You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN 1.

Pengertian Sejarah Islam Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarikh dan sirah, atau dalam bahasa Inggris disebut history. Dari segi bahasa, al-tarikh berarti ketentuan masa atau waktu, sedang Ilmu Tarikh ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian, masa atau tempat terjadinya peristiwa, dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut. Sedangkan menurut pengertian istilah, al-tarikh berarti; sejumlah keadaan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, dan benar-benar terjadi pada diri individu atau masyarakat, sebagaimana benar-benar terjadi pada kenyataan-kenyataan alam dan manusia. Dalam bahasa Indonesia sejarah berarti: silsilah; asal-usul (keturunan); kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sedangkan Ilmu Sejarah adalah pengetahuan atau uraian peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti orderly description of past events(uraian secara berurutan tentang kejadian-kejadian masa lampau). Menurut Ibnu Khaldun, sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritias untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa masa lampau. Dengan demikian unsur penting dalam sejarah adalah adanya objek peristiwa (who), adanya batas waktu (when), yaitu masa lampau, adanya pelaku (who), yaitu manusia, tempatnya (where), latar belakangnya (whay), dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dari pengertian demikian kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud sejarah Islam adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh terjadi yang seluruhnya berkaitan dengan agama Islam. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sejarah Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dalam berbagai aspek. Dalam kaitan ini maka muncullah istilah yang sering digunakan untuk sejarah Islam ini, diantaranya Sejarah Islam, Sejarah Peradaban Islam, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Dalam mempelajari dan mengkaji sejarah Islam (muslim) yang terkandung dalam buku-buku sejarah, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu: 1. Apa yang menjadi tujuan penulisan, apakah bentuk sejarah pragmatik ataukah berbentukfilsafat sejarah. 2. Siapa penulis sejarah itu, termasuk bagaimana kecenderungan sikap hidup atau ide poliik yang dianutnya, dan

3. Kapan dia menulis, karena dari situ dapat pula memberi pengaruh apa dan siapa yang telah membuat dia berinterprestasi begitu. 4. Periodisasi Sejarah Islam Dikalangan ahli sejarah terdapat perbedaan tentang kapan dimulainya sejarah Islam yang telah berusia lebih dari empat belas abad ini. Di satu pihak menyatakan bahwa sejarah Islam (muslim) dimulai sejak Nabi Muhammad SAW. diangkat sebagai Rasul, dan berada di Makkah atau tiga belas tahun sebelim hijrah ke Madinah. Di lain pihak menyatakan, bahwa sejarah Islam itu dimulai sejak lahirnya negara Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Atau tepatnya setelah Nabi Muhammad SAW. Berhijrah ke Madinah yang sebelumnya bernama Yatsrib. Timbulnya perbedaan dari kedua belah pihak tersebut disebabkan karena perbedaan tinjauan tentang unit sejarah. Pihak pertama melihat bahwa unit sejarah adalah masyarakat. Masyarakat Muslim telah ada sejak Nabi Muhammad SAW. Menyampaikan seruannya. Malah jumlah mereka sedikit atau banyak tidak menjadi soal. Disamping itu, meskipun mereka belum berdaulat, tetapi sudah terikat dalam satu organisasi yang memiliki corak tersendiri. Sedangkan pihak kedua melihat bahwa niat sejarah itu adalah Negara, sehingga sejarah Islam muai dihitung sejak lahirnya Negara Madinah. Perbedaan pendapat tersebut akan tercermin pada pembagian periodisasi sejarah (kebudayaan) Islam yang dikemukakan oleh para ahli, terutama dalam hal tahun permulaan sejarah Islam pada periode pertama atau biasa disebut periode klasik, dan bahkan ada yang menyebutkan sebagai periode praklasik guna mengisi babakan sejarah Islam yang belum disebutkan secara tegas dalam periode klasik tersebut. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Nourouzzaman as-Shiddiqi yang menyatakan bahwa waktu sekarang ini para sejarawan cenderung mengambil masyarakat sebagai unit sejarah. Jika unit sejarah itu tertumpu pada Negara, maka hal itu mengandung kelemahan. Artinya, batas Negara tidak selalu tetap. Dia telah membagi perjalanan sejarah Islam ke dalam tiga bagian besar beserta cirri-ciri sebagai berikut: 1. Periode klasik, yang dimulai sejak Rasulallah SAW. Menyampaikan seruannya sampai masa runtuhnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 656 H/1258 M. Cirinya ialah tanpa menutup mata terhadap adanya dinasti-dinasti kecil, Dinasti Umaiyah Barat yang berkedudukan diAndalusia dan interengum (masa peralihan pemerintahan) Dinasti Fatimah di Mesir, masih ada satu kekuasaan politik yang kuat dan disegani. Dalam periode klasik inilah umat Islam mencapai prestasi-prestasi puncak di bidang kebudayaan. 2. Periode pertengahan yang dimulai sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah sampai abad ke-11 H/17 M. Ciri-cirinya ialah kekuasaan politik terpecah-pecah dan saling bermusuhan. Osmanli Turki, Mamluk Mesir, Umaiyah Barat di Andalusia, Mamluk India, dan berdirinya kerajaan-kerajaan Muslim yang berdaulat sendirisendiri. 3. Periode modern, yaitu sejak abad ke-12 H/18 M sampai sekarang. Dalam periode ini umat Islam sudah tidak memiliki kekuatan politik yang disegani. Dinasti Turki

