You are on page 1of 12

Influenced Of Job Environment (based of condition of health environment) toward case of PPOK at employers in the cigarette company in Malang.

(Pengaruh tempat kerja terhadap kejadian Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) pada karyawan pabrik rokok di Malang Yoyok Bekti Prasetyo M.Kep.,Sp.Kom1 Setiyo Rini2
1 Lecturer at community nursing, Faculty of Health Muhammadiyah University of Malang 2 Nursing student, school of nursing,Faculty of health, Muhammadiyah University of Malang.

ABSTRACTION Cigarette company contributes to lead cases chronic obstruction pulmonary diseases. This is effect of dust exposures to emploeyee. This study use epidemiology non experimental desain with cross sectional. Data analisys with chi-square and ratio prevalensi. Result this study showed location work place influence of chronic obstruction pulmonary diseases (p value < 0,05, RP > 1). Advise to decrease prevalensi chronic obstruction pulmonary diseases are improve good management expecialy to caring health workplace, use precaution work (ec. mask, handscun), adn early detection. Key word: location work place, chronic obstruction pulmonary diseases, cigaretee company ABSTRAK Industri rokok merupakan penyumbang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) akibat kerja terbanyak, hal ini terjadi karena paparan debu tembakau (tembakau kering tanpa pembakaran) pada pekerja industri rokok. Penelitian menggunakan desain epidemiologik non eksperimental dengan studi cross sectional terhadap 40 pekerja. Analisa data dengan tehnik Chi-square alfa ,05 dan Rasio Prevalensi. Hasil penelitian menunjukkan lokasi tempat kerja berpengaruh terhadap kejadian PPOK pada karyawan pabrik rokok (p value < 0,05, RP > 1). Untuk mengurangi kejadian PPOK, disarankan agar para pabrik rokok dapat meningkatkan pengelolaan manejemen kesehatan tempat kerja, terutama dalam pemenuhan syarat kesehatan tempat kerja. Selain itu disarankan bagi para pekerja untuk memakai alat pelindung diri misalkan masker selama berada di area industri dan segera malakukan pemeriksaan diri ke dokter atau petugas kesehatan lain agar segera mendapatkan pengobatan jika telah menunjukkan tanda dan gejala PPOK. Kata kunci: lokasi tempat kerja, penyakit paru obstruksi kronik, pabrik rokok

Pendahuluan Penyakit akibat kerja dapat berhubungan dengan faktor- faktor kerja baik faktor resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi (Haryono, 2004) Insiden penyakit kebanyakan disebabkan oleh 1

debu mineral, sehingga menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik. Menurut International Labor Organisation (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit yang akibat kerja. Sedangkan menurut survey NHANES yang melibatkan 10.000 orang dewasa 30-75 tahun menunjukkan bahwa PPOK disebabkan oleh kerja adalah 19,2% secara keseluruhan (Wiwin, 2007 ). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) tahun 1990 menempati urutan ke-6 di Indonesia sebagai penyebab kematian, tahun 2002 sudah menempati urutan ke-3 (Juanita, 2004). Organisasi kesehatan dunia memprediksi bahwa tahun 2020 angka kejadian PPOK akan meningkat dari posisi 12 sebagai penyakit terbanyak didunia menjadi peringkat 5 dan dari posisi 6 sebagai penyebab kematian terbanyak menjadi posisi ke-3 (Wiwin, 2007). Meningkatnya kejadian PPOK akibat kerja tidak terlepas dari peran pabrik industri. Industri rokok pada khususnya merupakan penyumbang PPOK akibat kerja terbanyak. Rata-rata industri rokok di Indonesia memproduksi rokok dengan kadar 3-4 mg nikotin dan sekitar 45 mg tar (Naiswati, 1999), padahal menurut aturan kandungan nikotin maksimal adalah 1,5 mg dan tar 20 mg (PP No.81 tahun 1999). Beberapa hal yang memperparah kejadian PPOK di industri rokok antara lain: belum adanya regulasi yang mengendalikan dampak produk tembakau bagi kesehatan, kurangnya kepedulian penggunaan alat kesehatan, seperti masker ataupun sarung tangan.

