You are on page 1of 3

Indonesia adalah Negara kepulauan dengan tingkat pluralitas yang tinggi.

Salah satu pluralitas yang ada di Indonesia adalah pluralitas dalam hal agama. Dalam kasus ini, Negara memberikan kebebasan kepada setiap warga Negara untuk memilih agamanya. Hal ini diatur dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 tentang kebebasan setiap orang dalam memilih keyakinan dan menjalankan keyakinannya tersebut. Selain diatur dalam Undangundang Dasar 1945, kebebasan bagi setiap orang dalam memilih agama, diatur juga dalam UDHR (Universal Declarations of Human Rights) pasal 18 serta dalam ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) pasal 18. Adanya pluralitas dalam hal agama membuat terjadinya beberapa konflik antar komunitas agama, yang ditunjukkan dengan pengrusakan rumah ibadah. Berdasarkan fakta yang pada tahun 2010, terdapat 39 kasus yang berkaitan dengan pengrusakan atau penghancuran rumah ibadah. Dari 39 kasus yang terjadi, 24 diantaranya karena rumah ibadah tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan, 4 kasus lainnya adalah penghancuran terhadap rumah ibadah yang telah memiliki sur gereja at izin mendirikan bangunan. Sementara 11 kasus lainnya, belum teridentifikasi. Pengrusakan rumah ibadah ini dilakukan oleh massa. Dari 39 kasus yang terjadi, hal itu bisa disebabkan oleh beberapa factor. Factorfaktor tersebut, antara lain: A. Isu Kristenisasi. Berdasarkan hasil observasi dari ICG (International Crisis Group), kehadiran gereja sebagai symbol Kristiani merupakan factor penyebab penghancuran rumah ibadah. Kehadiran gereja ditengah masyarakat yang mayoritas warganya adalah Islam, membuat warga merasa bahwa kehadiran gereja disekitar mereka adalah untuk membuat warga sekitar menjadi nasrani. Kesalahpahaman ini bisa membuat masyarakat akan susah untuk bertoleransi dengan sesamanya yang beragama lain. B. Penduduk Tidak Merasakan Manfaat Dari Kehadiran Gereja. Penolakan hadirnya gereja, lebih cenderung disebabkan oleh factor ekonomi daripada sifat ideology. Masyarakat mengharapkan bisa mendapatkan keuntungan

atau uang dengan hadirnya gereja atau rumah ibdah disekitar mereka. Karena tidak adanya keuntungan yang didapat masyarakat sekitar, maka masyarakat membakar rumah ibadah tersebut. Masyarakat juga tidak mau jika pendatang yang beribadah di gereja itu lebih menguasai perekonomian. C. Keterlibatan Organisasi Agama yang Radikal. Organisasi agama adalah salah satu penyebab terjadinya polemik pengrusakan rumah ibadah. Adanya kebencian salah satu organisasi agama terhadap organisasi agama lain membuat polemik pengrusakan rumah ibdah makin rumit. Factor-faktor diatas adalah factor yang dilihat dari sudut pandang masyarakat. Selanjutnya adalah factor yang berhubungan dengan pemerintah. A. Birokrasi Tidak Mendukung. Factor ini menyebabkan sulitnya pembangunan rumah ibadah kerena birokrasi yang dipersulit, terutama dalam

mendapatkan perijinan. B. Ketidakmampuan Pemerintah dalam Melaksanakan Kebijakannya. Dalam melaksanakan kebijakannya, pemerintah terkadang tidak konsisten dengan aturan yang ada. Contohnya, dalam mendapatkan perijinan mendirikan bangunan, pemerintah masih tebang pilih kepada siapa ijin akan diberikan C. Peran Polisi sebagai Birokrasi. Masalah dari rumah ibadah ini semakin panjang jika polisi sebagai birokrasi tidak melakukan tugasnya dengan baik. D. Tingkat Toleransi dalam Masyarakat Rendah. Tingkat toleransi beragama dalam masyarakat, sangat berpengaruh terhadap masalah diatas.

Masyarakat yang tidak bisa bisa menghargai perbedaan dalam beragama membuat tingkat konflik antar agama makin runcing. Factor-faktor diatas adalah penyebab terjadinya pembakaran dan pengrusakan rumah ibadah. Disatu sisi, tindakan seperti itu memang bisa dilakukan jika pembangunan rumah ibadah tidak memiliki izin dan dasar hukum yang jelas. Namun disisi lain, pengrusakan terhadap rumah ibadah yang memiliki izin, melanggar hak asasi manusia dalam beragama, seperti yang tertuang dalam Pasal 28 dan 29 UUD 1945, Pasal 18 UDHR,

dan Pasal 18 dalam ICCPR yang mengatur tentang kebebasan beragama dan melaksanakan ibadah ditempat ibadah untuk semua orang. Kenyataan yang terjadi, membuat masyarakat membutuhkan tindakan yang tegas dari pemerintah agar tidak terjadi kesenjangan social dalam masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi untuk mengatasi masalah diatas, antara lain Integrasi, Toleransi, dan Pluralisme dimasukkan dalam kurikulum pendidikan yang ada di Negara Indonesia sehingga generasi yang akan dating dapat diperbaharui pandangannya mengenai perbedaan yang ada di Indonesia sehingga generasi selanjutnya akan lebih menghargai perbedaan itu sendiri. Selanjutnya, organisasi agama seharusnya bisa membantu organisasi agama lain dalam menegakkan kebebasan beragama bagi setiap orang sehingga setiap orang dapat terpenuhi haknya dalam memiliki agama dan menjalankan ibadah.

You might also like