You are on page 1of 113

GARIS BESAR AJARAN ISLAM

INILAH ISLAM
UNTUK PEMULA

Oleh ASEP SYAMSUL M. ROMLI [www.romeltea.com] Published on October 1st , 2011

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

INILAH ISLAM
SEKAPURSIRIH
Bismillah...

Hadits Nabi Muhammad Saw Sampaikanlah dariku walau satu ayat adalah motivasi utama publikasi e-book ini. Materi buku ini disusun ketika penulis dipercaya memberikan kuliah Dasar-Dasar Agama Islam di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung sebagai dosen pengganti karena dosen tetapnya berhalangan. Saya bukan ulama atau ustadz, tapi insya Allah seorang Muslim yang terus berusaha mempelajar dan mendalami Islam. Buku ini dimaksudkan sebagai sekadar berbagi (share) pengetahuan tentang Islam, sekaligus insya Allahsebagai pengamalan hadits Nabi Saw tadi dan sebagai pelaksanaan kewajiban dakwah. Amin! Wasalam.

PENULIS

ASEP SYAMSUL M. ROMLI

www.romeltea.com

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

DAFTAR ISI
1. NAMA ISLAM____4 2. ARTI ISLAM : ETIMOLOGIS & TERMINOLOGIS____6 3. KARAKTER ISLAM____8 4. KARAKTERIS UMAT ISLAM ____22 5. KANDUNGAN AJARAN ISLAM ____29

6. SUMBER AJARAN ISLAM ______34 7. SALAH PAHAM TERHADAP ISLAM ____45 8. IMAN: SISTEM KEYAKINAN ____48 9. SYARIAT ISLAM (1) : SISTEM RITUAL____60 10. SYARIAT ISLAM (2) : SISTEM KELUARGA____72

11. SYARIAT ISLAM (3) : SISTEM SOSIAL____75 12. SYARIAT ISLAM (4) : SISTEM EKONOMI_____79 13. SYARIAT ISLAM (5) : SISTEM POLITIK____ 85 14. SYARIAT ISLAM (6) : JINAYAT & HUDUD _____95 15. MORALITAS ISLAM: AKHLAK_____100

DAFTAR PUSTAKA ____112

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

1 . NAMA ISLAM

Nama Islam bagi agama ini diberikan oleh Allah SWT sendiri. Dia juga menyatakan hanya Islam agama yang diridhai-Nya dan siapa yang memeluk agama selain Islam kehidupannya akan merugi di akhirat nanti. Islam juga dinyatakan telah sempurna sebagai ajaran-Nya yang merupakan rahmat dan karunia-Nya bagi umat manusia, sehingga mereka tidak memerlukan lagi ajaranajaran selain Islam. "Sesungguhnya dien (agama) yang diridhai Allah hanyalah Islam." (Q.S. 3:19) "Dan siapa saja yang memeluk agama selain Islam, tidak akan diterima (oleh Allah) dan dia termasuk orang-orang yang merugi di akhirat nanti." (Q.S. 3:85) "Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu (Islam) dan Aku telah melimpahkan nikmat-Ku padamu, dan Aku ridha Islam sebagai agamamu." (Q.S. 5:3). Menurut Al-Quran, semua agama yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul sebelum Muhammad pun pada hakikatnya adalah agama Islam dan pemeluknya disebut Muslim (Q.S. 2:136, 10:72 dan 84, 12:101, 3:52, 4:163-165). Bahkan, Hawariyun, yakni sebutan bagi pengikut Nabi Isa a.s., menyebut diri mereka Muslim (Q.S. 3:52). Inilah salah satu kekhasan agama Islam. Nama Islam tidak diasosiasikan pada pribadi seseorang, nama ras, suku, ataupun wilayah. Sebagaimana dikemukakan Abul Ala Al-Maududi1, Islam sama sekali tidak seperti nama agamaagama lain yang dikaitkan dengan nama sesuatu atau seseorang. ...Christianity takes its appelation from the name of its prophet Yesus Christ; Budhism from its founder Gautama Budha; Zoroastrianisme from its founder Zoroaster; and Judaism, the reigion of Jews, from the name of tribe Judah (of the Country of Judea) where in it took its birth. But no so with Islam... Zoroaster adalah agama di Parsi. Nama itu disandarkan pada nama pendirinya, Zoroaster yang meninggal tahun 583 SM.
1

Abul Ala Al-Maududi, Toward Understanding Islam, Pakitan 1966, sebagaimana dikutip Endang Saifudin Anshari dalam Kuliah Al-Islam (Pustaka Bandung, 1978) hlm. 40-41.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

Agama Budha (Budhism) berasal dari nama Sidharta Budha Gautama, lahir tahun 560 SM di India. Budha adalah gelar bagi Sidharta yang dianggap memperoleh penerangan agung. Yahudi (Judaism), yang dianut orang-orang Yahudi, berasal dari nama negara Juda (Judea) atau Yahuda. Agama Hindu (Hinduism) adalah kumpulan macam-macam agama dan tanggapan tentang dunia dari orang-orang India. Agama Tao (Taoism) pada mulanya adalah suatu ajaran filsafat, sebagai aspek manifestasi perasaan, spontanitas, dan khayalan orang-orang Cina yang berkembang menjadi agama dalam Dinasti Han (206 SM-220 M). Kristen diambil dari nama Tuhan yang dipujanya, Jesus Christ. Pengikut Kristus disebut pula orang-orang Kristen. Dalam Al-Quran ada istilah Nasrani atau Nashoro, disandarkan pada asal daerah Jesus, yakni Nazareth (Jesus of Nazareth)2.

Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Maarif Bandung, 1989, hlm. 55.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

2. ARTI ISLAM : ETIMOLOGIS & TERMINOLOGIS


A. Arti Etimologis Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata Islam berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT, Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati (Q.S. 2:112). Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya3. Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati4. Menurutnya, kata Islam berasal dari akar kata Arab, SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti kedamaian, kesucian, penyerahan diri, dan ketundukkan. Dalam pengertian religius, menurut Abdalati, Islam berarti "penyerahan diri kepada kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya" (Submission to the Will of God and obedience to His Law). Hubungan antara pengertian asli dan pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi. Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata Islam setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama lain. 1. Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya. 2. Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat.

3 4

Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Maarif Bandung, 1989, hlm. 56-57. Hammudah Abdalati, Islam in Focus, American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975, hlm. 7.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

3. Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau amar maruf nahyi munkar). 4. Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.

B. Arti Terminologis Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha merumuskan definisi Islam secara terminologis. KH Endang Saifuddin Anshari5 mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan bahwa agama Islam adalah: Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada. Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lainnya. Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak. Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.

Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

3. KARAKTERISTIK ISLAM

1. Universal Islam adalah agama universal, meliputi universalitas sasaran dan universalitas ajaran atau konsep. A. Universalitas Sasaran Islam berlaku bagi seluruh manusia di semua tempat dan segala zaman. Berbeda dengan para Nabi dan Rasul sebelumnya yang diutus membawa ajaran Allah SWT untuk kaum/bangsa dan masa tertentu --misalnya Nabi Shaleh untuk Kaum Tsamud (Q.S. 27:45) dan Nabi Isa untuk Bani Israil (Q.S. 61:6)-- Nabi Muhammad Saw diutus bukan untuk kaum tertentu, melainkan untuk seluruh umat manusia dan berlaku sepanjang masa. "Katakankah (Muhammad): Hai sekalian manusia, sesungguhnya aku (Muhammad) adalah utusan Allah untuk kalian semua..." (Q.S. 7:158) "Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. (Q.S. 21:107) "Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi Rasul bagi seluruh manusia, membawa kabar gembira dan memberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. 34:28) B. Universalitas Ajaran. Karena diperuntukkan bagi semua umat manusia di semua tempat dan di segala zaman (universalitas sasaran), maka ajaran Islam meliputi semua aspek kehidupan umat manusia dan mengandung ajaran-ajaran dasar yang berlaku untuk semua tempat dan semua zaman. Dengan kata lain, ajaran Islam sifatnya menyeluruh (syumuliyah) untuk kesejahteraan hidup seluruh umat manusia. Umat Islam wajib mematuhi seluruh ajaran Islam tersebut, sebagai konsekuensi keimanan dan keislamannya. "Kami turunkan kepadamu Kitab (al-Quran) sebagai penjelas bagi segala sesuatu" (Q.S. An-Nahl:89).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

"Pada hari ini Kusempurnakan untukmu agamamu dan Kucukupkan nikmat-Ku bagimu" (Q.S. Al-Maidah:3). "Tidak kami lupakan suatu apa pun dalam kitab (al-Quran) itu." (Q.S. 6:38) Contoh keuniversalan Islam antara lain tercermin dari ilmu-ilmu yang dikembangkan para ulama Islam pada Zaman Klasik (abad VIII-XIII M). Mereka tidak hanya mengembangkan ilmu-ilmu seperti tafsir, hadits, fiqih, tauhid, dan tasawuf, tetapi juga mengembangkan ilmu-ilmu keduniaan seperti ilmu kedokteran, matematika, astronomi, kimia, dan sebagainya. Islam bukanlah agama dalam pengertian Barat atau dalam pandangan kaum sekuler6, yakni hanya mengajarkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Islam adalah ajaran agama yang sempurna dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengatur bagaimana manusia berhubungan atau beribadah secara vertikal dengan Tuhan ( hablum minallah), tetapi juga berisikan ajaran tentang hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minan nas), dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya (hablum minal alam). Tidak heran, jika seorang orientalis kondang, H.A.R Gibb, mengatakan, "Islam is indeed much more than a system of teology, it is a complete civilization" (Islam benar-benar lebih dari sekadar sebuah sistem ketuhanan, ia adalah sebuah peradaban yang lengkap). Hal senada dikemukakan seorang pengamat Barat, G.H. Jansen7. Menurutnya, Islam bukanlah sekadar agama, tetapi suatu cara hidup total mencakup agamawi dan duniawi. Islam itu suatu sistem keyakinan dan sistem peribadatan. Ia adalah suatu sistem hukum yang luas dan menyeluruh. Namun demikian, bukan berarti Islam mengajarkan secara rinci dan detail yang bersifat teknis-operasional seluruh hal. Ajaran demikian hanyalah yang menyangkut masalah ibadah ritual seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Mengenai masalah non mengajarkannya secara umum norma-norma, nilai-nila, dan menjelaskan tentang sistem
6

ritual, yakni masalah keduniaan, saja. Islam hanya mengajarkan etika prinsip-prinsip umumnya. Jadi, Islam perekonomian, politik (kenegaraan),

Islam dasar, tidak sosial,

Sekulerisme timbul di dunia Barat sebagai reaksi atas Kristianisme pada akhir abad pertengahan. Paham ini secara sadar memusatkan perhatian semata pada masalah duniawi dan mengasingkan atau menyisihkan peranan agama dan Tuhan dari berbagai segi kehidupan manusia. Kaum sekuler membatasi peranan Tuhan hanya di gereja. 7 G.H. Jansen, Islam Militan, Pustaka Bandung, 1980.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

10

keuangan, perindustrian, teknologi, militer, dan sebagainya secara terperinci yang harus dilaksanakan umatnya. Yang dijelaskan adalah ketentuan-ketentuan dasarnya saja. Umat Islamlah yang harus menjabarkannya sendiri, melalui ijtihad8, sesuai situasi dan kondisi yang melingkupinya. Dengan perkataan lain, manusia sendiri yang harus menentukan teknis pelaksanaan dari prinsip-prinsip dasar yang ditentukan Islam. Kamu sekalian lebih mengetahui tentang urusan duniamu. Jika saya memerintahkan kepadamu tentang sesuatu yang dari urusan agamamu, maka peganglah (H.R. Muslim dari Rifai bin Khadii). Karena itulah, kreativitas dan kebebasan berpikir sangat dihargai oleh Islam. Islam menyuruh umatnya memaksimalkan potensi berpikir manusia (akal) untuk memahami dan menjabarkan ajaran-ajaran Allah SWT yang tercantum dalam AlQuran (Q.S. Az-Zumar:17-18, Al-Baqarah:170). Karena sifatnya yang universal, yang dengan demikian ajarannya mencakup seluruh bidang kehidupan manusia, Islam sama sekali menolak paham sekularisme. Dalam Islam tidak ada pemisahan antara urusan agama dan urusan politik seperti direkomendasikan kaum sekularis.

2. Fleksibel Ajaran Islam luwes, tidak kaku (rigid). Ia memberi keleluasaan kepada pemeluknya, khsusunya para ulama, untuk mengambil hukum bagi perkaraperkara baru, yang tidak muncul pada masa Rasulullah Muhammad Saw, baik menyangkut benda maupun perbuatan, yang sebelumnya belum ditetapkan. Hal itu karena Islam datang untuk memecahkan segala perkara yang ada hingga Hari Akhir. Dengan keluasannya tersebut, Islam bisa memecahkan masalah-masalah baru yang senantiasa terus berkembang. Sebagai contoh, jika ada seorang Muslim yang bertanya apa hukumnya menggunakan kendaraan seperti roket, kapal laut, atau kapal selam, pastilah akan ditemukan jawabannya. Dalam al-Quran dinyatakan,
8

Ijtihad adalah sumber hukum ketiga dalam Islam setelah Al-Quran dan As-Sunnah. Ijtihad artinya menggunakan potensi akal untuk memperoleh kepastian hukum berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut mujtahid. Ijtihad kolektif para ulama dinamakan Ijma atau kesepakatan.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

11

"Dia menundukkan untukmu apa-apa yang di langit dan di bumi semuanya (sebagai Rahmat daripada-Nya)" (Q.S. A-Jatsiyyah:13). Demikian pula dengan bagaimana hukum pemilikan senjata nuklir bagi kaum Muslimin (daulah Islam) bisa dikaji berdasarkan firman Allah SWT, "Dan siapkan untuk menghadapi mereka (kaum kuffar, musuh-musuhmu) kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu..." (Q.S. A-Anfal:60). 'Illat hukum yang bisa diambil dari ayat tersebut, kaum Muslimin dalam menghadapi musuh-musuh Allah harus bersiap semaksimal mungkin hingga bisa menggetarkan mereka. Kalau dulu kuda yang ditambatkan bisa menggetarkan musuh, sekarang nuklir merupakan senjata yang paling ampuh untuk menakuti musuh. Dari sana diambil hukum boleh (mubah) kaum Muslimin memiliki nuklir untuk menakuti musuh Allah. Dengan keluasaan hukum syariat ini, tuduhan bahwa syariat Islam ketinggalan zaman dan tidak bisa memecahkan masalah kekinian adalah tidak beralasan sama sekali bahkan menyesatkan. Dalam Islam ada syariat yang telah ditetapkan dan ada suatu jalan terbuka (pintu ijtihad). Untuk tiap orang dari kamu, Kami telah menciptakan satu syariat dan satu jalan terbuka (Q.S. 5:48).

3. Praktis Agama Islam datang untuk diterapkan dalam segenap aspek kehidupan manusia. Dengan demikian, bagi seorang yang beriman kepada Islam, wajiblah dia melaksanakan aturan-aturan Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Banyak sekali ayat Al-Quran yang mengaitkan keimanan seorang Muslim dengan keterikatannya kepada aturan-aturan Allah dalam segenap aspek kehidupannya. Jadi, antara iman dan amal dalam pandangan Islam, tidak bisa dipisahkan.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

12

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh (melaksanakan segala perintah Allah)... (Q.S. Al-'Ashr:1-3). Keimanan dengan amal saleh merupakan syarat kebangkitan yang dijanjikan oleh Allah SWT. "Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman di antara kamu dan beramal saleh (melaksanakan segala aturan Allah) bahwa Allah sungguhsungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa..." (Q.S. AnNuur:55). Demikian pentingnya perkaitan antara keimanan dengan keterikatan kepada segenap aturan Allah, ditegaskan dalam berbagai firman-Nya yang menyebut belum beriman atau kufur bagi orang-orang yang tidak mau tunduk kepada aturan Allah SWT (Q.S. Al-Maidah:44). Islam, dengan demikian, adalah agama untuk diamalkan, bukan sekadar untuk diketahui atau dikagumi. Ia agama 'amaliyah (praktis). Tidak ada satu pun perintah Allah yang tidak bisa dilaksanakan manusia. Maka, tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa hukum Islam itu utopis (khayalan) yang tidak bisa dilaksanakan oleh manusia.

4. Manusiawi Islam adalah dien (agama) yang sangat manusiawi (sesuai dengan fitrah atau kodrat manusia). Ajaran Islam dapat diamalkan oleh seluruh umat manusia karena memang sesuai dengan fitrah dan kemampuannya. Allah SWT menegaskan, tidak akan membebani manusia kecuali apa-apa yang manusia sanggup memikulnya. Tidaklah Allah membebani seseorang dengan suatu beban kecuali sesuai dengan kemampuannya (Q.S. Al-Baqarah:286). Sifat manusiswi Islam juga tampak dari seruan Islam kepada seluruh manusia, bukan kepada bangsa, kaum, atau suku tertentu. Bukan pula hanya kepada sekelompok orang dengan ciri fisik dan ras tertentu. "Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian!" (Q.S. Al-Baqarah:21).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

13

"Katakan hai manusia aku (Muhammad Saw) adalah Rasul bagi kalian seluruhnya" (Q.S. Ali Imran:158). Fitrah atau pembawaan manusia sejak lahir adalah berjiwa monoteisme atau tauhid --mengesakan atau menuhankan Allah SWT semata. Sebelum diciptakan dalam wujud sempurna manusia yang terdiri dari ruhani (jiwa, ruh) dan jasmani (badan, tubuh, raga), seluruh ruh manusia dikumpulkan di suatu tempat oleh Allah SWT --dikenal dengan Alam Arwah. Pada saat itu Allah SWT bertanya, sekaligus "membaiat" mereka untuk menuhankan-Nya alias mengakui Allah SWT sebagai Tuhan mereka. Mereka pun --termasuk kita tentunya-- pada saat itu bersedia "dibaiat" sebagai bentuk "perjanjian" dengan-Nya. Kisah tersebut diabadikan dalam Q.S. Al-A'raf:172-173, yang mengisyaratkan bahwa setiap manusia pada asalnya adalah mukmin, beriman kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah (tauhid), ataupun Muslim dalam pengertian berpasrah diri sebagai 'abid (hamba) Allah SWT semata. "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman: 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?'. Mereka menjawab: 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi'. (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan: 'Sesungguhnya kami (badi Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Q.S. 7:172). Jadi, akidah tauhid itulah fitrah manusia. Merujuk kepada ayat itu dapat dikatakan, sesungguhnya manusia telah bertauhid sejak ia di alam arwah. Hal ini juga bermakna, Allah SWT menciptakan manusia dengan kodrat yang hanief, memihak kepada kebenaran, sebagaimana juga Islam diciptakan atas kodrat yang hanief atau sesuai dengan fitrah manusia, sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengimani dan mengamalkan ajaran Islam. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama yang hanief (Islam). Itulah fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah (Islam) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. 30:30). Kalaupun kemudian banyak, bahkan kebanyakan, manusia menjadi sesat, tidak beriman, menolak, atau membenci Islam, penyebabnya antara lain karena mereka:

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

14

a. Tidak mendapat tuntunan ruhaniah dan pendidikan tauhid, b. Tidak sampainya informasi Islam dengan benar kepada mereka, atau c. Karena mendapat pengaruh lingkungan yang buruk, terutama di lingkungan keluarga. Itulah sebabnya Nabi Saw menegaskan, Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci, beriman bertauhid), kedua orangtuanyalah --atau lingkungannnya-- yang dapat menjadikannnya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi). Kehidupan dunia ini merupakan cobaan. Cobaan dimaksud utamanya menguji jiwa tauhid manusia tadi. Apakah ia kukuh memegang prinsip tauhidnya atau tidak. Makanya, di dunia ini jiwa manusia dilengkapi dengan jasmani. Jasmani itulah yang dapat memalingkan manusia terhadap ketauhidannya. Jasmani merasakan adanya berbagai kebutuhan untuk dipenuhi agar bertahan hidup. Ketika memenuhi kebutuhan itulah, manusia banyak yang melalaikan ketauhidannya. Belum lagi jika muncul ambisi dalam dirinya untuk kaya dan bertahta. Untuk mencapai kaya dan tahta itu, banyak jalan yang dapat ditempuh. Ragam jalan ini pun termasuk cobaan dari Allah SWT. Jika ia konsisten dengan jalan halal, sebagaimana diinformasikan lewat ajaran Islam, berarti ia kukuh dengan jiwa tauhidnya. Tauhid menuntun manusia untuk tetap menempatkan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan. Kepada-Nyalah ia mengabdi. Segala hukum-Nya ditaati. Larangan-Nya dijauhi dan perintah-Nya dijalankan. Lawan tauhid adalah syirik, menyekutukan Allah SWT, meyakini Tuhan lebih dari satu, atau meyakini ada sesuatu yang setara kekuatan dan kharismanya dengan Tuhan. Dan dosa syirik ini tidak diampuni-Nya (Q.S. 4:48).

