You are on page 1of 5

ETIOLOGI 1. Diabetes Melitus tipe I Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.

Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. a. Faktor-faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor-faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Smeltzer Suzanne C, 2001). c. Virus dan bakteri Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM. d. Bahan toksik atau beracun Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong (Maulana Mirza, 2009). 2. Diabetes Melitus tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin (Smeltzer Suzanne C, 2001). Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah: a. Ras atau Etnis Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes. b. Obesitas Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin,

terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. c. Kurang Gerak Badan Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi. Selsel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%. d. Penyakit Lain Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan. e. Usia Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.

PATOFISIOLOGI 1. Diabetes Melitus tipe I Bentuk diabetes ini terjadi karena kekurangan insulin yang berat akibat destruksi autoimun selsel dalam pulau-pulau Langerhans pankreas (islet cells). Diabetes tipe I paling sering terjadi pada usia kanak-kanak, bermanifestasi pada usia pubertas, dan berjalan progresif mengikuti pertambahan usia. a. Mekanisme destruksi sel 1) Limfosit T bereaksi terhadap antigen sel dan menyebabkan kerusakan sel. Sel-sel T ini meliputi: a) Sel-sel T CD4+ dari subkelompok TH1 yang menyebabkan jejas jaringan dengan mengaktifkan sel-sel makrofag, sementara sel-sel makrofag menyebabkan kerusakan dalam bentuk respons hipersensitivitas tipe-lambat yang khas. b) Limfosit T sitotoksik CD8+ yang membunuh langsung sel dan juga menyekresi sitokin yang mengaktifkan makrofag. 2) Sitokin yang diproduksi secara lokal merusak sel-sel . Diantara sitokin yang terlibat dalam jejas sel adalah IFN-, dihasilkan oleh sel 7 dan TNF serta IL1 yang diproduksi oleh sel-sel makrofag yang diaktifkan selama reaksi imun. 3) Autoantibodi terhadap sel-sel pulau dan insulin juga terdeteksi dalam darah pada 70% hingga 80% pasien. Autoantibodi tersebut bersifat reaktif dengan sejumlah antigen sel , yang meliputi enzim Glutamic Acid Decarboxylase (GAD). b. Kerentangan genetik

Diabetes tipe I memiliki pola korelasi genetik yang kompleks dengan sedikitnya 20 lokus genetik yang berpotensi menimbulkan perubahan toleransi imun hospes yang akhirnya menyebabkan autoimunitas. c. Faktor lingkungan Beberapa virus turut terlibat sebagai pemicu potensial untuk terjadinya serangan autoimun; virus tersebut meliputi virus coxsackie, virus parotitis, virus campak, virus rubela. Salah satu postulat mengemukakan bahwa virus-virus tersebut memproduksi protein yang mirip antigen-sendiri dan respon imun terhadap protein virus bereaksi silang dengan jaringan sendiri (mimikri molekuler). 2. Diabetes Melitus tipe II Berbeda dengan tipe I, pada Diabetes Melitus tipe II tidak ada bukti yang menunjukkan dasar autoimun. Dua defek metabolik utama yang menandai diabetes tipe II adalah resistensi insulin dan disfungsi sel . a. Resistensi insulin Resistensi insulin merupakan keadaan berkurangnya kemampuan jaringan perifer untuk berespons terhadap hormon insulin. Sejumlah penelitian fungsional pada orang-orang dengan resistensi insulin memperlihatkan sejumlah kelainan kuantitatif dan kualitatif pada lintasan penyampaian sinyal insulin yang meliputi penurunan jumlah reseptor insulin, penurunan fosforilasi reseptor insulin serta aktivitas tirosin kinase, dan berkurangnya kadar zat-zat antara yang aktif dalam lintasan penyampaian sinyal insulin. Resistensi insulin diakui sebagai sebuah fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor genetik serta lingkungan. Diantara faktor-faktor lingkungan, obesitas memiliki korelasi yang paling kuat. Resiko terjadinya diabetes meningkat seiring indeks massa tubuh (ukuran untuk menentukan kandungan lemak tubuh) meningkat, dan keadaan ini menunjukkan korelasi dosis-respons antara lemak tubuh dan resistensi insulin. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi resistensi insulin pada obesitas meliputi kadar asam lemak bebas yang tinggi di dalam darah yang beredar dan intrasel. b. Disfungsi sel Disfungsi sel bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel bersifat kualitatif (hilangnya pola sekresi insulin normal yang berayun [osilasi] dan pulsatil serta pelemaan fase pertama sekresi insulin cepat yang dipicu oleh peningkatan glukosa plasma) maupun kuantitatif (berkurangnya massa sel , degenerasi pulau Langerhans, dan pengendapan amiloid dalam pulau Langerhans) (Mitchell Richard N, 2008).

PENATALAKSANAAN MEDIK Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskulr serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. (Smeltzer Suzanne C, 2002). Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:

1. Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan yaitu: a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral). b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai. c. Memenuhi kebutuhan energi. d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis. e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat. 2. Latihan Olahraga yang dipilih sebaiknya yang melibatkan otot-otot besar seperti kaki, tangan dan bahu dengan memperhatikan: 3. Pemantauan Berbagai metode tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa. Metode tersebut mencakup pengambilan setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasi darah tersebut pada strip yang sebelumnya dimasukkan ke dalam alat pengukur. Kemudian darah tersebut dibiarkan selama pelaksanaan tes. Alat pengukur akan memperlihatkan kadar glukosa darah dalam 1-2 menit. 4. Terapi a. Pemberian obat Macam-macam tablet oral untuk menurunkan glukosa darah biasa disebut Oral Anti Diabetes (OAD) atau Oral Hypoglycemic Agents (OHA). Setiap macam OAD mempunyai susunan kimia yang berbeda dan cara yang berlainan dalam menurunkan glukosa. b. Pemberian insulin 5. Pendidikan Pemberian informasi yang mencakup: a. Patofisiologi sederhana 1) Definisi diabetes (dengan kadar glukosa darah yang tinggi). 2) Batas-batas glukosa darah yang normal. 3) Efek terapi insulin dan latihan (penurunan kadar glukosa darah). 4) Efek makanan. b. Cara-cara terapi 1) Pemberian insulin. 2) Dasar-dasar diet (misalnya kelompok makanan dan jadual makan). 3) Pemantauan kadar glukosa darah, katon urine. c. Pengenalan, penanganan dan pencegahan komplikasi akut (Smeltzer Suzanne C, 2002).

SUMBER

Maulana Mirza, 2009, Mengenal Diabetes Melitus, Jogjakarta, Katahati. Mitchell Richard N, 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC. Soegondo Sidartawan, 2005, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

You might also like