You are on page 1of 67

BAB I PENDAHULUAN Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi.

Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hatihati, tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik. Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anestesi memblok secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik. Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi local diinjeksikan pada permukaan tubuh. Anestesi lokal akan berdifusi masuk ke dalam syaraf dan menghambat serta memperlambat sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot, regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi tubuh lainnya. Biasanya obat dengan dosis atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua sensasi (nyeri, sentuhan,

suhu, dan lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan menghambat sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot. Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer dan system syaraf pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi local pada permukaan kulit atau tubuh. Adapun manfaat dari anestesi local adalah sebagai berikut : Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk kondisi operasi yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghilangkan nyeri pada pasien meski bersifat sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan terapi Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi yang bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai metode yang aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar. Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggunakan anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat penting untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien. Keuntungan dari anestesi local yaitu : Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien

Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks Tidak ada resiko obstruksi pernapasan Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika pasien setuju dapat diperpanjang sesuai kebutuhan operasi gigi minor atau adanya kesulitan dalam prosedur. Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi. Pasien-pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat mentolerir pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkan, tapi lebih baik ditangani atau dikonsultasikan pula oleh dokter spesialis anastesi atau yang menanganinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi Obat yang mengahambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup (Ganiswarna, 1995)) Obat yang menyebabkan anestesia, mati rasa, melumpuhkan ujung saraf sensorik atau serabut saraf pada tempat pemberian obat (Kamus saku Kedokteran Dorland, 1998)

2.1.1

Indikasi: Menghilangkan rasa sakit pada gigi dan jaringan pendukung Sedikit perubahan dari fisiologi normal pada pasien lemah Insidensi morbiditas rendah Pasien pulang tanpa pengantar Tidak perlu tambahan tenaga terlatih Teknik tidak sukar dilakukan Persentase kegagalan kecil

Pasien tidak perlu berpuasa

2.1.2

Kontra Indikasi: Pasien menolak / takut/ khawatir Infeksi Di bawah umur Alergi Bedah mulut besar Penderita gangguan mental Anomali lain

2.2 Persiapan Pra-anestesi 2.2.1 Kunjungan Pra-anestesi Kunjungan pra anestesi bertujuan untuk : 1. Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat penyakit sekarang dan penyakit dahulu. 2. Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien.

3. Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi keadaan umum). 4. Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai. 5. Merancang perawatan pasca anestesi. 6. Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi. 7. Memperhitungkan bahaya dan komplikasi. 8. Menentukan status ASA pasien. Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas dan mortalitas. 2.2.2 Anamnesis

Dalam anamnesis, dilakukan : 1. Identifikasi pasien 2. Riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi. 3. Riwayat anestesi dan pembedahan yang lalu. Ketika pasien menyatakan alergi terhadap suatu obat/zat, maka petugas anestesi perlu mengkonfirmasi apakah kejadian tersebut betul-betul alergi ataukah hanya rasa tidak enak setelah penggunaan obat tersebut.

Alergi perlu diwaspadai karena alergi dapat menimbulkan bahaya besar seperti syok anafilaktik dan edema angioneurotik. Narkotika dan psikotropika (terutama sedatif) saat ini sudah sering disalahgunakan oleh masyarakat awam. Hal ini perlu diwaspadai oleh petugas anestesi. Oleh karena itu, dalam anamnesis, petugas harus mampu memperoleh keterangan yang jujur dari pasien. Pada pasien dengan operasi darurat, mungkin di Instalasi Gawat Darurat dia telah mendapatkan narkotika dan sedatif, namun petugas di IGD terlupa menuliskan di buku rekam medis pasien. Agar tidak terjadi pemberian yang tumpang tindih, sebaiknya petugas anestesi juga menanyakan hal tersebut kepada petugas IGD. 2.2.3 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pemeriksaan fisik pada prinsipnya dilakukan terhadap organ dan bagian tubuh seperti: 1. Keadaan umum : berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital. 2. Status gizi : obesitas, kaheksia 3. Status psikis 4. Sistemik : a. Kepala leher :

i. Mulut : bentuk lidah, derajat Mallampati ii. Gigi geligi : gigi palsu, gigi goyah iii. Mandibula : bentuk mandibula. iv. Hidung : tes patensi lubang hidung, obstruksi. v. Leher : bentuk leher (kesan : pendek / kaku), penyakit di leher (sikatrik, struma, tumor) yang akan menyulitkan intubasi. vi. Asesori : lensa kontak. b. Toraks (Jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit pernapasan dan sirkulasi. c. Abdomen : sirosis, kembung d. Ekstremitas : melihat bentuk vena, tanda-tanda edema. e. Tulang belakang /vertebra : jika akan dilakukan anestesi subarakhonoid ataupun epidural. Apakah ada skoliosis, athrosis, infeksi kulit di punggung? f. Sistem persarafan. Abdomen yang kembung bisa disebabkan oleh udara atau cairan (sirosis). Kembung pada bayi akan berakibat fatal karena bayi akan

kesulitan untuk bernapas. Sehingga perlu penatalaksanaan pra bedah terhadap bayi yang kembung. Jantung harus diperiksa secara teliti, apakah terdapat penyakit jantung ? Jika ada, apakah masih dalam fase kompensasi atau dekompensasi ? Jantung yang dalam fase kompensasi, masih relatif aman untuk dianestesi. Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus. Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya : - hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif) - leukosit - hitung jenis - golongan darah - clotting time dan bleeding time - Atas indikasi dilakukan skrining : HBSAg - Jika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin. - Urinalisis : tes reduksi, tes sedimen

Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan diantaranya foto toraks, EKG pada pasien berusia > 40 tahun atau bila ada sangkaan penyakit jantung, Echokardiografi (wajib pada penderita jantung), dan tes faal paru (spirometri). Jika diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam, jantung, dll) untuk memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih spesifik. Konsultasi bukan untuk meminta kesimpulan / keputusan apakah pasien ini boleh dianestesi atau tidak. Keputusan akhir tetap beradaa di tangan anestetis. Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian dapat meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat anestesi yang akan digunakan. Prognosa dibuat berdasarkan kriteria yang dikeluarkan ASA (American Society of Anesthesiologist). ASA 1 ; tanpa ada penyakit sistemik ASA 2 ; kelainan sistemik ringan sampai sedang. Misalnya apendisitis akut tanpa komplikasi ASA 3 ; kelainan sistemik berat, ketergantungan pada obat-obat, aktivitas terbatas. Misal ileus ASA 4; kelainan sistemik berat yang mengancam nyawa, sangat tergantung dengan obat-obat, aktivitas sangat terbatas.

10

ASA 5; dioperasi ataupun tidak, dalam 24 jam akan mati juga. Tandatandanya : nadi tidak teraba, pasien ruptur aneurisma aorta. Pasien usia > 60 tahun, pasien obesitas tergolong kategori ASA 2. Apakah nanti pasien diberi anestesi umum ataukah anestesi regional ? Jika memakai anestesi umum, teknik apa yang digunakan ? Intravena, Inhalasi atau campuran ? Apakah nanti pasien dipasang sungkup (facemask), Laryngeal Mask Airway, Intubasi endotrakeal ? Apakah nanti napasnya dikendalikan ataukan di-spontan-kan ? dst. Sebelum melakukan prosedur anestesia, penting sekali memberikan informasi tentang risiko anestesi, kepada pasien atau penanggung jawab pasien. Risiko tindakan harus disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab atas diri pasien, yakni pihak yang memberikan persetujuan dan menandatangani surat izin operasi / surat izin anestesi.

