You are on page 1of 19

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.1 Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.1 Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tibatiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya.2

Adapun dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai gejala, penyebab, cara mendiagnosa, serta penatalaksanaan dari Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).

1.2. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari atau memahami mengenai gejala, penyebab, cara mendiagnosa serta penatalaksanaan dari Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan serangan pusing akibat perubahan posisi kepala.3 Pasien biasanya mengeluhkan vertigo, suatu sensasi dimana lingkungan berputar di sekitar mereka, ketika aktivitas sehari-hari seperti berbaring terbalik di tempat tidur, berputar di tempat tidur, menggapai suatu benda pada lemari yang tinggi. Pada sebagian kecil pasien mengeluhkan gejala yang tidak nyata seperti hilang keseimbangan atau nyeri kepala ringan.3 2.2. Epidemiologi Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.4 2.3. Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (Iabirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi dari pada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap
3

labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.5,6 Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.6 Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.5,6 Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang pelepasan neuro-transmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.6 Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.5

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.5 2.4. Etiologi Pada kebanyakan kasus (50-70%), penyebabnya tidak diketahui. Cedera kepala menyumbang sekitar 7-17% kasus. Riwayat adanya vestibular neuritis sebelumnya ( infeksi virus terhadap saraf keseimbangan) dapat dijumpai sekitar 15% pasien dengan BPPV.3 2.5. Patofisiologi Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain : Teori Cupulolithiasis Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.4

Teori Canalithiasis Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan delay (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan fatigability dari gejala pusing.4 2.6. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, tes vestibular, dan auditori. Anamnesis dan pemeriksaan fisik terkadang cukup untuk menegakkan diagnosis.7 2.6.1. Anamnesis Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah posisi pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau

jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan muntah.7 2.6.2. Pemeriksaan Fisik2 Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Kebanyakan kasus BPPV saat ini disebabkan oleh kanalitiasis bukan kupolitiasis. Perbedaan antara berbagai tipe BPPV dapat dinilai dengan mengobservasi timbulnya nistagmus secara teliti, dengan melakukan berbagai perasat provokasi menggunakan infrared video camera. Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovokasi timbulnya nistagmus yaitu : perasat Dix Hallpike, perasat side lying, dan perasat roll. Perasat Dix Hallpike merupakan perasat yang paling sering digunakan. Side lying test digunakan untuk menilai BPPV pada kanal posterior dan anterior. Perasat Roll untuk menilai vertigo yang melibatkan kanal horisontal. Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau side lying. Perasat Dix-Hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk Canalith Repositioning Treatment (CRT) . Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus

mengobservasi timbulnya respon nistagmus pada kacamata Frenzel yang dipakai oleh pasien dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan system video infra merah (VIM). Penggunaan VIM

memungkinkan penampakan secara simultan dari beberapa pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang.
7

Gambar 1. Kacamata Video Frenzel Perasat Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang kanalis semisirkularis (kss) anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat DixHallpike kiri pada bidang posterior kiri dan anterior kanan. Untuk melakukan perasat DixHallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-30 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama + 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini maka dapat langsung dilanjutkan dengan Canalith Repositioning Treatment (CRT) bila terdapat abnormalitas. Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT maka pasien secara perlahanlahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat DixHallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Perasat side lying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat side lying kanan yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri atau kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah dan perasat

side lying kiri yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah. Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja, kemudian dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala ditolehkan 45 ke kiri (menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kiri atau kanalis posterior kanan), tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk diakukan perasat Sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45 ke kanan (menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kanan/kanalis posterior kiri). Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.

Gambar 2. Perasat side lying kanan Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, + 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan.

1. Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kanan. 2. Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kiri. 3. Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kanan. 4. Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kiri. Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike atau side lying pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. Perlu diperhatikan, bila respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder dengan arah fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder terjadi oleh karena proses adaptasi sistem vertibuler sentral. Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah mengikuti pemeriksaan dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien mendapat serangan nistagmus dan vertigo kembali. Respon tersebut menyerupai respon yang pertama namun lebih lemah dan nistagmus fase cepat timbul dengan arah yang berlawanan. Hal tersebut disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula. Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian terhadap 77 pasien BPPV. Terdapat 49 pasien (64%) dengan kelainan pada kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada kanalis anterior, 18 pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat, serta didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis horizontal. Kadangkadang perasat Dix-Hallpike / side lying menimbulkan nistagmus horizontal. Nistagmus ini bisa terjadi karena nistagmus spontan, nistagmus posisi atau BPPV pada kanalis horizontal. Bila timbul nistagmus horizontal, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan roll test.
10

2.7. Diagnosis Banding Vestibular Neuritis Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejalagejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.5 Labirintitis Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.5 Penyakit Meniere Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran,

11

tinitus,

dan

serangan

vertigo.

Terutama

terjadi

pada

wanita

dewasa.

Patofisiologi : pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat. Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuensinya bertambah.8 2.8. Penatalaksanaan Tiga macam perasat dilakukan untuk menanggulangi BPPV yaitu Canalith Repositioning Treatment (CRT), perasat liberatory, dan latihan Brandt-Daroff. CRT sebaiknya segera dilakukan setelah hasil perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalitiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan dengan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat di mana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan. Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.2 Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalitiasis pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri

12

dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan, yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh ke kanan sebelum duduk.

Gambar 3. Canalith Repositioning Treatment (CRT) atau Epley maneuver Gejala-gejala remisi yang terjadi setelah CRT kemungkinan disebabkan oleh perasat itu sendiri, bukan oleh perasat pada saat pasien duduk tegak. Kadangkadang CRT dapat menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah ke kanal yang lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat kepala di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi. Pasien dianjurkan untuk melepas penopang leher dan melakukan gerakan horisontal kepalanya secara periodik. Bila dirasakan adanya gangguan leher, ekstensi kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan. Digunakan meja pemeriksaan yang bertujuan untuk menghindari keharusan posisi ekstensi dari leher. Pada akhirnya beberapa pasien mengalami vertigo berat dan merasa mual sampai muntah pada saat tes provokasi dan penatalaksanaan. Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama beberapa saat sebelum meninggalkan klinis.

13

Perasat liberatory juga dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat, apakah kanal anterior atau posterior. Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, perasat liberatory kanan perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45. Pasien yang duduk dengan kepala menghadap ke kiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit, pasien digerakan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 45 ke kiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali ke posisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama, namun kepala diputar menghadap ke kanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri harus dilakukan, (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi side lying kanan dengan kepala menghadap ke kanan). Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. Angka kesembuhan 70-84% setelah terapi tunggal perasat liberatory.

Gambar 4. Perasat liberatory Latihan Brandt dan Daroff dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan dari duduk ke samping yang

14

dapat mencetuskan vertigo (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu kembali ke posisi duduk dan tahan selama 30 detik, lalu dengan cepat berbaring ke sisi yang berlawanan (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu secara cepat duduk kembali. Pasien melakukan latihan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari sampai vertigo hilang paling sedikit 2 hari.

Gambar 5. Perasat Brand Daroff Angka remisi 98% remisi timbul akibat latihan-latihan akan melepaskan otokonia dari kupula dan keluar dari kanalis semirkularis, di mana mereka tidak akan menimbulkan gejala. Remisi juga timbul akibat adaptasi sistem vestibuler sentral. Lebih baik, kanalitiasis pada anterior dan posterior kanal diterapi dengan CRT. Bila terdapat kupulolitiasis, kita dapat menggunakan perasat liberatory. Latihan Brandt Daroff dilakukan bila masih terdapat gejala sisa ringan. Obatobatan dilakukan untuk menghilangkan gejala-gejala seperti mual, muntah. Terapi pembedahan, seperti pemotongan n. vestibularis, n. Singularis, dan penutupan kanal yang terlibat jarang dilakukan. Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan kanalitiasis pada BPPV kanalis horizontal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga yang terlibat berada di sebelah bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan secara perlahan kepala pasien digulirkan ke kiri sampai ke posisi hidung di atas dan posisi ini dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Kemudian

