You are on page 1of 6

Abstrak Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput peritoneum parietale ataupun

viserale pada rongga abdomen. Peritonitis seringkali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung, usus halus ,colon, kandung empedu atau apendiks. Pada kasus ini, peritonitis terjadi karena perforasi usus halus . Untuk anestesi yang dilakukan adalah general anestesi. General anastesi adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen, yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = mati ingatan), analgetik (bebas nyeri = mati rasa), dan relaksasi otot rangka (mati gerak) Keyword: General Anestesi, Peritonitis,perforasi usus Kasus Pasien seorang laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan sakit pada seluruh perut sejak 1 HSMRS, sakit dirasakan terus menerus, panas dan seperti ditusuk-tusuk. Pasien memiliki riwayat kecelakaan 1 HSRMS dengan keterangan saksi mata kalau perut pasien terbentur stang motor. Perut terasa tegang dan bertambah nyeri jika sedang bernafas atau batuk. Pasien buang air besar terakhir 1 hari yang lalu, tidak mencret, buang angin terakhir 1 hari yang lalu, buang air kecil lancar tidak ada keluhan. Pasien juga mengeluh badan panas, perut kembung, dan tidak nafsu makan dan minum. Pasien tidak merasa mual dan ingin muntah. Pasien belum pernah berobat sebelumnya.Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan dengan kesadaran compos mentis. Pada pemeriksaan vital sign C. Padadidapatkan TD: 130/90 mmHg, N:124 x/menit R:26 x/menit S:36,9 pemeriksaan thorax: cor dan pulmo dalam batas normal, pada pemeriksaan regio abdomen didapatkan pada inspeksi: tampak distensi, gerakan pernafasan abdomen (-), darm countour (-), darm steifung (-), sikatriks (-), jejas tidak jelas karena terdapat banyak bekas kerokan di abdomen pasien. Palpasi: Defans muskular (+), nyeri tekan di seluruh lapang abdomen (+), nyeri ketok dinding abdomen (+), massa abdomen (-). Perkusi: Hipertimpani di seluruh lapang abdomen, meterorismus (+), pekak hati menghilang, pekak alih (-). Auskultasi: Bising usus (-), metalic sound (-), borbourigmi (-). Diagnosis Peritonitis ec Perforasi Usus Pro laparatomi Eksplorasi dengan general anestesi dengan status ASA II.Terapi Premedikasi : SA : 0,25 mg, Dormicum : 5 mg, Ketorolac 30 mg, Ondansetron 4 mg Induksi : Propofol : 80 mg, Ketamin : 100 mg iv, Scolin : 60 mg iv Maintenence : O2 : 3L / menit, N2O : 3L / menit, sevofluran 2 vol %, atracurium , Recovery room, Pindah bangsal rawat inap. Diskusi: Sebelum melakukan general anesthesia harus dipantau terlebih dahulu keadaan pasien. Keadaan pasien ini pre operasi : pasien mengalami program puasa selama 6 jam dimana keadaan pasien stabil, kooperatif. Vital sign dalam batas normal. Jenis anestesi yang digunakan anestesi umum, semi closed, respirasi kontrol dengan ET no.7. Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anastesi dengan tujuan melancarkan induksi, maintenance dan