2.3 Komplikasi Lokal dan Sistemik Akibat Anestesi Lokal Dosis umum pemakaian aman dari analgesik lokal adalah 2 % lidocaine dan 1:80.000 adrenalin. Walaupun demikian, dokter bedah mulut harus mengetahui tentang komplikasi yang mungkin terjadi, sehingga apabila

11

komplikasi tersebut timbul, diagnosis awal dan perawatan yang cocok dapat segera dilakukan untuk mencegah komplikasi bertambah parah. 2.3.1 Komplikasi Lokal Failure to obtain analgesia, Terjadi akibat kesalahan pada teknik pemberian analgesik. Komplikasi ini juga kadang terjadi akibat adanya infeksi. Analgesik lokal harus diberikan pada daerah yang tidak terinfeksi. Apabila pemberian analgesik kurang, lakukan ulang prosedur pemberian analgesik.

Pain during injection, Hal ini disebabkan karena teknik yang salah, dokter harus memberikan analgesik secara gentle dan perlahan. Rasa tidak nyaman bisa dikurangi dengan cara menghangatkan cartridge sebelum penggunaan.

Hematoma formation, Penyebaran darah ke rongga ekstravaskuler, terlihat adanya perubahan warna kulit menjadi lebih biru. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengetahui anatomi, menggunakan jarum pendek untuk nervus alveolar superior posterior, menusukkan jarum secara minimal terhadap jaringan, dan tidak menggunakan jarum untuk memeriksa jaringan.

12

Intravaskular injection, Dapat dicegah dengan penggunaan jarum suntik aspirasi. Tidak ada efek lokal selain hematoma kecil.

Blanching, Timbulnya kepucatan di kulit (warna putih) pada lokasi pemberian anestesi, hal ini terjadi akibat kombinasi dari

vasokonstriktor dengan tekanan hidrostatik dari larutan anestesi.

Trismus, Gangguan motoris dari nervus trigeminus, khususnya spasme M. Mastikatorius disertai sulit membuka mulut. Penyebabnya adalah trauma pembuluh darah pada intratemporal fossa, anestesi lokal yang bercampur alkohol dapat berdifusi ke jaringan dan mengiritasi M.Mastikatorius yang mengakibatkan trismus, infeksi ringan di otot, atau injeksi anestesi yang banyak akan mengiritasi jaringan serta otot dan akan mengakibatkan trismus.

Paralysis, Penyebab paralysis biasanya terjadi saat penyuntikan nervus alveolar inferior. Kadang insersi jarum terlalu dalam masuk ke kelenjar parotis sehingga cabang-cabang saraf wajah teranestesi,

13

terjadi paralysis otot wajah. Pasien tidak bisa mengaktifkan orbikularis okuli.

Prolonged impairment of sensation, Bisa terjadi beberapa jam / hari setelah pemberian anestesi lokal. Penyebabnya trauma saraf, anestetikum bercampur alkohol / larutan sterilisasi, atau karena perdarahan sekitar saraf.

Lip trauma, Banyak terjadi pada anak-anak, cacat mental atau fisik. Disebabkan rasa baal pada lidah dan bibir. Pencegahannya, orang tua harus mengawasi anaknya.

Visual disturbance, Karena nervus optalmikus teranestesi. Setelah efek obat hilang, penglihatan akan kembali normal. Beritahu pasien bahwa hal ini bersifat sementara.

Lesi intra oral, Penyebabnya adalah trauma jarum terhadap jaringan mukosa.

Infeksi,

14

Penyebabnya adalah kontaminasi jarum yang juga dapat menyebabkan trismus.

Jarum patah, Disebabkan oleh kesalahan teknik anestesi lokal, kelainan anatomi pasien, jarum yang disterilkan berulang-ulang. Biasanya paling sering disebabkan oleh gerakan yang timbul secara tiba-tiba.

2.3.2 Komplikasi Sistemik Reaksi psikis, Pingsan / serangan vasovagal ini adalah komplikasi yang sering terjadi. Merupakan gangguan emosional sebelum penyuntikan. Karena vasodilatasi arterial, mengakibatkan suplai darah ke jantung berkurang yang kemudian menyebabkan penurunan umpan balik kardiak sehingga menyebabkan hilang kesadaran mendadak.

Reaksi toksik, Jarang terjadi, hanya terjadi bila melakukan penyuntikan tanpa aspirasi ke dalam intravaskuler atau overdosis. Tanda-tandanya konvulsi, gangguan pernapasan, dan yang paling berat adalah syok.

Reaksi alergi,

15

Sering / mungkin terjadi apabila kita tidak melakukan evaluasi pra anestesi. Riwayat alergi pasien sangat penting ditanyakan. Jika ragu, lakukan skin test. Jika tidak terjadi eritema berarti anestesi dapat dilakukan. Interaksi obat, Dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara umum, interaksi obat dengan anestesi lokal sangat jarang. Namun anestesi lokal yang mengandung nor adrenalin dapat merangsang respon tekanan darah pasienyang mendapat antidepresi trisiklik (misalnya mitriptilin). Karena itu nor adrenalin tidak dianjurkan untuk dipakai.

2.4

Teknik Blok Anestesi Untuk Pencabutan Gigi Mandibula

Gambar 2.1. Anatomi mandibula. Pendekatan Intra Oral Blok nervus alveolaris inferior

16

Dasar pemikiran: blok n. alveolaris inferior bisa dilakukan dengan mendeponirkan anestetikum sekitar nervus tersebut sebelum masuk ke canalis mandibularis. Metode ini dianjurkan karena injeksi

supraperiosteal biasanya tidak efektif terutama untuk region gigi-gigi molar. Sulcus mandibularis terletak pada facies interna ramus mandibulae. Berisi jaringan ikat longgar yang dilalui oleh n. alveolaris dan pembuluh darahnya. Sebelah medialnya tertutup oleh ligamen sphenomandibularis dan m.pterygoideus medialis. Raphe

pterygomandibularis terletak tepat di bawah mukosa dan bisa di raba apabila mulut dibuka lebar-lebar. Raphe membentang dari crista mylohyoideus pada mandibular, di sebelah posterior molar ketiga, ke hamulus pterygoideus. Teknik: palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada linca oblique. Dengan barrel (bagian yang berisi anestetikum) syringe terletak di antara kedua premolar pada sisi yang berlawanan, arahkan jarum sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari.

17

Gambar 2.2. Palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk.

Gambar 2.3. Kuku jari menempel pada linea oblique. Tusukkan jarum pada apeks trigonum pterygomandibular dan teruskan gerakan jarum di antara ramus dan ligamentum-ligamentum serta otot-otot yang menutupi facies interna ramus sampai ujungnya berkontak pada dinding posterior sulcus mandibularis. Di sini di deponirkan kurang lebih 1,5 cc anestetikum di sekitar n. alveolaris inferior. (Kedalaman insersi jarum rata-rata 15 mm, tetapi bervariasi tergantung pada ukuran mandibula dan perubahan proporsinya sejalan dengan pertambahan umur). N. lingualis biasanya teranestesi dengan cara mendeponirkan sejumlah kecil anestetikum pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.