5. Agama Keseimbangan A. Keseimbangan Dunia-Akhirat Islam mengajarkan umatnya untuk hidup seimbang antara memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

15

sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi... (Q.S. 28:77). Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamalamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu, seolah-olah kamu akan mati besok (H.R. Baihaqi). Bukanlah orang yang paling baik darimu itu yan g meninggalkan dunianya karena akhiratnya, dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya. Sebab, dunia itu penyampaian pada akhirat dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia (H.R. Ibnu Asakir dari Anas). Islam sangat menekankan umatnya agar bekerja, mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini dengan tangan sendiri. Adanya siang dan malam dalam alam dunia ini, merupakan isyarat akan adanya kewajiban bekerja (pada siang hari). Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu kehidupan (Q.S. An-Naba:11). Kami telah menjadikan untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit sekali kamu berterima kasih (Q.S. Al-Araf:10). Maka menyebarlah di bumi dan carilah rezeki dari keutamaan Allah (Q.S. A-Jumah:10). Demi, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain... (H.R. Bukhari dan Muslim). Bekerja mencari rezeki untuk memberi nafkah keluarga bahkan digolongkan beramal di jalan Allah (Fi Sabilillah). Sebagaimana Sabda Nabi Saw: Jika ada seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja g una mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu pun di jalan Allah. Tetapi jika ia bekerja untuk berpamer atau bermegah-megahan, maka itulah di jalan setan atau karena mengikuti jalan setan (H.R. Thabrani).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

16

Rasulullah Saw pernah ditanya, Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab, Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik (H.R. Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain). Dari sejumlah nash di atas, maka dapat disimpulkan, Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja. Karenanya, dalam Islam bekerja termasuk ibadah karena bekerja termasuk kewajiban agama. Islam tidak menginginkan umatnya melulu melakukan ibadah ritual yang sifatnya berhubungan langsung dengan Allah (hablum minallah), tetapi menginginkan umatnya juga memperhatikan urusan kebutuhan duniawinya sendiri (pangan, sandang, dan papan), jangan sampai menjadi pengangguran, peminta-minta, atau menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidupnya kepada orang lain. Dalam bekerja, Islam juga memberikan arahan atau tuntunan. Umat Islam diharuskan: (a) Bekerja sebaik-baiknya. Sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seorang pekerja jika ia berbuat sebaik-baiknya (H.R. Ahmad). (b) Bekerja keras atau rajin. Siapa bekerja keras hingga lelah dari kerjanya, maka ia terampuni (dosanya) karenanya (Al-Hadits).9 Berpagi-pagilah dalam mencari rezeki dan kebutuhan hidup. Sesungguhnya pagi-pagi itu mengandung berkah dan keberuntungan (H.R. Ibnu Adi dari Aisyah). (c) Menekankan pentingnya kualitas kerja atau mutu produk. Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan kualitasnya (Al-Hadits). (d) Menjaga harga diri serta bekerja sesuai aturan yang ada.

Sebagaimana dikutip Prof. Dr. Mutawalli Asy-Syarawi, Rezeki, GIP Jakarta, September 2000, hlm. 39 & 5\60

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

17

Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga diri. Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri). Menjaga harga diri bisa berarti tidak melanggar aturan, tidak melakukan perbuatan yang membawa aib pada diri sendiri, namun sebaliknya, berusaha maksimal mencapai prestasi dan prestise. Yang dimaksud segala persoalan berjalan menurut aturan artinya mematuhi tata tertib perusahaan atau bekerja sesuai prosedur yang berlaku (tidak boleh menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan).

B. Keseimbangan Hubungan dengan Allah dan Manusia. Keseimbangan ajaran Islam juga tercermin dalam perintahnya untuk menjalin hubungan harmonis dengan Allah dan sesama manusia. Islam mengajarkan, kebahagiaan hidup tidak akan datang jika kita tidak membina hubungan yang baik dengan Allah (hablum minallah) dan sesama manusia (hablum minannaas). "Akan ditimpakan kehinaan pada mereka di mana saja mereka berada, kecuali mereka menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan dengan (sesama) manusia." (QS 3:112) Dengan kata lain, bila kita tidak bisa atau melalaikan dan merusak hubungan baik dengan Allah SWT dan sesama manusia, maka kehinaanlah yang akan kita peroleh. Akan menjauh kebahagiaan hidup yang kita dambakan. Kedua hubungan itu harus sama-sama baik, tidak boleh cuma salah satunya. Pada zaman Nabi Saw ada seorang wanita yang rajin beribadah, namun oleh beliau digolongkan ahli neraka (Hiya Fin Nar) karena hubungan dengan manusianya jelek alias berakhlak buruk (suka mengganggu tetangga). Bagaimana Islam menuntun kita untuk menjaga kedua hubungan itu agar baik dan harmonis? Mengenai hal itu, ada sebuah hadits Nabi SAW yang artinya, "Bertakwalah pada Allah di mana saja kamu berada, dan ikutilah perbuatan jelek dengan kebaikan yang akan menghapus kejelekan itu, serta pergaulilah manusia dengan budi pekerti (akhlak) yang baik." Berdasarkan hadits itu, maka satu-satunya cara untuk menjaga hubungan baik dengan Allah SWT adalah dengan cara bertakwa; dan satu-satunya cara

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

18

menjaga hubungan baik dengan sesama manusia adalah dengan akhlak yang baik. Dengan demikian, takwa dan akhlak yang baik adalah dua hal yang insya Allah bisa membawa kita kepada keselamatan dan kebahagiaan hidup, di dunia dan akhirat kelak. Sabda Nabi SAW, Rasulullah Saw ditanya tentang kebanyakan hal yang memasukkan manusia ke dalam sorga. Beliau menjawab: Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik. Dan beliau ditanya lagi tentang kebanyakan hal yang dapat memasukkan manusia ke neraka. Beliau menjawab: Mulut dan kemaluan (H.R. Tirmidzi). "Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya" (H.R. Ahmad dan Tirmidzi).

6. Agama Dakwah Islam adalah agama dakwah, harus disebarkan kepada seluruh umat manusia. Umat Islam bukan saja berkewajiban melaksanakan ajaran Islam dalam keseharian hidupnya, melainkan juga harus menyampaikan ( tabligh) atau mendakwahkan kebenaran Islam terhadap orang lain. Para pemeluk Islam telah digelari Allah sebagai umat pilihan, sebaik-baik umat (khairu ummah) yang bertugas berdakwah, yaitu mengajak kebaikan dan mencegah kemunkaran (Q.S. 3:110). Jadi, aktivitas dakwah harus menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim. "Serulah oleh kalian (umat manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik..." (Q.S. an-Nahl:125). Dapat dikatakan, setiap Muslim adalah da'i (juru dakwah). K.H.M. Isa Anshary10 menyebutkan, Islam adalah agama dakwah. Menjadi seorang Muslim otomatis menjadi juru dakwah, menjadi mubalig, bila dan di mana saja, di segala bidang dan ruang. "Kedudukan kuadrat yang diberikan Islam kepada pemeluknya," tulis Isa Anshary, "ialah menjadi seorang Muslim merangkap menjadi juru dakwah atau mubalig." Nabi Saw bersabda,

10

KHM Isa Anshary, Mujahid Dakwah, 1984

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

19

Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat dan engkau boleh menceritakan berita walaupun dari dan tentang Bani Israil, tidak ada halangannya Katakanlah kebenaran itu walaupun rasanya pahit/berat (H.R. Ibnu Hibban). "Barangsiapa diantara kalian melihat kemunkaran (kemaksiatan), maka cegahlah hal itu dengan tangannya (kekuasaan); jika tidak mampu, cegahlah dengan lisannya (ucapan); jika (masih) tidak mampu, maka cegahlah dengan hatinya, dan ini selemah-lemahnya iman" (H.R. Muslim). Setiap Muslim tentunya harus merasa terpanggil untuk melakukan perubahan (dakwah). Hal ini, seperti dikemukakan Dr. Yusuf Qardhawi 11, karena hadits tentang mengubah kemunkaran di atas menjadikan pengubahan sebagai kewajiban yang dibebankan kepada siapa saja yang melihat kemunkaran. Dr. Fuad Amsyari12 mengatakan, dakwah adalah kewajiban pokok umat Islam yang lingkupnya amat luas dan sering diabaikan umat. Setiap Muslim harus memiliki peran dakwah, yakni menyebarkan kebenaran Islam. Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah ayat Allah (nilai kebenaran Islam) itu walau kamu baru mengetahui satu saja (amat sedikit)". Perintah melakukan amar maruf nahyi munkar atau menyebarluaskan kebajikan dan menangkal kemunkaran/kemaksiatan sudah merupakan dalil baku Islam. Dakwah memiliki dimensi yang luas. Fuad mengemukakan ada empat aktivitas utama dakwah, yakni : 1. Mengingatkan orang akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dengan lisan, 2. Mengkomunikasikan prinsip-prinsip Islam melalui karya tulisnya, 3. Memberi contoh keteladanan akan perilaku/akhlak yang baik, dan 4. Bertindak tegas dengan kemampuan fisik, harta, dan jiwanya dalam menegakkan prinsip-prinsip Ilahi. Tentang cara atau teknis berdakwah, Allah SWT dan Nabi Saw memberikan tuntunan (kaifiyah dawah), sebagaiman dinyatakan dalam Q.S. an-Nahl:125 dan hadits tentang mengubah kemunkaran di atas.

11 12

Dr. Yusuf Al-Qorodhowy, Fiqih Daulah, GIP Jakarta. Dr. Fuad Amsyari, Masa Depan Umat Islam, Al-Bayan Bandung, 1993.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

20

Menurut Syaikh Muhammad Abduh13, ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam garis besarnya, umat yang dihadapi seorang da'i dapat dibagi atas tiga golongan, yang masing-masingnya dihadapi dengan cara yang berbeda-beda sesuai hadits: "Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka" (H.R. Muslim). 1. Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akan mereka. 2. Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mau'idzatul hasanah, dengan ajaran dan didikan, yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami. 3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat. Panduan dakwah juga datang dari Nabi Saw lewat sabdanya tersebut di atas tentang mengubah kemunkaran (H.R. Muslim). Menurut Dr. Kuntowijoyo14, hadits tersebut merupakan strategi perubahan sosial-politik. Pada kenyataannya, selama ini terdapat tiga macam strategi yang diterapkan oleh umat Islam yang rujukannya hadits di atas: struktural, kultural, dan mobilitas sosial. Tangan, lidah, dan hati masing-masing menunjuk ke struktur, kultur, dan mobilitas sosial. Mengubah dengan tangan berarti perubahan struktural. Mengubah dengan lidah berarti perubahan kultural. Mengubah dengan hati berarti perubahan sosial, tanpa usaha tertentu hanya menunggu waktu. Rumus strategi struktural ialah pemberdayaan (empowerment) masyarakat, melalui tahapan memunculkan kesadaran kritis dan solidaritas sosial di mana kelompok kritis bersatu dalam sebuah gerakan dan menularkan kesadaran itu pada masyarakat. Strategi yang menonjolkan syari'ah ini mementingkan perubahan perilaku kolektif dan struktur politik.

13 14

Sebagaimana dikutip M. Natsir dalam Fiqhud Dawah, CV Ramadhani Solo, November 1987, hlm. 162. Dr. Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Mizan Bandung, 1997.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

21

Strategi kultural menekankan perubahan perilaku individual dan cara berpikir mementingkan perubahan di dalam. Strategi ini menonjolkan hikmah di mana berlaku rumusan umum mengenai dakwah (kaifiyat dakwah seperti tercantum dalam Q.S. An-Nahl:125). Cara yang baik berarti cara-cara kultural, sama sekali tidak menggunakan pendekatan kekuasaan, paksaan, dan kekerasan. Mengenai strategi mobilitas sosial, Kunto merujuk kepada kelahiran SI dan ICMI karena adanya perubahan struktur sosial kelahiran golongan terpelajar dan pedagang sebagai kelas menengah baru di kota-kota. Sepanjang abad ke-9 mereka melawan kolonialisme hanya "melawan dengan hati". Ketika "Islam Politik" dikucilkan sepanjang 970-1990, mereka juga hanya mampu "mengubah dengan hati".

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

22

4. KARAKTERISTIK UMAT ISLAM

UMAT Islam adalah kelompok manusia yang menganut Islam sebagai agama atau pedoman hidupnya. Sifat-sifat atau karakter yang dilekatkan Allah SWT kepada umat Islam atau yang harus ada dalam diri setiap Muslim antara lain sebagai berikut: 1. Umat Pilihan atau Umat Terbaik. Kalian (umat Islam) adalah umat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran, dan beriman kepada Allah... (Q.S. 3:110). Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlag bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orangorang beriman (Q.S. 3:139). Allah SWT menegaskan, umat Islam adalah umat terbaik atau paling tinggi derajatnya di antara umat-umat lain. Hal itu karena umat Islam memiliki akidah, syariah, dan norma-norma yang sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia, yakni akidah, syariah, dan norma-norma Islam yang diturunkan oleh Sang Mahapencipta dan Maha Pengatur Semesta Alam, yakni Allah SWT. Kewajiban utama sebagai umat terbaik, selain beriman kepada Allah SWT, adalah melaksanakan amar maruf nahyi munkar, yakni mengajak manusia lain kepada kebaikan (marufat) dan mencegah kemunkaran (munkarat). Jika tugas tersebut tidak dilaksanakan, maka akibatnya adalah sebagaimana disabdakan Nabi Saw, yang artinya: Demi Allah, hendaklah kamu beramat maruf nahyi munkar atau Allah akan menurunkan adzab kepadamu, lalu kamu berdoa kepada-Nya, maka Allah tidak akan mengabulkan doamu (Q.S. Tirmidzi)15. Tugas amar maruf nahyi munkar ini diberikan kepada umat Islam, karena tujuan utama syariat Islam itu sendiri adalah membangun kehidupan manusia
15

Tentang kewajiban amar maruf nahyi munkar ini, lihat kembali Bab IV poin 6 (Islam sebagai Agama Dakwah).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

23

atas dasar ma'rufat dan membersihkannya dari munkarat16. Ma'rufat adalah kebaikan, yakni nama untuk segala kebajikan atau sifat-sifat baik yang sepanjang masa telah diterima sebagai baik oleh hati nurani manusia. Munkarat sebaliknya, yaitu segala dosa dan kejahatan yang sepanjang masa telah dikutuk oleh watak manusia sebagai jahat. Dalam Islam, ma'rufat adalah hal-hal yang wajib, sunat, dan mubah dilakukan oleh umat Islam. Sedangkan munkarat adalah hal-hal yang haram dan makruh dilakukan. Ma'rufat wajib ditegakkan, sekaligus meruntuhkan munkarat. 2. Umat Pertengahan. Demikianlah Kami jadikan kamu umat pertengahan, supaya kami menjadi saksi atas manusia (Q.S. 2:143); Umat Pertengahan maksudnya adalah kelompok manusia yang senantiasa bersikap moderat atau mengambil jalan tengah, yaitu sikap adil dan lurus, yang akan menjadi saksi atas setiap kecenderungan manusia, ke kanan atau ke kiri, dari garis tengah yang lurus17. Mengambil jalan tengah dapat dimaknai pula sebagai selalu bersikap proporsional (itidal), tidak berlebih-lebihan (israf), tidak kelewat batas (ghuluw), tidak sok pintar atau sok konsekuen dan bertele-tele (tanathu), dan tidak mempersulit diri (tasydid). Dengan demikian, sebagai umat pertengahan, umat Islam tidak berlebihlebihan dalam segala hal, termasuk ibadah (misalnya sampai meninggalkan kehidupan duniawi) dan dalam peperangan sekalipun (Q.S. 2:190); tidak membesar-besarkan masalah kecil; mendahulukan yang wajib atau lebih penting ketimbang yang sunah atau kurang penting; berbicara seperlunya alias tidka bertele-tele; tidak terlalu panjang membaca ayat-ayat dalam mengimami shalat berjamaah. Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (Q.S. AlAraf:31).

16 17

Abul Ala Maududi , Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim, IIFSO, 1978, hlm. 32. Dr. Yusuf Qordhowi, Islam Ekstrem, Mizan Bandung, 1995, hlm. 16-17.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

24

Dan orang-orang yang jika membelanjakan harta mereka tidak berlebihlebihan dan tidak pula kikir dan pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian (Q.S. Al-Furqon:67). Hindarkanlah daripadamu sikap melampuai batas dalam agama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah binasa karenanya (H.R. Ahmad, Nasai, Ibnu Majah, dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas). Sebagai umat pertengahan, umat Islam tidak melakukan hal-hal ekstrem sebagai berikut yang oleh Dr. Yusuf Qordhowi dikategorikan sebagai tanda-tanda atau buki-bukti ekstremitas18. 1. Fanatik terhadap suatu pendapat dan tidak mengakui pendapatpendapat lain. 2. Mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan Allah SWT. Misalnya, memaksa orang lain mengerjakan hal-hal sunah dengan menganggapnya seolah-olah wajib, atau mengerjakan sesuatu yang lebih berat/sulit daripada yang ringan/mudah. Padahal, sejalan dengan firman Allah SWT yang menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran (Q.S. 2:185), diriwayatkan bahwa tidaklah Rasulullah Saw disuruh memilih di antara dua perkara, melainkan selalu memilih yang lebih mudah di antara keduanya, selama tidak mendatangkan dosa. 3. Memperberat yang tidak pada tempatnya. Misalnya, memasalahkan pakaian ala Barat dan mengharuskan memakai pakaian ala Arab, atau memasalahkan penggunaan masjid untuk memutar film tentang sejarah dan iptek. 4. Sikap kasar dan keras dalam berdakwah. Padahal, dakwah harus dilakukan dengan bijak, pelajaran yang baik, serta perdebatan atau dialog yang lebih baik (Q.S. 16:25). Rasulullah Saw sendiri adalah orang yang penyayang, lemah-lembut, dan tidak berperangai jahat atau kasar hati (Q.S. 9:128, 3:159). Bahkan, Allah SWT pun memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk mendakwahi Firaun dengan perkataan yang lemah-lembut (Q.S. 20:43-44). Sikap tegas dan keras tidak diperkenankan Islam kecuali dalam dua tempat, yakni di medan perang (Q.S. 9:123) dan dalam rangka pelaksanaan sanksi hukum (Q.S. 24:2). 5. Buruk sangka terhadap manusia. Yakni memandang orang lain dengan kacamata hitam atau negative thinking, seraya menyembunyikan
18

Ibid, hlm. 31-50.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

25

kebaikan mereka dan membesar-besarkan keburukan mereka. Menuduh juga termasuk sikap ekstrem, demikian juga mengorekngorek aib dan mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal, Allah SWT memerintahkan umat Islam untik menghindari kebanyak buruk sangka (Q.S. 49:12). Demikian juga Rasulullah Saw dengan sabdanya, Hindarkanlah dirimu dari buruk sangka, karena sesungguhnya prasangka adalah sebohong-bohong ucapan (H.R. Bukhari dan Muslim). Bahkan, sebagian para salaf berkata, Sungguh aku selalu mencari alasan pembenaran bagi saudaraku sampai 70 kali, setelah itu aku berkata: Mungkin masih ada alasan lain yang tidak kuketahui.... 6. Terjerumus kepada jurang pengkafiran. Ini puncak (klimaks) sikap ekstrem karan mengkafirkan orang lain berarti menggugurkan kerhormatannya, menghalalkan jiwa dan hartanya, serta mengabaikan haknya untuk tidak diganggu dan diperlakukan secara adil. Karena itulah, Rasulullah Saw memperingatkan, Barangsiapa berkata kepada saudaranya (sesama Muslim) Hai Kafir!, maka berlakulah perkataan itu pada salah seorang dari keduanya. Dari Usamah bin Zaid diberitakan, Rasulullah Saw bersabda, Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha illallaah, maka ia telah masuk Islam serta terpelihara jiwa dan hartanya. Kalaupun ia mengucapkan kalimat itu karena takut atau hendak berlindung dari tajamnya pedang, maka perhitungannya pada Allah. Sedangkan bagi kita cukuplah dengan yang nyata (lahiriah) .

3. Tegas terhadap Orang Kafir dan Berkasih Sayang dengan Sesama Muslim. Dan orang-orang yang bersama dengan dia (Muhammad) adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang dengan sesama mereka (Q.S. Al-Fath:29). A. Tegas terhadap Orang Kafir. Umat Islam bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, yakni kaum kuffar yang memusuhi, membenci, dan memerangi umat Islam. Perangilah di jalan Allah setiap orang yang memusuhi kamu dan janganlah kamu melampaui batas (berbuat zhalim). Karena Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas (Q.S. 2:190). Berperang di jalan Allah, antara lain berupa berperang melawan orang kafir yang memerangi umat Islam, disebut jihad fi sabilillah. Asal makna jihad

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

26

adalah mengeluarkan segala kesungguhan, kekuatan, dan kesanggupan pada jalan yang diyakini (diiktikadkan) bahwa jalan itulah yang benar. Secara harfiyah, jihad berarti pengerahan seluruh potensi (untuk menangkis serangan musuh). Yang menjadi latar belakang atau motif jihad didasarkan pada antara lain Q.S. At-Taubah:13-15 dan An-Nisa:75-76, yakni: 1. mempertahankan diri, kehormatan, dan harta dari tindakan sewenangwenang musuh, 2. memberantas kedzaliman yang ditujukan pada umat Islam, 3. membantu orang-orang yang lemah (kaum dhu'afa), dan 4. mewujudkan keadilan dan kebenaran. Imam Syafi'i mengatakan, jihad adalah "memerangi kaum kafir untuk menegakkan Islam". Juga, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Atsir, jihad berarti "memerangi orang Kafir dengan bersungguh-sungguh, menghabiskan daya dan tenaga dalam menghadapi mereka, baik dengan perkataan maupun perbuatan"19. Kewajiban jihad (berperang) tiba bagi umat Islam, apabila atau dengan syarat: 1. Jika agama dan umat Islam mendapat ancaman atau diperangi lebih dulu (QS 22:39, 2:190), 2. Jika umat dan agama Islam mendapat gangguan yang akan mengancam eksistensinya, serta untuk menegakkan kebebasan beragama (QS 8:39), dan 3. Jika hendak membela orang-orang yang tertindas (QS 4:75). Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang jihad dalam arti khusus ini (perang), antara lain tentang keharusan siaga perang (QS 3:200, 4:71); ketentuan atau etika perang (QS 2:190,193, 4:75, 9:12, 66:9); sikap menghadapi orang kafir dalam perang (QS 47:4), dan uzur yang dibenarkan tidak ikut perang (QS 9:91-92). Ayat yang secara khusus menegaskan hukum perang dalam Islam bisa disimak pada QS 2:216-218 yang mewajibkan umat Islam berperang demi membela Islam. Dan, perang dalam Islam sifatnya "untuk membela atau mempertahankan diri" atau defensif (QS 2:190).
19

Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta, 1993.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

27

Terhadap orang kafir yang tidak memerangi umat Islam atau hidup berdampingan secara damai, umat Islam dilarang menyakiti atau menzhalimi mereka. Itulah sebabnya, dalam Islam ada istilah toleransi20. Umat Islam diharuskan menghormati keyakinan mereka dan tidak boleh memaksa mereka untuk masuk Islam (Q.S. 2:256). Islam menjamin kebebasan beragama. Muhammad Saw hanyalah seorang pengingat, bukan seorang pemaksa (Q.S. Ghasyiyah:21-22). Dalam menyikapi keyakinan orang kafir, Allah SWT mengajarkan: Katakanlah: Hai orang-orag kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku (Q.S. Al-Kafirun: 1-6).

