You are on page 1of 23

JUDUL: MENGGAGAS MEKANISME CITIZEN CHARTER DI BIDANG KESEHATAN SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK PRIMA NON DISKRIMINATIF.

Oleh: Kristian Dwi Sancoko BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemudahan akses dan layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar hidup sekaligus hak setiap orang yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Amanat UUD 1945 khususnya Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa,Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.1 diaturnya pelayanan kesehatan sebagai bagian dari hak konstitusional merupakan wujud keberlanjutan dari tujuan nasional Negara Republik Indonesia bahwa tiada lain adalah demi tegak dan terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Bertitik pangkal pada uraian diatas secara tekstual kita memahami bahwa terdapat tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak konstitusional warga negara di bidang pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud diatas. Akan tetapi dalam kerangka kontekstual terjadi kesenjangan yang tajam dalam rangka penerapannya dilapangan. Secara riil potret buram problematika penanganan di sektor kesehatan dan pelayanannya akan nampak dari masih tingginya angka gizi buruk, busung lapar, minimnya akses kesehatan bagi masyarakat miskin, dan tingginya penderita malnutrisi.2 Berkaca pada realita tersebut Menurut Mahfud

1 2

Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Rahajeng Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun adanya gangguan terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta memiliki berbagai sebab yang saling berkaitan. Di Indonesia, angka kebutuhan energi untuk kelompok umur 0-6 bulan adalah 550 kkal/hari, kelompok umur 7-12 bulan 650 kkal/hari, kelompok umur 1-3 tahun 1000 kkal/hari, dan kelompok umur 4-6 tahun 1550 kkal/hari. Diakses dari http://www.google.com, diakses pada tanggal 2 November 2010.

MD3 menegaskan bahwa politik kesehatan itu harus antisipatif secara massif, bukan sekedar pada teknik medis. Seseorang untuk mengerti politik kesehatan tidak perlu menjadi orang yang ahli kesehatan. Hal ini penting untuk diketahui para petinggi-petinggi di negeri ini. Dalam hal ini Mahfud MD juga memberikan beberapa contoh-contoh ketidak adilan yang dialami oleh masyarakat di sekitar terutama masyarakat yang tergolong dalam ekonomi lemah yang selalu menjadi korban dari politik kesehatan yang tidak terstruktur dengan baik di Indonesia. Sebagai bukti kongkrit terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik disektor kesehatan maka akan dipaparkan gambar sebagaimana berikut ini: Gambar 1 Aksesibilitas Warga Miskin terhadap Pelayanan Publik di Daerah

Sumber: Governance Assessment Survey, PSKK-UGM, 2006

Disamping itu menurut hasil penelitian dari Governance Assessment Survey pada tahun 2006 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang pelayanan publik masih sangat buruk. Kecenderungan bahwa non-official charges atau berbagai bentuk pungutan di luar ketentuan sudah menjadi penyakit yang sulit diberantas di dalam sistem pelayanan publik di Indonesia. Adapun tabel pungutan ilegal dalam pelayanan publik sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:
3

Mahfud, MD, 2010, Mahfud MD Menjadi Keynote Speaker Peluncuran Buku Orang Miskin Boleh Sehat, Makalah diakses dari http://www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses pada tanggal 2 November 2010.

Gambar 2. Persepsi Publik di Daerah tentang Korupsi Birokratis dalam Pelayanan Publik

Berdasarkan tabel diatas, jika dilihat dari sisi pola penyelenggaraan, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:4 a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line), sampai dengan tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau diabaikan sama sekali. Bahkan tidak adaloket pengaduan atau unit pengaduan, apalagi petugas yang memberikan tindak lanjut tanggapan. b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau tidak sampai kepada masyarakat. Informasi yang seharusnya disampaikan petugas tersebut mengenai penjelasan terkait tata cara pendaftaran, berapa jumlah uang yang harus dibayarkan, tata cara konsultasi. c. Kurang aksesibel. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan. Realitas yang terjadi adalah biaya untuk membayar pelayanan publik jauh lebih kecil dibandingkan biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk menjangkau tempat pelayanan tersebut.
4