18

Gambar 2.4. Jarum ditusukkan. Anestesia: injeksi menyeluruh biasanya untuk tujuan operatif, untuk menganestesi semua gigi pada sisi yang diinjeksi kecuali incisivus sentral dan lateral yang menerima inervasi dari serabut saraf sisi

kontralateralnya. Anestesi biasanya kurang mnyeluruh pada aspek bukal gigi-gigi molar karena gigi juga di inervasi oleh n. buccalis longus. Untuk ekstraksi, injeksi mandibular perlu ditambah dengan injeksi n. buccalis longus. Kecepatan timbulnya efek anestesi umumnya bervariasi ditandai dengan adanya perubahan sensasi pada lidah dan bibir bawah bila dibandingkan dengan sisi lawannya. Simptom ini ole beberapa pasien sering disebut sebagai rasa tertusuk jarum dan paku, rasa membeku menjadi seperti kayu atau bengkaka. Biasannya perlu diberikan waktu jeda 34 menit setelah perubahan awal terjadi sebelum anestesi operasi yang menyeluruh dapat diperoleh.

19

Administrasi dari anastesi dekat dengan foramen mandibula menyebabkan nervus alveolaris inferior terblok begitu juga dengan nervus lingualis yang ada di sebelahnya (yang menyuplai lidah). Ini juga membuat kita kehilangan sensasi di : gigi-gigi (blok nervus alveolaris inferior) bibir bawah dan dagu (blok nervus mentalis) lidah (blok nervus lingualis) Blok Nervus Mentalis, Patokan anatomi: Pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang dianestesi. Indikasi: Sebagai injeksi anestesi untuk prosedur operatif gigi premolar dan gigi anterior. Teknik : Menggunakan teknik infiltrasi. Suntikan jarum pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang dianestesi. Karena posisi dari gigi incisivus, sulit untuk mencapai daerah ini dengan jarum yang lurus. Untuk mengatasi masalah ini, bias digunakan hub yang bengkok atau jarum yang dibengkokan dengan cara menekan antara ibu jari dengan jari lain. Cairan anestetikum dideposisikan perlahan lahan ke dalam mukoperiosteum. Sebaiknya jangan menggunakan penekanan. Area:

Menginervasi tonsilla palatina dan bagian posterior membrana mukosa mulut (r.isthmus faucium)

20

Menginervasi glandula sublingualis dan membrane mukosa di atasnya (n.sublingualis)

Menginervasi membran mukosa bagian depan lidah (n.lingualis) . Symptoms: setelah anestetikum dideponir, mukoperiosteum lingual dan lidah akan terasa tebal. Blok Nervus Bukalis, Area teranestesi: Jaringan bukal pada area molar bawah. Patokan anatomi: Linea oblique eksterna dan trigonum retromolar

Indikasi: bersama dengan injeksi lingual, dapat melengkapi blok n. alveolaris inferior untuk ekstraksi semua gigi pada sisi yang diinjeksi ( jaringan bukal pada area molar bawah ). Teknik anestesi: a. N. buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale, berjalan di antara kedua caput m. pterygoideus externus, menyilang ramus kemudian masuk ke pipi melalui m. buccinator, di sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-cabang terminalnya menuju membrana mukosa bukal dan mukoperiosteum sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah. b. Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan gigi molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus mandibula, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik sejauh molar ketiga, anestetikum dideponir perlahan-lahan seperti pada waktu memasukkan jarum melalui jaringan.

21

Simptom: Subjektif: kesemutan dan kaku pada 2/3 anterior lidah, obyektif: tidak nyeri saat instrumentasi. Blok nervus mentalis, Patokan Anatomi: Foramen mentale umumnya terletak di bawah dan di antara apeks gigi premolar pertama dan kedua atau tepat di bawah atau di distal dari gigi premolar kedua. Pada beberapa kasus, bisa terletak sampai di bawah apeks gigi premolar pertama. Dan yang sangat jarang terjadi adalah terletak di distal gigi molar pertama. Dasar pemikiran: Injeksi blok : Pada injeksi mentalis ini, anestesi dideponir dalam canalis mandibularis melalui foramen mentale. Blok sebagian pada mandibula bisa diperoleh dengan cara ini. Injeksi ini dipakai bila blok lengkap tidak diperlukan atau bila karena alasan tertentu merupakan kontra indikasi. Teknik:
Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar. Foramen biasanya

terletak di dekat salah satu apeks akar gigi premolar tersebut. Tariklah pipi ke arah buukal dari gigi premolar. Masukkan jarum ke dalam membrana mukosa di antara kedua gigi premoar kurang lebih 10 mm ekternal dari permukaan bukal mandibula.
Posisi syringe membentuk sudut 45 terhadap permukaan bukal

mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang.

22

Kurang lebih cc anestetikum dideponir, ditunggu sebentar kemudian ujung jarum digerakkan tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke foramen, dan dideponirkan kembali cc anestetikum dengan berhati-hati. Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah agar jarum tetap membentuk sudut 45 terhadap permukaan bukal mandibula untuk menghindari melesetnya jarum ke balik periosteum dan untuk memperbesarkan kemungkinan masuknya jarum ke foramen. Simptom anestesi: Injeksi ini dapat menganestesi gigi premolar dan caninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi incisivus, serabut saraf yang bersitumpang dari sisi yang lain juga harus di blok. Untuk ektraksi ini harus dilakukan injeksi lingual. Kegagalan anestesia: Kegagalan pada injeksi ini terjadi apabila jarum tidak masuk ke dalam foramen mentale atau jika nervus lingualis atau n. Cervicales superficiales tidak teranestesi.

2.4.1 Teknik Gow-Gates

23

Pada tahun 1973, dr. George Gow-Gates mempublikasikan artikel yang menjelaskan teknik alternatif blok mandibula. Keuntungan dan kerugiannya tercantum pada table di bawah ini:

Nervus yang teranestesi: - N. alveolaris inferior - N. Mentalis - N. Incisivus - N. Lingualis - N. Mylohyoideus - N. Auriculotemporalis - N. Buccalis

Patokan anatomi adalah sebagai berikut: 10 mm diatas coronoid notch Internal oblique ridge Pterygomandibular raphe Collum mandibula
24

The contralateral mandibular bicuspids Garis imajiner dari sudut mulut ke tragus notch pada telinga (ekstraoral)

Teknik 1. Mintalah pasien untuk membuka lebar mulutnya. 2. Palpasi coronoid notch dan masukkan jari pada internal oblique ridge. 3. Gerakkan jari ke arah superior sekitar 10 mm.

Gambar 2.5. Gerakan jari ke arah superior. 4. Putarlah jari paralel garis imajiner dari sudut ipsilateral mulut ke notch tragus pada telinga. Masukkan jarum pada titik diantara kuku jari yang melakukan palpasi dengan pterygomandibular raphe pada aspek medial jari.
5. Pastikan bevel jarum terletak pada bicuspid kontralateral.

25

Gambar 2.6. Persiapan memasukkan jarum anestesi. 6. Ketika melakukan suntikan, pastikan sudut jarum parallel dengan garis imajiner antara sudut mulut dengan tragus telinga. 7.Masukkan jarum hingga berkontak dengan tulang (pada leher kondilus) pada kedalaman kira-kira 25 mm. (Note: This is not a deeper injection, because the patient's mouth is open wide and, as a result, the condyle has translocated anteriorly to provide a target.)