Tinjuan Pustaka A. Pengelolaan manajemen kesehatan di tempat kerja Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja sistem manajemen kesehatan di tempat kerja dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan. Wiyono (2002) mengatkan manajemen kesehatan di tempat kerja meliputi: pemeriksaan bahaya, pemantauan lingkungan kerja, inspeksi peralatan (pengukuran dan pengujian), pemantauan kesehatan. Tujuan dari penerapan menejemen ini adalah untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, menciptakan tempat kerja yang aman terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat, menciptakan efisiensi dan produktivitas kerja karena menurunnya biaya kompensasi akibat sakit atau kecelakaan kerja. Wasmita (2005) 2

mengatakan dokumen yang harus ada dalam menajeman keselamatan dan kesehatan kerja meliputi: kebijakan, perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja, rencana implementasi keselamatan dan kesehatan kerja. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dari suatu organisasi adalah merupakan suatu pernyataan yang disebarluaskan kepada umum dan ditandatangani oleh menejer senior sebagai bukti pernyataan komitmen dan kehendaknya untuk bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi: identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko, identifikasi undang-undang dan perundangan yang berlaku, sasaran, target, dan program kerja. Rencana implementasi keselamatan dan kesehatan kerja meliputi: struktur organisasi, rencana pelatihan, rencana konsultasi dan komunikasi, rencana pendokumentasian, pengelolaan dokumen dan rekaman, rencana kontrol operasi. B. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstuksi Kronik (PPOK) merupakan istilah yang menggambarkan dua obstruksi pada paru-paru yang saling berhubungan yaitu bronkitis kronis dan empisema, dimana emphisema merupakan kondisi dinding antara kantung udara pada paru-paru yang rusak sehingga paru-paru kehilangan elastisitasnya. Faktor resiko terjadinya PPOK meliputi; merokok, polusi udara (debu, bahan kimia), faktor genetik, status sosial ekonomi, nutrisi, gender. Perokok memiliki prevalensi yang lebih tinggi menderita gejala respirasi dan abnormalitas fungsi paru. Resiko PPOK pada perokok,bergantung pada banyaknya rokok yang dihisap pertahun dan status merokok saat ini. Debu dan bahan kimia okupasi yang ada dalam tembakau pada fase partikulat atau bukan dari hasil pembakaran, merupakan faktor resiko penyebab berkembangnya PPOK. Debu dan bahan kimia okupasi jika terinhalasi (terhirup) akan mengakibatkan alveoli meradang, peningkatan sel darah putih, dan akibatnya alveoli terisi cairan. Jika pemaparan sering dan kadar debu tinggi, maka gejala akan timbul lebih besar, dan jika tidak diobati akan berkembang menjadi kronis, sehingga dalam kurun waktu 20 -30 tahun dapat menimbulkan fibrosis dan berlanjut pada terjadinya PPOK (Long, 1996). Polusi udara dalam rumah yang 3

berasal dari pembakaran tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan baik dapat menyebabkan PPOK lebih besar dari partikel emisi kendaraan bermotor. Faktor genetik berperan dalam terjadinya PPOK karena penyakit ini melibatkan banyak gen (poligenik) dan merupakan contoh klasik interaksi gen dan lingkungan. Faktor resiko genetik yang telah diketahui adalah difisiensi alpha-1 antitrypsin, suatu penghambat yang bersirkulasi dari protase serine. Status ekonomi yang rendah sering mengakibatkan terjadinya PPOK. Hal ini diakibatkan karena individu yang memiliki status ekonomi yang rendah lebih banyak terpapar polutan di dalam rumah dan luar rumah, tinggal diperumahan yang padat, dengan status nutrisi yang buruk. C. Penatalaksanaan Umum dan Rehabilitasi Penatalaksanaan umum dan rehabilitasi meliputi tindakan pencegahan, terapi eksaserbasi akut, dan terapi jangka panjang. Pencegahan yang dapat dilakukan meliputi; berhenti merokok, menghindari polutan, pendidikan pasien dan keluarga, hindari infeksi, kebutuhan cairan dan makanan cukup gizi. Terapi eksaserbasi akut dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, terapi oksigen, fisioterapi untuk membantu pasien mengeluarkan sputum dengan baik. Rehabilitasi pada PPOK meliputi edukasi, program latihan, terapi oksigen, intervensi psikososial dan nutrisi. Edukasi diberikan untuk pasien dan keluarga dengan memberi penjelasan mengenai cara penggunaan obat dan manfaat latihan. Tehnik pernapasan berupa tehnik relaksasi, pengaturan posisi, waktu sesak serta kontrol pernapasan atau breathing (pursed lips breathing), diharapkan dapat membantu pasien menemukan cara pernapasan yang optimal. Edukasi juga mengenai penyebab dan perjalanan penyakit PPOK sampai stadium akhir. Program latihan yang baik diharapkan memberikan hasil akhir berupa kemampuan individu untuk melakukan aktivitas fisik yang maksimal, mengurangi pemberian obat-obatan, memperbaiki emosi, sosial ekonomi dan bekerja secara optimal. Terapi oksigen diperlukan bila pasien mengalami penurunan kapasitas oksidatif otot dan gangguan oksigenasi otot, sehingga suplementasi oksigen dapat memperbaiki vasokonstriksi.