bangun dari anastesi. Diantaranya : meredakan kecemasan, memperlancar induksi anastesi, mengurangi sekresi kelenjar ludah/bronkus, meminimalkan jumlah obat anastesi, mengurangi mual muntah pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi reflek yang membahayakan. Pasien ini mendapat premedikasi berupa SA 0,25 mg, dormicum 5 mg, ketorolac 30 mg, ondansetron 4 mg yang dimasukkan secara IV 5 menit sebelum induksi. Induksi anastesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga dimungkinkan untuk dimulainya anastesi dan pembedahan.Pada induksi digunakan propofol 80 mg IV (dosis 2-2,5 mg/kgBB) dan Ketamin 100 mgiv, setelah pasien masuk dalam stadium anestesi disusul dengan pemberian scolin 60 mg IV untuk memudahkan intubasi ET. Setelah itu pasien diberikan O2 murni 1 menit, setelah terjadi fasikulasi lalu relaksasi kemudian dilakukan intubasi melalui oral dengan ET no.7 balon pipa ET dikembangkan sampai tidak ada kebocoran pada waktu melakukan nafas buatan dengan balon nafas. Kemudian diyakinkan bahwa pipa ET ada dalam trachea dan tidak masuk ke dalam salah satu bronchus/esophagus dengan mendengarkan nafas melalui stetoskop. Suara nafas harus sama antara paru kanan dan paru kiri. Dinding dada bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan. Kemudian pipa gouedel dimasukkan mulut agar pipa ET tidak tergigit oleh pasien. Kemudian pipa Goedel dan pipa ET difiksasi agar tidak keluar dari mulut dan dihubungkan dengan mesin anestesi. Pada maintenance pasien ini untuk mempertahankan status anestesi digunakan sevofluran 2 vol %, O2 3 liter/menit dan H2O 3 l liter/menit. Pada menit ke 10 dan 25 setelah tindakan anestesi diberi atracurium berturut-turut 10mg dan 5mg IV untuk mempertahankan relaksasi otot. Selama tindakan anestesi berlangsung TD dan nadi sementara dikontrol/15 menit. TD sistolik berkisar antara 110-140 mmHg TD diastolik berkisar antara 55-70 mmHg. Infuse RL/ NaCL diberikan pada pasien sebagai rumatan. Keadaan post operasi pasien, operasi berlangsung selama 80 menit. Setelah penjahitan luka kurang dari 1-2 jahitan lagi, sevofluran dan N2O dimatikan dan hanya O2 saja yang diberikan (dinaikkan volumenya) maka dilakukan ekstubasi pada menit ke 5 kemudian rongga mulut dan trakhea dibersihkan dengan suction untuk menghilangkan lendir yang dapat menghalangi jalan nafas. Di recovery room, pasien dipindahkan dan diobservasi mengenai aktifitas motoriknya, pernafasan, dan kesadaran. Bila pasien tenang, Alderete skor 8, dan tanpa nilai 0 dapat dipindah ke bangsal. Pada kasus ini alderete skornya : 1.Kesadaran: 1 (respon nama, bila dipanggil) 2.Sirkulasi: 2 (TD dalam kisaran 20%)3.Saturasi 02: > 92% (pada udara ruangan)4.Pernafasan: reguler 5.Aktifitas motorik: 2 Jadi aldrette skor pada pasien ini adalah 9 sehingga layak untuk di pindah ke bangsal .Program post operasi pada pasien ini adalah diberi O2 3 liter/menit melalui kanul nasal, awasi vital sign/ 30 menit, bila sadar penuh, tidak mual, tidak pusing, bising usus (+) maka boleh dicoba minum sedikit-sedikit. Beri antimual ondansetron 10 mg/ IV pelan (bila mual) , beri analgetik ketorolac

30 mg/IV (bila nyeri) , bila ada gangguan tanda-tanda vital, mual, muntah, serta nyeri berlebih konsul ke dokter anestesi. Kesimpulan General anastesi adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen, yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = mati ingatan), analgetik (bebas nyeri = mati rasa), dan relaksasi otot rangka (mati gerak). Sebelumnya, harus dilakukan persiapan pra operasi yang meliputi kunjungan pra anastesi sehingga diketahui status fisik ASA pasien, lalu pemilihan untuk premedikasi, induksi dan maintenance yang sesuai dengan keadaan pasien. Referensi 1.Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, M.R (2007). Anestesia Umum, Petunjuk praktis anestesiologi edisi kedua (pp. 29-52). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., dkk. (2000). Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi ketiga (pp 240-252). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.3. Musdalifa, F. General Anestesia. Diakses 7 November 2010, dari

http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/.../Anesthesi%20general.pdf.4. Nasution, Akhyar. 2009. Anestesi pada Laparatomi. Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK USU. Diaskes dari http://www.fkusu.com 5. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Penulis : Giand Elmadahlia Tusara 20060310208 Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSU

GENERAL ANESTESI PADA GENERAL PERITONITIS ET CAUSA PERFORASI GASTER

Abstrak Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen. Peritonitis seringkali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung empedu atau apendiks. Pada kasus ini, peritonitis terjadi karena perforasi gaster. Untuk anestesi yang dilakukan adalah general anestesi. General anastesi adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen, yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = mati ingatan), analgetik (bebas nyeri = mati rasa), dan relaksasi otot rangka (mati gerak). Keyword: General Anestesi, Peritonitis Kasus

Pasien seorang laki-laki berusia 30 tahun datang dengan keluhan sakit pada seluruh perut sejak 2 HSMRS, sakit dirasakan terus menerus, panas dan seperti ditusuk-tusuk. Perut terasa tegang dan bertambah nyeri jika sedang bernafas atau batuk. Pasien buang air besar terakhir 1 hari yang lalu, tidak mencret, buang angin terakhir 1 hari yang lalu, buang air kecil lancar tidak ada keluhan. Pasien juga mengeluh badan panas, perut kembung, dan tidak nafsu makan dan minum. Pasien tidak merasa mual dan ingin muntah. Pasien belum pernah berobat sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan dengan kesadaran compos mentis. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan TD: 130/90 mmHg, N:90 x/menit R:26 x/menit S:36,9 C. Pada pemeriksaan thorax: cor dan pulmo dalam batas normal, pada pemeriksaan regio abdomen didapatkan pada inspeksi: tampak distensi, gerakan pernafasan abdomen (-), darm countour (-), darm steifung (-), sikatriks (-), jejas (-). Palpasi: Defans muskular (+), nyeri tekan di seluruh lapang abdomen (+), nyeri ketok dinding abdomen (+), massa abdomen (-). Perkusi: Hipertimpanitis di seluruh lapang abdomen, meterorismus (+), pekak hati menghilang, pekak alih (-). Auskultasi: Bising usus (-), metalic sound (-), borbougni (-).

Diagnosis General Peritonitis ec Perforasi Gaster Pro laparatomi Eksplorasi dengan general anestesi dengan status ASA II Terapi Premedikasi : SA : 0,25 mg, Dormicum : 5 mg, Ketrobat 30 mg, Cedantron 4 mg Induksi : Recofol : 80 mg, Ketamin : 100 mg iv, Scolin : 60 mg iv Maintenence : O2 : 3L / menit, N2O : 3L / menit, sevofluran 2 vol %, atracurium Recovery room Pindah bangsal rawat inap.

Diskusi: Sebelum melakukan general anesthesia harus dipantau terlebih dahulu keadaan pasien. Keadaan pasien ini pre operasi : pasien mengalami program puasa selama 6 jam dimana keadaan pasien stabil, kooperatif. Vital sign dalam batas normal. Jenis anestesi yang digunakan anestesi umum, semi closed, respirasi kontrol dengan ET no.7. Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anastesi dengan tujuan melancarkan induksi, maintenance dan bangun dari anastesi. Diantaranya : meredakan kecemasan, memperlancar induksi anastesi, mengurangi sekresi kelenjar ludah/bronkus, meminimalkan jumlah obat