Gambar 2.7. Jarum ditusukkan. 9. Ketika kontak dengan tulang sudah terjadi, tarik sedikit ujung jarum sekitar 1 mm untuk mencegah insersi pada periosteum yang akan terasa sakit. 10. Lakukan aspirasi 11. Deponir cairan anestesi pelan-pelan Onset and duration

26

Onset anestesi pada jaringan keras sekitar 4 12 menit, dengan area anterior yang paling lama onsetnya. Nervus buccalis longi juga dapat teranestesi. 2.4.2 Teknik Vazirani-Akinosi Pada tahun 1960, S. Vazirani mempublikasikan tulisannya yang menjelaskan blok mandibula dengan mulut tertutup, kemudian pada tahun 1977, J.O. Akinosi mempublikasikan tulisannya yang kemudian

mempopulerkan pendekatan ini. Keuntungan dan kerugian teknik ini dapat dilihat pada table berikut:

Nervus yang teranestesi N. Alveolaris inferior N. Incisivus N. Mentalis N. Lingualis N. Mylohyoideus Patokan anatomi Linea mukogingival bukal maxilla atau ujung akar gigi maxilla

27

Coronoid notch pada ramus mandibula Internal oblique ridge Occlusal plane Teknik 1. Jarum yang digunakan berbelok kira-kira 15 derajat hingga 20 derajat. Pembengkokan ini mengakomodasi pelebaran ramus. Jangan membengkokkan jarum lebih dari sekali. 2. Mintalah pasien membuka mulutnya sedikit saja (beberapa milimeter). 3. Palpasi coronoid notch dan masukkan jari pada internal oblique ridge.

Gambar 2.8. Palpasi coronoid notch. 4. Gerakkan jari ke superior kira-kira 10 mm. 5. Insersi ujung jarum diantara jari dan maxilla pada ketinggian linea mukogingival bukal maxilla. Orientasi bengkokan jarum seperti hendak ke lateral arah lobus telinga pada sisi yang diinjeksi. Jarum tetap parallel dengan occlusal plane.

28

Gambar 2.9. Insersi ujung jarum. 6. Setelah jarum diinsersikan 5 mm, pindahkan jari yang mempalpasi dan gunakan jari itu untuk merefleksikan bibir atas sehingga lapang pandang menjadi kelihatan jelas. 7. Insersikan jarum sekitar 28 mm untuk pasien dewasa, sehingga 7 mm sisanya tetap ada di luar jaringan (jika memakai jarum panjang).

Gambar 2.10. Aspirasi. 8. Lakukan aspirasi. 9. Larutan anestesi dideponir pelan-pelan. Onset dan durasi Onset anestesi sekitar 3 hingga 4 menit.

29

Ada kemungkinan nervus buccalis longi teranestesi dibandingkan dengan blok nervus alveolaris inferior. 2.4.3 Teknik Fisher Prosedur : Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan antiseptic di daerah trigonum retromolar. Jari telunjuk diletakkan di belakang gigi terakhir mandibula, geser ke lateral untuk meraba median kuku berada

linea oblique eksterna. Kemudian telunjuk digeser ke untuk mencari linea oblique interna, ujung lengkung

di linea oblique interna dan permukaan samping jari berada di bidang oklusal gigi rahang bawah. Posisi I : Jarum diinsersikan di pertengahan lengkung kuku, dari sisi rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar. Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis. Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior. Setelah selesai spuit ditarik kembali. 2.4.4 Teknik modifikasi Fisher

30

Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit sebelum jarum lepas dari mukosa tepat setelah melewati

linea oblique interna , jarum digeser ke lateral (ke daerah trigonum retromolar ), aspirasi dan keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Bukalis. Kemudian Spuit ditarik keluar. Untuk melakukan anestesi blok rahang bawah dapat dilakukan dengan memilih salah satu teknik yaitu teknik Gow-gates, Akinosi atau teknik Fisher . Apabila kita memilih teknik Fisher dan N. bukalis perlu dianestesi maka modifikasi teknik Fisher dapat digunakan.

2.5 Obat Anestesi yang Sering Digunakan Beberapa jenis obat anestesi lokal yang sering digunakan sehari-hari akan dibahas dibawah ini. Prokain (novokain), 1.Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal, epidural. 2.Merupakan obat standard untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik lokal yang lain. 3.Diberikan intravena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung atau induced hypothermia. 4.Absorbsi berlangsung cepat pada tempat suntikan, hidrolisis juga cepat oleh enzim plasma (prokain esterase).
31

5.Pemberian intravena merupakan kontra indikasi untuk penderita miastenia gravis karena Prokain prokain tidak menghasilkan diberikan derajat blok

neuromuskuler. sulfonamide.

boleh

bersama-sama

6. Larutan 1-2% kadang-kadang kekuning-kuningan (amines), tidak berbahaya. 7.Tidak mempenetrasi kulit dan selaput lender/mukosa. Jadi tidak efektif untuk surface analgesi. 8. Dosis 15 mg/ kgBB. Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5 % dosis maksimum 1000 mg. Onset: 2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1: 100.000 atau 1:200.000). Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%. Untuk kaudal 25 ml larutan 1,5%. Spinal analgesia 50-200 mg, tergantung efek yang dikehendaki, lamanya (duration) 1 jam. Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest), 1. Lidokain adalah golongan amida. Sering dipakai untuk surface analgesi, blok infiltrasi, spinal, epidural dan caudal analgesia dan nerve blok lainnya. Juga dipakai secara intravena untuk mengobati aritmia selama anesthesia umum, bedah jantung dan induced hypothermia.

Dibandingkan prokain, onset lebih cepat, lebih kuat (intensea), lebih mahal dan durasi lebih lama. Potensi dan toksisitas 10 kali prokain. Tertrakain tidak boleh digunakan bersama-sama sulfonamide. Onset 510 menit, duration sekitar 2 jam.
32

2. Dosis. 3. Konsentrasi efektif minimal 0,25%. 4. Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. 5. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan 6. Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer. 7. 0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi. 8. 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik. 9. 1% untuk blok motorik dan sensorik. 10. 2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular). 11. 4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray). 12. 5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea. 13. 5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topikal kulit. 14. 5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural)

Gambar 2.11. Lidokain. Bupivakain (marcain), Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan

33

0,25-0,75%. Dosis maksimal 200mg. Duration 3-8 jam. Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain. Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anesthesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%. Kokain, Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit. Kloroprokain (nesakain), Derivate prokain dengan masa kerja lebih pendek. EMLA (Eutentic Mixture of Lokal Anesthetic), Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain masing-masing 5%. EMLA dioleskan di kulit intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terluka. Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain), Penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain yang dampak sampingnya lebih ringan dibandingkan bupivakain. Bagian isomer kanan dari bupivakain dampak sampingnya lebih besar. Konsentrasi efektif minimal 0,25%.