Intervensi psikososial diperlukan pada pasien PPOK, kerena sering pasien mengalami depresi, takut, cemas, sangat tergantung orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sesak yang progresif adalah gejala yang paling banyak ditakuti, karena jika pasien melakukan sedikit aktivitas maka dia langsung menjadi sesak. Dukungan nutrisi merupakan bagian integral dari pengelolaan pasien PPOK. Malnutrisi pada pasien PPOK berdampak negatif pada struktur dan fungsi paru, kekuatan dan ketahanan otot pernapasan, kekebalan tubuh serta kontrol pernapasan. Metode Penelitian Tujuan penelitian ini adalah Mengidentifikasi pengaruh lokasi tempat kerja (berdasarkan syarat kesehatan tempat kerja) terhadap kejadian PPOK pada karyawan pabrik rokok. Pada penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional yang merupakan rancangan penelitian epidemiologik non eksperimental. Varibel penelitian independen adalah tempat kerja meliputi bagian penggelintingan dan pengepakan sedangkan, sedangkan variabel dependen kejadian PPOK. Sampel pada penelitian ini adalah karyawan teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah quota sampling. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan ratio prevalensi dan uji chi square. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada data umum penelitian ini meliputi karakteristik responden berdasarkan: usia, jenis pekerjaan, lama bekerja, dan riwayat penyakit, seperti pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Jenis Pekerjaan, dan lama bekerja tahun 2008 No Karakteristik 1 Usia : - 33 39 tahun - 40 46 tahun - 47 53 tahun - 54 60 tahun 2 Jenis pekerjaan : - Pengelintingan - Pengepakan Lama bekerja - 21- 22 tahun Frekuensi 23 orang 9 orang 5 orang 3 orang 20 orang 20 orang Pengelintingan 10 25% Prosentase 75,5% 22,5% 12,5% 7,5% 50% 50% Pengepakan 9 22,5% 5

- 23- 24 tahun - 25- 26 tahun - 27- 27 tahun - 29- 30 tahun

4 1 3 2

10% 2,5% 7,5% 2,5%

5 3 2 1

12,5% 7,5% 5% 2,5%

Dari tabel 1 di atas bisa didapatkan hasil bahwa dari 40 responden yang berusia 33-39 tahun sebanyak 23 orang (75,5%) adalah kelompok yang paling banyak yakni lebih setengah jumlah responden, sedangkan yang berusia 54-40 tahun sebanyak 3 orang yakni kelompok yang paling sedikit dari jumlah responden yang bekerja di pabrik rokok tempat dilakukanya penelitian. Jika dilihat dari berapa lama responden bekerja, yang sudah bekerja selama 21-22 tahun baik di bagian pengelintingan maupun pengepakan merupakan jumlah responden yang paling banyak, sedangkan yang paling sedikit adalah yang sudah bekerja selama 29-30 tahun, yakni 2 orang di bagian pengelintingan dan 1 orang di bagian pengepakan. Lama bekerja berkorelasi positif dengan intensitas terpaparnya zat-zat polutan berbahaya. Barbara (1996) mengatakan adanya polusi udara dari debu dan bahan kimia okupasi hingga mengganggu pernapasan yang berasal dari bahan produksi (tembakau) pada fase partikulat (tembakau kering tanpa pembakaran). Dimana debu dan bahan kimia okupasi tersebut jika terinhalasi akan menyebabkan alveoli meradang, peningkatan sel darah putih, sehingga menyebabkan alveoli terisi cairan. Jika pemaparan sering dan kadar debu tinggi maka gejala akan timbul lebih besar, dan jika tidak diobati akan berkembang menjadi kronis, sehingga dalam waktu 20-30 tahun dapat menimbulkan fibrosis dan berlanjut pada terjadinya PPOK Tabel 2: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit, tahun 2008
No 1 2 3 4 5 6 7 Karakteristik Menderita batuk berdahak min 30 bulan setahunya, sekurangnya 2 tahun beruntun. Mempunyai riwayat merokok Terpajan langsung dengan bahan produk (tembakau) Mempunyai keluarga dengan riwayat bronkitis dan emficema Sering mengalami sesak napas saat aktivitas sedang (jalan cepat, naik tangga) Pernah merasa dada terasa berat saat bernafas Pernah merasa sesak atau nafas sulit bahkan pada saat istirahat. Pernah merasa sesak nafas menetap dan makin lama Frekuensi 6 org 0 org 20 org 7 org 9 org 10 org 6 org % 15% 0% 50% 17,5% 22,5% 25% 15%

