You are on page 1of 5

Proses Penyembuhan Luka, Komplikasi, Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka, dan Evaluasi Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik

Proses Penyembuhan Luka

Menurut Potter dan Perry (1997), penyembuhan luka terbagi menjadi dua jenis sesuai dengan luka yang dialami yaitu penyembuhan primer dan sekunder. Penyembuhan luka primer dialami oleh klien yang mendapatkan luka bedah atau luka dengan risiko infeksi yang rendah dan sedikit jaringan yang hilang. Sedangkan penyembuhan luka sekunder dialami oleh klien yang mendapatkan luka dengan jaringan yang hilang (seperti luka bakar dan luka laserisasi yang parah) dan kemungkinan terinfeksi lebih besar, sehingga dibutuhkan waktu cukup lama selama proses penyembuhannya. Secara umum, proses penyembuhan terbagi menjadi tiga fase diantaranya : 1. Fase Inflamasi atau Reaksi Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Proses perbaikan awal pada penyembuhan luka sebagai berikut : a. Homeostasis Pembuluh darah yang terputus akan menyebabkan perdarahann dan tubuh merespon dengan vasokontriksi untuk menghentikannya, pengerutan pada tepi-tepi luka, dan hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama dengan jala fibrin membentuk bekuan darah. b. Serotonin dan histamin yang dihasilkan oleh sel mast Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi, pengeluaran serum dan sel darah putih ke jaringan rusak, serta vasodilatasi setempat yang menyebabkan edema dan pembengkakan. Selain itu, terjadi pula warna kemerahan pada luka akibat dari tanda dan gejala klinis reaksi radang yaitu rubor (kapiler melebar), kalor (rasa hangat), dolor (nyeri), dan tumor (bengkak). c. Diapedesis Aktivitas selular yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Hal tersebut terjadi beberapa jam setelah luka terjadi. Leukosit, yang berperan awal adalah neutrofil, mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan debris kecil.

Kemudian Limfosit dan monosit muncul menghancurkan bakteri dan debris (fagositosis). 2. Fase Proliferasi atau Regenerasi Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai minggu ketiga. Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah fase proliferasi fibroblast. Serat-serat mulai dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri terhadap tegangan pada luka mengerut. Sifat ini bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast yang menyebabkan tarikan pada luka. Fibroblast adalah sel-sel yang mensintesis kolagen yang akan menutup defek luka. Luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus, disebut jaringan granulasi. Bersamaan dengan proses rekontruksi yang terus berlangsung, daya elastisitas luka meningkat dan resiko terpisah atau ruptur luka akan menurun. Tingkat keparahan dan tekanan pada luka mempengaruhi jumlah jaringan parut yang terbentuk. Contohnya, jaringan parut lebih banyak tebentuk pada luka di ekstremitas dibandingkan dengan luka pada daerah yang pergerakannnya sedikit, seperti di kulit kepala atau dada. 3. Fase Maturasi atau Remodeling Fase ini berlangsung setelah fase proliferasi sampai lebih dari 1 tahun, tergantung pada kedalaman dan luas luka. Serat kolagen mengalami remodeling sebelum mencapai bentuk normal. Dan biasanya jaringan parut memiliki sedikit sel-sel pigmentasi (melanosit) sehingga warna yang dihasilkan lebih terang dibanding dengan warna kulit normal. Fase maturasi dikatakan berakhir apabila semua tanda radang sudah lenyap. Namun luka yang sudah sembuh biasanya daya elastisitas kulitnya tidak sama seperti semula. Pada penyembuhan sekunder, inflamasi yang terjadi seringkali bersifat kronik dan lebih banyak jaringan granulasi dibandingkan dengan kolagen. Karena luka yang didapatkan lebih luas, maka jaringan parut penghubung juga menjadi lebih luas. Apabila sel epitel dan jaringan tersebut tidak mampu menutup defek luka, maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka dimulai pada hari keempat dan terjadi secara simultan dengan epitalisasi. Sel yang mendorong terjadinya kontraksi adalah miofobroblast. Kontraksi ini mengakibatkan jaringan di sekitar luka menipis dan ukuran jaringan parut sama dengan garis pada daerah yang rusak.