34

2.6 Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi: 1. Suntikan submukosa Istilah ini diterapkan apabila larutan didepositkan tepat dibalik membrane mukosa. Walaupun cenderung tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal sebelum pencabutan molar bawah atau operasi jaringan lunak. 2. Suntikan Supraperiosteal Pada beberapa daerah seperti maksila, bagian kortikal bagian luar dari tulang alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vascular yang kecil. Pada daerah ini bila larutan didepositkan di luar periosteum, larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini anestesi pulpa gigi dapat diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntika supraperiosteal merupakan teknik yang paling sering digunakan pada kedokteran gigi . 3. Suntikan subperiosteal Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang kortikal. Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sakit. Karena itu, suntikan ini hanya digunakan apabila tidak ada alternative lain

35

atau

apabila

anestesi

superficial

dapat

diperoleh

dari

suntikan

supraperiosteal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek anestesi walaupun biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan suntikan intraligamen. 4. Suntikan Intraseous

Pada teknik ini larutan didepositkan pada tulang medularis. Prosedur ini sangat efektif apabila dilakukan dengan bur tulang dan jarum yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Setelah suntikan supraperiosteal diberikan dengna cara biasa, dibuat incise kecil melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk mendapat jalan masuk

36

bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat dibuat lubang melalui bidang kortikal bagian luar tulang dengan alat yang sudah dipilih. Lubang harus terletak pada bagian apeks gigi sehingga tidak mungkin merusak akar gigi geligi. Jarum pendek dengan hubungan yang panjang diinsersikan melalui lubang dan diteruskan ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang medularis dari tulang. Teknik suntikan intraseous akan memberikan efek anestesi yang baik pada pulpadisertai gangguan sensasi jaringan lunak yang minimal. Walaupun demikian biasanya tulang alveolar akan terkena trauma dan cenderung tejadi rute infeksi. Prosedur asepsis yang tepat pada tahap ini merupakan keharusan. 5. Suntikan Intraseptal Merupakan modivikasi dari suntikan intraseous yang kadang-kadang digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang geligi tiruan immediate serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin diguakan. Jarum 27 gauge diinsersikan pada tulang lunak di crest alveolar. Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang medularis serta jaringan periodontaluntuk memeberi efek anestesi. Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diproses anestesi superficial. 2.6.1 Anestesi Infiltrasi pada Maksila 1. Gigi Incisive sentral, incisive lateral, dan kaninus

37

Gigi Incisive sentral RA dapat diberikan anestesi menggunakan teknik infiltrasi. Membran mukosa ditarik kencang dan jarum dimasukkan sedalam kira-kira 8 mm kea rah apical pada margin ginggiva. Kemudian di dorong hati-hati ke atas, melewati bawah periosteum, sampai ujung jarum mencapai apek gigi. Anestesi local didepositkan sebanyak 1 ml. Pada gigi incisive lateral, jarum harus dimasukkan pada akar yang terendah. Selain tiu karena posisi apek akar gigi incisive yang relative dekat ke palatal, seringkali digunakan anestasi blok naso palatine untuk menjamin tersedianya anestesi pada gigi tersebut. Sedangkan paa gigi kaninus ujung jarum ditempatkan pada eminensia kaninus. 2. Gigi Premolar I dan II Anestesi infiltrasi pada gigi premolar kedua RA menggunakan teknik yang sama dengan insicive dan kaninus. Membran mukosa ditarik kuat, kemudian jarum dimasukkan secara perlahan, buat kemiringan menuju tulangsampai ujung jarum pada apek gigi yang akan dianestesi. Eminensia kaninus dan dasar prosessus zygomatikus maksila merupakan panduan yang berguna dalam menempatkan jarum. Untuk gigi premolar pertama, jarum harus ditempatkan pada bagian fistal eminensia kaninus dan sekitar 22 mm dari ujung cusp bukal. Sedangkan untuk gigi premolar kedua, diempatkan di mesial dasar prosessus zygomatikus dan sekitar 21 mm dari ujung cusp bukal.

38

3. Gigi Molar Permanen I, II, dan III Pemberian anestesi pada gigi permanen molar dilakukan dengan cara bukal infiltrasi. Adanya prosessus zygomatikus pada tulang maksila menyebabkan diperlukannya pemberian dua infiltrasi, yang pertama pada mesial prosessus zygomaticus untuk akar mesio distal, yang kedua diberikan pada bagian distal untuk akar distobukal. Untuk akar mesiobukal ujung jarum sebaiknya sekitar 23 mm dari cusp mesiobukal. Sedangkan untuk akar distobukal lebih pendek, sekitar 21 mm dari csusp distobukal. Akar palatal yang terlalu jauh dari kortek bukal maksila yang terbagi, memerlukan adanya infiltrasi palatal. Untuk mencapainya diunakan jarum yang pendek, kira 3-4mm yang amsuk ke mukosa palatal, sekitar 8 mm dari apikal ke margin ginggiva. Gigi maksila dan teknik infiltrasi

Gigi Insisif

Anestesi pulpa Incisive(Inc) Inferior alveolar (IANB) Gow-Gates (GG) Vazirani-Akinosi(VA) Periodontal ligament

Jaringan lunak Bukal IANB GG VA Inc (PDL)IS

Palatal IANB GG VA PDL IS

injection Intraseptal (IS) Intraosseous (IO) Infiltration (lateral incisor only)

Mental PDL Inf IO IANB

Inf IO

Canines

Inferior alveolar

IANB
39

Gow-Gates Vazirani-Akinosi Incisive Periodontal ligament innjection Intraseptal Intraosseous

Premolar

Inferior alveolar Gow-Gates Vazirani-Akinosi Incisive Periodontal ligament injection Intraseptal Intraosseous

Molars

Inferior alveolar Gow-Gates Vazirani-Akinosi Periodontal ligament injection Intraseptal Intraosseous

GG VA Inc PDL IS IO Inf Mental IANB GG VA Inc PDL IS IO Mental Inf IANB GG VA PDL IS IO Inf

GG VA PDL IS Inf IO

IANB GG VA PDL IS IO Inf

IANB GG VA PDL IS IO Inf

From: Mosby. 2007. Dental Drugs Consult.USA:Elsevier. 2.6.2 Anestesi Infiltasi pada Mandibula 1. Gigi Insisive sentral, incisive lateral, dan kaninus Jarum ditempatkan sehingga ujung jarum kira-kira 18 mm dari tepi incisal. Secara klinis, jarum ditempatkan jauh pada sulcus labial, dan ujungnya dimasukkan kebawah periosteum. Sekitar 0,75-1 ml yang diinjeksikan.

40

2. Gigi Premolar I dan II Ujung jarum ditempatkan pada sulkus buka, dekat dengan apek gigi yang bersangkutan. Membran mukosa ditarik kuat dan ujung jarum ditempatkan secara supperiosteum dengan kemiringan kearah tulang. Sekitar 0,5-1 ml cairan didepositkan baik pada aspek labial maupun aspek ingual. 3. Gigi permanen molar I,II, dan III Teknik dasarnya sama seperti gigi premolar, berbeda pada posisi jarum dalam hubungannya dengan gigi yang bersangkutan 2.7 Teknik Blok Anestesi N Palatinus Greater palatine nerve block

Nama lainnya : Anterior palatine nerve block Saraf yang dianestesi : Anterior palatine nerve Area yang dianestesi : bagian posterior dari palatum keras, anterior ke premolar 1 dan dari medial ke midline.