Local Governance Support Program Local Government Management Systems, 2009, Praktekpraktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat, Jakarta: Kerjasama USAID dan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Depdagri. hlm7-8

d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat jarang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan dalam memberikan pelayanan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait. e. Birokratis. Pelayanan pada umumnya dilakukan melalui proses panjang bertingkattingkatan,sehingga penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan denganpenyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu penanggung jawab pelayanan pada tingkat lebih tinggi juga sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. Walaupun ada kotak aduan atau kotak saran, feedback untuk memberikan tanggapan terkait saran atau aspirasi pengguna layanan publik sering tidak dilakukan, akibatnya pelayanan yang terjadi akan sama seperti semula yaitu terlalu birokratis dan menghabiskan waktu. Selain itu masih banyak petugas pemberi pelayanan publik yang kurang ramah. g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan seringkali tidak relevan dan tidak sebanding dengan waktu mendapatkan persyaratan dan pelayanan yang diberikan. Demikian halnya jam pelayanan yang diberikan hanya sebatas jamjam tertentu, padahal masyarakat yang aksesnya jauh dari tempat pelayanan membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai tempat tersebut. Berdasarkan uraian diatas dibutuhkan upaya strategis untuk meminimalisasi kelamahan yang ada. Keberadaan mekanisme Citizen charter dalam konteks pelayanan publik merupakan pilar strategis dalam mendorong terwujudnya keadilan konstitusional di bidang kesehatan yang berbasis pada pelayanan prima non diskriminatif. Mengingat pentingnya topik tersebut bagi keberlangsungan pelayanan publik prima di sektor kesehatan maka penulis menyusun karya ilmiah yang

mengangkat judul, Menggagas Penerapan Citizen Charter pada Institusi Pelayanan Kesehatan Sebagai Sarana Mendorong Terwujudnya Keadilan Konstitusional yang Berbasis pada Pelayanan Prima Non-Diskriminatif B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis mengidentifikasi dan merumuskan beberapa permasalahan antara lain: 1. Apa yang menjadi dasar urgensi gagasan penerapan Citizen charter pada institusi pelayanan kesehatan ? 2. Bagaimana model penerapan Citizen charter yang efektif pada institusi pelayanan kesehatan sebagai sarana mendorong terwujudnya keadilan konstitusional yang berbasis pada pelayanan prima non-diskriminatif ? C. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah: 1. Untuk mendiskripsikan, mengkaji dan menganalisis dasar urgensi gagasan penerapan Citizen charter pada institusi pelayanan kesehatan. 2. Untuk menawarkan gagasan kongkrit dan solutif mengenai model penerapan Citizen charter yang efektif pada institusi pelayanan kesehatan sebagai sarana mendorong terwujudnya keadilan konstitusional yang berbasis pada pelayanan prima non-diskriminatif. D. MANFAAT PENULISAN Adapun manfaat dari penulian karya ilmiah ini diharapkan mampu memberikan kontribusi gagasan yang terdiri dari aspek teoritik dan praktis antara lain: 1. Manfaat Teoritik Diharapkan penulisan ini dapat memberikan kontribusi pemikiran, untuk memperkaya khasanah keilmuan dilapangan Hukum Adminstrasi Negara, Hukum Tata Negara (Hukum Konstitusi), serta Ilmu Administrasi yang berkaitan mengenai penerapan mekanisme Citizen charter pada institusi pelayanan kesehatan. Bertambahnya khasanan keilmuan dengan sendirinya akan menghasilkan karya-karya yang berkualitas yang mampu