Komplikasi Penyembuhan Luka

Menurut Potter dan Perry (1997), terdapat beberapa komplikasi pada penyembuhan luka sebagai berikut : 1. Hemoragi Hemoragi (perdarahan) terjadi setelah hemostasis menunjukkan lepasnya jahitan operasi, keluarnya bekuan darah, infeksi, atau erosi pembuluh darah oleh benda asing (contoh selang drainase). Perdarahan dapat terjadi secara internal dan eksternal. Contohnya, jika jahitan operasi merobek pembuluh darah, maka perdarahan terjadi di dalam jaringan dan tidak terlihat tanda-tanda perdarahan kecuali jika terpasang drain setelah pembedahan. Perdarahan internal dapat dideteksi dengan cara adanya pembengkakan pada bagian tubuh yang mengalami luka, perubahan jumlah drainase, atau adanya tanda-tanda syok hipovolemik. Sedangkan perdarahan eksternal dapat dideteksi dengan cara adanya drainase darah pada balutan yang menutupi luka. 2. Infeksi Menurut Centers for Disease Control (CDC) (Potter & Perry, 1997), luka mengalami infeksi jika terdapat drainase purulen pada luka, walaupun tidak dilakukan kultur atau hasil kultur negatif. Hasil kultur yang positif tidak selalu mengindikasikan adanya infeksi karena banyak jenis luka yang mengandung koloni bakteri namun tidak menyebabkan infeksi. Untuk luka terkontaminasi atau luka traumatik akan menunjukkan tanda-tanda infeksi lebih awal yaitu dalam waktu 3-2 hari. 3. Dehisens Dehisens adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total. Jika luka tidak sembuh dengan baik, maka lapisam kulit dan jaringan akan terpisah. Terpisahnya lapisan kulit dan jaringan ini paling sering terjadi sebelum pembentukan kolagen (3-11hari setelah cedera). Klien dengan obesitas berisiko tinggi mengalami dehisens karena adanya regangan konstan pada luka dan buruknya kualitas penyembuhan luka pada jaringan lemak. Apabila drainase serosanguinosa dari luka meningkat, perawat harus waspada akan timbulnya dehisens. 4. Eviserasi Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan eviserasi. Eviserasi merupakan suatu kondisi dimana keluarnya organ viseral melalui luka yang terbuka. Apabila hal ini terjadi, maka perawat harus meletakkan handuk steril di atas jaringan yang terkena untuk mencegah infeksi dan kekeringan pada jaringan. Klien harus tetap berpuasa dan terus diobservasi mengenai adanya tanda dan gejala syok serta segera menyiapkan pembedahan darurat.

5. Fistula Fistula adalah saluran abnormal yang berada diantara dua buah organ atau diantara organ dan bagian luar tubuh (Potter & Perry, 1997). Fistula meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan. Dokter bedah membuat fistula untuk kepentingan terapi misalnya pembuatan saluran antara lambung dan dinding abdomen luar untuk memasukkan selang gastrotomi yang berguna untuk memasukkan makanan. Namun sebagian besar fistula terbentuk akibat dari penyembuhan luka yang buruk atau komplikasi penyakit seperti penyakit Chron. 6. Penundaan Penutupan Luka Penundaan penutupan luka, disebut juga penyembuhan luka tersier, adalah tindakan yang sengaja dilakukan agar terjadi drainase efektif dari luka yang terkontaminasi. Luka tidak ditutup hingga semua edema dan debris luka hilang. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Terdapat tiga hal yang mempengaruhi penyembuhan luka yaitu : 1. Nutrisi Proses fisiologi penyembuhan luka tidak dapat terlepas dari nutrisi. Penyembuhan luka bergantung pada ketersediaan protein, vitamin (terutama vitamin A dan C), dan mineral renik zink. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibrobals dari protein yang dimakan. Vitamin C untuk mensintesis kolagen dan vitamin A untuk mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Mineral renik zink untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink), dan menyatukan serat-serat kolagen. 2. Penuaan Tahap penyembuhan luka dipengaruhi oleh usia. Pada lansia, penyembuhan luka lebih lambat dibandingkan dengan remaja namun aspek fisiologi penyembuhan luka tidak berbeda dengan klien yang berusia muda. 3. Dampak Psikososial Meskipun respon psikologis tidak terlibat langsung dalam proses fisiologis penyembuhan namun hal tersebut termasuk ke dalam pengkajian perawat. Perubahan yang terjadi dapat menyebabkan tingkat stress yang tinggi pada adaptasi klien. Sehingga hal ini yang dapat menghambat proses penyembuhan luka. Selain itu faktor-faktor yang mengganggu penyembuhan luka juga dapat berpengaruh pada proses penyembuhan, diantaranya :

1. Obesitas - berakibat pada jaringan lemak kekurangan suplai darah untuk melawan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi serta elemen lain yang berguna untuk penyembuhan luka. 2. Gangguan oksigenasi tekanan darah arteri yang rendah akan mengganggu sintesis kolagen dan pembentukan sel epitel. Apabila sirkulasi lokal aliran darah buruk, jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan. Sedangkan penurunan hemoglobin dalam darah (anemia) akan mengurangi tingkat oksigen arteri dalam kapiler dan mengganggu perbaikan jaringan. 3. Merokok berakibat pada pengurangan jumlah Hb dalam darah sehingga menurunkan oksigenasi jaringan, hiperkoagulasi, dan menganggu mekanisme sel normal. 4. Obat-obatan steroid menurunkan respon inflamasi dan memperlambat sintesis kolagen. 5. Diabetes penyakit kronik yang dapat menyebabkan gangguan perfusi jaringan dan hiperglikemia. Evaluasi Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang berperan dalam penilaian hasil akhir selama perawatan klien. Evaluasi ini bersifat sumatif dan formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada hasil akhir dan proses dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Terdapat tiga kemungkinan keputusan pada tahap ini : 1. Klien telah mencapai hasil yang diharapkan (sesuai dengan kriteria hasil). 2. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang diharapkan sehingga diperlukan beberapa modifikasi pada perawatan seperti perpanjangan waktu, peninjauan data ulang, dan intervensi. 3. Klien tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka diperlukan identifikasi kembali terhadap masalah yang menjadi penghambat. Daftar Referensi : Nursalam. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Potter, Patricia A. & Perry Anne G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC. Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.

You might also like