8 9 10

makin berat Batuk selalu berdahak atau beriak Pernah memeriksakan diri ke dokter atau tempat pelayanan kesehatan baik umum maupun yang ada di perusahaan dan positif dinyatakan penderita PPOK (bronkhitis kronik, emfisema)

20 org 11 org 13 org

5% 27,5% 32,5%

Dari table 2 di atas didapatkan hasil bahwa dari 40 responden sebanyak 6 orang (15%) menderita batuk berdahak min 36 bulan setahunnya sekurangnya 2 tahun beruntun, 9 orang (22,5%) sering mengalami sesak dada terasa berat saat bernapas dan 6 orang (15%) merasa sesak bahkan pada saat istirahat, namun hanya 7 orang (17,5%) yang mempunyai keluarga dengan riwayat bronchitis dan emfisema dan 13 orang (32,5%) yang pernah memeriksakan diri ke dokter atau tempat pelayanan kesehatan dan positif dinyatakan penderita PPOK. Gejala-gejala seperti tabel diatas menunjukkan bahwa PPOK ditandai dengan keterbatasan saluran napas yang kronis dan beberapa perubahan bahan patologis pada paru, gangguan ekstrapulmonari (Ethical digest, 2007). Juanita (2004) menambahkan bahwa peradangan saluran napas kronis ditandai dengan batuk minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang-kurangannya dua tahun berturut-turut merupakan gejala dari PPOK.

Tabel 3. Pengaruh Pemenuhan Syarat Kesehatan Tempat Kerja Dengan Kejadian PPOK Pada Karyawan Pabrik Rokok Tahun 2008. Variabel Independent Tempat kerja - Bagian pengelintingan - Bagian verpack Dependent - Menderita PPOK - Tidak menderita PPOK X2 hitung 5,56 X2 Tabel 3,84 Ratio Relatif 3,3 Keterangan - X2 hitung > X2 tabel Ho di tolak - Ratio Prevalensi rp > 1 maka variabel bebas merupakan faktor resiko

Dari tabel 3 didapatkan, ratio relatif rp>1 yakni rr = 3,3. Dan dengan uji Chi Square X 2 hitung >X2 tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi tempat kerja (berdasarkan syarat kesehatan tempat kerja) berpengaruh secara signifikan terhadap 7