B. Berkasih Sayang terhadap Sesama Muslim. Umat Islam adalah saudara satu sama lain karena ikatan akidah, syariah, dan akhlak yang sama, yakni Islam (ukhuwah Islamiyah). Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara... (Q.S. ALHujurat:10). "Sesama orang mukmin itu bagaikan satu bangunan yang saling meguatkan" (H.R. Bukhari). Tidak beriman seorang di antaramu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (H.R. Bukhori dan Muslim). "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih-mengasihinya, sayangmenyayanginya, dan santun-menyantuninya, bagaikan satu tubuh yang jika satu anggotanya menderita sakit maka menderita pula keseluruhan tubuh..." (H.R. Muslim). "Orang Muslim ialah yang menyelamatkan kaum Muslim dari (kejahatan) lisannya dan tangannya. Dan Muhajir itu ialah siapa yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah" (H.R. Muslim).

20

Tentang konsep dan bukti-bukti sejarah toleransi umat Islam terhadap umat lain, lih. Yunus Ali Almuhdar, Toleransi-Toleransi Islam, Iqra Bandung, 1983.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

28

Ada lima kewajiban seorang Muslim terhadap Muslim lainnya: menjawab salam, memenuhi undangan, mengantarkan jenazah, mengunjungi ketika sakit, bertasymit ketika bersih membaca hamdalah (H.R. Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Contoh ideal pelaksanaan kasih-sayang sesama Muslim adalah ketika kaum Anshar di Madinah menolong dan menyayangi kaum Muhajirin Makkah. Mereka memperlihatkan idealisme sebuah ukhuwah Islamiyah. Betapa kesatuan akidah Islam menjalinkan kesatuan hati dan jiwa umat, melahirkan ikatan persaudaraan yang erat dan mesra. Persaudaran yang terjalin oleh rasa kasih-sayang, senasibsepenanggungan, memperhatikan orang lain sebagaimana memperhatikan diri sendiri, sehingga mengikis habis penyakit-penyakit fir'aunisme, feodalisme, individualisme, fanatisme golongan (hizbiyah), dan sebagainya. Allah SWT pun mengabadikan jalinan ukhuwah mereka dalam Q.S. 59:9 dan 8:63.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

29

5. KANDUNGAN AJARAN ISLAM

1. Fondasi Islam: Tauhid Ajaran agama Islam dibangun atas fondasi ideologis berupa pengetahuan (marifat) dan keimanan kepada keesaan Allah SWT (tauhid), meliputi: A. Tauhid Rububiyah Yakni meyakini bahwa hanya Allah yang Rab atau Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam semesta dan segala urusan. Hanya Allah yang memberi rezeki, menghidupkan, dan mematikan. Oleh karena itu, hubungan antara manusia dengan Allah harus ditandai dengan kepasrahan, ketundukan, dan ketaatan. B. Tauhid Uluhiyah. Yakni meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Ilah atau Tuhan yang berhak disembah (mabud). Hanya kepada-Nya segala pengabdian dan permintaan ditujukan. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana kandungan kalimat thayibah Laa Ilaaha Illallaah (Tidada Tuhan selain Allah). Siapa yang berikrar dengan kalimat tersebut, berarti dia bersedia mematuhi kehendak Allah dan tidak akan mengakui kekuasaan selain kekuasaan-Nya21. Karena sesungguhnya Allah. Dialah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah itulah yang batil... (Q.S. 22:62, 31:30). Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah... (Q.S. 47:19). Konsep tauhid menuntun manusia untuk tetap menempatkan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan. Kepada-Nyalah ia mengabdi. Segala hukum-Nya ditaati. Larangan-Nya dijauhi dan perintah-Nya dijalankan. Umat manusia seluruhnya pada hakikatnya berjiwa tauhid, karenanya ajaran Islam sesuai dengan fitrah manusia yang berjiwa tauhid.
21

Abul Ala Al-Maududi, Khilafah dan Imamah, Mizan Bandung, 1993.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

30

Lawan tauhid adalah syirik, menyekutukan Allah SWT, meyakini Tuhan lebih dari satu, atau meyakini ada sesuatu yang setara kekuatan dan kharismanya dengan Tuhan. Dan dosa syirik ini tidak diampuni-Nya. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni perbuatan syirik, tetapi Dia mengampuni selain dari itu..." (Q.S. 4:48). Tauhid akan melahirkan amal perbuatan yang tertuju semata-mata karena Allah SWT (ikhlas). Artinya, mencari keridhaan-Nya semata. Dengan demikian, hukum Allah SWT senantiasa menjadi acuan dalam perilakunya. Bagi Muslim, hal ini tercermin dalam bacaan Doa Iftitah dalam shalat: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah demi Allah Pencipta alam semesta" (inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamin ). Juga, tercermin dalam bacaan Q.S. Al-Fatihah, Hanya kepada-Mu (wahai Allah) kami menyembah dan hanya kepada-Mu jua kami memohon pertolongan. 2. Garis Besar Kandungan Islam. Secara garis besarnya, ajaran Islam meliputi ajaran tentang sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan), sistem ritus (tata peribadatan), dan sistem norma (tata kidah atau tata aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan alam lain), yang diklasifikasikan dalam ajaran tentang: A. Akidah/Iman B. Syari'at/Islam C. Akhlak/Ihsan. Akidah, Syariat, dan Akhlak dalam Islam merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. A. Akidah/Iman Di bidang akidah, Islam mengajarkan kepercayaan atau keimanan terhadap enam hal berikut yang dikenal dengan sebutan Rukun Iman (Arkan al-Iman). (1) Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta (tauhid rububiyah) dan satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan dipatuhi ajaran-Nya (tauhid uluhiyah). (2) Para Malaikat-Nya, antara lain Jibril sebagai penyampai wahyu, Mikail sebagai penyampai rezeki, Israfil sebagai peniup sangkakala tanda kiamat, Azroil

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

31

sebagai pencabut nyawa, Munkar dan Nakir sebagai penanya di Alam Kubur, Rakib dan Atid sebagai pencatat amal baik dan buruk manusia, Malik sebagai penjaga neraka, dan Ridwan sebagai penjaga surga. (3) Kitab-Kitab-Nya, yakni Kitab Zabur yang diturunkan pada Nabi Daud, Taurat (Nabi Musa), Injil (Nabi Isa), dan Al-Quran (Nabi Muhammad). (4) Para Rasul-Nya sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad sebagai pembawa agama wahyu bagi manusia. (5) Hari Akhirat, yakni alam kehidupan sesudah mati atau setelah hancurnya alam dunia beserta isinya yang merupakan alam kekal. (6) Qodho dan Qodar (Takdir), yakni ketentuan Allah tentang segala hal bagi manusia dan makhluk lain. Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta percaya kepada ketetapan Allah (takdir), baik yang bagus maupun yang buruk (H.R. Muslim dari Umar). Keimanan terhadap enam hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan amal atau tindakan nyata dan bersikap memegang teguh (istiqomah) keimamannya itu. Iman itu meyakini dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan (H.R. Muslim). Katakanlah, Aku beriman kepada Allah kemudian pegang te guh (istiqamah) keimanan itu "Sesungguhnya orang-orang yang berkata 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka tetap lurus (istiqamah) dalam keimanannya, niscaya turun kepada mereka malaikat menyampaikan pesan kepada mereka bahwa janganlah kalian takut dan bersedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian!" (Q.S. Fushilat:30).

B. Syariat/Islam Di bidang syari'at, Islam mengajarkan tatacara beribadah yang meliputi: (a) Hubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallah) (b) Hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

32

Yang pertama dikenal pula dengan sebutan ibadah mahdhah, yakni ibadah shalat, zakat, puasa, dan haji; sedangkan yang kedua dikenal dengan sebutan ibadah ghair mahdhah dan mu'amalah, meliputi ajaran tentang aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, keluarga, dan aspek kehidupan duniawi lainnya. Ibadah mahdhoh disebut pula lima fondasi Islam (Rukun Islam, Arkanul Islam), yakni ikrar syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Dengan kelima hal itulah keislaman seseorang dibangun. Islam itu dibangun oleh lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan beribadah haji (H.R. Bukhori dan Muslim), Ibadah ghair mahdhoh atau muamalah meliputi dua hal: (a) Al-Qanunul Khas (Hukum Perdata) meliputi muamalah hukum niaga, munakahat (hukum nikah), waratsah (pewarisan), dll. (b) Al-Qanunul Am (Hukum Publik) meliputi jinayah (hukum pidana), khilafah (hukum negara), jihad (hukum perang dan damai), dan sebagainya22. Di dalam hukum publik ini juga termasuk konsep-konsep sosial, ekonomi, budaya, dan politik Islam.

C. Akhlak/Ihsan. Di bidang akhlak, Islam mengajarkan pedoman sikap mental atau budipekerti dalam bergaul atau berhubungan dengan Allah SWT sebagai Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam sekitarnya. Bahkan, bidang akhlak ini menjadi sasaran inti misi Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad dalam sebuah haditsnya, "Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia". Akhlak adalah penentu baik-buruk perilaku seseorang. Penentu itu adalah ada atau tiadanya kesadaran dalam diri seseorang tentang pengawasan dari Allah atas segala perilakunya. Sebagaimana disebutkan dalam Nabi Saw ketika mendefinisikan ihsan:

22

Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung, 1978, hlm. 55.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

33

(Ihsan adalah) kamu berbakti kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka (yakinlah) bahwa Allah melihatmu (H.R. Bukhori dan Muslim). Akhlak dalam Islam meliputi: (a) Akhlak terhadap diri sendiri, yakni bagaimana kita memperlakukan diri sendiri dalam menjalani hidup ini. (b) Akhlak terhadap Allah, yakni bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap Alllah SWT. (c) Akhlak terhadap sesama manusia, yakni tata cara bergaul dengan sesama manusia. (d) Akhlak terhadap alam semesta, yakni bagaimana seharusnya kita memperlakukan flora dan fauna, termasuk sikap kita terhadap makhluk-makhluk gaib (jin, setan, dan malaikat).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

34

6. SUMBER AJARAN ISLAM

SUMBER ajaran Islam (Hukum Islam, Syariat Islam) itu ada tiga, yakni AlQuran, As-Sunnah, dan Ijtihad. Yang pertama dan kedua asalnya langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang ketiga merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah. 1. Al-Quran Secara harfiyah, Quran artinya bacaan (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 75:17-18. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaan itu. Secara definitif dapat dikatakan, Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan, peribadahan, dan budi pekerti. Al-Quran merupakan salah satu Kitabullah atau Kitab-Kitab Allah, yakni wahyu-wahyu yang diterima para Nabi/Rasul Allah. Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Mukjizat para nabi terdahulu lebih bersifat inderawi, yakni bisa diamati dan dilihat langsung oleh indera penglihatan atau lainnya, untuk menampilkan rasa takjub terhadap kaumnya. Kepada Nabi Muhammad Saw, Allah SWT memberikan mukjizat Al-Quran yang kekal abadi sepanjang zaman sehingga dapat disaksikan oleh semua umat manusia dari semua zaman dan tempat sampai akhir nanti23. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukumhukum yang telah ditetapkan sebelumnya.

23

Zainab Al-Ghazali, Menuju Kebangkitan Baru, Gema Insani Press Jakarta, 1995, hlm. 57.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

35

Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukumhukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam (Q.S. 10:37). Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya... (Q.S. 35:31). Al-Quran tersusun dalam 114 surat dengan 6.236 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf24. Al-Quran diturunkan Allah dalam dua periode: 1. Periode Makkah, yakni selama 12 tahun 13 hari. Ayat-ayatnya disebut Ayat Makiyah. Ayat pertama turun adalah Q.S. Al-Alaq:1-5, ketika Nabi Muhammad berkhalwat di Gua Hira tanggal 17 Ramadhan atau 6 Agustus 610 M yang dikenal sebagai Malam Qadar (Lailatul Qadr). Ayat-ayat yang turun di Makkah disebut Ayat-Ayat Makiyah dengan ciri khas: ayatnya pendek-pendek, ditujukan kepada umat manusia (diawali kalimat Ya Ayuhan Naas, Wahai Manusia), dan berisi hal-hal yang berhubungan dengan tauhid, keimanan, ancaman dan pahala, serta sejarah bangsa-bangsa terdahulu. 2. Periode Madinah, ayat-ayatnya disebut Ayat Madaniyah. Di Madinah pula ayat terakhir turun, yakni Q.S. 5:3, ketika Nabi Saw tengah menunaikan ibadah haji Wada di Arafah (9 Dzulhijjah 10 H/Maret 632 M). Ayat-ayat yang turun di Madinah disebut Ayat-Ayat Madaniyah, dengan ciri khas: umumnya panjang-panjang, ditujukan kepada kaum beriman (diawali dengan Ya Ayuhal Ladzina Amanu, Wahai OrangOrang Beriman), dan berisi ajaran tentang hukum-hukum, kemasyarakatan, kenegaraan, perang, hukum internasional, serta hukum antaragama dan lain-lain. Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula Mushhaf Utsmany.

24

Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Maarif Bandung, 1989, hlm. 87.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

36

Al-Quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam ini benar-benar merupakan kebenaran sejati sebagai pedoman hidup (way of life) manusia. Melalui Al-Quranlah Allah SWT menyatakan kehendak-Nya. Mengikuti tuntunan dan tuntutan Al-Quran berarti mengikuti kehendak-Nya. Itulah sebabnya Allah sendiri yang menjamin keaslian Al-Quran sejak pertamakali diturunkan. Makanya, hingga kini apa yang ada dalam Al-Quran, itu pula yang diterima dan dicatat para sahabat Nabi Saw. Hingga kini isinya masih dalam teks asli, tanpa sedikit pun perubahan, baik dalam jumlah surat, ayat, bahkan huruf. Tidak tercampur di dalamnya ucapan Nabi Muhammad Saw atau perkataan para sahabat, Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya (Q.S. 15:9). Salah satu indikasi keaslian al-Quran adalah tidak adanya Quran tandingan karena manusia yang paling cerdas sekaligus paling membenci al Quran pun tidak akan sanggup membuatnya. Allah SWT sendiri menantangnya. Jika kamu masih ragu-ragu tentang kebenaran apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), silakan kamu membuat satu surat saja yang sama dengannya (al-Quran). Panggilah saksi-saksi (pemuka dan para ahli) kamu (untuk membantumu) selain Allah, sekiranya kamu benar (bisa melakukan hal itu). Jika kamu tidak sanggup membuatnya dan sekali-kali kamu tidak akan sanggup, takutilah api neraka yang kayu bakarnya manusia dan bantu yang disediakan bagi orang-orang kafir (yang menentang kebenaran al-Quran) (Q.S. 2:23-24). Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk mengadakan yang serupa dengan Al-Quran ini, niscaya tidak mereka akan dapat membuatnya, biarpun sebagian mereka membantu sebagian yang lain (Q.S. 17:88). Ayat pertama yang diturunkan adalah Iqra (bacalah!) yang mengindikasikan kewajiban pertama manusia adalah membaca, baik dengan pancaindera maupun mata hati. Dari ayat pertama itu saja, Al-Quran sudah menunjukkan bahwa ia rahmat dan bimbingan bagi manusia. Membaca adalah jalan untuk memperoleh ilmu. Dengan ilmu itu manusia bisa mengenal baik dan buruk menurut Allah SWT, mengenal dirinya, juga mengenal Tuhannya. Rahasia alam akan tersingkap denan

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

37

membaca, juga pembentukan kebudayaan termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menaklukkan alam. Allah SWT mewahyukan Al-Quran tidak lain agar menjadi pedoman bagi hidup umat manusia. Dengan pedoman itu, manusia akan menjalani kehidupan ini dengan baik dan benar, sehingga tercipta ketentraman, keharmonisan, dan kebahagiaan hidup. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian harta dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan. Mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi (Q.S. 35:29). Kewajiban manusia untuk mengimani, membaca, menelaah, menghayati, dan mengamalkan ajaran Al-Quran secara keseluruhan, serta mendakwahkannya (Q.S. Al-'Ashr:1-3). Jika kita memang benar-benar beriman kepada Allah SWT atau mengaku Muslim. Membacanya saja sudah berpahala, bahkan kata Nabi Saw satu huruf mengandung 10 pahala, apalagi jika mengamalkannya. Isi Al-Quran meliputi segala hal, mulai soal keimanan atau akidah hingga fenomena alam. Al-Quran mengajari manusia bersikap ilmiah atau berdasarkan ilmu (Q.S. 17:36), mendorong manusia melakukan penelitian untuk menyibak tabir alam (Q.S. 10:101), menaklukkan angkasa luar (Q.S. 55:33), mengabarkan prediksi ilmiah tentang rahim ibu (Q.S. Az-Zumar:6), gaya berat atau gravitasi (Q.S. Ar-Rahman:7), pemuaian alam semesta atau expanding universe (Q.S. AdzDzariyat:47, Al-Anbiya: 104, Yasin:38), tentang ruang hampa di angkasa luar (Q.S. Al-Anam:125), tentang geologi, gerak rotasi, dan revolusi planet bumi (Q.S. An Naml:88) dan sebagainya25. Allah SWT mengingatkan dalam Al-Quran tentang terbaginya umat Islam kedalam tiga golongan dalam menyikapi Al-Quran (Q.S. Faathir [35]:32). 1. Golongan zhalimu linafsih (menganiaya diri sendiri). 2. Golongan saabiqun bil-khairi (cepat berbuat kebajikan). 3. Golongan muqtashid (pertengahan). Dewan Penerjemah Al-Quran Depag RI (Al-Quran dan Terjemahannya, Depag RI) memaknai ketiga golongan tersebut sebagai berikut: golongan pertama adalah "orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya"; golongan
25

Ibid, hlm. 94-95.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

38

kedua adalah "orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan; dan golongan "pertengahan" adalah mereka yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya. Dapat dikatakan, golongan zhalimu linafsih adalah orang yang mengabaikan Al-Quran sebagai pedoman dalam hidupnya. Disebut "menganiaya diri sendiri" karena dengan mengabaikan ajaran Allah ia sesat dalam hidupnya, dunia dan akhirat. Ia menolak untuk mengikuti aturan yang sudah jelas akan menyelamatkannya dunia-akhirat. Golongan sabiqun bil-khair adalah mereka yang cepat mengamalkan AlQuran begitu mereka baca dan pahami. Persis sebagaimana dicontohkan Nabi Saw dan para sahabat. Para sahabat bahkan berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan (fastabiqul khairat) sebagai pengamalan ajaran Al-Quran (Islam). Sedangkan golongan muqtashid dapat dikatakan parsial dalam pengamalan Al-Quran. Mereka mencampuradukkan antara ibadah dan maksiat, hak dan batil, ajaran Al-Quran dan ajaran di luar Al-Quran. Mereka tentu termasuk orang yang merugi karena Allah memerintahkan agar kita berislam secara totalitas (kaffah). 2. As-Sunnah As-Sunnah disebut juga Al-Hadits. Secara harfiyah (etimologis), Sunnah berarti adat-istiadat (traditions). Secara maknawi (terminologis), Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat. Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw. Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati (Q.S. 4:65). Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah (Q.S. 59:7).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

39

Kutinggalkan untuk kaliam dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang kepada keduanya, yakni Kitabullah (Quran) dan Sunnah Rasul-Nya. Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin setelahku (H.R. Abu Daud). Sunnah merupakan juru tafsir sekaligus juklak (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah -lah yang memberikan contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan Allahu Akbar sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan AlFatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam. Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, ia melarang para sahabatnya menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar ucapanucapannya tidak bercampur-baur dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya, seluruh Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat. Kodifikasi Hadits Rasulullah dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/718 M), lalu disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah AlMansur (136 H/174 M). Para ulama waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di Madinah dengan kitabnya Al-Mutwaththa, Imam Abu Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam Syafii menulis Ikhtilaful Hadits, Al-Um, dan As-Sunnah. Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits. Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari (194 H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama umat Islam hingga kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya. Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang menuangkan koleksi haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam Sunan Daruquthni.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

40

3. Ijtihad Ijtihad berasal dari kata ijtahada, artinya mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha keras, bekerja semaksimal mungkin. Secara terminologis, Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid. Ijtihad merupakan dinamika Islam untuk menjawab tantangan zaman. Ia adalah semangat rasionalitas Islam dalam rangka hidup dan kehidupan modern yang kian kompleks permasalahannya. Banyak masalah baru yang muncul dan tidak pernah ada semasa hayat Nabi Muhammad Saw. Ijtihad diperlukan untuk merealisasikan ajaran Islam dalam segala situasi dan kondisi. Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad Saw dan Muadz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman. Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda? Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran. Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu? Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah. Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah? Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri ( Ijtihadu bi rayi) tanpa bimbang sedikit pun. Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati Rasulullah! Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi Muhammad Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad Saw. Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

41

Kamu punya Al-Quran! Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan dan petunjuk tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami, Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami? Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan! Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin timbul yang tidak dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang harus dilakukan orang-orang sesudah kami? Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setiap orang dan akal sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan selalu membimbing kamu ke jalan yang lurus!26 Dari kedua keterangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa Ijtihad adalah sarana ilmiah untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. Persoalannya sekarang, siapa yang berhak melakukan Ijtihad? Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma atau kesepakatan. Dalam hal penggunaan potensi akal dalam kehidupan beragama, Mujtahid merupakan tingkatan tertinggi, di bawahnya adalah Muttabi dan Muqallid. Muttabi artinya mengikuti fatwa atau ijma secara kritis, yakni berusaha memikirkan, menimbang-nimbang, dan membandingkannya dengan fatwa lain, lalu memilih mana yang dianggap paling benar. Pekerjaan Muttabi disebut Ittiba. Muqallid artinya mengikuti sebuah fatwa apa adanya sebagai hal yang wajib ditaati atau diikuti, dengan tidak menggunakan pertimbangan rasio dan tidak berusaha mengetahui sumber fatwa itu dikeluarkan. Pekerjaan Muqallid

