada STA1 dan dibutuhkan waktu selama tiga menit perjalan dari STA 2 LP 1.

Foto 12 STA 2 LP 2 kenampakan kekar pada batuan (kamera menghadap ke utara)

Morfologi : Berupa daerah sungai yang relatif dibatasi oleh tebing tebing curam di bagian utara dan dibagian selatan berstadium awal dimana masih terjadi erosi secara intensif dengan arah aliran sungai dari timur menuju barat.

22

Gambar 6 Sketsa STA 2 LP 2

Litologi : Pada bagian tengah sungai terdapat batuan beku yaitu andesit dengan urat urat kuarsa dan kalsit. Sedangkan tebing tebing disekeliling sungai tersusun atas endapan lanau hingga pasir. Pada bagian barat dari sungai juga ditemukan mineral barit dan pirit Deskripsi Mineral: Barit berwarna berwarna putih kemerah -merahan, kilap kaca, cerat putih, kekerasan 2,5 3, belahan tiga arah, pecahannya uneven, bentuknya kristalin, berstruktur bladed, ketembusan cahayannnya translucent opaque, kemagnetannya

diamagnetik, dan tidak memiliki sifat khas

Foto 13 Mineral Barit

Pirit berwarna kuning keemasan, kilap logam, cerat hitam, kekerasannya 6 6,5, memiliki belahan tiga arah, pecahan uneven, berbentuk kristalin, strukturnya granulat, sifat dalamnya brittle, ketembusan cahayannya opaque,

kemagnetannya diamagnetik, Tidak memiliki sifat khas.

23

Foto 14 Mineral Pirit Urat Kuarsa berwarna colorless, kilap kaca, cerat putih, kekerasan 6 7, tidak ada belahan, pecahannya uneven, berbentuk kristalin, berstruktur conchoidal, sifat dalam brittle, ketembusan cahaya translucent, kemagnetan diamagnetik., dan tidak memiliki sifat khas tertentu.

Foto 15 Urat Kuarsa Struktur Geologi : Struktur yang ditemukan pada daerah ini berupa kekar gerus yang terisi oleh mineral kuarsa dan kalsit sehingga membentuk urat urat pada batuan dengan arah N 294o E dan N 347o E Potensi : Positif Negatif lebat. III.3 Stasiun Pengamatan 3 II.3.1 Lokasi Pengamatan 1 Lokasi : : Pertambangan emas : Rawan longsor dan banjir jika terjadi hujan yang

24

Terletak tepat disamping jalan raya diKecamatan bagelan, Kabupaten Kulon progo, dengan koordinat S 07o 51.273, E 110o 01.730. Ditempuh dengan bis selama 1 jam dari LP 2 STA 1.

Foto 16 STA 3 LP 1 kenampakan singkapan (kamera menghadap ke tenggara) Morfologi : Berupa perbukitan yang dipotong menjadi dua untuk membentuk jalan raya.

Gambar 7 Sketsa STA 3 LP 1

Litologi : Tersusun atas andesit hornblende yang telah mengalami pelapukan Deskripsi Mineral: Hornblende berwarna hitam, kilap kaca, cerat hitam, kekerasannya 5,5 6,0, memiliki belahan dua arah, pecahannya uneven, berbentuk kristalin, struktur prismatik, sifat dalam brittle, ketembusan cahayannya opaque,

25

kemagnetan diamagnetik, tidak memiliki sifat khas, dan sistem kristalnya monoklin.

Foto 17 Mineral Hornblende Struktur Geologi : Pada daerah ini tidak dijumpai struktur geologi. Potensi : Positif : Tambang Hornblende Negatif : Daerah rawan longsor karena kelerangan bukit relatif curam.

26

BAB IV KESIMPULAN

Pelaksanaan fieldtrip ini mencakup beberapa aspek seperti litologi, morfologi, dan proses geologi yang dapat dirangkum menjadi sebuah kesimpulan. Pada aspek litologi dapat disumpulkan bahwa baik di Kulon Progo, maupun di Purworejo tidak ditemukan adanya batuan metamorf karena batuan yang umum dijumpai adalah batuan andesit seperti pada STA 2 dan batuan sedimen seperti pada STA 1. Mineral-mineral yang ditemukan merupakan mineral lempung seperti hematit dan limonit pada STA 1 LP 2, mineral yang mengandung tembaga seperti pirit dan kalkopirit pada STA 2 LP 1, mineral yang mengisi ruang pada kekar seperti kuarsa dan kalsit pada STA 2 LP 2, mineral hornblende yang melimpah pada STA 3 serta mineral lainnya seperti chrysocolla dan barit. Sesuai stragtigrafisnya formasi kulon progo yang terbagi menjadi lima formasi yaitu Formasi Nanggulan, endapan alluvial serta gumuk-gumuk pasir, Formasi Andesit tua, Formasi Jonggrangan, dan Formasi Sentolo ( Van Bemmelen, 1948 ), maka geomorfologis yang ditemukan pada daerah ini berupa , perbukitan, lembah, sungai dan dataran rendah dengan bentang alam yang ditemukan umumnya berupa bentang alam struktural seperti pada STA 1 LP 1. Sedangkan proses geologi yang terjadi pada daerah Kulon Progo meliputi proses endogen seperti sesar yaitu sesar naik dan sesar turun, proses pengangkatan (uplift) dan proses eksogen seperti sedimentasi, erosi, pelapukan, dan gerakan massa.

27

You might also like