You are on page 1of 5

Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis Penyebaran penyakit Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barier) pertahanan

telinga tengah dilewati sehingga infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. a. Pertahanan pertama Yaitu mukosa kavum timpani yang mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar pertahanan ini runtuh masih ada sawar pertahanan yang kedua yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. b. Pertahanan kedua Yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal (tidak berbahaya). Apabila infeksi mengarah kedalam yaitu ke tulang temporal akan menyebabkan paresis n.VII atau labirinitis. Bila kearah kranial akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis, dan abses otak. c. Pertahanan ketiga Yaitu terbentuknya jaringan granulasi. Ini terjadi jika sawar tulang terlampaui. Pada otitis media supuratif akut penyebaran melalui hematogen atau osteotromboflebitis, sedangkan pada otitis media supuratif kronis penyebaran terjadi melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya yaitu toksin masuk melalui jalan yang sudah ada misalnya melalui fenestra rotondum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik. Dari gejala dan tanda yang ditemukan dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi telinga tengah ke intra kranial. Penyebaran secara hematogen Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya : Komplikasi terjadi pada awal infeksi, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh. Gejala prodromal tidak jelas seperti pada gejala meningitis lokal Pada operasi didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika. Penyebaran melalui erosi tulang Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :

Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit. Gejala prodromal infeksi lokal mendahului gejala infeksi yang luas misalnya paresis n.VII ringan yang hilang timbul mendahului paresis n.VII total atau gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulen.

Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak diantara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya .

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila : Komplikasi terjadi pada awal penyakit . Ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, riwayat otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intra kranial mengikuti komplikasi labirinitis supuratif. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan karena erosi.

Diagnosis komplikasi yang mengancam Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otorea, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai komplikasi. Pada stadium akut naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, somnolen, gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala di parietal atau oksipital dan mual muntah proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial. Pada OMSK tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti keluar, hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung

Komplikasi Intrakranial Abses ekstradural Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah di antara duramater dan tulang. Pada OMSK keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatoma yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. Gejalanya terutama berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala.

Abses subdural Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses ekstradural. Gejalanya dapat berupa demam, nyeri kepala, penurunan kesadaran, kejang, hemiplegia, tanda kernig positif. Pungsi lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan meningitis. Pada abses subdural, LCS mempunyai kadar protein yang normal dan tidak ditemukan bakteri. Kalau pada abses ekstradural nanah keluar pada operasi mastoidektomi, pada abses subdural nanah harus dikeluarkan secara bedah saraf sebelum dilakukan operasi mastoidektomi. Abses subdural merupakan komplikasi berat dan mengancam jiwa yang pengobatannya merupakan tindakan gawat darurat bedah saraf. Dibuat lubang dengan bor di atas dan di bawah tempat yang terkena, dan pus yang terkumpul dihisap. Kemudian, dilakukan irigasi dengan cairan fisiologik serta dengan larutan antibiotika dan dipasang salir karet agar dapat dilakukan irigasi berkali-kali. Seringkali tindakan mastoidektomi ditunda sampai pus tersebut habis.

Meningitis Komplikasi otitis media ke susunan saraf pusat yang paling sering ialah meningitis. Meningitis dapat terjadi pada otitis media akut maupun kronis serta dapat terlokalisasi atau umum. Pada pemeriksaan likuor serebrospinal terdapat bakteri pada meningitis bentuk yang umum sedangkan pada meningitis bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan bakteri. Gambaran klinik : Kaku kuduk, kenaikan suhu tubuh, mual muntah, nyeri kepala hebat, kesadaran menurun Pemeriksaan klinik : Terdapat kaku kuduk waktu difleksikan dan terdapat tanda kernig positif, pada LCS kadar gula menurun dan kadar protein meninggi. Pengobatan : a) obati meningitisnya dengan antibiotik b) mastoidektomi untuk infeksi di telinganya. Meningitis otogenik yang berulang sering terjadi dan pada keadaan begini harus dilakukan mastoidektomi dengan tidak mengindahkan tipe penyakit telinganya. Pada kasus begini biasanya terdapat suatu daerah nekrosis tulang kadang-kadang ditemukan abses ekstradural.

Hidrosefalus otitis

Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likuor serebrospinal yang hebat tanpa adanya kelainan kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia, kabur, mual, muntah. Keadaan ini karena tertekannya sinus lateralis yang mengakibatkan kegagalan absorbs likuor serebrospinal oleh lapisan arachnoid. Terjadinya hidrosefalus otitik memerlukan aspirasi berulang cairan otak, terutama bila ada ancaman atrofi optik. Biasanya tindakan operasi trombosis sinus menyebabkan terjadinya penurunan tekanan serebrospinal secara bertahap.