memberikan gagasan-gagasan yang kreatif, inovatif, kontributif, dan solutif. 2. Manfaat Praktis Manfaat secara praktis dalam penulisan karya ilmiah ini diharapkan mampu memberikan wacana kritis dan solutif kepada pemerintah baik di pusat maupun di daerah, institusi penyedia layanan kesehatan (Rumah sakit dan puskesmas), masyarakat, serta pegiat Hak Asasi Manusia dan Tata Kelola Pemerintahan. Sehingga kehadiran karya ilmiah ini mampu berperan sebagai pedoman penyusunan dan penerapan mekanisme Citizen Charter sbegai langkah strategis mendorong terwujudnya keadilan konstitusional yang berbasis pada pelayanan prima non-diskriminatif. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Komprehensif Mengenai Citizen charter 1. Sejarah dan Definisi Citizen Charter diperkenalkan pertama kali di Inggris pada jaman Perdana Menteri Margareth Thatcher.5 Pada awalnya merupakan sebuah dokumen yang di dalamnya disebutkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat baik dari dalam diri providers maupun bagi customers. Kemudian dalam perkembangannya, dalam dokumen tersebut disebutkan pula sanksi-sanksi terhadap pelanggaran apabila salah satu pihak tidak mampu menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam dokumen Citizen Charter tersebut. Kemudian seiring dengan konsep dan teori dalam Manajemen Strategis, dalam Citizen Charter disebutkan pula visi dan misi organisasi penyelenggara pelayanan dan juga visi dan misi pelayanan organisasi. Istilah Citizen Charter pada awalnya ditujukan untuk pengguna jasa atau clien saja (customers atau client), bukan untuk seluruh warga negara (citizen). Namun, istilah yang salah kaprah ini ditujukan tetap untuk seluruh masyarakat sebagai pengguna jasa. Citizen Charter sering juga disebut sebagai customers
5

Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Hlm 309

charter, clients charter atau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai Kontrak Pelayanan atau Piagam Pelayanan.6 Citizen Charter di negara maju kebanyakan diterapkan di negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris dan Irlandia. Citizen Charter juga menjadi bagian penting dari The Charter of Fundamental Rights di Uni Eropa. Hasil dari uji coba di beberapa daerah di Indonesia membuktikan bahwa sistem ini cukup efektif untuk mengubah paradigma pelayanan publik yang sekarang ini mengalami kebuntuan. Pada dasarnya Citizen Charter atau Kontrak Pelayanan merupakan pendekatan baru dalam pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan sebagai pusat perhatian atau unsur yang paling penting.7 B. Kajian Teoritik Mengenai Peran Negara dalam Pemenuhan HAM Dalam kenyataannya hampir seluruh negara di penjuru dunia telah memiliki konstitusi dalam wujudnya yaitu Undang-Undang Dasar. Keberadaan konstitusi hadir sebagai bentuk kehendak umum (volonte generale) maupun konsensus bernegara yang salah satunya bertujuan untuk menghindarkan dari praktek otoritariarianisme kekuasaan yang absolut. Secara sederhana konsensus antara negara dan warga negara dapat digambarkan sebagimana berikut ini: Gambar 3 Mekanisme terbentuknya Pemerintahan
KONSTITUSI

Agus Dwiyanto. Materi Kuliah Prinsip-prinsip Administrasi Publik. 17 Desember 2007. Yogyakarta: MAP UGM Hlm 5 7 Wahyudi Kumorotomo, Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola Kemitraan Strategis untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik. Diakses melalui http:// www.google.co.id tanggal 4 November 2010