41

Indikasi : pada terapi restorativ lebih dari 2 gigi dan untuk mengontrol dalam prosedur bedah periodontal maupun oral yang meliputi palatum lunak dan jaringan kerasnya. Kontraindikasi : tempat ijeksi dengan inflamasi atau infeksi, area yang lebih kecil dari terapi yang dilakukan (1 atau 2 gigi). Keuntungan : meminimalkan penetrasi jarun dan volume dari larutan anestesinya, meminimalkan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien. Kerugian : tidak ada hemostasis kecuali pada area yang dekat dengan injeksi. Alternatif : infiltrasi lokal pada regio spesifik, maxillary nerve block. Teknik : Gunakan jarum ukuran 25 atau 27 Area insersinya adalah jaringan lunak sedikit ke anterior ke arah foramen palatina besar Area target : anterior palatine nerve Anatomi : pada foramen palatina besar dan pertemuan dari prosessus alveolar maksila dan tulang palatina Rute insersinya adalah lebih dulu syringe dari arah berlawanan daripada mulut dengan sudut yang tepat ke arah area target misal bila disuntikkan pada sebelah kanan maka arah jarum dari kiri menuju kanan.

42

Orientasi bevel : menghadap jaringan lunak palatal Prosedur : Posisi pasien telentang dengan diinstrusikan membuka mulut lebar, miringkan leher untuk mendapatkan visual yang baik selama anestesi, gerakkan atau putar kepala ke kiri dan kanan tergantung kondisi mana agar visual dapat dihasilkan baik dan jelas. Pada foramen palatina besar letakkan cotton swab pada perteuan prosessus alveolar maksila dengan palatum keras. Mulai dari region premolar dan palpasi dengan menekan cotton swab pada jaringan lunaknya. Dimana swab akan turun karena tekanan dihasilkan pada foramen palatinanya. Persiapkan jaringan tempat injeksi persis dari anterior ke arah foramen paltina besar. Bersihkan dan keringkan dengan sterile gauze lau aplikasikan topikal antiseptik misal iodine lalu berikan topikal anestesi. Setelah 2 menit aplikasi topikal anestesi pindahkan swab ke arah posterior. Lalu syringe secara langsung dimasukkan ke dalam mulut pasien dari arah yang berlawanan dengan jarum mendekati tempat injeksi dengan sudut yang benar

43

Terapkan bevel pada jaringan lunak yang memucat sebelumnya, dimana jarum harus distabilkan dengan baik untuk mencegah kecelakaan kerja saat penetrasi ke jaringan. Saat menempatkan bevel berikan tekanan yang cukup sehingga mudah dimasukkan dan jangan dipaksa. Jika daerah yang memucat menyebar pada area injeksi , maka sesegera mungkin cotton swab dilepaskan. Lalu dengan lambat jarum dimasukkan sapai mengenai tulang tulang palatal yang mana kedalaman penetrasinya mencapai 8-10 mm. Lalu suntikan larutan sisanya dengan lambat minimal 30 detik tidak lebih dari 1/4 -1/3 cartridge dari larutan anestesi lokalnya (0,45-0,6 ml). Setelah itu tarik syringe perlahan-lahan, tutup jarum nya setelah selesai dan tunggu 2- 3 menit sebelum dilakukan tidakan prosedur dental selanjutnya.

44

Gambar. Perhatikan penyebaran iskemia (panah) sebagai obat bius yang disimpan.

Gambar. Kapas dihapus ketika pengendapan larutan berhenti dan diteruskan dengan mendepositkan larutan anestesi lokal

Sign dan symptom : Dirasakan mati rasa pada bagian osterior palatal dan tidak adanya nyeri selama terapi dental. Komplikasi : Iskemia, nekrosis jaringan lunak sekitar injeksi, hematoma. Nasopalatine nerve block Nama lain: Incisive nerve block, sphenopalatine nerve block.

45

Saraf teranestesi: Nasopalatine nerves bilaterally Area teranestesi: Bagian anterior palatum keras (jaringan lunak dan keras) dari mesial premolar pertama kanan hingga mesial premolar pertama kiri. Indikasi : pada terapi restorativ lebih dari 2 gigi seperti restorasi subgingival dan untuk mengontrol dalam prosedur bedah periodontal maupun oral yang meliputi jaringan lunak dan keras palatum. Kontraindikasi : tempat ijeksi dengan inflamasi atau infeksi, area yang lebih kecil dari terapi yang dilakukan (1 atau 2 gigi). Keuntungan : meminimalkan penetrasi jarun dan volume dari larutan anestesinya, meminimalkan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien Kerugian : tidak ada hemostasis kecuali pada area yang dekat dengan injeksi Alternatif : infiltrasi lokal pada regio spesifik, maxillary nerve block.

Teknik :
46

Gunakan jarum ukuran 25 atau 27 Area insersi : palatal mucosa lateral ke incisive papilla yang berlokasi pasa pertengahan di belakang insisif central

Area target : foramen insisif di bawah papilla insisif

Landmark : gigi insisif central dan papilla insisif

Rute insersi : jarum didekatkan pada daerah injeksi dengan sudut 45 menghadap papilla insisif.

Orientasi bevel : menghadap palatal soft tissue

Prosedur :

Operator duduk pada posisi jm 9 atau jam 10 menghadap pasien

Instruksi pasien untuk membuka mulut dengan lebar, miringkan leher atau putar kepala atau ke kiri untuk memudahkan penglihatan saat menganestesi Siapkan jaringan tempat injeksi dengan mencuci dan

mengeringkannya lalu berikan topikal antiseptik

47

Setelah 2 menit lakukan pemberian anestesi topikal dengan cotton swab Tempatkan bevel terhadap jaringan lunak iskemik di tempat injeksi. Jarum harus stabil untuk mencegah penetrasi disengaja oleh jaringan.

Perlahan-lahan masukan jarum ke foramen insisif sampai mengenai tulang secara lembut. o Kedalaman penetrasi sekitar 6-10mm.

48

o Depositkan volume kecil anestesi saat masukan jarum. Kerena jaringan dimasukan, terjadi peningkatan resisten terhadap pengendapan larutan yang mana normal dengan blok saraf palatina. Depositkan dengan lamabt (minimal 30 detik ) tidak lebih dari 1/4 -1/3 cartridge larutan anestesi lokal.

setelah itu tarik syringe , tutup dengan cap needle nya. Tunggu sekitar 2-3 menit sebelum dilakukan terapi dental. Gejala klinis yang terlihat : mati rasa pada anterior palatum dan tidak adanya nyeri saat terapi dental. Perlu diperhatikan saat melakukan anestesi antara lain jangan memasukkan secara langsung ke papila insisif karena bisa menyebabkan nyeri yang hebat, jangan memasukkan larutan dengan cepat, dan juga jangan mendepositkan larutan anestesi lokal dalam jumlah banyak. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain adalah hematoma yang mungkin terjadi meski kasusnya cukup jarang, iskemia dan nekrosis jaringan lunak sekitar tempat injeksi.

49

2.8 Teknik dan Obat-obatan Anestesi Umum Teknik anestesi umum di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: I. Parenteral Obat anestesi masuk ke dalam darah dengan cara suntikan IV atau IM. Untuk selanjutnya dibawa darah ke otak dan menimbulkan keadaan narkose.