kejadian PPOK pada karyawan pabrik rokok. Pada pabrik rokokX di Malang khususnya dibagian pengelintingan menunjukkan:1) Alat pendingin ruangan (air conditioner) alat penyejuk ruangan dan penghilang debu dan bau-bauan yang kurang memadai, 2) Pertukaran udara dan ventilasi kurang baik dimana dalam ruangan sebesar 30x40 terdapat pekerja sebesar 300 pekerja, padahal seharusnya setiap pekerja minimal mendapatkan 10 m 3 ruang udara. Dengan tidak terpenuhinya syarat kesehatan tempat kerja terutama ventilasi dan penyehatan udara ruangan pada kebayakan industri rokok dapat menyebabkan tejadinya kerusakan paru seperti PPOK pada karyawanya akibat terinhalasi selama bekerja (Naiswati,1999). Maka hal itu sesuai dengan hasil analisa data yang menggunakan uji Chi Square dimana X2 hitung > X2 tabel maka Ho ditolak, dan dengan ratio prevalensi rp>1 maka dapat disimpulkan bahwa lokasi tempat kerja (berdasarkan syarat kesehatan tempat kerja) berpengaruh terhadap kejadian PPOK pada karyawan pabrik rokok. Kesimpulan dan saran Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya pengaruh lokasi tempat kerja dengan kejadian PPOK pada karyawan pabrik rokok (p value < 0,05, RP > 1). Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan pabrik rokok X di Malang dapat mencegah timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dengan meningkatkan pengelolaan manajemen kesehatan tempat kerja, terutama dalam pemenuhan syarat kesehatan tempat kerja dengan menunjuk personil yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapkan. 2. Bagi pekerja yang telah menunjukkan gejala PPOK untuk memeriksakan diri ke dokter atau petugas kesehatan lain agar segera mendapatkan pengobatan dan rehabilitasi. 3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa lokasi tempat kerja berpengaruh terhadap terjadinya PPOK pada karyawan pabrik rokok, namun itu bukan merupakan faktor utama penyebab PPOK, maka hendaknya para pekerja dapat mencegah adanya faktor lain seperti: Menghindari polutan ( debu dan bahan kimia okupasi) dengan memakai masker saat bekerja, menciptakan lingkungan rumah yang sehat, memenuhi kebutuhan cairan tubuh, serta meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan status gizi.

DAFTAR PUSTAKA Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Media Aesculapius: Jakarta Arikunto. 2006. Prosedur penelitian edisi revisi VI. PT Asdi Mahasatya: Jakarta Barbara. 1996. Perawatan medical bedah volume 2. Yayasan APK: Bandung Brunner dan Suddart. 2002. Keperawatan medical bedah edisi 8 volume 1. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta Jurnal farmasi dan kedokteran. 2007. Ethical digest Naiswati. 1999. Kebijakan cukai rokok jangan tergantung pada lobi. Bisnis Indonesia: Jakarta Notoadmojo. 2003. Ilmu kesehatan masyarakat. PT Asdi Mahasatya: Jakarta Nursalam. 2003. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Salemba medika: Jakarta Rosemary. 1999. Manajemen pelayanan kesehatan praktis. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta Wiyono. 2002. Manajemen ilmu pelayanan kesehatan volume 2. Erlangga University Press: Surabaya

Daftar riwayat hidup

10

1.

Data Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Disiplin ilmu e. Pangkat/Golongan f. Jabatan g. Fakultas/Jurusan h. Alamat i. Telpon/Faks/E-mail j. Alamat Rumah k. Telpon/Faks/E-mail

: : : : : : : : : : : :

Yoyok Bekti Prasetyo, M.Kep.Sp.Kom Laki-Laki 112.0309.0405 Kesehatan Asisten Ahli/IIIa Dosen PSIK FIKES UMM Fakultas Ilmu Kesehatan Jl.Bendungan Sutami No.188A Malang 0341-551149/0341-582060 Dusun Damen RT 02/RW 03 Tamanharjo, Singosari, Malang 08125208825/yybekti_pras@yahoo.com
1. Identifikasi kebutuhan Activity Daily of Living (ADL) dan Instrumen Activity Daily of Living (IADL) pada lansia penderita Decompensatio Cordis Grade IV. Tahun 2002 2. Indek Potensi Tatanan Sehat Kota Batu. Tahun 2004. (Dimuat di Jurnal Medika, Fakultas Kedokteran UMM, tahun 2005). 3. Kajian tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS). Tahun 2004. 4. Analisis Faktor Keluarga, Sosial, dan Psikologi terhadap Gangguan Sulit Makan pada Anak dalam Konteks Keperawatan Komunitas di Desa Tamanharjo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tahun 2006. (Dimuat dalam Jurnal Kesehatan Poltekes Yogyakarta tahun 2007) 1. Kajian Teori Dan Model Family-Center Nursing, Community As Partner, Dan Model Promosi Kesehatah Tannahills Pada Agregat Balita Sulit Makan 2. Proteksi dan Promosi Kesehatan melalui Perubahan Sosial dan Lingkungan 3. Pengertian, Penyebab, dan Bahaya Anak Sulit Makan. 4. Pendidik Kader Kesehatan Pada Agregat Anak Yang Mengalami Sulit Makan 5. Penerapan Asuhan Keperawatan Menggunakan Model Transkultural Di Pelayanan Keperawatan

2.

Judul penelitian yang pernah dilakukan

Judul makalah yang pernah ditulis

11

12

You might also like