You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya.1 World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur. 2 Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan dimengerti 3

BAB II LAPORAN KASUS


I. IDENTITAS Nama Lengkap Umur Pekerjaan Agama Datang ke RS tanggal : : : : : Tn. A.Djaim 55 tahun Pedagang Islam 15/1/2012

II. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama 2. Keluhan Tambahan 3. RPS : : : Sering buang air kecil malam hari Sakit kepala Laki-laki, 55 th, BAK sering

terutama pada malam hari bisa sampai 6-7x sejak satu bulan

terakhir. Sering merasa haus dan Sering merasa cepat lapar. Sehari makan bisa sampai 5 kali. Sakit

kepala bagian depan sejak 5 hari SMRS. Kalau terasa pusing OS selalu berobat ke dokter.. Ada peningkatan berat badan 54 kg 58 kg dalam 1 bulan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu 5. Riwayat Pengobatan

: :

(-) (-)
2

Riwayat sosial/kebiasaan

Merokok 1 bungkus untuk 1 hari

III. PEMERIKSAAN FISIK 1. General a. Keadaan umum : tampak sakit sedang b. Bb c. T b d. Status Gizi e. Kesadaran 2. Tanda Vital a. TD b. Nadi c. Suhu d. Pernafasan 3. Kepala 4. Rambut 5. Mata a. Konjungtiva b. Sklera 6. Hidung a. Rongga hidung b. Septum nasi 7. Mulut 8. Leher ), : : sekret -, darah deviasi : : anemia ikterik : : : : : : 130/90 mmHg 80 kali/menit 360C 18 kali/menit normocephalic beruban, tidak mudah rontok : 58 kg : 160 cm : 24,4 (NORMAL) : komposmentis

: bibir tidak kering, lidah kotor : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-

9. Toraks a. Paru 1. Inspeksi 2. Palpasi : dada simetris, retraksi dinding dada (-) : vocal fremitus ka=ki
3

3. Perkusi

: sonor

4. Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) b. Jantung 1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Perkusi : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis tidak teraba : batas kanan jantung linea parasternalis dextra 3,4 batas kiri jantung pada linea mid clavicula sinistra ICS 5 4. Auskultasi : bunyi jantung I dan bunyi jantung II normal, murmur (-), gallop (-) 10. Abdomen a. Inspeksi b. Palpasi c. Perkusi d. Auskultasi 11. Ekstremitas a. Atas b. Bawah : dbn : dbn : tampak cembung, : lemas, nyeri tekan (-) : timpani : bising usus normal

IV. BSS: 471

Pemeriksaan Laboratorium

V.

Diagnosa : Diabetes Melitus tipe II

VI.

Terapi : Non Medikamentosa : Edukasi pasien dengan menyarankan mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan lemak Menyarankan pasien dengan rutin berolahraga. Memberitahu pasien untuk memeriksa kadar gula darah secara teratur dua minggu sekali. Medikamentosa 1. 2. 3. Metformin tablet 3 x 500 mg Glucodex tab 1 x 1 Vitamin B12 2x1

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 4

3.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005, yaitu1 : 1. Diabetes Melitus Tipe 1 DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
6

2. Diabetes Melitus Tipe 2 DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. 3. Diabetes Melitus Tipe lain a. Defek genetik pada fungsi sel beta b. Defek genetik pada kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas d. Endokrinopati e. Diinduksi obat atau zat kimia f. Infeksi g. Imunologi 4. DM Gestasional

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998


DM TIPE 1: Defisiensi insulin absolut akibat destuksi A sel beta, karena: 1.autoimun 2. idiopatik DM TIPE 2 : Defisiensi relatif : 1, defek sekresi insulin lebih dominan daripada resistensi insulin. 2. resistensi insulin lebih dominan daripada defek sekresi insulin. insulin DM TIPE LAIN : 1. Defek genetik fungsi sel beta : Maturity onset diabetes of the young Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain 2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis Pankreatektomy 3.Endokrinopati : akromegali, cushing, hipertiroidisme 4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme 5.Akibat virus: CMV, Rubella DM GESTASIONAL

2.3 Prevalensi

3.3 Prevalensi

6.Imunologi: antibodi anti insulin 7. Sindrom genetik lain: sdr.