26

Ibid, hlm. 108

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

42

disebut Taklid. Pekerjaan demikian tercela dalam ajaran Islam karena Islam mengajarkan penggunaan potensi akal seoptimal mungkin. Para ulama Madzhab yang terkenal dan terbanyak pengikutnya di antara ulama-ulama lain, yakni Imam Abu Hanifah (699 H/767 M), Imam Malik (714 H/798 M), Imam Syafii (767 H/854 M), dan Imam Ahmad bin Hambal (780 H/855 M) yang dikenal dengan Madzahibul Arbaah (Aliran Empat), melarang umat Islam bertaklid buta kepada mereka: Tidak halal bagi seseorang berpendapat dengan pendapat kami sehingga ia mengetahui darimana sumber pendapat kami itu (Abu Hanifah). Aku ini hanyalah seorang manusia yang mungkin salah dan mungkin benar. Maka koreksilah pendapatku. Segala yang sesuai dengan Quran dan Sunnah, ambillah, dan segala yang tidak sesuai dengan Quran dan Sunnah, tinggalkanlah! (Imam Malik). Apa yang telah kukatakan padahal bertentangan dengan perkataan Nabi, maka apa yang sahih dari Nabi itulah yang lebih patut kamu ikuti. Janganlah kamu taklid kepadaku (La Tuqalliduni)! Jangan kamu taklid kepadaku (La Tuqallid ni)! Jangan pula kepada Malik, jangan kepada Syafii, dan jangan kepada Ats -Tsauri! Ambillah dari sumber mana mereka itu mengambil! (Ahmad bin Hambal).27 Ada sejumlah metode dalam pelaksanaan Ijtihad, yakni Qiyas, Mashalih Mursalah, Istinbath, Ijma, dan Istihsan28. A. Qiyas Qiyas artinya mengukur atau mempersamakan, yakni memperbandingkan atau mempersamakan hukum suatu perkara dengan perkara lain berdasarkan persamaan illah (sebab yang mendasari ketetapan hukum). Misalnya, arak (khamr) diharamkan karena memabukkan (Q.S. 2:219) dan riba diharamkan karena mengandung unsur penganiayaan (Q.S. 2:275). Maka, secara Qiyas, benda dan hal lain pun jika ternyata memabukkan atau mengandung unsur penganiayaan menjadi haram juga. Kaidah Ushul Fiqih menyatakan, Hukum itu berputar menurut illah-nya.
27 28

Ibid, hlm. 110. H. Djarnawi Hadikukusam, Ijtihad, dalam Amrullah Achmad dkk. (Editor), Persepektif Ketegangan Kreatif dalam Islam, PLP2M Yogyakarta, 1985, hlm. 21-29.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

43

B. Mashalih Mursalah. Mashalih Mursalah adalah melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum, tidak dianjurkan Quran dan Sunnah, tetapi sangat diperlukan untuk memelihara kelestarian dan keselamatan agama, akal, harta, diri, dan keturunan. Misalnya, membukukan dan mencetak Al-Quran dan Al-Hadits; menggaji muadzin, imam, khotib, dan guru agama, serta mengadakan perayaan peringatan Hari-Hari Besar Islam. C. Istinbath Istinbath yaitu menghukumi suatu perkara setelah mempertimbangkan permasalahannya. Misalnya soal riba (pembayaran berlebih atas utang atau pinjaman yang disyaratkan pemberi pinjaman). Bunga pinjaman bank secara istinbath dibolehkan karena pinjaman yang diberikan bersifar pinjamanproduktif. Tidak ada illat penganiayaan dalam bunga pinjaman itu karena pinjaman yang diberikan adalah bukan pinjaman-konsumtif, tetapi untuk modal usaha atau memperbesar modal perusahaan yang telah berjalan. Kalau pinjaman itu konsumtif, yakni untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, maka haram hukumnya bunga yang ada dalam pinjaman itu. Namun demikian, ada pula pendapat yang tetap mengharamkan bunga pinjaman-produktif karena tetap mengandung unsur penganiayaan --bank tidak mau tahu apakah usaha seseorang itu untung atau rugi. D. Istihsan Istihsan adalah penetapan hukum dengan penyimpangan dari hukum umum kepada hukum khusus untuk mencapai kemanfaatan. Misalnya, menanami tanah wakaf yang diwakafkan untuk pendirian masjid sambil menunggu biaya pembangunan. Hasilnya dijual dan disediakan untuk biaya pembangunan masjid. Contoh lain adalah lupa makan dan minum selagi berpuasa. Hadits menyebutkan, orang yang berbuat demikian dianjurkan meneruskan puasanya, tanpa penjelasan batal-tidaknya puasa orang tersebut. Namun orang yang berwudhu lalu lupa atau tanpa sengaja mengeluarkan angin, ditetapkan batal wudhunya.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

44

E. Ijma Ijma adalah kesepakatan para ulama tentang suatu perkara, meliputi: Ijma Qauli, yaitu para ulama berijtihad bersama-sama atau sendirisendiri tentang suatu masalah lalu memutuskan hukum yang sama. Ijma Amali, yaitu kesepakatan yang tidak diucapkan namun tercermin dalam kesamaan sikap dan pengamalan. Ijma Sukuti, yakni menyetujui dengan cara mendiamkan. Ulama tertentu mengetapkan hukum atas suatu perkara dan ulama lain tidak membantahnya.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

45

7. SALAH PAHAM TERHADAP ISLAM

BANYAK pihak, dalam hal ini kaum non-Muslim, mempersepsi Islam dan umat Islam sebagai ancaman dan musuh yang harus diperangi. Persepsi demikian antara lain diindikasikan oleh adanya istilah The Green Menace (Bahaya Hijau)29. Bahaya hijau digunakan sebagai pengganti bahaya merah (komunisme Soviet) yang telah kalah dalam Perang Dingin (the Cold War)30. Ketika dunia memasuki ambang milenium ketiga Masehi, banyak futuris dan pengamat melontarkan pemikirannya tentang apa yang bakal terjadi pada masa mendatang, atau bagaimana wajah dunia pada usianya menapaki keseribu tahun ketiga itu, dengan warna utama benturan kepentingan yang kian keras antara Barat dan Islam. Akbar S. Ahmed31 misalnya, mengatakan bahwa pada ambang milenium mendatang, dua peradaban global tampaknya akan berhadapan dalam suatu konfrontasi kompleks di segala tingkat aktivitas manusia. Peradaban yang satu berpangkal di negara-negara Muslim (dunia Islam), sedangkan yang lain di dunia Barat (terutama Amerika Serikat dan Eropa Barat). "Para pengamat telah melihat konfrontasi ini sebagai suatu malapetaka dan menyebutnya perang suci terakhir," tulis Ahmed. Apa yang dikemukakan antropolog Muslim asal Pakistan itu, tentu saja senada dengan atau mengingatkan kita kepada tesis Samuel P. Huntington yang menghebohkan dan diekspos berbagai media massa, yakni tentang "benturan peradaban" (clash of civilizations). Menurut pakar politik dari Harvard University AS itu, pada masa depan akan terjadi konflik peradaban antara Barat dan Islam yang beraliansi dengan Konfusianisme di Asia.

29

Istilah ini --the Green Menace-- antara lain digunakan John L. Esposito dalam tulisannya Political Islam: Beyond the Green Menace di Jurnal Current History, Januari 1994. Artikel itu dialihbahasakan dan dibukukan dengan judul Bahaya Hijau: Kesalahpahaman Barat terhadap Islam (Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1997). 30 Perang Dingin adalah kompetisi dan konforntasi antara negara-negara kapitalis Barat pimpinan AS dan negara-negara komunis di Eropa Timur pimpinan Uni Soviet. Ketika sejumlah negara anggota federasi Soviet pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an ramai-ramai melepaskan diri dan menjadi negara merdeka, imperium Soviet berakhir dan kembali menjadi Rusia. Perang Dingin pun dianggap berakhir dengan tanda utama runtuhnya Tembok Berlin dan bersatu kembalinya Jerman Barat dan Jerman Timur. 31 Akbar S. Ahmed, Living Islam, Mizan, Bandung, 1997, hlm. 19.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

46

Persepsi Islam sebagai ancaman utamanya bersumber dari kesalahpahaman (misunderstanding) Barat atau kalangan non-Muslim terhadap Islam. Hal itu terjadi karena antara lain: Pertama, masyarakat Barat umumnya melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Mereka umumnya mempelajari dan memahami Islam dari buku-buku para orientalis. Sedangkan para orientalis mengkaji Islam bertujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam atau menyelewengkan ajaran Islam, selain adanya motif politis yaitu untuk mengetahui rahasia kekuatan umat Islam yang tidak lepas dari ambisi imperialis Barat untuk menguasai atau meneruskan penjajahan terhadap dunia Islam32. Umumnya, ketika berbicara tentang Islam, pandangan dan analisis para orientalis tidak objektif dan tidak fair, sudah bercampur dengan subjektivisme dan kepentingan tertentu. Karenanya, pandangan mereka biased dan berat sebelah. Hasilnya adalah kesalahpahaman terhadap Islam di dunia Barat. Citra Islam yang tampak di mata orang-orang Barat adalah kekejaman, kekerasan, fanatisme, kebencian, keterbelakangan, dan entah apa lagi. Kedua, masyarakat Barat umumnya mengetahui Islam lewat media massa yang menampilkan Islam tidak secara utuh. Bahkan, Islam yang dikenalkan bukan Islam kebanyakan (Aliran Sunni) melainkan Islam Aliran Syi'ah (berpusat di Iran) yang hanya dianut oleh 10% kaum Muslim dunia. "Syi'ah menjadi perwakilan Islam di media Barat," tulis Akbar S. Ahmed33. "Karena ketakutan media Amerika," kata Ahmed, "citra Iran menjadi citra Islam di seluruh dunia. Citra ini antara lain memperlihatkan para mullah bermata kosong yang berteriak-teriak, atau kaum wanita dengan tubuh tertutup dari kepala hingga ujung jari kaki, atau para pemuda memegang senapan Kalashnikof. Jumlah umat Islam di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 1,16 miliar jiwa atau 23,2% dari penduduk dunia (data Institute of Muslim Minority, 1990). Bersumberkan Islamic Horizons edisi Juli-Agustus 1990, Steven Barboza34 mengungkapkan perkiraan jumlah populasi umat Islam sedunia tahun 2000 yang mencapai sekitar 1,6 milyar atau 26,85% dari total populasi dunia, dengan asumsi kecepatan pertumbuhan seperti sekarang.

32

M. Syafii Anwar, Media Massa Amerika: Catatan dan Refleksi Wartawan Muslimn, dalam Rusjdi Hamka dan Rafiq, Islam dan Era Informasi, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1989, hlm. 161. 33 Akbar S. Ahmed, op. cit, hlm. 77. 34 Steven Barboza, Jihad Gaya Amerika, Mizan Bandung, 1995, hlm. 43.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

47

Ketiga, menyamakan Islam dengan perilaku individu umat Islam. Padahal, perilaku umat Islam belum tentu mencerminkan ajaran Islam. Misalnya, ketika ada orang atau sekelompok orang Islam yang melakukan kekerasan, cap "teroris" pun dilekatkan pada Islam, tanpa mau tahu mengapa aksi kekerasan itu terjadi. Maka, populerlah istilah "Terorisme Islam". Bagi Barat, Islam is genderang perang Khomeini dan Khadafi terhadap Amerika, agresi Saddam terhadap Kuwait, pembunuhan Presiden Mesir Anwar Sadat oleh aktivis pergerakan Islam, bom bunuh diri aktivis HAMAS Palestina, dan sebagainya. Kesalahpahaman tersebut diperparah lagi oleh gencarnya serangan propaganda Barat melalui berbagai media massanya untuk memojokkan agama dan umat Islam (demonologi Islam)35. Dalam pengemasan berita tentang umat Islam, Barat kerap mengekspos cap-cap seperti "fundamentalisme", "militanisme", "ekstremisme", "radikalisme", dan bahkan "terorisme" yang arahnya jelas: untuk mendiskreditkan Islam. Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap Islam, maka sebaiknya kita menggunakan metode mempelajari Islam sebagai berikut: 1. Islam dipelajari dari sumber aslinya, yaitu Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. 2. Islam dipelajari secara integral (menyeluruh) sebagai sistem pedoman hidup, tidak secara parsial. 3. Islam dipelajari dari kepustakaan yang ditulis para ulama, cendekiawan Muslim (zuama), dan sarjana-sarjana Islam sendiri. 4. Jangan mempelajari kenyataan pada umat Islam an sich36.

35

Tentang demonologi Islam secara lengkap, lih. Asep Syamsul M. Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, GIP Jakarta, 2000. 36 Drs. Nasruddin Razak, op.cit., hlm. 49-54.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

48

8. IMAN: SISTEM KEYAKINAN

IMAN (amana - yuminu - imanan) secara harfiyah (etimologis) artinya percaya dengan yakin. Iman adalah akidah Islamiyah, yakni sistem keyakinan atau kepercayaan dalam Islam. Akidah (aqoda - yaqidu - aqdan/aqad) artinya ikatan, yakni ikatan hati atau jiwa alias keyakinan atau kepercayaan. Secara maknawi (terminologis) iman adalah percaya dengan yakin akan adanya Allah SWT, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhirat, serta Qadha dan Qadar. Percaya dengan yakin kepada keenam hal itu disebut Arkanul Iman atau Rukun Iman. Sebutan untuk orang yang percaya dengan yakin atas Arkanul Iman itu disebut mukmin (mumin, orang beriman). Hai orang-orang yang beriman! Yakinlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya, dan kepada KitabKitab yang diturunkan-Nya terdahulu. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan Hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat jalan sejauhjauhnya (Q.S. 4:136)37. Iman adalah masalah mendasar dalam Islam. Iman menjadi titik-tolak permulaan seseorang menjadi pemeluk Islam (Muslim). Seseorang yang menyatakan diri memeluk Islam harus mengikrarkan dua kalimat syahadat, mengakui Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai Rasul-Nya. Al-Quran menggambarkan, orang yang menyatakan beriman (mukmin) ibarat melakukan transaksi jual-beli dengan Allah SWT. Orang tadi "membeli" surga dengan jiwa-raganya, atau "menjual" jiwa, raga, dan hartanya pada Allah SWT dengan bayaran keridaan-Nya. "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberi imbalan surga pada mereka." (Q.S. atTaubah:111) Dan sebagian manusia ada yang menyerahkan diri mereka untuk mendapatkan keridaan Allah... (Q.S. al-Baqarah:107)
37

Tentang Qadho dan Qadar disebutkan secara terpencar dalam Al-Quran dan Hadits-Hadits Rasulullah Saw.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

49

Mukmin yang benar-benar beriman adalah mereka yang siap menyerahkan segala yang ada padanya pada Allah SWT. Ia siap melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pun siap melaksanakan atau menghadapi segala ujian dari-Nya, untuk menunjukkan kesungguhan keimanannya. Jadi, setiap mukmin harus siap melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya (ajaran Islam). Mukin sejati mempunyai sikap dasar sami'na wa atho'na (kami dengar dan kami patuh). "Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukumi di antara mereka, ialah ucapan 'kami dengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah orangorang yang beruntung" (Q.S. 24:51). "Dan tidaklah patut bagi seorang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketentuan akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya (berpaling dari ketentuan itu), maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata" (Q.S. 33:36).

1. Pengamalan Iman A. Iman kepada Allah SWT. Beriman kepada Allah SWT artinya meyakini Allah sebagai Tuhan semesta alam, juga yakin akan kebenaran keberadaan para Malaikat-Nya, wahyu-Nya (kitab-kitab Allah), para rasul-Nya, hari akhir, dan Qodho dan Qadar Allah SWT bagi setiap manusia. Pembenaran atas semua itu harus diikuti dengan tindakan nyata, sebagai pengamalan atas keimanan tersebut. Iman kepada Allah SWT merupakan fitrah manusia. Artinya, pada hakikatnya seluruh umat manusia mempercayai adanya Allah SWT dan mengakuiNya sebagai Tuhan (Q.S. 7:172). Manusia Jahiliyah pun mengenal adanya Allah SWT sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta (Q.S. 10:31, 43:9). Mereka menyembah berhala dengan dalih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (Q.S. 39:3).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

50

Menurut filosof Ibnu Rusyd38 , ada dua cara membuktikan adanya Allah: 1. Dalil Al-Inayah (The Proof of Providence), yakni dengan melihat kesempurnaan struktur susunan alam semesta atau keteraturan fenomena alam. 2. Dalil Al-Ikhtira (The Proof of Creation), yakni dengan melihat penciptaan makhluk hidup. Manusia tidak mungkin mampu membuat makhluk binatang kecil sekalipun. Al-Quran sendiri menunjukkan suatu metode yaitu dengan menyelidiki kejadian manusia dan alam semesta. Dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam ada tanda-tanda bagi mereka yang berakal yang memikirkannya (Q.S. 3:190-191). Manusia diperintahkan memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala yang diciptakan Allah (Q.S. 7:185). Bahkan, diri kita sendiri harus kita perhatikan untuk memikirkan eksistensi-Nya (Q.S. 51:21). Nabi Saw bersabda: Barangsiapa mengenali dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya. Dengan demikian, manusia akan menemukan bahwa Allah-lah Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta. Dia pula yang berhak disembah dan dimintai pertolongan. Dia bisa dikenali dengan pemahaman sifat-sifat-Nya39 dan ciptaan-Nya. Manusia dilarang memikirkan tentang hakikat Dzat Tuhan, karena akal manusia tidak mungkin menjangkau-Nya. Allah adalah Dzat Yang Mahagaib. Pikirkanlah tentang ciptaan Allah dan jangan kamu berpikir tentang Dzat Nya... Pengamalan keimanan kepada Allah harus diikuti dengan pembenaran atas firman-firman-Nya, yang kini tertuang dalam Al-Quran, sekaligus mengamalkan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Minimal, seorang mukmin harus membuktikan keimanannya dengan mengerjakan shalat lima waktu. Karena, dalam sebuah hadits disebutkan, pembeda antara seorang mukmin/Muslim dan kafir adalah shalat.

38 39

Sebagaimana dikutip Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Maarif Bandung, 1989, hlm. 131-132. Sifat-sifat Allah dikenal dengan Asmaul Husna atau Nama-Nama Yang Bagus, seperti Wujud (ada), Qidam (Terdahuku), Baqa (Kekal), Mukhalafatu Lilhawadits (Berbeda dengan yang baru ada), Wahdaniyah (Satu), Qudrat (Mahakuasa), Ar-Rahman (Maha Pengasih), dll.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

51

Dari shalat, jika dikerjakan dengan khyusu, maka akan tercipta kondisi diri yang benar-benar tunduk kepada Allah SWT. B. Iman kepada Malaikat Iman kepada Malaikat adalah bagian dari iman kepada hal-hal ghaib (Q.S. 2:3). Keberadaan Malaikat dikabarkan Allah melalui wahyu-Nya. Dalil keimanan kepada Malaikat adalah Dalil Naqli (Q.S. 2:177, 2:285, 4:136 dan sejumlah hadits Rasulullah Saw). Malaikat tidak bisa dijangkau akal dan pancaindera karena berada di balik alam materi. Malaikat adalah hamba-hamba Allah yang terhormat, tidak pernah durhaka kepada Allah, dan senantiasa mengerjakan apa saja yang diperintahkanNya (Q.S. 21:26-27, 66:6). Malaikat siap menjalankan tugas untuk menolong orang-orang beriman dan membisikkan kepada hati mereka untuk selalu bergembira dan tidak pernah sedih atau takut (Q.S. 8:12, 41:30). Keimanan kepada para Malaikat minimal dibuktikan dengan adanya kesadaran, bahwa di kiri-kanan kita selalu ada Malaikat pencatat amal (Rakib dan Atid). Kedua Malaikat itu selalu mengawasi perilaku kita dan mencatatnya, untuk kemudian oleh Allah SWT dimintakan pertanggungjawaban kita di akhirat kelak. Dengan adanya kesadaran tersebut, maka perilaku kita akan terkendali. Hanya akan mengarah kepada hal-hal yang diwajibkan dan dibolehkan oleh ajaran Allah semata (syariat Islam). C. Iman kepada Kitabullah Yang dimaksud Kitabullah atau Kitab-Kitab Allah adalah wahyu-wahyu yang diterima para Nabi/Rasul Allah. Kitab itu dinamakan pula Shuhuf. Jumlah Kitab itu tidak pernah disebut angkanya dalam Al-Quran. Yang pasti, jumlah Kitab yang wajib diimani ada empat, yakni Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Zabur (Nabi Daud), Injil (Nabi Isa), dan Al-Quran (Nabi Muhammad). Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya (Q.S. 10:37). Taurat, Zabur, dan Injil tidak ada lagi di dunia ini karena ia telah terhapus (mansukh) dan digantikan Al-Quran. Kalaupun ada atau diklaim ada, maka itu tidak asli lagi karena isinya telah bercampur dengan pikiran manusia yang dimasukkan ke dalamnya. Misalnya dalam Taurat diceritakan tentang kematian Musa di tanah Moab (Markus 1:14-15), padalah Taurat sendiri diturunkan kepada

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

52

Musa. Dalam Injil Markus 1:14-15 ada cerita orang lain tentang Yesus yang menunjukkan bahwa Markus itu bukan Injil asli40. Keimanan kepada kitabullah, minimal dengan melakukan pembenaran kepada Al-Quran, yang diikuti dengan pembacaan, penghayatan, dan pengamalan kandungan isinya. Menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup, mutlak wajib hukumnya bagi setiap mukmin. Al-Quranlah yang merupakan hudan (petunjuk) bagi orang-orang yang bertakwa (Q.S. Al-Baqarah:2). D. Iman kepada para Rasulullah Rasulullah artinya utusan Allah SWT. Mereka adalah para Nabi mulai dari Nabi Adam hingga Muhammad Saw. Merekalah manusia-manusia pilihan Allah untuk mengemban tugas menyampaikan ajaran-Nya, membimbing umat manusia agar menempuh jalan hidup yang benar. Merekalah para penerima wahyu Allah SWT. Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali para lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka. Karena itu, bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (Q.S. 16:43). Manusia tidak akan memahami hakikat hidup dan kehidupan ini kecuali diberi tahu dan dibimbing langsung oleh Sang Pencipta hidup dan kehidupan ini, yakni Allah SWT. Pengetahuan dan bimbingan itu diturunkan Allah melalui para utusan-Nya (para Nabi). Karena merupakan manusia pilihan, para Nabi memiliki sifat-sifat tertentu. 1. Shidiq, artinya benar atau jujur. Seorang Nabi selalu benar dalam perkataan dan perbuatannya. Mustahil dia berkata dusta. 2. Amanah, artinya terpercaya. Mustahil ia mengkhianati kepercayaan yang telah Allah berikan kepadanya untuk menyampaikan ajaran-Nya kepada manusia. Rintangan dan tantangan apa pun yang menghadangnya dalam menyampaikan ajaran Allah, ia hadapi dengan tegar dan sabar. 3. Tabligh, artinya menyampaikan. Seorang Nabi mustahil menyembunyikan apa yang diturunkan Allah kepadanya (wahyu). Ia menyampaikan seluruh ajaran Allah kepada umat manusia.