anastesi, mengurangi mual muntah pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi reflek yang membahayakan. Pasien ini mendapat premedikasi berupa SA 0,25 mg, dormicum 5 mg, ketrobat 30 mg, cendatron 4 mg yang dimasukkan secara IV 5 menit sebelum induksi. Induksi anastesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga dimungkinkan untuk dimulainya anastesi dan pembedahan.Pada induksi digunakan recofol 80 mg IV (dosis 2-2,5 mg/kgBB) dan Ketamin 100 mgiv, setelah pasien masuk dalam stadium anestesi disusul dengan pemberian scolin 60 mg IV untuk memudahkan intubasi ET. Setelah itu pasien diberikan O2 murni 1 menit, setelah terjadi fasikulasi lalu relaksasi kemudian dilakukan intubasi melalui oral dengan ET no.7 balon pipa ET dikembangkan sampai tidak ada kebocoran pada waktu melakukan nafas buatan dengan balon nafas. Kemudian diyakinkan bahwa pipa ET ada dalam trachea dan tidak masuk ke dalam salah satu bronchus/esophagus dengan mendengarkan nafas melalui stetoskop. Suara nafas harus sama antara paru kanan dan paru kiri. Dinding dada bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan. Kemudian pipa gouedel dimasukkan mulut agar pipa ET tidak tergigit oleh pasien. Kemudian pipa Goedel dan pipa ET difiksasi agar tidak keluar dari mulut dan dihubungkan dengan mesin anestesi. Pada maintenance pasien ini untuk mempertahankan status anestesi digunakan sevofluran 2 vol %, O2 3 liter/menit dan H2O 3 l liter/menit. Pada menit ke 10 dan 25 setelah tindakan anestesi diberi atracurium bertutrut-turut 10mg dan 5mg IV untuk mempertahankan relaksasi otot. Selama tindakan anestesi berlangsung TD dan nadi sementara dikontrol/15 menit. TD sistolik berkisar antara 110-140 mmHg TD diastolik berkisar antara 55-70 mmHg. Infuse RL/ NaCL diberikan pada pasien sebagai rumatan. Keadaan post operasi pasien, operasi berlangsung selama 80 menit. Setelah penjahitan luka kurang dari 1-2 jahitan lagi, sevofluran dan N2O dimatikan dan hanya O2 saja yang diberikan (dinaikkan volumenya) maka dilakukan ekstubasi pada menit ke 5 kemudian rongga mulut dan trakhea dibersihkan dengan suction untuk menghilangkan lendir yang dapat menghalangi jalan nafas. Di recovery room, pasien dipindahkan dan diobservasi mengenai aktifitas motoriknya, pernafasan, dan kesadaran. Bila pasien tenang, Alderete skor 8, dan tanpa nilai 0 dapat dipindah ke bangsal. Pada kasus ini alderete skornya : 1. 2. 3. 4. 5. Kesadaran Sirkulasi Saturasi 02 Pernafasan Aktifitas motorik : 1 (respon nama, bila dipanggil) : 2 (TD dalam kisaran 20%) : > 92% (pada udara ruangan) : reguler :2

Jadi alderete skor pada pasien ini adalah 9 sehingga layak untuk di pindah ke bangsal

Program post operasi pada pasien ini adalah diberi O2 3 liter/menit melalui kanul nasal, awasi vital sign/ 30 menit, bila sadar penuh, tidak mual, tidak pusing, bising usus (+) maka boleh dicoba minum sedikit-sedikit. Beri antimual cendantron/metoklopramid 10 mg/ IV pelan (bila mual) , beri analgetik ketorolac 30 mg/IV (bila nyeri) , bila ada gangguan tanda-tanda vital, mual, muntah, serta nyeri berlebih konsul ke dokter anestesi. Kesimpulan General anastesi adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi. Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen, yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = mati ingatan), analgetik (bebas nyeri = mati rasa), dan relaksasi otot rangka (mati gerak). Sebelumnya, harus dilakukan persiapan pra operasi yang meliputi kunjungan pra anastesi sehingga diketahui status fisik ASA pasien, lalu pemilihan untuk premedikasi, induksi dan maintenance yang sesuai dengan keadaan pasien. Referensi 1. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, M.R (2007). Anestesia Umum, Petunjuk praktis anestesiologi edisi kedua (pp. 29-52). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., dkk. (2000). Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi ketiga (pp 240-252). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 3. Musdalifa, F. General Anestesia. Diakses 7 November 2010, dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/.../Anesthesi%20general.pdf 4. Nasution, Akhyar. 2009. Anestesi pada Laparatomi. Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK USU. Diaskes dari http://www.fkusu.com 5. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

You might also like