Berdasarkan gambar diatas maka implikasi yuridis terhadap rakyat sebagai konstituen yang telah mengamanahkan terbentuknya pemerintahan dalam sebuah negara maka sudah menjadi konsekuensi logis bagi negara untuk melindungi dan menjamin hak-hak konstitusional warga negara dari tindakan kekerasan maupun diskriminasi. Konsistensi tanggung jawab negara dalam penegakan HAM dalam koridor pelaksanaan demokrasi merupakan salah satu agenda mendesak yang harus diwujudkan oleh pihak negara. Negara secara ideal seharusnya mampu menjaga inter-relasi harmoni dengan komponen-komponen masyarakat yang ada di dalamnya, terutama pada aras civil society. Salah satu bentuk inter-relasi yang diberikan oleh negara adalah pemberian pelayanan publik secara optimal kepada semua kalangan, tanpa ada satu pihak-pun yang terdiskriminasikan. Seperti prinsip-prinsip demokrasi yang sedang berjalan, dimana mengemukakan kesempatan dan peluang yang sama dan berkeadilan (equal) untuk semua pihak, HAM juga memberikan aksentuasi pada bentuk-bentuk partisipasi kewargaan yang tidak membeda-bedakan satu sama lain.8 Dalam konteks tanggung jawab negara maka eksitensi suatu negara merupakan bentuk pengorganisasian yang didalamnya terdapat komponen rakyat yang mendiami suatu wilayah. Sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini mengakui kedaulatan negara sekaligus sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka. Dalam bentuk modern, konsistensi negara senantiasa dikaitkan dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan negara dengan rakyat adalah pada bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan kepada ranah layanan publik, yakni pelayanan yang diberikan atau disediakan negara rakyatnya. Negara dalam salah satu fungsinya adalah menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung bagi masyarakatnya, termasuk layanan publik yang bisa diakses semua pihak tanpa adanya diskriminasi. Hal ini mendasarkan diri pada sekuensi pelaksanaan HAM yang dilegitimasi oleh pemerintah berupa
8

Verdiansyah, Chris, Politik Kota dan Hak Warga Kota, Kumpulan Opini Harian KOMPAS, Maret 2006, Jakarta : Kompas Gramedia Hlm 10

regulasi atau produk hukum berupa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ada beberapa macam Hak Asasi Manusia, antara lain: hak asasi pribadi (personal rights), hak asasi politik (political rights), hak asasi hukum (legal equity rights), hak asasi ekonomi (property rights), hak asasi peradilan (procedural rights),serta hak asasi sosial budaya (social culture rights). C. Kajian Komprehensif Mengenai Keadilan dan Keadilan Konstitusional 1. Ruang Lingkup Keadilan dan Keadilan Konstitusional Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani maupun sejarah perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.9 Kata keadilan dalam bahasa Inggris adalah justice yang berasal dari bahasa latin iustitia. Kata justice memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate).10 Sedangkan kata adil dalam bahasa Indonesia bahasa Arab al adl yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut. Secara kefilsafatan pemaknaan terhadap keadilan dalam konteks
9

Muchamad, Ali Safaat, 2008, Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, Dan John Rawls), diakses dari http://www.sakuntalla.wordpress.com, diakses pada tanggal 5 November 2010. 10 AbdurrahmanWahid,KonsepKonsepKeadilan,www.isnet.org/~djoko/Islam/Paramadina/00index, diakses pada tanggal 6 November 2010.

pemikiran dapat dijabarkan ke dalam beberapa perkembangan pemikiran para tokoh antara lain: (i) Keadilan dalam Perspektif Plato Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatankekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:11 1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia. 2. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingankepentingan anggotanya. (ii) Keadilan dalam Perpektif Aristoteles Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak. Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu. Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan

11

Karl R. Popper, 2002, Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya, (The Open Society and Its Enemy), diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan, Cetakan I, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 110.

masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil. Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-nilai. (iii) Keadilan dalam Perspektif John Rawls John Rawls lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama. John Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk: 1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak 2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial. John Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota masyarakat secara sederajat. Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah: 1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak; 2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah.

3. Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan. Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu: 1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas. 2. perbedaan 3. persamaan yang adil atas kesempatan. Prinsip-prinsip keadilan yang disampaikan oleh John Rawls pada umumnya sangat relevan bagi negara-negara dunia yang sedang berkembang, seperti Indonesia misalnya. Relevansi tersebut semakin kuat tatkala hampir sebagian besar populasi dunia yang menetap di Indonesia masih tergolong sebagai masyarakat kaum lemah yang hidup di bawah garis kemiskinan. Akan tetapi, apabila dicermati jauh sebelum terbitnya karya-karya Rawls mengenai keadilan sosial (social justice), Bangsa Indonesia sebenarnya telah menancapkan dasar kehidupan berbangsa dan bernegaranya atas dasar keadilan sosial. Dua kali istilah keadilan sosial disebutkan di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, keadilan sosial telah diletakkan menjadi salah satu landasan dasar dari tujuan dan cita negara (staatsidee) sekaligus sebagai dasar filosofis bernegara (filosofische grondslag) yang termaktub pada sila kelima dari Pancasila. Artinya, memang sejak awal the founding parents mendirikan Indonesia atas pijakan untuk mewujudkan keadilan sosial baik untuk warga negaranya sendiri maupun masyarakat dunia.12 Dalam konsepsi Rawls, keadilan sosial tersebut dapat ditegakkan melalui koreksi terhadap pencapaian keadilan dengan cara memperbaiki struktur dasar dari institusi-institusi sosial yang utama, seperti misalnya pengadilan, pasar, dan konstitusi negara. Apabila kita sejajarkan antara prinsip keadilan Rawls dan konstitusi, maka dua prinsip keadilan yang menjadi premis utama dari teori Rawls juga tertera dalam konstitusi Indonesia, terlebih lagi setelah adanya perubahan UUD 1945 melalui empat tahapan dari 1999 sampai dengan 2002. Prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle) tercermin dari adanya ketentuan
12

Pan, Mohammad Faiz, 2009, Teori Keadilan John Rawls Dan Relevansi Konstitusi Indonesia, diakses dari http://www.jurnalhukum.blogspot.com, diakses pada tanggal 10 November 2010

mengenai hak dan kebebasan warga negara (constitutional rights and freedoms of citizens) yang dimuat di dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya yaitu Pasal 28E UUD 1945 mengenai kebebasan memeluk agama ( freedom of religion), kebebasan menyatakan pikiran sesuai hati nurani (freedom of conscience), serta kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat (freedom of assembly and speech). D. Kajian Komprehensif Mengenai Pelayanan Publik Kecenderungan dunia dalam penyelenggaraan negara dan pelayanan publiknya, dewasa ini sudah mengalami pergeseran paradigma bernegara yang digunakan yaitu dari state oriented menuju civilize oriented. Hal ini sejalan dengan derasnya tuntutan akan peran serta masyarakat dalam era gelombang demokrasi partisipatif menuju terciptanya kehidupan bermasyarakat yang lebih demokratis, transparan, akuntabel, damai, dan sejahtera. Adalah wajar, kalau semua pemerintahan di dunia sekarang ini berada dalam tekanan untuk dapat bekerja lebih baik: efektif, efisien, ekonomis (to maximize results and minimize costs). Upaya-upaya yang dilakukan seperti reinventing, reengineering, horizontal administration, responsive government dan lain sebagainya semuanya telah dilakukan agar pemerintahan dapat dijalankan secara lebih efektif dan efisien. Tantangan ini telah merubah peran pemerintah dari sekedar memberikan pelayanan seadanya secara rutin menjadi melayani semua kebutuhan pelayanan masyarakat dengan mutu yang tinggi (high quality services). Konsekuensinya, semua pemerintahan di dunia bersaing untuk menggagas inisiatif baru tentang upaya meningkatkan standar kinerja pelayanannya agar dapat memenuhi dan kalau bisa melebihi keinginan dan harapan masyarakat. 13 Tugas pelayanan publik adalah tugas memberikan pelayanan kepada umum tanpa membeda-bedakan dan diberikan secara cuma-cuma atau denagan biaya sedemikian rupa sehingga kelompok paling tidak mampu-pun mampu menjangkaunya. Tugas ini diemban