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global Down, Klinefelter diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2

3.4 Patogenesis 3.4.1 Diabetes mellitus tipe 1


Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5

3.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2


Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah

makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5

3.5

Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan

mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1. Kriteria diagnostik : Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8 Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3 Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO 946 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
10

Berpuasa paling sediikt 8 jam

(mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl (anak-anak) ,

3.6

Komplikasi
a. Penyulit akut 1. Ketoasidosis diabetik KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya
11

insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan KoA bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.3,7

2.

Koma Hiperosmolar Non Ketotik Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih

besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia.3,7 3. Hipoglikemia Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari

12

stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.3,7

b. 1.

Penyulit Menahun Mikroangiopati Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis

Retinopati Diabetik retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan

inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran proteinprotein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat

13

penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.9 Nefropati Diabetik Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.9 Neuropati diabetik Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa

hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi

14

adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6

2.

Makroangiopati Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM. Pembuluh darah tepi Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya

terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9

3.7

Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan

kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :3.4 1. Edukasi Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. 2. Terapi gizi medis

15

Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan : 1. a) b) c) 2. 3. Kadar glukosa darah yang mendekati normal Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl Kadar HbA1c < 7% Tekanan darah <130/80 Profil lipid : a) b) c) 4. Kolesterol LDL <100 mg/dl Kolesterol HDL >40 mg/dl Trigliserida <150 mg/dl

Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9 Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan

perubahan pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah

16

masalah status ekonomi, lingkungan

kebiasaan dan tradisi dalam

lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :4 Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 6070%, Lemak 20-25% dan Protein 10-15%. KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal) Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri. Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan perhari Jumlah serat 25-50 gram/hari. Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari. Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi karena dapat meningkatkan resiko kejadian kanker. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi. PROTEIN Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
17

Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah . Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari . Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg BB/hari dan tidak kurang dari 40 gr. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dibandingkan protein hewani.

LEMAK Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori perhari. Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.

B. Kebutuhan Kalori Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain.4

18

Kebutuhan basal : Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori Koreksi : Umur : 40-59 th 60-69 >70% : -5% : -10% : -20

Aktivitas : Istirahat Aktivitas ringan Aktivitas sedang Aktivitas berat : +10% : +20% : +30% : +50%

Berat Badan : Kegemukan Kurus : - 20-30% : +20-30% : + 10-30%

stress metabolik

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 1015% diantara porsi besar.

19

Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2). Kualifikasi status gizi : BB kurang : < 18,5 BB normal : 18,5 22,9 BB lebih : 23 24,9

3.

Latihan Jasmani4,6 Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah. Aktivitas latihan : 5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa 10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan

meningkat 7-20x. Lemak juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40% > 40 menit : makin banyak lemak dipecah 75-90% .

Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke

20

keadaan asidosis. Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE : Continous, Rhythmical, Interval, dan

Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan

dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll.

4.

Intervensi Farmakologis5,6,7 Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani. 1. a. Obat hipoglikemik oral Insulin Secretagogue : Sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.

21

Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko nateglinid. b. Insulin Sensitizers Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,

meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPAR yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak. c. glukoneogenesis inhibitor Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia. d. Inhibitor absorbsi glukosa glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi

22

Hal-hal yang harus diperhatikan : OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

2.

Insulin Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal

menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan

hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin)

23

Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.

3.

Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis

rendah untuk kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin

24

PENCEGAHAN6 o Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya

menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap

25

dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857. 2. Persi. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2013] http: //pdpersi.co.id 3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906. 4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011 5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196. 6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006 7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920 8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873 9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259

27

You might also like