Obat anestesi yang sering digunakan adalah: 1. Pentothal Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis permulaan 4-6 mg/kg BB dan selanjutnya dapat ditambah sampai 1 gram. Penggunaan: untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi, operasioperasi yang singkat seperti: curettage, reposisi, insisi abses. Cara Pemberian: Larutan 2,5% dimasukkan IV pelan-pelan 4-8 CC sampai penderita tidur, pernapasan lambat dan dalam. Apabila penderita dicubit tidak bereaksi, operasi

50

dapat dimulai. Selanjutnya suntikan dapat ditambah secukupnya apabila perlu sampai 1 gram. Komplikasi: Lokal: Di tempat suntikan, apabila ke luar dari pembuluh darah sakit sekali merah dan bengkak. Tindakan yang dilakukan antara lain infiltrasi dengan anestesi lokal, kompres. Menekan pusat pernafasan: Kecepatan menyuntik harus hati-hati jangan sampai pernafasan berhenti. Menekan jantung: Tekanan darah turun sampai nadi tak teraba. Kontra Indikasi: 1. Anak-anak di bawah 4 tahun 2. anemia, uremia dan penderita-penderita yang lemah 3. Gangguan pernafasan: asthma, sesak nafas, infeksi mulut dan saluran nafas 4. Penyakit jantung 5. Penyakit hati 6. Penderita yang terlalu gemuk sehingga sukar untuk menemukan vena yang baik. 2. Ketalar (Ketamine)

51

Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50 mg/cc. Dosis: IV 1-3 mg/kgBB, operasi dapat dimulai. Komplikasi: 1. menekan pusat pernafasan , tetapi lebih kurang daripada pentothal. 2. merangsang jantung: tekanan darah naik 3. sekresi kelenjar ludah dan saluran pernafasan bertambah Penggunaan: operasi-operasi yang singkat, untuk indikasi penderita tekanan darah rendah. Kontra Indikasi: Penyakit jantung, kelainan pembuluh darah otak dan hypertensi. Oleh karena komplikasi utama dari anestesi secara parenteral adalah menekan pusat pernafasan, maka kita harus siap dengan peralatan dan tindakan pernafasan buatan terutama bila ada sianosis. II. Perrectal Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan selanjutnya sampai ke otak. Dipergunakan untuk tindakan diagnostic (katerisasi jantung, roentgen foto, pemeriksaan mata, telinga, oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayiIM 8-13 mg/kgBB. 1-3 menit setelah penyuntikan

52

bayi dan anak kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada bayi dan anak-anak. Syaratnya adalah: 1. rectum betul-betul kosong 2. tak ada infeksi di dalam rectum Lama narkose 20-30 menit. Obat-obat yang digunakan: Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB

III. Inhalasi Obat anesthesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose. Obat-obat yang dipakai: 1. Induksi halotan. Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau campuran N2O:O2 = 3:1. Aliran > 4 ltr/mnt. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan. 2. Induksi sevofluran

53

Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan. 3. Induksi dengan enfluran (ethran), isofluran ( foran, aeran ) atau desfiuran jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama. 2.9 Status Fisik Pasien Dilakukan evaluasi pra anestesi lokal dengan tujuan untuk mengetaahui keadaan kesehatan umum pasien. Ini berpengaruh untuk mengetahui obat apa yang bisa diberikan. Ada beberapa kontraindikasi pada administrasi kosentrasi vasokonstriksi yang diberikan dalam anestesi lokal pada dental practice. Dalam status medis pasien hal yang pling penting untuk dilakukan adalah anamnesa. Anamnesa sendiri penting bagi perawatan pasien, terkhususnya dalam anestesi. Pasien dengan resiko tinggi seperti : Pasien dengan hipertensi, hipotensi Pasien dengan penyakit kardiovaskuler Pasien diabetes, disfungsi thyroid Anemia , penyakit ginjal, liver, Penyakit paru-paru

54

Dimana dalam anamnesis ini bisa dilihat pasien diharapkan aman dalam penggunaan anestesi sebelum tindakan dental yang diberikan, khususnya dalam peggunaan vasokonstriktor. Dalam tiap situasi perlu ditentukan derajat keparahan dari setiap kelainan atau penyakit yang diderita pasien supaya bisa diketahui apakah pemakaian vasokonstriktor dapat digunakan atau tidak dalam anestesi lokal pada pasien. Pasien dengan tekanan darah sistole > 200 mmHg dan diastole >115 mmHg harus dilakukan prawatan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan dental. Pasien dengan penyakit kardiovaskular pun terlalu beresiko untuk mendapatkan terapi dental secara rutin, contohnya pada myocardial infarction < 6 bulan, pasien dengan unstable angina, pasien cardiac aritmia. Untuk menentukan diagnosis berdasarkan status fisik pasien pra anestesi, ASA (American Society of Anesthesiologist) membagi dalam 5 kelompok : ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringn sampai sedang misalnya pada Hipertensi ringan yang terkontrol ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yangg diakibatkan karena berbagai penyebab ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara lngsung mengancam kehidupannya misalnya pada pasien dengan syok atau decomp cordis.

55

ASA 5 : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak , misal pada pasien tua dengan perdarahan basis cranii dan syok hemoragik karena ruptur hepatik

2.10 Teknik Sedasi Intra Vena Sedasi intravena adalah teknik anestesi sangat cocok diaplikasikan pada tindakan bedah kecil sampai sedang. Teknik ini aman dan memberikan kenyamanan saat tidur tanpa banyak efek samping seperti yang diakibatkan oleh anestesi umum. Alat bantu pernapasan seperti ventilator tidak diperlukan. Pasien tidur nyenyak selama proses bedah, tidak ada rasa sakit dan tidak ada perasaan gelisah. Pasien akan terbangun dengan cepat dan nyaman tanpa mengingat apapun mengenai prosedur bedah yang telah berlangsung. Teknik ini merupakan teknik yang umum digunakan di Amerika Serikat untuk prosedur bedah rawat jalan. Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional. Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat obat anestesi dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam, Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

56

Beberapa contoh prosedur yang mungkin dilakukan di bawah sedasi intravena adalah: Bedah implan (implant surgery) Bedah pembuangan gigi bungsu (wisdom teeth removal) Total Intra Vena Anestesi (TIVA) TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu: 1. 2. 3. 4. Amnesia Arefleksia otonomik Analgesik +/- relaksasi otot

Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling lengkap.

57

Indikasi Anestesi Intra Vena Obat induksi anesthesia umum Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat Obat tambahan anestesi regional Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi) Cara Pemberian 1. Sebagai obat tunggal a. Induksi anestesi b. Operasi singkat : cabut gigi 2. Suntikan berulang c. Sesuai kebutuhan : curetase 3. Diteteskan lewat infus d. Menambah kekuatan anestesi

2.11 Teknik Sedasi Inhalasi Penggunaan Klinik


58

Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yang beresiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain yang berkhasiat sesuai dengan target trias anestesia yang ingin dicapai. N2O merupakan gas yang tidak bewarna, berbau harum manis, tidak bersifat iritasi, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak tetapi membantu proses kebakaran akibat gas lain meskipun tidak ada oksigen. N2O mempunyai berat molekul 44, titik didih 89oC dan umumnya disimpan dalam bentuk cair serta tekanan kritis 71,7 atm, suhu kritis 36,5oC, berat jenis 1,5 (udara 1). N2O tidak bereaksi dengan obat anestesi lain dan bagian metal peralatan tetapi bisa meresap dan berdifusi melalui peralatan dari karet. Teknik Pemberian Pemberian anestetik inhalasi dibagi menjadi 3 cara, yaitu: Sistem Terbuka yaitu dengan penetesan langsung keatas kain kasa yang menutupi mulut atau hidung penderita, contohnya eter dan trikloretilen. Sistem Tertutup