13

Irfan, Islamy, 2005, Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Pelayanan Publik di Jawa Timur , Makalah Tidak dipublikasikan.

oleh negara yang dilaksanakan melalui salah satu lengannya, yaitu lembaga eksekutif (pemerintah sebagai pelaksana).14 Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan bahwa Pelayanan publik adalah, Kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.15 Menurut Kantor Kementerian PAN, pelayanan publik adalah Segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparat pemerintah dalam bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Komisi Hukum Nasional dalam kajiannya merilis, Pelayanan Publik adalah Suatu kewajiban yang diberikan oleh Konstitusi atau Undang-undang kepada Pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara atau penduduk atas suatu pelayanan (publik). Adapun indikator kualitas pelayanan menurut konsumen ada 5 dimensi berikut (Amy Y.S. Rahayu, 1997):16 a. Tangibles: kualitas pelayanan berupa sarana fisik kantor, komputerisasi Administrasi, Ruang Tunggu, tempat informasi dan sebagainya. b. c. Realibility: kemampuan dan keandalan dalam menyediakan pelayanan yang terpercaya. Responsivness: kesanggupan untuk membantui dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan konsumen. d. Assurance: kemampuan dan keramahan dan sopan santun dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.

14

Jazim, Hamidi, 2007, Paradigama Baru Kebijakan Pelayanan Publik yang Pro Civil Society dan Berbasis Hukum, Makalah Tidak di Publikasikan 15 Pasal 1 angka (1) UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik 16 Amy Y.S. Rahayu, lihat dalam Ibnu Tricahyo, 2005, Urgensinya Pengaturan tentang Pelayanan Publik, Makalah tidak dipublikasikan.

e.

Emphaty: sikap tegas tetapi ramah dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Berpangkal dari uraian diatas maka dalam konteks globalisasi peran

pelayanan publik perpustakaan menjadi sangat penting dan erat dengan aspek keterbekuaan informasi publik. Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Maka dari itu berpangkal dari ketentuan pasal 28 huruf F tersebut telah mengilhami diundangkannya produk hukum di ranah publik yaitu UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam ketentuan umum pasal 1 angka 1 dan angka 2 dijelaskan bahwa: Pertama informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan baik data, fakta, maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi baik secara elektronik maupun non elektronik. Kedua informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dapat dilihat dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai cakupan dari hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Jaminan yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).17 Hak atas informasi juga menjadi materi materi amandemen pertama konstitusi Amerika Serikat.18 Dengan demikian terdapat korelasi strategis antara perwujudan pelayanan publik prima oleh institusi penyedia jasa kesehatan yang ideal dengan aspek pelayanan publik dan keterbukaan informasi sebagai sarana
17 18

Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A (III) 10 Desember 1948 The Journal of College and University Law, Focus on Secrecy And University Research , The National Association of College And University Attoneys And The Notre Dame Law School, Volume 19, Number 3, 1993.

untuk membangun institusi publik yang pro terhadap pencerdasan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

BAB III METODE PENULISAN A. Jenis Penulisan Penulisan karya ilmiah ini merupakan karya akademik yang bersifat kualitatif, yang didasarkan pada data (bahan hukum dan informasi). Penulisan karya ilmiah ini lebih mengacu pada data yang bukan dalam bentuk angka (kuantitatif). Sedangkan karakteristik dari penulisan karya ilmiah ini sendiri ialah studi literatur dan kepustakaan dengan analisis terhadap hipotesis yang diperoleh. Dilihat dari sifat tujuan penulisan, maka karya ilmiah ini termasuk dalam penulisan yang bersifat deskriptif, dimana menurut Rianto Adi, penelitian ataupun penulisan yang bersifat deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat dan detail terhadap fakta-fakta ataupun karakteristik, serta menentukan frekuensi dari sesuatu hal yang terjadi.19 B. Metode Penulisan Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode Yuridis Normatif yaitu mengkaji secara komprehensif aspek hukum ketentuan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan publik sebagai legal instrument dalam merumuskan kebijakan publik di sektor penerapan Citizen charter pada institusi penyedia layanan kesehatan. Adapun metode pendekatan yang digunakan antara lain: Pertama metode pendekatan perundang-undangan atau dikenal dengan istilah statuta approach. Kedua, metode pendekatan konsep (Conceptual approach) yaitu penulisa hendak menawarkan konsep dalam merumuskan kebijakan penerapan Citizen charter pada institusi penyedia layanan kesehatan.
19