40

Sebagaimana dikutip Drs. Nasruddin Razak, op.cit., hlm. 154-155.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

53

4. Fathonah, artinya cerdas. Mustahil seorang Nabi itu bodoh atau lemah akal. Ia haruslah cerdas untuk memahami wahyu Allah sekaligus memahami realitas sosio-kultural masyarakatnya. Keempat sifat itulah yang disebut Empat Sifat Wajib pada diri Nabi sebagai utusan Allah SWT. Satu lagi sifat Nabi adalah mashum, artinya terpelihara atau terjaga dari perbuatan dosa karena Allah terus-menerus memberikan bimbingan kepadanya. Jadi, mustahil Nabi berbuat salah atau dosa. Selain itu, ciri khas para Nabi adalah memiliki mujizat. Ia adalah keajaiban (miracle) yang diberikan Allah sebagai bukti bahwa ia adalah utusan-Nya. Nabi Ibrahim memiliki mujizat tidak mempan dibakar api ketika Raja Namrud membakarnya hidup-hidup. Nabi Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya ketika dikejar Raja Firaun. Nabi Sulaiman dapat memahami bahasa binatang. Nabi Isa dapat menyembuhkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan manusia biasa. Nabi Muhammad memiliki mujizat terbesar yakni Al-Quran yang tidak mampu ditiru atau ditandingi oleh ahli bahasa Arab sekalipun. Jumlah Nabi tidak diketahui secara pasti. Di dalam Al-Quran hanya disebutkan 25 orang Nabi, yaitu (1) Adam, (2) Idris, (3) Nuh, (4) Hud, (5) Sholeh, (6) Ibrahim, (7) Luth, (8) Ismail, (9) Ishaq, (10) Yaqub, (11) Yusuf, (12) Ayub, (13) Syuaib, (14) Musa, (15) Harun, (16) Ilyasa, (17) Dzulkifli, (18) Daud, (19) Sulaiman, (20) Ilyas, (21) Yunus, (22) Zakariya, (23) Yahya, (24) Isa, dan (25) Muhammad. Di antara ke-25 Nabi tersebut, lima di antaranya disebut Ulul Azmi, artinya memiliki keteguhan hati dan kesabaran yang luar biasa (Q.S. 46:35). Mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad (Q.S. 33:7). Percaya dengan yakin atas eksistensi mereka merupakan keharusan, dengan fokusnya adalah beriman kepada Nabi Muhammad sebagai penutup para Nabi (Khataman Nabiyin) dan pembawa ajaran yang menyempurnakan ajaran para Nabi terdahulu. Nabi Muhammad adalah Nabi Internasional karena ajaran yang dibawanya bersifat universal dari segi sasaran dan cakupan ajaran. Keimanan kepada para utusan Allah, minimal dibuktikan dengan membenarkan kenabian Muhammad Saw, diikuti dengan menjalankan apa yang didakwahkannya. Perilaku Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuannya, merupakan Sunnah, sebagai teladan bagi kaum mukmin.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

54

E. Iman kepada Hari Akhir Hari Akhir adalah suatu masa di mana alam dunia beserta seluruh isinya hancur-lebur. Hari Akhir disebut pula Hari Qiamat (Yaumul Qiyamah). Segala sesuatu yang ada di jagat raya ini akan binasa. Hanya Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan akan abadi (Q.S. 55:26-27). Iman kepada Hari Akhir adalah yakin bahwa setelah kehidupan dunia ini ada alam kehidupan yang kekal, yakni Alam Akhirat. Bahwa semua makhluk akan mati atau binasa, kemudian manusia dibangkitkan kembali untuk menjalani "kehidupan kedua" yang kekal. Di Alam Akhirat itulah manusia menjalani kehidupan sesungguhnya. Bahagia atau celakanya, ditentukan oleh amal perbuatannya selama di dunia ini. Jadi, keimanan kepada Hari Akhir itu mencakup keimanan akan adanya: 1. Hari Kebangkitan (Yaumul Baats). Setelah dihancurleburkan, seluruh makhluk atau ciptaan Allah yang telah mati atau binasa, akan dibangkitkan (Q.S. 36:51-52). 2. Hari Berkumpul (Yaumul Haysr). Setelah dibangkitkan atau dihidupkan kembali, seluruh makhluk dikumpulkan di suatu tempat yang disebut Padang Mahsyar (Q.S. 4:87, 18:47). 3. Hari Pertontonan (Yaumul Ardh). Di Padang Mahsyar itu diperlihatkan kepada manusia seluruh amal perbuatan mereka selama di dunia. Sekecil apa pun amal yang mereka perbuat, baik atau buruk, akan diperlihatkan (Q.S. 99:6-8). 4. Hari Perhitungan (Yaumul Hisab) atau Hari Pertimbangan Amal (Yaumul Wazn). Seluruh amal manusia akan dihitung dan ditimbang (Q.S. 21:47). 5. Hari Pembalasan (Yaumul Jaza) atau Hari Keputusan (Yaumul Fashl). Amal baik dihadiahi pahala dan tempat di sorga yang penuh kenikmatan. Amal baik dikenai sanksi dosa dan tempat di neraka yang penuh kepedihan (Q.S. 40:17, 101:6-11). Keyakinan akan adanya Hari Akhir ini mendorong seorang mukmin menyadari, hidup di dunia ini ada artinya. Bahwa seluruh amal, baik atau buruk, ada balasannya kelak. Efek iman kepada Hari Akhir ini adalah mendorong kaum mukmin menjadi orang baik, saleh, dan mukhlis (rela berbuat apa saja karena Allah).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

55

Iman kepada Hari Akhir ini harus dibuktikan minimal dengan pengumpulan bekal kita untuk kehidupan di sana. Yakni, berupa amal saleh. Beribadah kepada Allah dan berbuat baik terhadap sesama makhluk, sebagaimana diperintahkanNya. Yakin bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, maka kaum mukmin mempergunakan hidup ini sebaik-baiknya, tidak sampai terlena oleh kenikmatan duniawi yang cenderung menjauhkan dari amal saleh yang diridhai Allah SWT. F. Iman kepada Qodho & Qodar Qodho dan Qodar dalam percakapan sehari-hari disebut Takdir, artinya ketentuan Allah SWT. Menurut Al-Quran, Qodho artinya hukum (Q.S. 4:65), perintah (Q.S. 17:23), kabar (Q.S. 17:4), kehendak Allah (Q.S. 3:47), dan menjadikan (Q.S. 41:12). Sedangkan Qodar adalah peraturan atau sistem yang diciptakan Allah (Sunnatullah) sebagai hukum sebab akibat (kausalitas) yang mengikat manusia dan alam semesta (Q.S. 54:49, 33:38, 25:2). Takdir itu meliputi natural law tentang keteraturan isi jagat raya, ruh dalam diri manusia, jenis kelamin dan ras/etnis manusia, watak manusia, dan usia serta nasib manusia. Bahkan, yang dimaksud dalam kebanyakan ayat Al-Quran tentang Takdir atau ketentuan Allah adalah hukum alam ( natural law). Bintangbintang dan planet masing-masing mempunyai jalannya tertentu. Demikian pula tiap benda lain dalam alam semesata. Peredaran bintang-bintang di langit, gejala alam, hidup dan mati, semuanya dikuasai oleh hukum alam tadi 41. Ada dua aliran pemikiran tentang Takdir: 1. Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia sama sekali tidak bebas, semuanya (umur, nasib, dll.) telah ditentukan oleh Allah. Manusia hanya dapat menerima dan pasrah tidak punya pilihan. Aliran ini berpegang pada ayat-ayat tentang kekuasaan mutlak Allah. Tidak akan mengenai sesuatu musibah di bumi ini dan demikian pula tidak akan terjadi pada dirimu, melainkan sudah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfudz) sejak sebelumnya Kami wujudkan kejadian-kejadian tersebut... (Q.S. 57:22). 2. Qodariyah yang mengatakan bahwa manusia bebas mengatur dirinya sendiri dan menentukan jalan hidup dan nasibnya sendiri. Aliran ini mendasarkan pendapatnya pada ayat-ayat tentang ikhtiar atau kebebasan memilih (free will, free choice) manusia.
41

Syed Ameer Ali, Api Islam, Bulan Bintang Jakarta, 1978, hlm. 603.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

56

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka sendiri yang mengubah keadaan yang ada pada diri mereka (Q.S. 13:11). Dan katakanlah: Kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka barangsiapa yang menghendaki beriman, maka berimanlah, dan barangsiapa yang menghendaki kafir, maka kafirlah dia (Q.S. 18:29). Kedua aliran tersebut sama-sama sesat dan menyesatkan. Keduanya menempuh jalan ekstrem. Yang satu menutup ikhtiar manusia dan yang kedua mengingkari adanya ketetapan Allah. Jabariyah menjadikan Allah berlaku tidak adil karena memaksa manusia. Bahwa Allah menciptakan perbuatan makhluknya, baik dan buruk. Jalan terbaik adalah sikap moderat atau tengah-tengah di anatara kedua aliran tersebut, yakni meyakini bahwa amal dan nasib kita sudah ditentukan oleh Allah, namun ketentuan itu bergantung pada ikhtiar manusia sendiri untuk mempertahankan atau mengubahnya. Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki) dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz) (Q.S. 13:39).

2. Istiqomah dalam Keimanan Istiqomah adalah kukuh, kuat kepada keyakinan yang ada. Tetap teguh menjalankan konsekuensi keimanan. Dalam terminologi iman sendiri terkandung makna istiqamah, yakni mengucapkan dengan lisan (ikrarun bil lisan), diiringi dengan pembenaran dalam hati (tashdiqun bil qalbi), dan dibuktikan dengan tindakan nyata oleh seluruh anggota tubuh ('amalun bil arkan). Nabi Muhammad Saw menyatakan: Katakanlah, Aku beriman kepada Allah, lalu pegang teguh (istiqomah) keimanan itu! Hadits tersebut sejalan dengan firman Allah SWT, "Sesungguhnya orang-orang yang berkata 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka tetap lurus (istiqomah) dalam keimanannya, niscaya turun kepada mereka Malaikat menyampaikan pesan kepada mereka

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

57

bahwa janganlah kalian takut dan bersedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian!" (Q.S. Fushilat:30). Orang yang istiqomah dalam keimanannya, akan dapat mengalahkan setiap godaan untuk berbuat maksiat, syirik, nifak, atau mengabaikan syariat Islam. Hawa nafsu duniawi dan bujuk-rayu setan, akan selalu mengintai kaum mukmin agar mereka berpaling dari ajaran Allah SWT yang diimaninya. Orang yang tidak istiqomah ialah mereka yang mudah goyah keimanannya. Hawa nafsu duniawi, mengejar kesenangan duniawi, menjadi pilihannya dengan mengabaikan keimanannya. Ini bukan berarti mengejar kesenangan duniawi dilarang, tetapi seyogianya orang beriman yang teguh dengan keimanannya akan mengejar kesenangan duniawi itu dengan tetap berpedoman kepada aturan Allah, berstandar halal-haram, manfaat-madarat, dan lain-lain. Istiqomah diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya kepada kaum mukmin karena setelah menyatakan beriman, kaum mukmin akan menghadapi ragam ujian. Dengan sikap istiqomah, segala ujian itu akan ia hadapi dengan tegar.

3. Ujian Keimanan Keputusan seorang manusia untuk memeluk Islam, menyatakan keimanannya pada Allah SWT sebagai Tuhannya dan meyakini Muhammad Saw sebagai utusan-Nya, merupakan keputusan tepat sekaligus mengandung sejumlah risiko. Ketika seseorang mengatakan beriman, Allah SWT tidak akan membiarkannya begitu saja, tetapi akan memberinya ujian demi ujian --juga serangkaian hak dan kewajiban sebagai konsekuensi-- untuk mengetahui apakah ia benar-benar beriman atau sebatas pengakuan lisan saja. "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan 'kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar (imannya) dan orang-orang yang dusta (munafik)" (Q.S. 29:2-3).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

58

Ujian Allah SWT bagi setiap mukmin antara lain berupa: A. Kebaikan dan keburukan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan... (Q.S. 21:35) B. Ujian berupa harta dan diri Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu... (QS 3:186), C. Ujian pangkat atau jabatan Dan Dialah yang menjadikanmu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagiaan kamu atas sebahagiaan (yang lain) beberapa derajat untuk mengujimu... (QS 6:165). Seorang mukmin sejati tidak akan lupa diri dan bersikap takabur ketika mendapatkan kesenangan, kebaikan, harta, dan pangkat. Karena ia menyadari bahwa itu semua adalah ujian Allah SWT: apakah kesenangan dan lainnya itu akan disikapi dengan syukur, dipergunakan sesuai garis yang ditentukan-Nya, atau malah kufur dan menyalahgunakannya. Demikian pula ketika seorang mukmin menghadapi kesusahan, keburukan, atau musibah. Ia akan menyikapinya dengan sabar dan tawakal. Ia sadar bahwa semua itu merupakan ujian dari Allah SWT. D. Ujian Jihad. Apakah kamu mengira bawah kamu akan dibiarkan, sedangkan Allah belum mengetahui orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil teman setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman...(QS 9:16) Setiap mukmin harus siap berjihad di jalan Allah SWT, yaitu berjuang dengan mengerahkan segala daya, upaya, harta, dengan pengorbanan jiwa, raga, harta, ilmu, dan segala apa yang dimiliki demi tegaknya syiar Islam. Jihad juga berarti menahan atau mengendalikan hawa nafsu (nafs alamarah) yang, dengan dukungan godaan setan, selalu mengajak pada perbuatan maksiat dan pelanggaran terhadap aturan Allah SWT.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

59

Setiap mukmin menyadari bahwa ajaran Islam bukan hanya untuk diamalkan, didakwahkan, tetapi juga harus dilindungi atau dijaga kesucian dan keluhurannya. Setiap mukmin tidak akan rela jika ada pihak yang melecehkan Islam, baik melalui penghujatan terhadap Al-Quran maupun terhadap Nabi Muhammad Saw. Namun demikian, setiap mukmin pun (harus) menyadari, termasuk pelecehan Islam juga jika wahyu Allah SWT ini diabaikan dalam kehidupan seharihari, alias tidak diamalkan. Beratkah menjadi seorang mukmin yang benar-benar keimanannya? Tidak, jika keimanan itu ikhlas atau sepenuh hati. Ya, jika keimanannya setengah hati atau terpaksa. Al-Quran sendiri telah mensinyalir adanya orang yang beriman setengah hati. "Dan di antara manusia ada yang mengabdi pada Allah dengan berada di tepi (setengah hati, ragu-ragu). Jika kebaikan menimpanya, ia merasa tenang dan jika ditimpakan padanya kerugian berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan akhirat dan itulah kerugian yang nyata" (Q.S. AlHajj:11).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

60

9. SYARIAT ISLAM (1) : SISTEM RITUAL

SYARIAT artinya jalan, yakni jalan kehidupan (way of life) yang harus ditempuh. Syariat Islam artinya jalan hidup yang diajarkan oleh agama Islam setelah ajaran tentang akidah atau keimanan. Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) menjalani syariat dalam setiap urusan, maka turutilah ketentuan itu dan janganlah engkau turuti keinginan orang-orang yang tidak tahu (Q.S. 45:18). Prof. Dr. Mahmud Syaltut42 dalam Al-Islam Aqidah wa Syariah mendefinisikan Syariat Islam sebagai peraturan-peraturan yang diciptakan Allah atau yang diciptakan pokok-pokoknya supaya manusia bepegang kepadanya, supaya manusia berpegang kepadanya di dalam hubungannya dengan Tuhannya, hubungannya dengan saudaranya sesama Muslim, hubungannya dengan saudaranya sesama manusia, dan hubungannya dengan alam seluruhnya, dan hubungannya dengan kehidupan. Syariat Islam adalah konsep praktek ibadah dalam Islam. Ibadah secara harfiyah artinya pengabdian atau penghambaan diri. Dalam Islam, ibadah merupakan aplikasi keimanan (the application of faith) yang secara garis besar terbagi dua: Ibadah yang murni dan berkaitan langsung dengan Allah (ibadah mahdhah, hablum minallah). Ibadah yang tidak langsung berkaitan dengan Allah tetapi bersinggungan langsung dengan sesama manusia (ibadah ghair mahdhah, hablum minannas, muamalah). Dalam bab ini kita akan berbicara tentang ibadah mahdhah, meliputi shalat, zakat, puasa Ramadhan, dan ibadah haji. Topik ibadah ghair mahdhah akan kita bahasa pada bab-bab berikutnya. Ibadah mahdhah (murni) yang akan kita bicarakan dalam bagian ini adalah sendi-sendi bangunan Islam. Semua sendi itu wajib dilaksanakan umat Islam. Jika tidak, maka kemuslimannya tidak sempurna bahkan bisa batal. Sendi-sendi itu adalah shalat, zakat, puasa, dan

42

Dikutip Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Maarif Bandung, 1989, hlm. 249.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

61

ibadah haji, termasuk ihwal bersuci (thaharah) yang merupakan pembersihan jiwa-raga yang disyaratkan ketika mengerjakan ritual shalat dan haji.

A. Shalat Secara bahasa, shalat artinya doa. Menurut istilah, shalat adalah bentuk pengabdian (ibadah) kepada Allah yang tersusun dari beberapa perkataan dan gerakan badan, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Jenis Shalat Ada dua macam shalat: wajib dan sunat. Shalat wajib artinya jika dikerjakan mendapatkan pahala (reward), namun jika diabaikan akan mendatangkan dosa (punishment). Sedangkan Shalat Sunah artinya jika dikerjakan mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak mendatangkan dosa. Shalat yang wajib dikerjakan setiap Muslim ada lima, yakni Shalat Shubuh, Shalat Zhuhur yang khusus Hari Jumat diganti dengan Shalat Jumat Berjamaah, Shalat Ashar, Shalat Maghrib, dan Shalat Isya. Sedangkan Shalat Sunah antara lain: Rawatib, yakni shalat dua rakaat yang dilakukan sebelum dan sesudah shalat wajib (kecuali setelah Shalat Shubuh dan setelah Shalat Ashar). Tahajud, yakni shalat yang dilakukan pada lewat tengah malam hari sebelum waktu Shalat Shubuh tiba. Witir, yakni shalat satu rakaat atau lebih dalam hitungan ganjil, dilakukan setelah Shalat Isya. Tarawih, yakni shalat malam selama Bulan Ramadhan, dilakukan setelah Shalat Isya dan sebelum Shalat Witir. Istikharah, yakni shalat khusus untuk meminta petunjuk Allah dalam memilih sesuatu pilihan. Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal atau setelah berakhirnya Bulan Ramadhan. Idul Adha atau Idul Qurban, setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Istisqo, yakni shalat khusus untuk memohon turun hujan.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

62

Shalat adalah satu-satunya kewajiban agama yang perintahnya (amar) diturunkan langsung oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw tanpa melalui Malaikat Jibril. Perintah shalat diturunkan pada saat Nabi Saw melakukan Isra Miraj43. Hal itu menunjukkan betapa tingginya posisi ibadah shalat dalam pandangan Allah SWT. Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu (shalat) adalah lebih besar keutamaannya (dari ibadah yang lain)... (Q.S. 29:45) Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu diwajibkan untuk melakukannya pada waktunya atas sekalian orang mukmin (Q.S. 4:103).

Hikmah Shalat Hikmah ibadah shalat antara lain: a. Mencegah diri dari perilaku buruk (Q.S. 29:45). b. Menghapus sifat-sifat buruk manusia, seperti keluh-kesah dan kikir (Q.S. 70:19-23). c. Menyegarkan jasmani-rohani, menghilangkan penyakit neurosis (gangguan badan karena penyakit saraf), dan memberikan ketenangan batin (Q.S. 20:14, 13:28)44. Dalam sejumlah Hadits Nabi Muhammad Saw disebutkan beberapa keistimewaan posisi shalat bagi umat Islam. a. Merupakan "tiang agama", akan "runtuh" ke-Islaman seseorang jika meninggalkan atau tidak mendirikan shalat; b. Merupakan penentu diterima-tidaknya amal saleh seseorang; c. Merupakan ibadah (ritual) atau kewajiban pokok utama dan terutama dalam Islam --menempati posisi kedua dalam rukun Islam setelah keimanan atau syahadat; d. Merupakan amal perbuatan yang pertamakali dihisab di akhirat dan menentukan baik-buruknya seluruh amal seseorang;
43

Perjalanan malam hari Nabi Saw dari Majid Haram Makkah ke Masjid Aqsha Palestina (Isra) dilanjutkan dengan naik ke Sidratul Muntaha (Miraj) untuk secara langsung menghadap Allah SWT. 44 Dr. AA Brill mengatakan, setiap orang yang menjalankan perintah agama tidak bisa terkena penyakit neurosis (Anyone is truly religions does not develop a neurosis).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

63

e. Merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun dan dengan alasan apa pun, selama ingatan seorang Muslim masih normal atau selama hayat di kandung badan; f. Merupakan pembeda (criterium) pokok antara umat Islam dan kafirin; g. Merupakan manifestasi dan simbol hakikat Islam, yakni penyerahan dan pengabdian diri sepenuhnya kepada Allah SWT; h. Merupakan manifestasi dari inti akidah Islam (tauhid).