Osmanli yang pernah menggedor pintu Wina sudah mendapat julukan The Sick Man of Europa. Bukan saja Turki sudah tidak mampu memperluas wilayah dibagi-bagi antara Inggris, Perancis dan Rusia. Wilayah Turki Barat seperti sepotong kue yang menjadi rebutan antara kekuasaan-kekuasaan besar Barat. Bekas jajahan setiap Negara Barat inilah yang kemudian melahirkan Negara-negara baru setelah Perang Dunia I. Adapun dalam makalah kami ini akan dibahas tentang permasalahan perkembangan Islam pada tiap-tiap periode.

BAB II

PEMBAHASAN Nabi Muhammad Saw. Adalah golongan Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk mekkah. Melalui kegiatan pengembalaan ini dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Dalam suasana demikian, dia ingin melihat sesuatu dibalik semuanya. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nefsu duniawi, karena itu sejak muda ia sudah dijuluki Al-Amin, orang yang terpercaya. Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke syiria(syam) dalam usia baru 12 tahun. Kafilah tersebut dipimpin oleh Abu Tholib. Dalam perjalanan ini, di Bushara, sebelah seltan syiria, ia bertemu dengan seorang pendeta bernama, Buhairoh. Pendeta ini melihat tanda tanda kenabian pada Muhammad sesuai petunjuk cerita-cerita Kristen. Pada usia yang ke dua puluh lima, Muhammad berangkat ke syiria membawa barang dagangan milik Khadijah seorang saudagar wanita kaya raya. Dalam perdagangan ini Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita yang pertama masuk islam dan banyak membantu Nabi dalam perjuangan menyebarkan Islam. 1. Masa Kerasulan Nabi Muhammad Saw Menjelang usianya yang keempat puluh, dia sudah terlalu biasa memisah kan diri dari pergaulan masyarakat, berkontemplasi ke gua Hira,sebuah gunung yang dekat dengan kota Mekkah. Dan ia beribadah dengan mengikuti ajaran agama kakeknya yaitu Nabi Ibrahim dari beberapa hari sampai beberapa bulan. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611M, Malaikat Jibril muncul dihadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama: Bacalah dengan nama tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu sangat mulia. Dia telah mengajarkan Qolam. Dia telah mengajar manusia apa yang mereka tidak ketahui (QS 96:1-5). Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan menjadi Nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum disuruh untuk menyeru manusia kepada suatu agama. Setelah wahyu pertama itu datang, jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun Jibril yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai berikut: Hai orang yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah, hendaklah engkau besatkan tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah ngkau memberi (dengan maksud)memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk memenuhi perintah tuhanmu bersabarlah (Q.S. Al-Muddatsir: 1-7). Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama tama, beliau melakukannya dengan cara diam diam dilingkungan sendiri dan dikalangan rekan rekannya.

Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Langkah dakwah seterusnya yang diambil adalah menyeru masyarakat umum. Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai menghalangi dakwah Rasul. Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad pertama tama mereka mengira bahwa , kekuatan nabi terletak pada lindungan dan pembelaan abu tholib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan Nabi dengan abu thalib dan mengancam dengan mengatakan kami minta anda memilih satu diantara dua: memerintahkan Muhammad berhenti dari dakwahnya atau ijinkan kepada kami unuk mencegahnya. Maka dengan itu Abu Thalib sebagai pamannya mencegah Nabi muhammad SAW akan dakwahnya karena beliau takut dari kaum Qurais. Namun Nabi menolak dengan mengatakan: Demi allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat allah ini, walaupun semua anggota keluarga dan sanak saudara akan mengucilkan saya. Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian berkata: teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Makkah terhadap kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat sahabtnya ke luar Makkah. Pada tahun kelima kerasulannya, Nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat pengungsian. Rombongan pertama sejumlah sepuluh orang pria dan lima dari wanita, diantaranya Usman bin Affan beserta istrinya Ruqoyah putri Rasulullah, Zubair bin Awwam dan Abdurrahman bin Auf. Semakin kejam mereka memperlakukan umat islam semakin banyak orang yang masuk agama ini. Bahkan, ditengah meningkaynya kekejaman itu, dua orang yang terkuat di Quraisy masuk Islam, hamzah dan Umar bin Khattab. Namun tidak lama kemdian Abu Thalib paman Nabi sekaligus pelindung utama Nabi meninggal dunia dan menyusul Tiga hari setelah itu Khadijah istri Nabi, meninggal dunia pula. Peristiwa itu terjadi pada tahun sepuluh kenabian. Dan di tahun ini pula merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad SAW. Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra dan memirojkan beliau pada tahun ke-10 kenabiannya itu. Berita tentang isra dan miraj ini menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kafir, ia dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan nabi. Sedangkan, bagi orang yang beriman, ia merupakan ujian keimanan. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang kafir Quraisy menentang Nabi : (1) Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. (2) Mereka tidak menginginkan persamaan hak antara hamba sahaya dengan golongan bangsawan. (3) Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran akan hari pembalasan. (4) Kokoh kepercayaan mereka terhadap agama nenek moyang. (5) Pemahat dan penjual batu memandang Islam sebagai penghalang rezeki. 1. Lahirnya Negara Muslim Pertama Ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar berangkat untuk hijrah, orang-orang Quraisy mulai memperlihatkan keberangannya dengan menganiaya pengikut Rasulullah yang belum berangkat, seperti Asma binti Abu Bakar dan yang lainnya.

Dalam perjalanan menuju Madinah, Rasulullah SAW sempat singgah di Quba sampai kemudian Ali bin Abi Thalib berhasil mengikutinya. Di Quba Rasul sempat mendirikan pondasi masjid Quba. Setibanya di Madinah, Rasulullah SAW disambut dengan penuh suka cita oleh sahabat-sahabat Anshar. Langkah pertama yang dilakukan di Madinah ialah membangun masjid sebagai tempat ibadah. Untuk menyatukan potensi sahabat anshar dan muhajirin, Rasulullah telah menyatukan sahabat Muhajirin dan Anshar dengan sistem muakhkhah, yakni mengangkat sebagian anggota dari mereka menjadi saudara angkat bagi yang lain. Sebagai tindak lanjut dari pembentukan umat, umat Yahudi pun mempunyai pandangan negatif. Untuk mengantisipasi gejala perpecahan, akhirnya Rasulullah SAW melakukan pembentukan kesepakatan diantara mereka dengan membuat suatu undang-undang yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah merupakan undang-undang pertama di dunia yang menjadi landasan dalam pembentukan Negara Madinah. Menurut kami, langkah-langkah yang diambil oleh Nabi Muhammad adalah sangat brilian, yaitu dengan membuat suatu undang-undang yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Fungsinya untuk mengantisipasi gejala perpecahan dan menyatukan umat agar berdiri sebuah negara yang kuat yaitu Negara Madinah 1. Pembentukan Negara Madinah Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak sejarah dalam dunia Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan bukan saja sebagai kepala atau pemimpin agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala negara. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan masjid. Selain untuk tempat salat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Bahkan pada masa Nabi, masjid juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Dasar kedua adalah ukhuwah islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dan Anshar. Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti, menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah. Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, selain orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan golongan masyarakat Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan perjanjian dengan mereka. Untuk itu, sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas telah dibuat. Setiap golongan masyarkat memiliki hak tertentu

dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar. Dalam perjanjian itu, jelas disebutkan bahwa Rasulullah saw sebagai kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang social, beliau juga meletakkan dasar persamaan antarsesama manusia. Perjanjian ini dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan Konstitusi Madinah. Menurut kami, dengan terbentuknya Negara Madinah maka Islam makin bertambah kuat karena dengan berdirinya Negara Madinah kaum Muslimin sering memenangkan peperangan. Tidak ada pejabat pegawai yang digaji. Namun, semua pengikut Nabi Muhammad siap diperintah untuk menjalankan tugas apapun. Oleh Nabi Muhammad para sahabat dibebankan tugas-tugas dakwah dan politik. 1. Perluasan Wilayah pada Masa Rasulullah Sejarah islam di zaman nabi Muhammad SAW terbagi menjadi dua macam periode yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Pada periode Mekkah (12 tahun) pengikut nabi Muhammad masih sangat sedikit, sementara kegiatan keagamaan lebih ditekankan kepada penanaman akidah, dan pembinaan akhlak. Posisi umat islam pada periode ini sangat lemah. Mereka berada dibawah tekanan dan penindasan kaum quraisy. Dakwah nabi Muhammad mendapat tantangan sengit (dari warga mekkah), terutama dari kelompok oligarki. Mereka tidak hanya takut pada tantangan nabi Muhammad terhadap agama tradisional mereka yang bersifat politisme itu, tetapi juga khawatir kalau striktur masyarakat dan kepentingankepentingan. Pada waktu Nabi Muhammad wafat ,wilayah kekuasaan Madinah telah mencakup seluruh jazirah Arabia Husein Muknis menyatakan ,sejak pertama berdirinya hingga wafatnya Nabi, dan ketika wilayah kekuasan islam sudah meliputi seluruh jazirah Arabia, maka perkembangan wilayah Negara islam dapat dibagi menjadi beberapa fase yaitu: Fase pertama,yaitu sejak rajab 1 H sampai rajab 2 H. pada fase ini, kekuasaan Nabi menjadi sempurna atas seluruh bagian kota madinah dan sekitarnya. Pada masa ini, Nabi mengirim sepuluh ekspedisi, baik ghazwah (ekspedisi militer yang di pimpim Nabi Saw). Maupun syariyah (ekspedisi militer yang di pimpim sahabat). Fase kedua, yaitu mulai dari perang Badar sampai Perang Khandaq berakhir (17 Ramadhan 2H/13 Maret 624 M-Dzulqadah 5H/April 627 M). Pada fase ini, madinah menetapkan kekuasaannya atas seluruh tanah Hijraz (kecuali Mekkah dan Thaif). Pada masa ini pula kelompok-kelompok besar Yahudi di Madinah yang berkhiyanat terusir atau dihukum berat, sehingga Negara Madinah menjadi kekuatan politik dan militer terbesar di Hijaz dan sekitar Najd. Fase ketiga, yaitu mulai Muharam 6H sampai jumadilakhir 6H (Juni 627 MNovember 628 M). Pada fase ini Negara Madinah berhasil menggabungkan seluruh daerah di perbatasan Najd dengan Madinah. Ini berarti menambah wilayah islam seluas 40mil persegi