15

kepala digulirkan kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di sebelah atas. Pertahankan posisi ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan badan diputar bersamaan ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan selama 15 detik. Akhirnya, kepala dan badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana telinga yang sakit berada di sebelah bawah. Setelah 15 detik, pasien perlahanlahan duduk, dengan kepala agak menunduk 30. Penyangga leher dipasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis posterior dan kanalis anterior. Latihan Brandt-Daroff dapat dimodifikasi untuk menangani pasien dengan BPPV pada kanalis horizontal karena kupulolitiasis. Pasien-pasien tersebut diminta melakukan gerakan ke depan-belakang secara cepat pada bidang kanalis horizontal pada posisi supinasi. Perasat ini bertujuan untuk melepaskan otokonia dari kupula. Namun bukti menunjukan efektifitas perasat-perasat terapi untuk kanalis horizontal masih dipertanyakan. Perasat CRT, liberatory, dan Brandt Daroff merupakan latihan yang baik untuk pasien BPPV. CRT merupakan terapi standar di berbagai negara. CRT digunakan untuk terapi kanal posterior and anterior akibat kanalithiasis. Perasat Liberatory digunakan untuk kupolitiasis agar menggerakkan otokonia. Latihan Brandt Daroff digunakan untuk pasien dengan gejala yang menetap.

16

BAB 3 KESIMPULAN Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan serangan pusing akibat perubahan posisi kepala. Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin. Pada kebanyakan kasus (50-70%), penyebabnya tidak diketahui. Cedera kepala menyumbang sekitar 7-17% kasus. Riwayat adanya vestibular neuritis sebelumnya ( infeksi virus terhadap saraf keseimbangan) dapat dijumpai sekitar 15% pasien dengan BPPV. Patofisiologi BPPV terbagi atas dua teori yaitu teori kupulolithiasis dan teori kanalithiasis. Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah posisi pada suatu keadaan tertentu. Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovokasi timbulnya nistagmus yaitu : perasat Dix Hallpike, perasat side lying, dan perasat roll. Perasat Dix Hallpike merupakan perasat yang paling sering digunakan. Side lying test digunakan untuk menilai

17

BPPV pada kanal posterior dan anterior. Perasat Roll untuk menilai vertigo yang melibatkan kanal horisontal. Adapun diagnosis banding dari BPPV ialah vestibular neuritis, labirinitis, dan penyakit Meniere. Tiga macam perasat dilakukan untuk menanggulangi BPPV yaitu Canalith Repositioning Treatment (CRT), perasat liberatory, dan latihan Brandt-Daroff. CRT sebaiknya segera dilakukan setelah hasil perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Perasat CRT, liberatory, dan Brandt Daroff merupakan latihan yang baik untuk pasien BPPV. CRT merupakan terapi standar di berbagai negara. CRT digunakan untuk terapi kanal posterior and anterior akibat kanalithiasis. Perasat Liberatory digunakan untuk kupolitiasis agar menggerakkan otokonia. Latihan Brandt Daroff digunakan untuk pasien dengan gejala yang menetap.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 June 17th]. Diunduh dari : www.kalbe.co.id/...14VertigoAspekNeurologi.../144_14VertigoAspekNeurol ogi.pdf [ 21 Juni 2011] 2. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepa la & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9 3. Heidenreich, Katherine D., Carender, Wendy. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Department of Otolaryngology-Head & Neck Surgery Division of Otology-Neurotology Vertigo Management Program.2009. Diunduh dari : http://www.med.umich.edu/oto/pf/BPPV.pdf [ 20 Juni 2011] 4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 June 17th]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview [ 24 Juni 2011] 5. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. hal 39-45 6. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. hal 176-189 7. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at: http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/bppv.html [ 20 Juni 2011] 8. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 93-94

19

You might also like