Adi, Rianto. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, hlm 25

C. Bahan Hukum Adapun bahan hukum dalam penulisan karya ilmiah ini dibagi ke dalam tiga ketegori antara lain: 1. Bahan Hukum Primer: a. UUD Negera Republik Indonesia Tahun 1945; b. UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; c. UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; d. UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; e. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan f. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 2. Bahan Hukum Sekunder: Adapun bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku yang terkait dengan topik penulisan, hasil-hasil penelitian yang relevan dengan topik penulisan, makalah, jurnal, Surat Kabar, pendapat dari dosen pembimbing yang ahli dibidang hukum dan kebijakan pelayanan publik. 3. Bahan Hukum Tersier Adapun bahan hukum tersier terdiri dari ensiklopedia hukum, kamus bahasa Indonesia dan kamus bahasa Inggris. D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum dan Informasi adapun teknik memperoleh bahan hukum melalui studi kepustakaan pada Perpustakaan Daerah Kota Malang, Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya, Studi dokumentasi dan informasi hukum, penelusuran melalui internet, dan konsultasi dengan dosen pembimbing yang ahli dibidang hukum dan kebijakan pelayanan publik E. Teknik Analisis Bahan Hukum Penulisan karya ilmiah akademik ini diawali dengan pengumpulan data, bahan hukum dan infromasi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. Kemudian data, bahan hukum dan informasi yang telah terkumpul tersebut pada akhirnya akan dianalisis untuk kemudian dipakai dalam pemecahan terhadap masalah yang akan dibahas dalam penulisan.

Analisis yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah deskriptif-analitis. Dalam penulisan karya ilmiah ini, yang dilakukan penulis ialah pertama mendikripsikan, mengidentifikasi dan menganalisis tentang adanya suatu pengaruh yang ditimbulkan dari pelayanan publik buruk yang berimplikasi pada minimnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan . Kemudian yang kedua menganalisis urgensi mekanisme Citizen charter bagi terwujudnya pelayanan prima yang berbasis keadilan konstitusional non-diskriminatif. dan yang ketiga adalah menawarkan gagasan kongkrit dan solutif mengenai model penerapan Citizen charter yang efektif pada institusi pelayanan kesehatan sebagai sarana mendorong terwujudnya keadilan konstitusional yang berbasis pada pelayanan prima non-diskriminatif. F. Desain Penulisan
Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Tersier

PARADIGMA REFORMASI BIROKRASI

Diskusi, Bimbingan

Inventasasi Masalah

Menggunakan Metode Yuridis Normatif diolah dengan diskriptif dan analisis isi (Content Analysis)

Kajian Kepustakaan di Bidang Citizen charter, Tanggung Jawab Negara dalam Pemenuhan HAM dan Ruang lingkup pelayanan publik