Golongan Mushali Orang yang melakukan shalat (mushali) dalam Al-Quran disebutkan ada tiga golongan: Khasyiun, Sahun, dan Yuraun. Yang pertama golongan yang mendapatkan kebahagiaan. Golongan kedua dan ketiga termasuk kelompok yang celaka hidupnya dunia-akhirat. 1. Golongan Khasyi'un (Q.S. 23:2) adalah mereka yang mendirikan shalat dengan sungguh-sungguh (khusyu'), tidak ogah-ogahan, mengetahui ilmu shalat dan memahami (makna) bacaan-bacaan shalat, ikhlas dalam mendirikannya, menjadikan shalat sebagai kebutuhan (tidak merasakannya sebagai beban), tidak terpaksa atau dipaksa, dan ketika shalat ia merasakan betul sedang berkomunikasi dengan Allah SWT, serta merealisasikan apa yang diucapkannya dalam shalat kedalam kehidupan sehari-hari. Karenanya, shalat golongan ini berpengaruh terhadap amal perbuatannya, yaitu dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar (Q.S. 29:45). 2. Golongan Sahun (Q.S. 107:5) adalah mereka yang melakukan shalat dengan lalai, ogah-ogahan atau semaunya, sering (atau sengaja) lupa, menganggap shalat sebagai beban, serta lalai dalam menghayati makna shalat sehingga tidak berpengaruh pada perilakunya. Melalaikan shalat merupakan salah satu ciri orang munafik. Ketika Q.S. 107:05 tersebut turun, Nabi Muhammad Saw berkomentar, Itulah shalatnya orang munafik! Itulah shalatnya orang munafik! Itulah shalatnya orang munafik! (H.R. Bukhari dan Muslim). 3. Golongan Yura-un (Q.S. 107:6) adalah mereka yang melakukan shalat dengan niat yang tidak ikhlas, tidak memiliki motivasi semata-mata karena Allah SWT. Mereka melakukan shalat karena riya, yakni perasaan atau keinginan dipuji atau dilihat orang lain.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

64

B. Zakat Kewajiban membayar zakat dikemukakan dalam Al-Quran. "Ambillah dari harta-harta benda mereka menyucikan mereka dengan itu" (QS 9: 103) untuk membersihkan dan

Secara harfiyah, zakat yang berasal dari kata tazkiyah artinya suci atau menyucikan. Membayar zakat dimaksudkan untuk menyucikan diri sendiri dari sifat-sifat kikir, rakus, dan ketidakpedulian sosial, serta menyucikan harta kekayaan yang dimiliki dari hak orang lain (mustahiq zakat). Zakat merupakan ibadah yang menyangkut harta-benda dan berfungsi sosial. Pentingnya ibadah ini tercermin dalam diposisikannya zakat sebagai urutan ketiga dalam "Rukun Islam" (setelah syahadat dan shalat). Banyak sekali, bahkan hampir selalu, ayat Al-Quran yang menyebut kata digandengkan setelah shalat. Itu menunjukkan, kedua jenis ibadah mahdhah ini mempunyai kedudukan sangat penting dan berhubungan erat. Jika shalat merupakan ibadah jasmaniyah yang terutama, maka zakat merupakan ibadah (dengan media) harta yang paling utama. Orang yang mengabaikan pembayaran zakat bahkan dihukumi kufur alias inkar dari Islam. Ia dianggap memberontak terhadap hukum agama (Islam) yang karenanya harus diperangi hingga ia patuh, seperti yang pernah terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq.

Jenis-Jenis Harta Zakat merupakan kewajiban orang-orang yang mampu (kaya, aghniya), yakni jika jumlah harta mereka sudah sampai pada nilai tertentu atau batas minimal (nisab) dan telah dimiliki dalam tempo setahun --kecuali hasil pertanian dan perkebunan yang dibayarkan zakatnya saat panen. Jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya ada lima. 1. Kekayaan berupa mas, perak, uang, dan cek (Zakatun Nuqud). 2. Barang Dagangan (Zakatut Tijarah).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

65

Zakat kekayaan dan barang dagangan yang harus dikeluarkan 2,5%. Nisab atau batas minimal nilainya 85 gram mas murni (24 karat). 3. Binatang Ternak (Zakatul Anam), berupa sapi, unta, kerbau, dan domba/kambing. Nisab sapi atau kerbau 30 ekor, zakatnya seekor anak sapi/kerbau usia satu tahun. Jika jumlahnya 40, maka zakatnya yang berusia dua tahun. Jika jumlahnya 70 atau lebih, zakatnya dua ekor, usia satu dan dua tahun. Domba/kambing nisabnya 40 ekor. Sampai jumlah 120, zakatnya satu ekor (121-2), 201 s.d. 399 - 3, 400-4). Jumlah 400 ekor, setiap pertambahan 100 zakatnya satu ekor usia dua tahun. 4. Hasil Pertanian (Zakatuz Ziraah), yakni gandum, beras, jagung, dll. 5. Hasil Perkebunan seperti anggur dan kurma. Zakat pertanian/perkenunan besarnya 10% jika pengairannya alami (air hujan, air sungai). Jika pengairannya dengan alat atau perlu biaya, maka zakatnya 5%. Nisabnya 300 sha atau 750 kilogram.

Mustahiq Zakat Yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada delapan golongan sebagaimana diisyaratkan Al-Quran (Q.S. 9:60). 1. Fuqoro atau orang-orang fakir. 2. Masakin atau orang-orang miskin. 3. Amilin atau pengelola zakat. 4. Muallaf atau yang baru masuk Islam. 5. Fir Riqab atau pembiayaan pembebasan Muslim yang menjadi tawanan perang. 6. Gharimin, orang-orang yang tidak sanggup membayar utang. 7. Fi Sabilillah, orang-orang yang berjihad dan berdawah secara pribadi dan kolektif (lembaga). 8. Ibnu Sabil, orang-orang yang telantar dalam perjalanan (musafir) sehingga membutuhkan bantuan makan dan ongkos pulang.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

66

Hikmah Zakat Ada sejumlah hikmah atau pelajaran dari ibadah zakat. a. Zakat merupakan manifestasi rasa syukur pada Allah SWT atas nikmatNya berupa limpahan harta-kekayaan. Dengan demikian, zakat pun merupakan pendidikan bagi umat manusia untuk menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur. b. Zakat mendidik manusia untuk bersifat dermawan atau pemurah . Sifat mulai itulah yang bisa melenyapkan kecemburuan sosial si miskin atas di kaya. Cukup banyak ayat Al-Quran yang mencela sifat kikir dan memuji sifat dermawan. Di antaranya, "Siapa yang terjaga dari kekikiran jiwanya, maka merekalah orang-orang yang bahagia." (QS 59:9. Lih. juga QS 3:180, 9:34, 2:261-262 dan 263). "Sesungguhnya yang dermawan itu dekat pada Allah, pada manusia, pada surga, dan jauh dari neraka. Sesungguhnya orang kikir jauh dari Allah, manusia, surga, dan dekat ke neraka. Seseorang yang bodoh tapi dermawan lebih dicintai Allah daripada orang alim yang pandai tapi kikir. Penyakit yang paling parah adalah kikir." (HR Tirmidzi dan Daruqutni) c. Secara sosial, ibadah zakat menunjukkan bahwa harta yang dimiliki seseorang mengandung fungsi sosial dan ada hak orang lain, dalam hal ini mustahiq, di dalam harta yang dimiliki. Fungsi sosial dimaksud antara lain membantu kaum dhu'afa secara materi, meminimalisir atau bahkan menghilangkan gap (jurang pemisah) kaya-miskin, serta menumbuhkan kasih-sayang atau perhatian terhadap kaum miskin dan masalah kemiskinan. Bagi pembayar zakat atau muzakki, ibadah harta ini mendidiknya untuk "berjiwa sosial", memiliki rasa kesetiakawanan sosial atau solidaritas sosial, dan menumbukan kesadaran bahwa harta hanyalah "titipan" (amanah) dari Allah SWT bagi kesejahteraan bersama, bukan semata kesejahteraan dirinya secara ekonomi. d. Salah satu tujuan adalah "agar (harta) tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya di antaramu" (QS 59:7). Islam tidak menghendaki

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

67

adanya penumpukan kekayaan di tangan sekelompok orang (kaya). Karena, selain akan menimbulkan kecemburuan sosial, ketimpangan kaya-miskin, dan keresahan sosial, juga akan menimbulkan berbagai bentuk kejahatan. Kekayaan yang berlebihan di tangan pribadi bisa mendorong hidup bermewah-mewahan, foya-foya, keangkuhan, dan "menyelesaikan segala urusan dengan uang". Apalagi, uang adalah "kekuasaan abadi". Ada ungkapan, "dengan uang segalanya bisa diatur". Dengan dikeluarkannya zakat, orang miskin --yang menjadi mustahiq-akan turut menikmati kekayaan seseorang. Dengan begitu, kecemburuan sosial bisa diminimalisir, kalau tidak bisa dihilangkan sama sekali. e. Kewajiban membayar zakat menunjukkan bahwa Islam merupakan agama pembebas dan pembela kemanusiaan sejati, dan memperhatikan secara khusus kepentingan kaum dhu'afa. Berbicara kaum dhu'afa, harus dikaitkan erat dengan ihwal zakat--selain infaq dan shadaqah. Karena, kaum dhu'afa-lah yang menjadi mustahiq utama dan pertama harta itu. Meningkatkan harkat kaum dhu'afa adalah tugas umat Islam, khususnya orang-orang kaya. Pengamalannya antara lain dengan pengeluaran zakat itu. Kewajiban zakat menunjukkan sifat Islam yang berorientasi pada kaum dhu'afa, yaitu mereka yang lemah atau tetindas secara ekonomi --juga politik. "Dan janganlah kamu palingkan kedua matamu dari mereka (kaum dhu'afa)!" (QS 18:28. Lih. juga QS 107:1-3, 93:9-10). Di samping zakat yang diuraikan di atas (Zakat Maal) ada juga Zakat Fitrah, yakni zakat yang dibayarkan setiap penghujung Bulan Ramadhan atau Hari Idul Fitri. Nilainya satu sha atau 2,25 kilogram beras, korma, jagung, atau harganya. Zakat Fitrah khusus diberikan kepada golongan fakir dan miskin.

C. Puasa pada Bulan Ramadhan Secara harfiyah, puasa atau shaum (shama-yashumu-shauman) berarti "menahan diri dari segala sesuatu". Seorang ahli fiqh mendefinisikan puasa sebagai "menahan diri dari segala keinginan syahwat, perut, serta kemaluan dan

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

68

dari segala sesuatu yang masuk ke dalam kerongkongan, baik berupa makanan, minuman, obat, dan semacamnya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari..." Puasa tidak sekadar menahan diri dari makan, minum, bersebadan, dan segala hal yang membatalkan ibadah puasa, tetapi juga menahan diri dari segala hal yang membatalkan atau menyebabkan hilangnya pahala puasa, seperti berbohong, membicarakan aib orang, memfitnah, dan perbuatan maksiat lainnya. Nabi Saw mensinyalir, betapa banyak orang berpuasa yang hanya mendapatkan lapar dan haus tanpa mendapatkan pahala puasa (H.R. Nasai dan Ibnu Majah). Shaim (orang yang berpuasa) demikian tentunya adalah yang puasanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tanpa menahan diri dari segala hal yang membatalkan pahala puasa seperti disebut tadi. Berbeda dengan ibadah pokok lain seperti shalat, zakat, dan ibadah haji yang dapat dilihat dengan mudah oleh orang lain, ibadah puasa hanya bisa dilihat oleh Allah SWT dan hanya diketahui oleh-Nya dan diri sendiri. Itulah sebabnya, puasa adalah satu-satunya ibadah "untuk Allah SWT". Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah SWT menyatakan, "Setiap amal anak Adam (manusia) itu untuknya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya..." Karena itulah Ramadhan disebut pula sebagai Syahrullah (bulan Allah). Puasa merupakan latihan atau didikan mental untuk berwatak jujur, disiplin, sabar, dan bertanggung jawab atas amanah (kepercayaan). Dengan berpuasa, diharapkan juga umat Islam menjadi manusia yang peduli pada penderitaan sesamanya seperti fakirmiskin. Singkatnya, diwajibkannya ibadah puasa bertujuan agar umat Islam benar-benar menjadi orang yang bertakwa (muttaqien). Hai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas umat sebelum kamu, agar kamu bertakwa... (Q.S. 2:183). Ada beberapa golongan orang yang mendapatkan keringanan (rukhshoh) bahkan dibebaskan dari kewajiban puasa pada bulan Ramadhan, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. 2:184-185. 1. Orang sakit. Ia harus menggantinya (qodho) dengan puasa pada bulan lain ketika sembuh.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

69

2. Musafir atau yang melakukan perjalanan. Ia harus menggantinya pada bulan lain atau ketika perjalanannya berakhir. 3. Wanita yang haid (menstruasi), hamil, dan menyusui anak. Ia harus menggantinya pada bulan lain, atau khusus yang hamil dan menyusui anak dapat membayar fidyah (sedekah makanan kepada kaum miskin, satu hari utang puasa diganti dengan 3/4 liter beras atau dengan uang senilai beras tadi). 4. Orang lanjut usia yang tidak kuasa berpuasa. Ia harus menggantinya dengan membayar fidyah. 5. Orang sakit yang tidak ada harapan sembuh. Ia harus menggantinya dengan membayar fidyah. 6. Pekerja berat yang karena pekerjaannya sehingga tidak kuasa berpuasa, misalnya buruh tambang, abang becak, buruh kasar di pabrik dan pelabuhan, dan lain-lain. Mereka harus menggantinya dengan membayar fidyah.

D. Haji Ibadah haji merupakan napak tilas perjalanan hidup Nabi Ibrahim a.s. di Makkah Arab Saudi pada bulan Dzulhijjah. Haji wajib dilakukan hanya sekali seumur hidup bagi orang-orang yang mampu (istathoa), yakni kemampuan fisik, mental, dan material. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terha dap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan pergi ke sana... (Q.S. 3:97). Haji merupakan ziarah ke tempat-tempat tertentu dan aktivitas tertentu (Rukun Haji). 1. Ihram, yakni berniat ibadah haji seraya memakai pakaian khas ihram (kain putih tidak berjahit) di tempat tertentu (miqat). 2. Wuquf (hadir atau berada) di Padang Arafah. 3. Thawaf, yakni mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali, dimulai dari Hajar Aswad (batu hitam yang ada pada dinding Kabah). 4. Sai atau berlari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah sebanyak tujuh kali bolak-balik.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

70

5. Tahallul atau mennggunting rambut, sekurang-kurangnya tiga helai rambut. Ibadah Haji yang dilakukan umat Islam merupakan sumber kekuatan dan persatuan umat Islam sedunia. Perjalanan haji merupakan suatu pengumpulan umat manusia multinasional yang terbesar di muka bumi dewasa ini. Kendati kulit mereka beragam, tetapi seragam sederhana yang mereka pakai (pakaian ihram) menyebabkan terciptanya kesatuan umat (wihdatul ummah). Suasana haji adalah gabungan kehangatan agamawi dan kegembiraan persahabatan. Setiap orang adalah saudara satu sama lain, sebab semuanya sadar bahwa mereka dekat dengan Allah dan sama-sama menyeru, "Labbaika Allaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika...!". Aku penuhi panggilan-Mu, Ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu...!. Ibadah haji mengandung nilai ukhuwah Islamiyah yang pada gilirannya menuju terwujudnya tauhidul ummah atau kesatuan umat Islam. Komitmen ukhuwah mengajarkan, umat Islam secara keseluruhan adalah satu kekuatan dan persaudaraan yang harus saling membela sesama mereka.

E. Bersuci Bersuci (thaharah) merupakan bagian dari ibadah mahdhah. Hukumnya wajib sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam Al-Quran (Q.S. 5:6, 4:43, 74:4-5). Ia adalah aktivitas penyucian badan, pakaian, dan tempat ibadah yang wajib dilakukan umat Islam sebelum mengerjakan shalat dan ibadah haji. Aktivitas bersuci itu adalah wudhu, tayamum, mandi, dan menghilangkan najis atau kotoran. Aktivitas bersuci meliputi: 1. Wudhu atau Tayamum (jika tidak ada air). Fungsinya untuk menghilangkan hadats kecil, yaitu buang angin, buang air kecil dan besar, hilang akal karena mabuk, sakit atau pingsan, serta tidur (kecuali dalam posisi duduk) dan menyentuh alat kelamin. 2. Mandi atau Tayamum (jika tidak ada air) untuk membersihkan badan dari hadats besar, yakni (a) keluar air mani seusai bersenggama (jima) atau mimpi jima dan hal lain yang menyebabkan keluar air mani; (b) haid, nifas, dan keguguran.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

71

3. Istinja, yaitu membersihkan diri setelah buang air kecil dan/atau air besar dengan air, atau dengan batu dan benda tumpul lain jika tidak ada air. 4. Membersihkan badan, pakaian, bejana, dan tempat shalat atau masjid dari najis dan kotoran. Yang termasuk najis antara lain: Bangkai, kecuali bangkai manusia (mayat), ikan, dan belalang. Daran dan nanah. Anjing dan babi. Segala cairan yang keluar dari dua pintu makhluk hidup, yakni air seni, tahi, dan madzi (cairan yang keluar dari alat kelamin ketika timbul syahwat). Tentang air mani kebanyakan ulama menyatakan suci alias tidak najis. Segala macam minuman memabukkan, kecuali arak yang berubah menjadi cuka. Bagian binatang yang diambil dari tubuhnya semasih hidup 45.

45

Drs. Nasruddin Razak, op. cit. hlm. 224-227.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

72

10. SYARIAT ISLAM(2) : SISTEM KELUARGA

KELUARGA adalah unit primer atau kesatuan terkecil masyarakat. Ia merupakan tempat membangun hidup bermasyarakat dan bernegara. Di lingkungan keluarga seorang anak manusia lahir, tumbuh, dan berkembang, baik secara fisik maupun mental. Dalam Islam, lembaga keluarga dibangun dengan fondasi yang amat kuat, yakni perkawinan atau nikah (munakahat). Nikah merupakan salah satu sunnah Nabi Muhammad Saw yang harus ditiru. Dapat dikatakan, nikah adalah a religious duty (kewajiban agama)46. Nikah itu Sunnahku. Barangsiapa yang tidak suka pada sunnahku itu, maka dia tidak suka padaku (H.R. Abu Yala). Nikah adalah Mitsaqon Ghalizh (Q.S. 4:21), yaitu ikatan perjanjian yang sangat kuat dan suci untuk menyatu dan saling menyayangi. Ia menyatukan dua insan untuk menjadi kawan dekat (shohibi biljanbi) untuk saling menolong dalam mengarungi bahtera hidup (Q.S. 4:36). Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung merasa tentram padanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang (Q.S.30:21). Fungsi atau tujuan pernikahan dalam Islam setidaknya ada dua: 1. Menjaga Kesucian Diri. Menikah merupakan cara sah bagi seorang pria dan wanita menyalurkan cinta dan kasih sayang, serta melakukan hubungan seksual atau memenuhi kebutuhan biologis (menyalurkan naluri seksual atau syahwat). Barangsiapa yang mampu di antaramu membiayai rumahtangga, maka hendaklah menikah, sebab nikah itu lebih dapat memejamkan mata dan lebih dapat menjaga kemaluan. Tetapi barangsiapa yang tidak
46

Hamudah Abdalati, op. cit., hlm. 114.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

73

kuasa membiayainya, maka hendaklah berpuasa, sebab puasa itu hal yang melemahkan keingian (syahwat). (H.R. Bukhari dan Muslim). Dengan menikah berarti menjaga kesucian diri dari penyimpangan seksual, yakni zina, sebuah perbuatan keji yang dilarang Allah SWT (Q.S. 17:32). Dalam sejumlah hadits disebutkan, orang yang menikah dengan motif menjaga kesucian diri pasti mendapat pertolongan Allah (HR Ahmad), mendapat pertolongan dan berkah (HR Thabrani), dan berhak mendapatkan bantuan-Nya (HR Tirmidzi). 2. Membangun Generasi Muslim. Fungsi kedua ini merupakan dimensi sosial-keumatan sebuah pernikahan. Dalam hal ini, pernikahan berarti membangun suatu institusi fundamental masyarakat. Perintah Qu anfusakum wa ahlikum naro (jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, Q.S. At -Tahrim:6) mengisyaratkan kewajiban orangtua, dalam hal ini pria/suami sebagai pemimpin keluarga (Q.S. 4:34), untuk melakukan pendidikan dan pembinaan agar anggota keluarga menjadi manusia-manusia berakhlak mulia, berperilaku baik, dan pembela kebenaran. Dalam sebuah hadits (Riwayat Thabrani dan Baihaqi) disebutkan, setiap anak yang lahir dalam keadaan suci (fitrah, Muslim) hingga akil baligh, kedua orangtuanya yang berperan mengubahnya menjadi non-Muslim (Yahudi, Nasrani, atau Majusi). Islam mengatur bagaimana hubungan antara suami dan istri harus berjalan. Masing-masing punya hak dan kewajiban (Q.S. 2:228). Kewajiban terbesar ada pada pria/suami sebagai pemimpin (Q.S. 4:34, 2:228). Karenanya, pria/suami setingkat lebih tinggi kedudukannya dari wanita/istri karena ia bertanggung jawab secara material dan spiritual (hak istri/anak). Secara material, suami bertanggung jawab atas nafkah (kebutuhan hidup sehari-hari, meliputi pangan, sandang, dan papan) istri dan anak-anaknya. Secara spiritual, suami berkewajiban mendidik istri dan anak-anaknya dalam hal akhlak dan kewajiban agama. Kewajiban istri (hak suami) adalah menjaga kehormatan diri dan suaminya, melayani suami dan mematuhi apa yang diperintahkannya, sehingga suami merasa tentram, damai, dan memperoleh ketenang jiwa (Q.S. 30:21).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

74

Kewajiban anak (hak orangtua) adalah menghormati dan berbakti atau berbuat baik kepada orangtua (Q.S. Luqman:14, An-Nisa:36, Al-Baqarah:83). Seorang anak bahkan tidak boleh membantah apa pun kepada perintah orangtuanya (Q.S. Al-Isra:23-24), selama perintah itu tidak mengandung kemaksiatan47.

47

Hal-ihwal rukun, syarat, dan sunat Nikah dapat dikaji pada buku-buku fiqih pada Bab Munakahat (Pernikahan), yang membahas soal mahar, etika hubungan seks, walimah, thalak, rujuk, tatacara pembagian warisan (Faraidl), dsb.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

75

11. SYARIAT ISLAM (3) : SISTEM SOSIAL

SISTEM sosial atau kemasyarakatan dalam Islam berpijak pada tiga asas tentang hubungan atau interaksi antara sesama manusia (hablum minannas).