Penatalaksanaan Komplikasi Intrakranial Secara umum, pengobatan komplikasi penyakit telinga harus mencakup dua hal. Tidak hanya penanganan yang efektif terhadap komplikasinya yang harus diperhatikan, tetapi juga usaha untuk penyembuhan infeksi primernya. Seringkali beratnya komplikasi mengharuskan kita menunda mastoidektomi sampai keadaan umum pasien mengizinkan. Di samping itu bila ada ancaman terhadap terjadinya komplikasi atau bila ditemukan komplikais pada stadium dini dapat dikontrol dengan cara pengobatan, seperti pengobatan untuk penyakit primernya. Singkatnya, pengobatan terdiri dari pemberian antibiotika dosis tinggi secepatnya, penatalaksanaan operasi infeksi primer dimastoid pada saat yang optimum, dan bedah saraf bila diperlukan. Karena kerjasama bedah saraf dan ototlogi telah dijalin pada saat pemeriksaan pasien, hal tersebut harus dipertahankan untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Pengobatan antibiotika pada komplikasi intrakranial sulit karena adanya sawar darah otak yang menghalangi banyak jenis antibiotika untuk mencapai konsentrasi yang tinggi di cairan serebrospinal. Dulu sering dipakai cara pemberian penisilin intratekal untuk mempertinggi konsentrasi penisilin, tetapi ternyata terlalu mengiritasi sehingga sekarang biasanya diberikan derivat penisilin dosis tinggi secara intravena. Pasien harus dirawat dan diberikan antibiotika dosis secara intravena. Pemberian antibiotika dimulai dengan ampisilin 4x200-400 mg/kg BB/hari, kloramfenikol 4x1/2-1 g/hari untuk orang dewasa atau 60-100 mg/kgBB/hari untuk anak. Pemberian metronidazol 3x400-600 mg/hari juga dapat dipertimbangkan. Antibiotika yang diberikan disesuaikan dengan kemajuan klinis dan hasil biakan dari sekret telinga ataupun likuor serebrospinal. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan laboratorium, foto mastoid, tomografi komputer kepala yang terutama untuk melihat kemungkinan terdapat abses otak, serta konsultasi ke bagian saraf. Bila pada tomografi komputer terlihat tanda-tanda

ensefalitis atau abses intrakranial maka pasien dikonsulkan ke bedah saraf untuk melakukan tindakan bedah otak untuk drainase dengan segera. Mastoidektomi dapat dilakukan bersamasama atau kemudian. Bila bagian bedah saraf tidak melakukan bedah segera maka pengobatan medikamentosa dilanjutkan sampai dua minggu kemudian dikonsulkan kembali. Mastoidektomi dilakukan sebelum atau sesudah bedah saraf melakukan operasi otak. Bila pada saat itu keadaan umum pasien buruk atau suhu tinggi maka mastoidektomi dilakukan dengan analgesia lokal. Bila pada tomografi komputer tidak terlihat abses otak dan keadaan umum pasien baik maka segera dilakukan mastoidektomi dengan anestesia umum atau analgesia lokal. Bila keadaan umum pasien buruk atau suhu tetap tinggi, pengobatan medikamentosa dilakukan sampai dua minggu kemudian segera dilanjutkan dengan mastoidektomi yang dilakukan dalam analgesia lokal. Bila pemeriksaan tomografi komputer tidak dapat dibuat, pengobatan medikamentosa diteruskan sampai dua minggu untuk kemudian dilakukan mastoidektomi. Bila keadaan umum tetap buruk atau suhu tetap tinggi maka mastoidektomi dilakukan dengan analgesia lokal. Terapi bedah idealnya dilakukan pada stadium dini. Dalam prakteknya hal tersebut merupakan masalah untuk menentukan saat yg optimum. Hal yang ikut menentukan keputusan diambil tindakan bedah atau tidak adalah diagnosis, kondisi pasien, dan respons pasien terhadap pengobatan antibiotika. Rangsangan yg kontinu dari kolesteatoma di mastoid dapat menyebabkan meningitis berulang atau progresivitas abses otak. Oleh karena itu, kontrol terhadap penyakit primernya merupakan keharusan untuk penyembuhan yang lengkap.

Seringkali drainase empiema subdural atau abses otak harus didahulukan, tetapi mastoidektomi harus segera dilakukan setelah kondisi pasien mengizinkan. Pendekatan bedah mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh jaringan patologik di mastoid maka sering diperlukan mastoidektomi modifikasi radikal, walaupun kadang mastoidektomi simpel dapat dipakai. Tujuan operasi ini adalah memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi infeksi. Tulang yang melapisi sinus sigmoid harus ditipiskan dan tegmen mastoid harus dikupas pada setiap kasus.

You might also like