di sebelah timur, yangmembuka jalan untuk peluasan wilayah kekuasaan lebih lanjut ke arah Najd sehingga Quraisy Mekkah menjadi terkepung. Fase keempat, yaitu mulai ekspedisi ke Hasma sampai dilaksanakannya Umrah AlQadha(umrah setahun setelah perjanjian Hudaibiyah), (Jumadilakhir 6H/November 628 MDzulqadah7H/Maret 629M). pada fase ini ekspedisi Islam mengarah ke utara Madinah, mencapai Wadi Al-Qura dan Daumat al-Jandal, sehingga umat Islam dapat menguasai Khaibar, Fadak, dan Wadi Al-Quran. Fase kelima, yaitu dari Dzulhijah 7H sampai penaklukan Thaif,DzulQadah 8H(April 629 M-Februari 630 M). Peristiwa penting yang termasuk dalam fase ini adalah penaklukan kota Mekkah. Sebelumnya Nabi sudah memusatkan perhatiannya kepada kabilah-kabilah Bali, Judzam, Bahra. Menurut Ahmad Faridh, bahwa khauf adalah cambuk yang digunakan Allah SWT untuk menggiring hamba-hamba-Nya menuju ilmu dan amal supaya dengan keduanya itu mereka dapat dekat dengan Allah SWT. Khauf adalah kesakitan hati karena mmbayangkan sesuatu yang ditakuti, yang akan menimpa diri di masa yang akan datang. Khauf dapat mencegah hamba berbuat maksiat dan mendorongnya untuk senantiasa berada dalam ketaatan. 1. Kondisi Masyarakat Sepeninggal Rasulullah SAW Dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW di madinah pada tahun 11 hijriah (632 M), ummat muslim dihadapkan kepada suatu krisis konstitusional. Rasul tidak menunjuk penggantinya, bahkan tidak pula membentuk sebuah majelis untuk masalah tersebut. Sejumlah suku melepaskan diri dari kekuasaan madinah dan menolak memberi penghormatan kepada khalifah yang baru, bahkan menolak pemerintahannya. Sebagian dari mereka bahkan menolak islam. Ada golongan telah murtad, ada yang mengaku dirinya sebagai nabi dan mendapat pengikut (pendukung) yang tidak sedikit jumlahnya. Ada juga golongan yang tidak mau lagi membayar zakat karena mengira zakat sebagai upeti kepada Nabi Muhammad SAW. Yang masih tetap patuh kepada agama islam adalah penduduk Mekkah, Madinah dan Thaif. mereka tetap memenuhi kewajiban dan mau mengorbankan apa yang mereka miliki untuk mengembalikan kejayaan islam. 1. Sistem Pemilihan Khalifah Permasalahan politik yang pertama kali muncul sepeninggal Rasulullah SAW adalah siapakah yang menjadi penggantinya sebagai kepala pemerintahan dan bagaimana sistem pemerintahannya, karena Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat islam setelah beliau wafat. Tetapi setelah beliau telah mengajarkan suatu prinsip, yaitu musyawarah, sesuai dengan ajaran islam itu sendiri. Prinsip tersebut telah dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam setiap pergantian pimpinan dari empat khalifah periode khulafa al-rasyidun, meski dengan versi yang beragam.

1. Abu Bakar As-Siddiq Abu Bakar mengaku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang berlangsung sangat demokratis di muktamar tsaqifah bani said, memenuhi tata cara perundingan yang dikenal dunia moderen ini. Kaum anshar menekankan pada persyaratan jasa (merit), mereka mengajukan calon Saad bin Ubadah. Kaum mujahirin menekankan pada persyaratan kesetiaan mereka mengajukan calon Abu Ubaidah bin Jarrah. Sementara itu dari ahlul bait menginginkan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah atas kedudukannya dalam islam, juga sebagai menantu karib Nabi. hampir saja perpecahan terjadi bahkan adu fisik, melalui perdebatan dengan beradu argumentasi, akhirnya Abu Bakar disetujui oleh jamaah kaum muslimin untuk menduduki jabatan khalifah. Rupanya,semangat keagamaan Abu bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam,sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.