1. Asas Persamaan (Musawah) Islam mengajarkan, semua manusia adalah sama dan setara dalam pandangan Allah SWT. Tidak ada manusia yang lebih baik, lebih unggul, dan lebih mulia dari manusia lainnya. Yang membedakan kedudukan atau derajat manusia satu dengan lainnya adalah ketakwaannya (Q.S. 49:13). Dalam sebuah sabdanya Nabi Muhammad Saw menegaskan, Wahai manusia, ketahuilah bahwa Tuhanmu itu satu (yakni Allah SWT). Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas non-Arab, non-Arab atas Arab, orang berkulit hitam atas orang berkulit merah atau orang berkulit merah atas berkulit hitam, kecuali dengan takwanya. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa (H.R. Baihaqi). Semua manusia berasal dari pasangan manusia pertama di dunia, Adam dan Siti Hawa (Q.S. 4:1). Adanya perbedaan ras, suku, bangsa, bahasa, dan wilayah tempat tinggal adalah semata-mata karena proses penyebaran ke segala penjuru bumi yang terjadi karena bertambahnya jumlah keturunan Adam & Hawa dari waktu ke waktu. Akibat pertebaran dan pertumbuhan itu, umat manusia terpecah menjadi berbagai suku, ras, dan golongan, dengan cara hidup dan komuniksi yang berlainan. Namun, hakikatnya mereka adalah satu keluarga, umat yang satu (ummatan wahidah). Manusia adalah umat yang satu... tegas Allah SWT (Q.S. 2:213). Kesatuan umat itu akan terasa jika seluruh manusia beriman kepada Tuhan yang sama, yakni Allah SWT, dengan tata cara ibadah ( hablum minallah) dan pergaulan sosial yang sama (hablum minannas). Keimanan itu akan mengikat mereka dalam satu keluarga umat Islam. Persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) akan melebur perbedaan fisik yang ada (ras, suku, bahasa), juga perbedaan tempat tinggal (negara, benua) akan menjadi tidak bermakna.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

76

2. Asas Persaudaraan (Ukhuwah) Asas persamaan mengandung pesan luhur adanya persaudaraan di antara sesama manusia, khususnya persaudaraan antar sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah)48. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara... (Q.S. 49:10).

3. Asas Keadilan (Adalah) Karena manusia sama, bersaudara, dan satu keluarga, maka Islam memerintahkan ditegakkannya keadilan. Keadilan adalah asas pembuka jalan bagi setiap orang untuk mendapatkan hak-hak asasnya sebagai manusia. Keadilan juga menebar rasa aman dan membebaskan manusia dari semua bentuk intimidasi dan rasa takut. Keadilan harus ditegakkan, bahkan terhadap musuh atau orang dibenci sekalipun. "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia (orang yang tergugat dan yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin lari dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan" (Q.S. 4:135). Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan berbuat baik... (Q.S. 16:90). Dan jika kalian memutuskan suatu perkara antara manusia, maka tegakkanlah hukum secara adil... (4:58). Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa... (Q.S. 5:8).

48

Tentang ukhuwah Islamiyah, lihat kembali Bab tentang Karakteristik Umat Islam.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

77

Asas keadilan mengandung larangan perbuatan zhalim (aniaya). Zhalim adalah melampaui batas yang telah ditetapkan (tidak proporsional). Meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya termasuk zhalim. Menyikapi atau memperlakukan seseorang dengan tidak tepat atau tidak semestinya, juga termasuk zhalim. Di atas ketiga asas di atas, Islam mengajarkan sejumlah norma hablum minannas sebagai sendi bangunan sosial yang ideal. 1. Taaruf atau saling mengenal (Q.S. 49:13). Prinsip taaruf mengajarkan saling memahami dan memaklumi perbedaan yang ada di antara sesama manusia: ras, suku (etnis), bahasa, budaya, agama, karakter, dan sebagainya. Saling mengenal merupakan prasyarat terciptanya kondisi saling pengertian, saling memahami, dan saling menghormati satu sama lain. Saling mengenal juga memudahkan terciptanya komunikasi yang baik dan hubungan harmonis. 2. Taawun atau saling menolong (Q.S. 5:3). Prinsip tawun mengajarkan saling bantu, gotong-royong, atau kerjasama, yakni bekerja sama dalam kebaikan dan takwa (birri wat taqwa), bukan kerjasama dalam perbuatan dosa dan permusuhan (itsmi wal udwan). Prisnip tersebut juga mengajarkan agar yang kuat membantu yang lemah, yang kaya menolong yang miskin, yang pintar mengajari yang bodoh, dan sebagainya. 3. Husnul Jiwar atau bertetangga baik. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya (H.R. Bukhari, Muslim, dan Baihaqi). Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya (H.R. Bukhari dan Muslim). 4. Silaturahmi (Q.S. 4:1). Silaturahmi artinya menyambungkan tali kasih sayang atau sayangmenyayangi antar sesama manusia. Cukup banyak Hadits yang menekankan pentingnya silatuhami. Antara laian, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia bersilaturahmi (H.R. Bukhori dan Muslim), Siapa yang ingin rezekinya banyak dan dikenang bekasnya, maka hendaklah ia suka bersilaturahmi (H.R. Bukhari dan Muslim), Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ialah

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

78

pahala berbuat baik dan silaturahmi dan yang paling cepat mendatangkan kejahatan ialah siksaan bagi pelaku kejahatan dan memutuskan silaturahmi (H.R. Ibu Majah). Dalam sejarah, perwujudan sistem sosial Islam dicontohkan Nabi Muhammad Saw di Madinah. Selain menegakkan ukhuwah Islamiyah, Nabi Saw juga menjalinkan hubungan baik dengan kalangan non-Muslim dengan sebuah ikatan perjanjian yang disebut Piagam Madinah (Dustur Madinah). Batu-batu dasar yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk tersebut adalah: 1. Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu komunitas. 2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lain, didasarkan atas prinsip-prinsip: (a) bertetangga baik; (b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; (c) membela mereka yang teraniaya; (d) saling menasihati; dan (e) menghormati kebebasan beragama49. Piagam Madinah selain menjadi bukti otentik sejarah bahwa Islam agama perdamaian dan penuh toleransi, juga merupakan teladan Nabi Saw bagaimana umat Islam harus menata kehidupan sosial atau melakoni hidup bermasyarakat. Dengan Piagam Madinah, Nabi Saw berupaya membangun tata kehidupan masyarakat Islam, yaitu tata sosial masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam. Menurut Abul Ala Al-Maududi50, sifat-sifat umum dari suatu kehidupan sosial masyarakat Islam antara lain: a Persahabatan dan permusuhan seseorang haruslah untuk keridhaan Tuhan semata; b Bekerjasama dalam kebaikan dan takwa dan tidak bekerjasama dalam perbuatan dosa dan permusuhan; c Umat Islam, sebagai khairu ummah, melaksanakan amar makruf nahyi munkar; d Seluruh anggota masyarakat hidup sebagai saudara satu sama lain; tidak saling berpikiran jahat, saling cemburu, saling benci, dan saling tantang tanpa perlu; e Tidak ada orang yang membantu sebuah perbuatan aniaya; f Satu sama lain saling mencintai bagaikan mencintai diri sendiri.
49 50

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, UI Press Jakarta, 1990, hlm. 9. Abul Ala Al-Maududi, Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim, IIFSO, 1978, hlm. 86-87

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

79

12. SYARIAT ISLAM (4) : SISTEM EKONOMI

SISTEM ekonomi Islam dibangun atas dasar sejumlah prinsip berkaitan dengan aktivitas produksi, konsumsi, dan distribusi. Prinsip utama adalah prinsip bahwa aktivitas ekonomi Islam senantiasai mengacu kepada norma ketuhanan (aturan Allah SWT) karena Allah merupakan pemilik segala hal di muka bumi ini (Q.S. An-Najm:31, Q.S. Thaha:6, Yunus:66). Dalam ekonomi Islam ada istilah istikhlaf, yakni norma yang menyatakan bahwa apa yang dimiliki manusia hanyalah titipan dari Allah SWT51. Istikhlaf akan membuat manusia tidak sombong dengan hartanya dan menyadari harta sebagai ujian (Q.S. Al-Anfal:28), sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman: Ini termasuk karunia Tuhanku untuk menguji apakah aku bersyukur atau mengingkari nikmat-Nya (Q.S. An-Nahl:40). Istikhlaf juga tidak akan membuat manusia kikir atau pelit karena Allah memerintahkan sedekah, zakat, infak, dan menyantuni kaum lemah yang membutuhkan bantuan. Zakat bahkan termasuk sendi bangunan Islam yang wajibnya sama denga shalat, puasa, dan haji. Zakat menunjukkan komitmen Islam atas kaum lemah secara ekonomi dan sumber pemberdayaan ekonomi umat 52. Allah menjamin bahwa semua makhluk di bumi ini mendapatkan rezeki (Q.S. Hud:6, Ghafir:64). Kewajiban manusia adalah berusaha/bekerja dan tawakal/bersabar53. Selain itu, Allah SWT melarang aktivitas pencurian, perampokan, korupsi, atau cara batil lain dalam mencari harta atau memenuhi kebutuhan hidup (Q.S. 4:29, 2:188).

Larangan Riba Riba atau bunga pinjaman hukumnya haram berdasarkan Q.S. 2:275, 279, 3:130). Ada dua macam riba: nasiah dan fadhal. Rina Nasiah adalah pembayaran berlebih atas utang yang disyaratkan oleh pemberi. Riba Fadhal adalah

51 52

Dr. Yususf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, GIP Jakarta, 1997, hlm. 40. Lihat kembali bahasan tentang Zakat pada Bab Sistem Ritual Islam. 53 Lihat kembali tentang kewajiban bekerja pada Bab tentang Karakteristik Islam (Agama Keseimbangan).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

80

pembayaran berlebih atas utang bahan makanan atau mas dan perak dengan barang sejenis yang disyaratkan pemberi pinjaman. Riba adalah kejahatan sosial. Ia termasuk dosa besar yang pemakannya patut mendapat siksa dalam neraka. Ia berlawanan dengan sedekah, kedermawanan, dan kebajikan. Ia merupakan perwujudan dari kekikiran, keserakahan, dan egoisme. Ia menjadi salah satu faktor terjadinya akumulasi dan timbunan kekayaan di tangan beberapa gelintir manusia 54. Penyebab haramnya riba adalah karena ada unsur penganiayaan ( zhalim) terhadap peminjam. Mestinya, pinjaman harus merupakan pertolongan, bukannya menambahkan beban atasnya, khususnya bagi pinjaman konsumtif (untuk memenuhi kebutuhan hidup). Pinjaman produktif (untuk kepentingan pengembangan usaha) pun mengandung unsur penganiayaan karena pihak bank/pemberi pinjaman tidak mau tahu apakah usaha peminjam untung atau rugi. Nabi Saw menilai riba dapat membinasakan perorangan dan masyarakat di dunia dan akhirat, serta melaknat pemberi riba, penulis, dan dua saksinya (HR Ahmad dan Muslim). Seluruh agama samawi mengharamkan riba. Yahudi mengharamkan riba antarsesama mereka, namun membolehkannya untuk non-Yahudi. Bahkan, filsuf Yunani kuno Solon dan Plato, mengharamkan riba. Aristoteles menganggap riba sebagai hasil tidak wajar karena diperoleh dari hasil jerih payah orang lain. Uang tidak bisa melahirkan uang, katanya55. Islam mengajarkan konsep mudharabah dalam hal pinjam-meminjam uang untuk usaha. Yakni dua orang berserikat untuk sama-sama menerima keuntungan dan kerugian. Ada juga qiradh, yakni memberi modal kepada seseorang untuk usaha dan keuntungannya dibagi dua. Aturan Upah Pekerja Upah, gaji, atau honor pekerja (buruh, pegawai) harus dibayar sesuai ketentuan yang disepakati. Tidak memenuhi upah pekerja adalah kezhaliman yang tidak disukai Allah SWT (Q.S. Ali Imran:57, Al-Kahfi:30).

54

M. Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Quran, Al-Maarif Bandung, 1994, hlm. 689 692. 55 Dikutip Dr. Yusuf Qardhawi, op. cit. hlm. 184.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

81

Upah pekerja harus diberikan secepat mungkin. Berikanlah upah kepada pekerjamu sebelum kering keringatnya (HR Ibnu Majah dari Ibnu Umar). Jumlah upah harus memenuhi standar cukup, yakni dapat memenuhi kebutuhan individu dan sesuai dengan keahlian ( skill) kerja. Negara wajib mewujudkan standar cukup bagi seluruh rakyatnya. Dalam menetapkan gaji pegawainya (pegawai negeri), negara harus memperhatikan dua hal berikut: 1. Nilai Kerja. Jangan disamakan antara yang pintar dan bodoh, yang rajin dan malas, yang ahli dan bukan ahli. Menyamakan dua hal berbeda itu tindakan zhalim (Q.S. Az-Zumar:9, Al-Anam:132). 2. Sesuai Kebutuhan Pegawai. Yakni memenuhi kebutuhan pokok, dari sandang, pangan, papan, transport, pengobatan, pendidikan anak, dll 56.

Prinsip Produksi 1. Seluruh harta atau benda adalah milik Allah. Dia yang menciptakan dan memberikannya kepada manusia (Q.S. Thaha:50, Ibrahim:32-34). Semua pekerjaan manusia yang disebut produksi mengambil bahan dari ciptaan Nya. Karena itu, para ahli ekonomi mengatakan, produksi ialah mendayagunakan benda atau mengubahnya dari bentuk dan tempat semua menjadi barang baru, bukan menciptakannya. 2. Produksi harus dilakukan dalam lingkaran halal dan menghindari produk haram, misal opium atau heroin, minuman keras yang memabukkan, produk yang berbau pornografi, dan sebagainya. Prinsipnya, Islam melarang umatnya terlibat dalam produksi barang atau jasa yang haram, merusak akidah, etika, dan moral manusia. Abul Ala Al-Maududi57 merinci lingkaran haram yang harus dijauhi umat Islam sebagai berikut: Pembuatan atau memabukkan. penjualan segala rupa minuman keras yang

Perzinaan/prostitusi dan tarian atau dansa-dansi asyik-masyuk dan segala bentuk kecabulan (pornografi). Perjudian, penipuan, serta perlombaan-perlombaan taruhan dan loterelotere.
56 57

Ibid, hlm. 233. Abul Ala Maududi, Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim, IIFSO, 1978, hlm. 100-101.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

82

Transaksi yang mengandung penipuan seperti cek kosong. Transaksi dagang di mana keuntungan sepihak mutlak terjamin, sedang pihak lainnya dibiarkan dalam keraguan dan tidak menentu. Manipulasi harga dengan menahan penjualan barang-barang yang diperlukan masyarakat dan lain-lain transaksi yang merusak. 3. Tidak merusak sumberdaya alam atau harus menjaga kelestarian alam dan kenyamanan lingkungan (Q.S. Q.S. Al-Araf:56, 86, 74). Polusi dan pencemaran termasuk yang dilarang dalam aktivitas produksi. Menebang hutan secara liar sehingga merusak lingkungan, dilarang dalam Islam. Barangsiapa yang menebangi hutan secara liar, Allah akan menjerumuskannya ke dalam api neraka (HR Abu Daud). 4. Binatang ternak harus dilindungi dari penyakit menular. Janganlah disatukan ternak yang sakit dengan yang sehat (HR Muttafaq Alaih). Karena itu, keberadaan dokter hewan merupakan keniscayaan (fardu kifayah).

Prinsip Konsumsi Konsumsi adalah aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup (pangan, sandang, papan) dan penggunaan harta yang dimiliki. Prinsip-prinsip konsumsi dalam Islam antara lain: 1. Menggunakan harta untuk mengkonsumsi barang-barang halalan thayiban (halal lagi baik/bergizi) (Q.S. 2:168, 5:88, 16:114). Dengan demikian, dalam aktivitas konsumsi harus menjauhi barang haram yang dikategorikan ke dalam dua macam: haram lizatihi dan haram li'ardihi. Yang pertama adalah perbuatan yang ditetapkan haram sejak semula, karena secara tegas mengandung mafsadat (kerusakan), seperti berzina, mencuri, meminum khamar, memakan daging babi, riba, dan memakan harta anak yatim (Q.S. Al-An'am:151, Al-Maidah:90 dan 96, Al-Baqarah:228, Al-Isra:32, An-Nisa:10). Sedangkan haram jenis kedua adalah perbuatan yang pada mulanya tidak diharamkan, kemudian ditetapkan haram karena ada sebab lain yang datang dari luar. Misalnya, shalat dengan pakaian hasil tipuan atau bersedekah dengan harta hasil mencuri. 2. Menggunakan harta secukupnya, tidak berlebih-lebihan (Q.S. Al-Araf:31-32). Israf (berlebih-lebihan), bermewah-mewahan, melakukan pemborosan, atau bersikap konsumtif dilarang dalam Islam. Islam mengajarkan pola konsumsi yang sederhana (Q.S. Al-Furqon:67).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

83

3. Tidak melakukan penimbunan atau penyimpanan harta untuk dihitung-hitung atau dibanggakan (Q.S. Al-Hadid:7, At-Taubah:34-35). 4. Membelanjakannya di jalan Allah (fi sabilillah), misalnya sedekah atau infak untuk perjuangan menegakkan syiar Islam (Q.S. Al-Hadid:10). 5. Islam memperingatkan umatnya agar berusaha semaksimal mungkin untuk tidak berutang. Para syuhada sekalipun, yang diampuni semua dosanya, tidak akan dihapuskan utangnya (H.R. Muslim). Nabi Saw melarang menshalati jenazah orang yang masih berutang sehingga ada pihak yang melunasinya, ada harta peninggalan untuk melunasinya, atau dibebaskan oleh pengutangnya.

Prinsip Distribusi/Perdagangan Distribusi adalah aktivitas penyebaran barang/jasa untuk dikonsumi manusia melalui perdagangan atau tukar-menukar (barter). Prinsip-prinsipnya dalam Islam ditentukan antara lain: 1. Dilarang mengedarkan atau memperdagangkan barang-barang haram. Larangan mengedarkan barang haram tercermin dari Hadits Nabi Saw, Allah melaknat khamar (minuman memabukkan), peminumnya, penyajinya, penjualnya, penyulingnya, pembawanya, dan pemakan hartanya (HR Jamaah dari Jabir). Jenis komoditi haram antara lain segala jenis benda yang memabukkan dari jenis ganja, morfin, kokain, dan sebagainya, termasuk barang yang merusak kesehatan manusia lainnya, seperti obat atau makanan kadaluarsa. 2. Harus jujur dan amanah. Islam melarang perbuatan curang, menipu, dan berbohong dalam mempromosikan dan menjual produk. Pedagang atau produsen jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, shidiqin, dan syuhada (HR Tirmidzi), penjual harus menjelaskan kekurangan yang ada pada barang/jasanya agar berkah (HR Muttafaq Alaih), tidak mudah bersumpah dan terlalu banyak bicara sehingga berbohong (HR Ahmad). Kejujuran juga harus berlaku dalam hal takaran atau timbangan. Islam mengharuskan adanya kesempurnaan takaran dan timbangan dengan neraca yang benar (Q.S. Al-Isra:35). Dikuatkan pula oleh ayat, Sempurnakanlah

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

84

takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus (Q.S. Asy-Syuara:181-182). 3. Larangan manipulasi harga. Islam melarang manipulasi harga pasaran. Jangan kamu mencegat para pedagang di tengah jalan. Pemilik barang berhak memilih setelah sampai di pasar, apakah ia menjual kepada orang yang mencegat atau kepada yang ada di pasar (HR Muttafaq Alaih). Para pembeli dan penjual tidak boleh menyembunyikan harga pasaran. 4. Harga ditentukan oleh pasar. Tidak boleh ada monopoli di pasar, tidak boleh ada permainan harga juga pemaksaan harga jika mekanisme pasar berjalan normal. Ketika Nabi Muhammad Saw diminta para sahabat untuk nenetapkan harga, beliau menolak. Ya Rasulullah! Harga melambung tinggi, tentukanlah harga bagi kami! Nabi menjawab, Sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga dan menahan rezeki kepada yang dikehendaki-Nya serta memberikannya kepada yang dikehendaki-Nya. Peran Pemerintah/Negara Daulah Islamiyah atau negara yang berlandaskan syariat Islam harus ditegakkan demi terwujudnya prinsip-prinsip yang membangun sistem ekonomi Islam di atas. 1. Negara berperan menyusun undang-undang ekonomi dengan acuan prinsipprinsip ekonomi dalam Islam. 2. Melindungi hak-hak perorangan menurut syariat dan menjamin agar hak-hak itu memenuhi kewajiban-kewajiban mereka terhadap masyarakat. 3. Melakukan pengawasan terhadap mekanisme pasar. Nabi Muhammad Saw mengangkat Said bin Said Ibnul Aash di sebagai Kepala Pasar Makkah. 4. Penolakan Nabi Saw menetapkan harga, mengisyaratkan netralitas negara dalam masalah harga: tidak memihak kepada produsen dan konsumen. Namun demikian, negara wajib menjaga agar harga yang ada menimbulkan keadilan bagi seluruh masyarakat. 5. Sumber pendapatan negara antara lain seperlima harta Fai (rampasan perang yang didapat dengan tiada perlawanan dari musuh) dan Ghanimah atau rampasan perang yang didapat dengan ada perlawanan dari musuh (HR Muslim), Jizyah (pajak yang diambil dari warga non-Muslim atau kafir yang dilindungi atau tidak memusuhi), serta zakat.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

85

13. SYARIAT ISLAM (5) : SISTEM POLITIK


LAZIM dinyatakan, Islam tidak memisahkan agama dari politik (siyasah), yakni masalah pemerintahan, kekuasaan, atau kenegaraan.. Dalam Islam, agama dan politik bagaikan dua sisi dari satu mata uang. Karena itulah, di negara mana saja kaum Muslimin merupakan mayoritas, politik berarti politik Islam. Bila saja politiknya bersifat sekular, maka negara tersebut tidak dapat dikatakan Muslim sejati58. Wawasan politik Islam bisa ditelusuri dari konsepnya mengenai Tuhan, manusia, dan alam semesta sebagai satu kesatuan yang satu sama lainnya tidak bisa dipisah-pisahkan. Abul A'la Al-Maududi59 mengatakan, teori Al-Quran di bidang politik bertumpu atas konsepnya yang mendasar bagi alam semesta. 1. Allah SWT adalah Pencipta alam semesta, manusia, dan segala sesuatu yang dapat digunakan oleh manusia di alam ini (QS 6:73, 13:16, 4:1, 2:29, 35:3, 56:58-72). 2. Allah SWT adalah pemilik makhluk, pengurusnya, dan yang mengurusi segala urusan (QS 20:6, 30:26, 7:54). 3. Al-Hakimiyah (kekuasaan jurusdiksi dan kedaulatan hukum tertinggi di alam semesta) hanya bagi Allah SWT (QS 2:107, 25:2, 6:57, 18:26, 3:154, 57:5, 16:17, 13:16, 35:40-41). 4. Allah SWT penguasa, yang mengetahui, menundukkan, memelihara, dan mengatur segala-galanya di alam semesta ini (QS 6:18, 13:9, 59:23, 2:225, 67:1, 3:83, 10:65, 10:107, 2:284, 18:26, 72:22, 23:88, 85:13-16, 5:1, 13:41, 21:23, 18:27, 95:8, 3:26, 7:128). Tiga Prinsip Dari konsep-konsep dasar tersebut diturunkan prinsip-prinsip dasar sistem politik Islam. 1. Tauhid (Keesaan Tuhan). Prinsip tauhid mengajarkan, kekuasaan tertinggi (kedaulatan, souvergnity) di tangan Allah SWT. Al-Quran dan As-Sunnah menjadi acuan dalam pembentukan undang-undang atau sistem tata negara. Prinsip Tauhid, dengan
58 59

G.H. Jansen, Islam Militan, Pustaka Bandung, 1980 hlm. 11. Abul Ala Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Mizan Bandung, Cet. IV, 1993, hlm. 45-60.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

86

demikian, membatalkan konsepsi tentang kedaulatan hukum dan politik manusia, baik secara individual maupun kolektif. Hanya Allah SWT yang berdaulat dan segala perintahnya adalah undang-undang dalam Islam. Kedaulatan di tangan rakyat sebagaimana diajarkan demokrasi (teori politik versi sekuleris Barat) adalah batil. Apalagi teori demikian faktanya sering menjadi jargon belaka. Aspirasi rakyat dalam kebanyakan negara demokrasi Barat hanya dalam bentuk pemilu. Kendali pemerintahan sebenarnya berada di tangan sekelompok elite politik di dewan perwakilan atau lembaga eksekutif. Suara mayoritas rakyat juga dapat menjurus kepada kesalahan fatal karena mesin propaganda pemerintah dapat saja menciptakan suara mayoritas yang telah diatur. Dalam Islam, setiap perbuatan individu Muslim atau sekelompok individu harus diilhami dan dibimbing oleh hukum Allah SWT (Al-Quran). Dan jika tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka sesungguhnya mereka termasuk orang-orang fasik, pelaku maksiat, dan pengingkar ayat-ayatNya (Q.S. 5:47-50). Konsep kedaulatan di tangan Allah SWT merupakan prinsip dasar negara Islam, yang konsisten terhadap pandangan universal Islam di alam dunia ini, di mana Allah sebagai pencipta dan sebagai Penguasa Tunggal (Sole Sovereign)60. Dalam Al-Quran disebutkan, "Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan dan Dia maha Kuasa atas segala sesuatu." (Q.S. 67:1).