59

yaitu dengan menggunakan alat khusus yang menyalurkan campuran gas dengan oksigen dimana sejumlah CO2 yang dikeluarkan dimasukan kembali (bertujuan memperdalam pernafasan dan mencegah berhentinya pernafasan atau apnea yang dapat terjadi bila diberikan dengan sistem terbuka). Karena pengawasan penggunaan anestetika lebih teliti maka cara ini banyak disukai, contohnya siklopropan, N2O dan halotan. Insuflasi Gas yaitu uap atau gas ditiupkan kedalam mulut, batang tenggorokan atau trachea dengan memakai alat khusus seperti pada operasi amandel. Tata Laksana Anestesi Umum Inhalasi Sungkup Muka Indikasi 1 Pada operasi kecil dan sedang di daerah permukaan tubuh dan berlangsung singkat dengan posisi telentang, tanpa membuka rongga perut. 2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik I atau II). 3. Lambung dalam keadaan kosong. Kontra Indikasi 1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas. 2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup. Tata Laksana

60

1. Pertama tama yang harus di lakukan adalah melakukan pemeriksaan unit. Pastikan bahwa saluran oksigen dan saluran N2O bekerja dengan benar. Kemudian harus dipastikan juga bahwa unit memiliki cukup oksigen untuk kembali menyadarkan pasien. 2. Memilih mask yang ukuran nya cocok dengan pasien 3. Hubungkan mask dengan selang bergelombang (diameter 2.5 cm) . Katup ekspirasi selalu dibiarkan dalam kondisi terbuka dalam plastic silinder putih pada sebelah kiri dari mask 4. Awali dengan pemberian 100% oksigen pada pasien yang sudah duduk di dental unit 5. Alirkan oksigen 3 liter/menit 7 liter/menit , pasien dapat memegang mask sendiri apabila merasa cemas . 6. Biarkan pasien bernafas dengan mask sekitar 15 20 detik 7. Kemudian alirkan 90% oksigen 10% N2O selama 1 menit 8. Setelah 1 menit tersebut, alirkan 80% oksigen dan 20% N2O selama 1 menit sambil terus memantau keadaan pasien, dokter dapat menjelaskan kepada pasien apa yang akan terjadi dan apa yang akan dirasakan oleh pasien 9. Setelah 1 menit menggunakan 80 % oksigen, alirkan 70% oksigen dan 30% N2O. biasanya dalam tahap ini , pasien mulai mengalami reaksi sedasi

61

10. Setelah terlihat bahwa pasien sudah terkena efek sedasi, dokter dapat menambahkan konsentrasi N2O kurang lebih 5 10% lagi, kemudian perawatan dapat dilakukan 11. Apabila perawatan sudah selesai, dokter bisa mengembalikan kesadaran pasien dengan memberikan aliran 100% oksigen selama 2 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi difusi anoxia (akibat eliminasi N2O yang sangat cepat dari darah ke paru paru), mengurangi polusi pada ruang perawatan, dan mempercepat rate of recovery . 12. Mask di lepas, mesin dimatikan, dan tabung oksigen kembali di tutup.

2.12 Kerugian Teknik Sedasi Intra Vena dan Inhalasi 2.13.1 Kerugian Teknik Sedasi Intra Vena Tidak dapat pulih dengan mudah seperti uang anestesi inhalasi dan bahwa ada kemungkinan interaksi obat.
-

Kemampuan untuk memproduksi amnesia (daya ingat yang berkurang). Diazepam, midazolam, lorazepam, dan scopolamine adalah contoh obat yang memiliki kemampuan untuk memberikan efek amnesia lebih besar; meperidine dan fenobarbital kurang memberikan efek amnestik. Tujuan utama dari sedasi adalah menciptakan rasa nyaman bagi pasien.

2.13.2 Kerugian Teknik Sedasi Inhalasi Tidak dapat menghasilkan anestesi yg lebih dalam, anestesi ringan sebagai penggunaan terbatas Perlu mesin khusus
62

Selalu waspada terhadap tanda-tanda vital Pasien yg dilakukan dengan pengamatan panca indra ataupun dengan bantuan alat monitor (nadi, tensi, napas dan kesadaran)

Pada pasca operasi dapat terjadi nausea dan vomitus Perlu penambahan anestetikum lain untuk operasi yang lebih besar 'Occupational exposure', yaitu resio ikut menghirup N2O bagi operator dlm jangka waktu yang panjang.

2.13 Keuntungan Teknik Sedasi Intra Vena dan Inhalasi 2.13.1 Keuntungan Teknik Sedasi Intra Vena Mengurangi kemungkinan polusi dalam ruangan operasi dari agen inhalasi. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat dititrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus. 2.13.2 Keuntungan Teknik Sedasi Inhalasi Aman, bila diberikan dengan campuran 02 yang cukup

63

Ttidak mudah terbakar Pasien tetap sadar degan mengatur konsetrasi N2O Permulaan kerja dan eksresi cepat Tidak mempunyai efek yang merugikan tehadap fisiologi organ tubuh Dapat diberikan dan diresap secara terkontrol dan cepat dibanding intravena

64

BAB III KESIMPULAN Anestesi dibagi menjadi 2, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi Lokal: 1. Ada 2 teknik: teknik blok dan teknik anestesi. 2. Komplikasi: - lokal: jarum patah, sakit, parestesi berkepanjangan, trismus, hematom, infeksi oedem, lesi intra oral. - sistemik: reaksi psikis, toksik, alergi. Anestesi Umum: 1. Ada 3 teknik: - Parenteral, obat yang digunakan: pentothal, ketalar. - Perrectal, obat yang digunakan pentothal, tribromentothal. - Inhalasi, obat yang digunakan halotan, sevofluran. Ada juga anestesi yang menggunakan teknik sedassi intra vena dan inhalasi yang keduanya memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.

65

DAFTAR PUSTAKA

Malamed, SF. 1994. Handbook of local anesthesia. 4th Ed. St. Louis : Mosby yearbook. Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 4. Jakarta: EGC. G. Edward Morgan,Jr., Maged S. Mikhail, MichaelJ. Murray. 2006. Clinical Anesthesiology. 4th Edition. London : Prentice-Hall Int.Inc. Gustainis, JF. , Peterson. 1981. An Alternatif method of mandibular nerve block . JADA V ( 103 ). Mosby. 2007. Dental Drug Consul. USA: Elsevier. Hal 1430-1436 Howe, Geoffrey L dan Whitehead, F. Ivor H. 1992. Anestesi Lokal (alih bahasa drg. Lilian Yuwono). Jakarta: Hipokrates. Gray's Anatomy of the Human Body - The Trigeminal Nerve - Yahoo! Education. Jastak, JT Cs. 1995. Local anesthesia of the oral cavity. Philadelphia : W.B. Saunders Company. Latief Asaid,dkk. 2007. Anestesi Lokal. Petunjuk Praktis anestesiologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit bagian anestesiolgi dan Terapi Intensif Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

66

Purwanto (alih bahasa), Lilian Yuwono(ed). 1993. Petunjuk Praktis Anestesi Lokal: Atlas of Local Anaesthesia in Dentistry. Jakarta: EGC.

67

You might also like