2. Umar Bin Khatab Umar bin Khatab menjadi pemimpin negara, setelah Abu Bakar, selama sepuluh tahun. Beliau di angkat dan dipilih para pemuka masyarakat dan disetujui oleh jamaah kaum muslimin. Pilihan itu sudah dimintakan pendapat dan persetujuan pada saat mereka menengok Abu Bakar waktu sakit. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat,ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat,kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam.Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera membaiat Umar. 3. Ustman Bin Affan Ustman bin Affan dipilih dan diangkat dari enam orang calon yang ditunjuk oleh khalifah Umar saat menjelang ajalnya karena pembunuhan. Umar dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu Luluah.Untuk menentukan penggantinya,Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar.Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada merika untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf. Setelah Umar wafat,tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib. 4. Ali bin Abi Thalib Ali bin Abi Thalib tampil memegang pucuk pimpinan Negara di tengah-tengah kericuhan dan huru-hara perpecahan akibat terbunuhnya Usman oleh kaum pemberontak.Khalifah Ali dipilih dan diangkat oleh jamaah kaum muslimin di madinah dalam suasana yang sangat kacau,dengan pertimbangan jika Khalifah tidak

segera dipilih dan diangkat,maka keadaan akan semakin bertambah kacau,meskipun ada golongan yang tidak menyukai Ali,tetapi tidak ada seorang yang ingin diangkat menjadi Khalifah karena Ali masih ada. 1. Perkembangan peradaban Islam pada masa Bani Umayyah Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai cara,siasat, dan tipu muslihat yang licik, bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas hasil pilihan umat islam. Dengan demikian, berdirinya dinasti ini bukan berdasarkan hukum musyawarah. Dinasti Bani Umayyah berdiri selama kurang lebih 90 tahun (40-132H/661750M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Orientalis, artinya dalam segala hal dan segala bidang para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula dengan corak peradaban yang dihasilkan pada masa dinasti ini. Pada masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan, dan perluasan daerah yang dicapai, terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik (86-96H/705-715M). Pada masa awal pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan ada usaha memperluas wilayah kekuasaan ke berbagai daerah, seperti ke India dengan mengutus Mhallab bin Abu Sufyan, dan usaha perluasan ke Barat ke daerah Byzantium dibawah pimpinan Yazid bin Muawiyah. Selain itu juga diadakan perluasan wilayah ke Afrika Utara. Juga mengarahkan kekuatannya untuk merebut pusat-pusat kekuasaan diluar jazirah Arab, antara lain kota Konstantinopel. Adapun alasan Muawiyah bin Abi Sufyan untuk terus berusaha Byzantium. Pertama, Byzantium merupakan basis kekuatan Agama Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering mengadakan pemberontakan kedaerah Islam. Ketiga, termasuk wilayah yang mempunyai kekayaan yang melimpah. Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah Agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan social, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Andalusia pun memcapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam. Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai Pertama, Bani Umayyah berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke berbagai penjuru dunia, seperti Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian kecil Asia, Persia, Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia, Uzbekistan, dan Kirgis. Kedua, Islam memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat luas, Sikap fanatik Arab sangat efektif dalam membangun bangsa Arab yang besar sekaligus menjadi

kaum muslimin atau bangsa Islam Setelah pada saat itu bangsa Arab merupakan prototipikal dari bangsa Islam sendiri. Ketiga, telah berkembang ilmu pengetahuan secara tersendiri dengan masing-masing tokoh spesialisnya. Antara lain, dalam ilmu Qiroat (7 qiroat) yang terkenal yaitu: Ibnu katsir (120H), Ashim (127H), dan Ibnu Amr (118H). Ilmu Tafsi tokohnya ialah Ibnu Abbas (68H) dan muridnya Mujahid yang pertama kali menghimpun Tafsir dalam sebuah suhuf, Ilmu Hadits dikumpulkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri atas perintah Umar bin Abdul Aziz, tokohnya ialah Hasan Al-Basri (110H), Said bin Musayyad, Rabiah Ar-Raiy guru dari Imam Malik, Ibnu Abi Malikah, Syabi Abu Amir bin Syurahbil. Kemudian ilmu Kimia dan Kedokteran, Ilmu Sejarah, Ilmu Nahwu, dan sebagainya. Keempat, perkembangan dalam hal administrasi ketatanegaraan, seperti adanya Lembaga Peradilan (Qadha), Kitabat, Hajib, Barid, dan sebagainya.

You might also like