Kontribusi Penulisan

Kontribusi teoritik dan Kontribusi secara aplikatif

PENERAPAN MEKANISME CITIZEN CHARTER PADA INSTITUSI PENYEDIA LAYANAN KESEHATAN

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, 2005 Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Konstitusi Press. Hamidi, Jazim, 2007, Paradigama Baru Kebijakan Pelayanan Publik yang Pro Civil Society dan Berbasis Hukum, Makalah Tidak di Publikasikan. Islamy, Irfan, 2005, Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Pelayanan Publik di Jawa Timur, Makalah Tidak dipublikasikan. Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan), Naskah Akademis & RUU Pelayanan Publik, diakses dari http://www.menpan.go.id, diakses pada tanggal 12 Januari 2011. Kumorotomo, Wahyudi, Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola Kemitraan Strategis untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik. Diakses melalui http:// www.google.co.id tanggal 4 November 2010. Local Governance Support Program Local Government Management Systems, 2009, Praktek-praktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat, Jakarta: Kerjasama USAID dan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Depdagri. Mahfud, MD, 2010, Mahfud MD Menjadi keynote speaker Peluncuran Buku Orang Miskin Boleh Sehat, Makalah diakses dari http://www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses pada tanggal 2 November 2010. Rahajeng, Malnutrisi, Diakses dari http://www.google.com, diakses pada tanggal 2 November 2010. Tricahyo, Ibnu 2005, Urgensi Pengaturan tentang Pelayanan Publik, Makalah tidak dipublikasikan. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

RANCANGAN PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

Biaya Pokok 1 2 3 4 5 Biaya Penggandaan Proposal Biaya Penggandaan Surat/menyurat Biaya rental internet Biaya Ngeprint Biaya Pengadaan Literatur Rp 100.000,Rp 20.000,Rp 100.000,Rp 100.000,Rp 250.000,-+ Rp 570.000,Biaya Penunjang Penelitian 1 2 3 4 Biaya konsumsi ( 2orgxRp 10.000x16x2 kali makan) Biaya Transportasi (Per liter Rp 5.000)x 16 hr Biaya Komunikasi (Pulsa Simp Rp 20.000x2org)x5 Biaya Operasional Penulis (Rp 255.000x2 Orang) Total Biaya yang dikeluarkan Rp 200.000,Rp 510.000,-+ Rp1.430.000,Rp 2.000.000,Rp 80.000,Rp 640.000,-

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Kegiatan
Pengajuan Proposal Penelitian Persiapan Penelitian Instrumen Data Primer Instrumen Data Sekunder Penggalian Data Primer Penggalian Data Sekunder Analisis Data Konsep Laporan Akhir Laporan Akhir

Oktober November Desember


DAFTAR RIWAYAT HIDUP NAMA TTL NIM Alamat Jawa Timur No. Telp. Fakultas/Universitas Jurusan/Angkatan Karya Tulis : Arie Ryan Lumban Tobing : Surabaya, 11 Maret 1991 : 0810110011 : Jl. M. T. Haryono Gg. Brawijaya VI No. 103, Malang : 085731777870 : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang : Ilmu Hukum / Angkatan 2008 : Penelitian tentang Revitalisasi Peran Pemerintah Kabupaten Malang dalam Mendorong Regulasi Tata Kelola Pupuk Organik bekerja sama dengan UNDPUniversitas Brawijaya. Penulisan Karya Ilmiah dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahkamah Konstitusi yang berjudul Gagasan Mekanisme Constitusional Complaint Sebagai Sarana Mewujudkan Keadilan Konstitusional dan Supremasi Konstitusi di Indonesia. : 1. Juara II Lomba Karya Tulis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2011

Prestasi

NAMA TTL NIM Alamat No. Telp Fakultas/Universitas Jurusan/Angkatan Karya Tulis Prestasi NAMA TTL NIM Alamat No. Telp Fakultas/Universitas Jurusan/Angkatan NAMA TTL NIM Alamat No. Telp Fakultas/Universitas Jurusan/Angkatan

: Farid Ramdhani : : 091011 : : : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang : Ilmu Hukum / Angkatan 2009 :: 1. : Indra : : 11501010 : : : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang : Ilmu Hukum / Angkatan 2011 : Bayu Dwi Nur Septian : : 115010107121014 : : : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang : Ilmu Hukum (Kelas Bahasa Inggris) / Angkatan 2011

You might also like