2. Risalah (Kerasulan Muhammad Saw) Risalah atau kerasulan Muhammad Saw merupakan medium atau perantara turunnya undang-undang Allah SWT. Muhammad mendakwahkan, mengajarkan, sekaligus menafsirkan dan mempraktekan ajaran Allah SWT tentang segala aspek kehidupan, termasuk aspek politik. Muhammad Saw bukan saja seorang nabi dan rasul, melainkan juga kepala negara, kepala pemerintahan, bahkan panglima perang dengan pusat pemerintahannya di Madinah Al-Munawarah. Dari ucapan, perilaku, dan persetujuan Muhammad Saw dalam segala hal lahir As-Sunnah sebagai sumber hukum kedua Islam setelah Al-Quran.

60

Hamudah Abdallati, op. cit. hlm. 131.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

87

3. Khilafah (pemerintahan Islam). Prinsip Khilafah mengajarkan dua hal: a. Manusia adalah khalifah (wakil) Allah SWT di bumi untuk melaksanakan kekuasaan-Nya dalam batas-batas yang telah ditetapkan-Nya (Q.S. 2:30, 27:62, 35:39). b. Sepeninggal Nabi Saw, umat Islam harus memiliki pemimpin sebagai khalifah (pengganti) kepemimpinan Nabi Saw dalam urusan umat dan pelaksanaan syariat Islam. Khalifah mengemban tugas menegakkan pengamalan perintah dan penghindaran larangan Allah SWT. Mendirikan khilafah dan mengangkat seorang pemimpin (khalifah) hukumnya wajib bagi umat Islam berdasarkan As-Sunnah dan Ijma Sahabat61. Nabi Saw mewajibkan adanya baiat (sumpah setia) kepada seorang pemimpin, imam, atau khalifah. Siapa saja yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada baiat, maka matinya adalah mati jahiliyah (HR Nafi dari Abdullah bin Umar). Nabi Saw juga menyatakan, sepeninggalnya akan banyak khalifah dan umat Islam diharuskan memenuhi baiat pertama (HR Muslim dari Abi Hazim). Pemimpin yang dibaiat wajib ditaati selama sang pemimpin menaati ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya (HR Muslim). Ijma Sahabat yang mewajibkan adanya pemimpin adalah sepeninggal Nabi Saw, mereka mendahulukan pengangkatan Khalifah (Abu Bakar) ketimbang penguburan jenazah Nabi Saw. Di atas Sunnah dan Ijma Sahabat, ayat-ayat Al-Quran tentang kepemimpinan juga menegaskan wajibnya umat Islam memiliki pemimpin atau khalifah, misalnya ayat tentang kewajiban menaati Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri (pemimpin) di antara umat Islam (Q.S. 4:59).

Daulah Islam dan Tujuannya Kewajiban tentang pengangkatan pemimpin (khalifah) mengisyaratkan adanya sebuah negara Islam (Islamic State, Daulah Islamiyah, yakni sebuah negara dan pemerintahan yang melaksanakan hukum Allah SWT. As-Sunnah pun
61

Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam, Al-Izzah Bangil, 1997, hlm. 39.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

88

menunjukkan, Madinah adalah daulah Islamiyah pertama di dunia dengan Nabi Muhammad Saw sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahannya. Beberapa ajaran pokok (fundamentals) yang harus ditegakkan umat Islam dalam membangun suatu negara dan masyarakat setidaknya ada tiga62. 1. Asas keadilan (adalah), utamanya keadilan hukum, sosial, dan ekonomi. 2. Asas musyawarah (syuro). Rakyat adalah pemilik negara yang sesungguhnya. Partisipasi mereka dalam pengelolaan negara harus dihargai sepenuhnya. Para pemimpin dipilih rakyat dan menjadi pelayan rakyat. Dengan demikian, sistem pemerintahan monarki atau kerajaan bertentangan dengan Islam. 3. Asas persaudaraan (ukhuwah). Semua manusia adalah saudara. Islam tidak membeda-bedakan umat manusia atas asal-usul etnis, warna kulit, ekonomi, dan sebagainya. Tujuan Daulah Islamiyah adalah untuk menjalankan keadilan dan menjamin keamanan dan perlindungan bagi seluruh warga negara, tanpa menghiraukan warna kulit (ras) maupun keyakinan (agama), sesuai dengan petunjuk dan ketentuan Allah SWT dalam undang-undang-Nya (Al-Quran). Kekhawatiran kalangan minoritas agama maupun rasial, tidak akan muncul jika mereka mentaati hukum yang berlaku dan menjadi warga negara yang baik (Q.S. 4:135, 22:41). Pemerintah bukanlah penguasa (raja) atas penduduk. Mereka dipilih oleh penduduk dan yang kekuasaanya itu berasal dari ketundukannya pada hukum Allah, hukum yang mengikat pemerintah itu sendiri dan sama-sama diatur oleh sebuah kontrak yang sungguh-sungguh dengan Allah. Kontrak politik Islam tidak hanya dipahami sebagai kontrak antara pelayanan (administrasi) dan masyarakat, namun gabungan semuanya itu disatu pihak dan Allah di lain pihak, yang secara moral sah dan hanya mengikat diri mereka dengan memenuhi segala kewajiban yang menjadi ketentuan-Nya (Q.S. 4:59).

62

Dr. M. Amien Rais dalam kata pengantar pada Salim Azzam, Beberapa Pandangan tentang Pemerintahan Islam, Mizan Bandung, 1983, hlm. 28-36.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

89

Hak & Kewajiban Warga Non-Muslim Ajaran Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap kaum minoritas atau warga non-Muslim, bahkan lebih bersifat protektif (melindungi) dan mempertegas hak-hak mereka63. Warga negara non-Muslim tidak mesti menjadikan dirinya warga negara kelas kedua dalam masyarakat, sepanjang dia masih menaati aturan negara dan melaksanakan seluruh hak-haknya dengan cara bertanggung jawab. Sebagai warga negara biasa, mereka juga bisa memberikan zakat, seperti halnya warga negara Muslim. Ini diperuntukkan sebagai biaya pembangunan dan pemeliharaan negara yang pada gilirannya bermanfaat bagi keamanan dan kesejahteraan mereka sendiri. Mereka juga bisa membayar jizyah atau upeti, sehingga pada kenyataan sehari-hari mereka bisa menikmati sebagai warga negara sebagimana mestinya. Dan mereka itu berarti telah memberikan kontribusi bagi negara, dan mereka berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan dari aparatur pemerintah dan dari masyarakat sendiri. Begitu juga jika mereka ingin mendapatkan pelayanan bagi kehidupan pribadinya, seperti perkawinan, perceraian, kebutuhan pangan, warisan dan lainlainnya. Kebutuhan mereka harus dikenal, dan hak-hak mereka harus dihormati. Dalam mengurus masalah-masalah tersebut, mereka bisa menggunakan hukum Islam atau hukum ajaran agama mereka sendiri. Mereka secara mutlak bebas melakukan hal itu dan tiada seorang pun yang bisa merintangi pelaksanaan hakhaknya. Jadi, dalam masalah-masalah pribadi, mereka bisa menggunakan hukum agama mereka sendiri atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat.

Memilih Pemimpin: Mekanisme dan Syarat Masalah pemilihan pemimpin (khalifah) menyangkut dua hal: tata cara atau mekanisme dan calon pemimpin. Tentang mekanisme tidak ada aturan baku dalam Islam, selain isyarat adanya keharusan musyawarah ( syuro) dalam segala urusan dan baiat atau sumpah setia (Q.S. Mumtahanah:12, Al-Fath:10).

63

Hamudah Abdallati, op. cit., hlm. 137.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

90

Para sahabat sepeninggal Nabi Saw juga berbeda-beda dalam melakukan pemilihan dan baiat Khulafaur Rasyidin, sebagaimana dapat kita telaah dari buku-buku sejarah Islam. Abu Bakar dipilih secara musyawarah di Saqifah Bani Saadah oleh umat Islam. Umar bin Khattab ditunjuk oleh Khalifah Abu Bakar dengan persetujuan umat Islam. Utsman bin Affan diangkat oleh tim formatur yang anggotanya ditunjuk Khalifah Umar. Anggota tim melakukan musyawarah dan meminta pendapat umat Islam (pemungutan suara) dan mereka membaiat Utsman. Ali Bin Abi Thalib diangkat dan dibaiat kelompok umat Islam yang memiliki kekuatan, lalu mayoritas umat Islam lain menyetujuinya. Masalah kedua, yakni calon pemimpin, dapat ditemukan sejumlah ketentuan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang pemimpin. 1. Syarat utama pemimpin yang harus dipilih umat Islam adalah dari kalangan Muslim sendiri (seorang Muslim). Ayat "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan taatilah pula 'ulil amri' di antara kamu..." (Q.S. An-Nisa:59) mengisyaratkan, ulil amri (pemegang kekuasaan, penguasa, atau pemimpin) haruslah "dari kalangan orang beriman, yakni sesama Muslim. Hal tersebut dipertegas oleh Q.S. Ali Imran:28, "Orang-orang beriman tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin..." dan Q.S. Ali Imran:118, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah memilih 'bithanah' (pemimpin, teman dekat) dari selain kalian. Mereka tidak akan melalaikan kesempatan untuk mencelakakan kalian. Mereka suka kalian menderita...". Alasan utama umat Islam harus memilih seorang Muslim sebagai pemimpin, antara lain karena sang pemimpin bertugas membimbing umat mengamalkan syariat Allah dan menegakkan syiar Islam di bumi ini. Bagaimana mungkin seorang non-Muslim mampu melakukannya? Persyaratan Muslim di sini tentu saja yang benar-benar kaffah kemuslimannya, tidak parsial apalagi "Muslim sekuler", sehingga ia tidak akan membiarkan munkarat atau kemaksiatan merajalela, baik berupa "KKN" maupun perjudian, prostitusi, dan sebagainya. Ia akan pimpin umat Islam menuju kehidupan yang penuh berkah dan maghfirah Allah, dengan mempedomani syariat Islam dalam sistem pemerintahannya.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

91

2. Seorang pemimpin (khalifah) mestilah seorang laki-laki. Kaum Salaf umat Islam, sebagaimana dikemukakan Dr. Ali Abdul Halim Mahmud64, telah bersepakat bahwa perempuan tidak boleh memangku jabatan kepemimpinan kaum Muslimin karena pemimpin umum mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak dapat dilakukan oleh seorang perempuan, seperti memimpin shalat dan sejenisnya. 3. Seorang pemimpin mestilah seorang yang adil atau berkeadilan. Yang mampu menunaikan seluruh tugasnya mengayomi seluruh rakyat, tanpa perbedaan perlakuan, seraya menjauhi dosa-dosa besar dan tidak terusmenerus melakukan dosa-dosa kecil. Juga bersifat amanah (terpercaya) dan jujur. Keadilan ('adalah) menurut Ali bin Abi Thalib adalah inshaf kejujuran. Ibnu Athiyah menafsirkan keadilan sebagai "seluruh akidah dan syariat yang diwajibkan dalam menunaikan amanat, meninggalkan kezhaliman, jujur, dan memberikan hak". Sedangkan Ibnul 'Arabi mengatakan, keadilan antara hamba dan Rabbnya adalah mendahulukan hak Allah atas kepentingan dirinya. Mementingkan ridha Allah dari dorongan nafsunya. Dengan demikian, pemimpin umat Islam mestilah seorang yang saleh, taat menjalankan semua perintah Allah dan Rasul-Nya, sehingga ia menjadi teladan bagi seluruh umat Islam yang dipimpinnya. 4. Syarat lain seorang pemimpin adalah berkemampuan memimpin (kredibel). Pemimpin harus mampu mewujudkan kemaslahatan umat serta mengatur urusan mereka. Ia harus mampu mengemban amanat rakyat (umat Islam). "Jika amanat telah disia-siakan, maka tunggulah masa kehancuran," demikian sabda Nabi Saw. Ketika para sahabat bertanya tentang bentuk penyia-nyiaan amanat itu, beliau menjawab, "Jika suatu tugas diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya". 5. Umat Islam diharuskan memilih pemimpin yang tidak menginginkan jabatan. Umat harus memilih pemimpin yang tidak ambisius, atau jangan memberikan jabatan kepada orang yang meminta jabatan tersebut. Karena meminta jabatan dengan alasan merasa diri sendiri mampu, dilarang oleh Islam. "Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah (Allah) yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa" (Q.S. An-Najm:32).
64

Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqih Responsibilitas dalam Islam, GIP Jakarta, 1998, hlm. 180.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

92

Lebih tegas disabdakan Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abdurrahman bin Sumrah, "Wahai Abdurrahman bin Samrah, janganlah engkau minta kepemimpinan itu, karena jika engkau diberikan karena memintanya, niscaya akan dibebankan dengan tugas kepemimpinan itu, sedangkan jika engkau diberikan bukan karena meminta, maka engkau akan diperbantukan bagi kepemimpinan itu..."

Prinsip Dasar Pemerintahan Islam Berikut ini prinsip-prinsip dasar pemerintahan Islam sebagaimana disepakati dalam konferensi para ulama Islam yang mewakili semua aliran (Sunni dan Syiah) di Karachi, Pakistan, pada 21-24 Januari 195165. Disebutkan, konstitusi pemerintahan Islam harus mencakup prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1. Kekuasaan tertinggi atas segenap alam dan semua hukum hanya pada Allah SWT. 2. Hukum di muka bumi harus berdasarkan dan tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah. 3. Negara harus berdasarkan prinsip-prinsip dan cita-cita ideologi Islami, bukan pada konsep geografi, ras, bahasa, atau konsep-konsep materialistik lainnya. 4. Negara berkewajiban menegakkan kebenaran (maruf) dan menghapuskan yang salah (munkar), termasuk menghidupkan pola pendidikan dan kebudayaan Islam. 5. Negara berkewajiban memperkuat ikatan persatuan dan persaudaraan umat Islam sedunia, serta menjaga persatuan ajaran Islam (Millat AlIslamiyah). 6. Pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya kebutuhan pokok warganegara tanpa diskriminasi rasial atau agama.

65

Dimuat pada Salim Azzam, op. cit., hlm. 159-164. Diedit seperlunya oleh penulis.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

93

Hak-Hak Warganegara 7. Warganegara berhak mendapatkan jaminan keamanan jiwa, harta benda, dan kehormatan diri, serta jaminan kebebasan beragama dan berkepercayaan, beribadah, pribadi, berpendapat, bergerak, berserikat, dan kebebasan bekerja, serta persamaan kesempatan dan hak memperoleh manfaat pelayanan masyarakat. 8. Tidak ada warganegara yang dihalang-halangi dari hak di atas kecuali atas dasar hukum. Hukuman dijatuhkan setelah terdakwa diberi kesempatan membela diri dan melalui proses pengadilan. 9. Aliran pemikiran Islam yang diakui --dalam batas-batas hukum-- memiliki kemerdekaan penuh dalam beragama, menyampaikan ajaran agama pada pengikutnya, dan hak menyebarluaskan pandangan. 10. Warganegara non-Muslim --dalam batas-batas hukum-- bebas beragama dan beribadah serta menjalankan hukum perdata sesuai agama, adat, dan kebiasaannya. 11. Warganegara non-Muslim mendapatkan perlakuan yang sama dalam hakhaknya sebagaimana poin 7. 12. Kepala negara haruslah laki-laki Muslim yang diyakini integritas kesalehan, pendidikan, dan kesehatannya. 13. Pengaturan negara menjadi tanggung jawab kepala negara dan boleh melimpahkan sebagian wewenangnya kepada pribadi atau lembaga lain.

Pengelolaan Negara 14. Kepala negara tidak otokratis, melainkan mengedepankan musyawarah dengan pihak eksekutif dan wakil rakyat. 15. Kepala negara tidak berhak membekukan konstitusi ataupun menjalankan administrasi pemerintahan tanpa lembaga musyawarah. 16. Lembaga yang diberi kuasa memilih kepala negara juga memiliki kekuasaan untuk memecatnya atas dasar suara mayoritas. 17. Hak sipil kepala negara berada setingkat di atas muslim lain, namun ia tidak kebal hukum. 18. Semua warganegara dan pejabat tunduk pada hukum dan pengadilan. 19. Peradilan dipisahkan dan bebas dari intervensi eksekutif.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

94

20. Ideologi yang merongrong prinsip dan cita-cita negara Islam dilarang penyebarannya. 21. Wilayah negara dipandang sebagai satuan-satuan administrasi dari suatu negara kesatuan. Mereka tidak berhak memisahkan diri. 22. Penafsiran konstitusi yang bertentangan dengan Al-Quran atau As-Sunnah dianggap tidah sah.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

95

14. SYARIAT ISLAM (6) : JINAYAT & HUDUD

JINAYAT adalah hukum-hukum pelanggaran dosa, seperti zina, membunuh, murtad, merusak anggota badan, dan kriminalitas lainnya. Sedangkan Hudud adalah hukuman badan seperti rajam sampai mati, dera seratus kali, dan potong tangan serta kaki, salib, dan sebagainya66. Hukuman dijatuhkan melalui proses pengadilan (keputusan hakim dan keniscayaan adanya saksi-saksi). Hakim yang memutuskan perkara tidak boleh dalam keadaan marah dan menjadi saksi palsu merupakan dosa besar (HR Muttafaq Alaih). Yang patut diperhatikan dalam hal Jinayat atau Hudud adalah tujuan mulia dari kerasnya sanksi, yakni membuat pelaku kejahatan/dosa merasa, jera sekaligus memberi pelajaran dan peringatan bagi orang lain agar tidak berbuat serupa, juga agar masyarakat terbebas dari kriminalitas (adanya kedamaian dan ketentraman). Dengan kata lain, unsur pencegahan (preventif) dan perlindungan kehormatan agama serta keselamatan jiwa dan harta benda sangat ditonjolkan dalam Jinayat/Hudud. Qishash Qishash adalah sanksi yang setimpal dengan perbuatannya: membunuh dengan dibunuh dan melukai dengan dilukai lagi. Nyawa dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, dan seterusnya (Q.S. 5:45). Qishash tidak dijatuhkan jika ada pemberian maaf dari pihak korban atau dari keluarga korban yang dibunuh dan pelaku/pembunuh membayar ganti rugi (diat). Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang yang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan
66

A. Hasan dalam Tarjamah Bulughul Maram, CV Diponegoro Bandung, 1987, hlm. 571 dan 599

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

96

hendaklah yang diberi maaf membayar (diat) kepada pemberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan (takhfif) dari Tuhanmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang pedih. Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan hidup) bagimu, hai orang-orang yang berakal... (Q.S. 2:178-179). Dalam Qishash terkandung hikmah perlindungan jiwa manusia. Dalam ayat di atas hukuman mati dikaitkan dengan kelangsungan hidup (hayat). Hal itu untuk menimbulkan kesadaran, dalam Qishash tersimpan suatu benih hidup. Pengetahuan akan adanya hukuman Qishash akan membuat seseorang yang berniat membunuh mengurungkan niatnya itu karena takut dibunuh pula (hukuman mati). Dengan demikian hukuman itu menjadi sebab bagi kelangsungan hidup manusia67. Hukuman mati bagi pembunuh juga agar larangan Allah SWT tentang pembunuhan tanpa hak (Q.S. 17:33) dapat ditegakkan. Hukuman Mati Hukuman mati, barangkali, merupakan vonis hukum "terberat" yang dikenakan pada seorang pelaku kejahatan atau pelanggar hukum. Islam dengan tegas mengakui atau melegalisasi jenis hukuman tersebut. Islam merupakan agama yang dengan tegas mengajarkan hukuman mati. Diakuinya atau dilegalisasinya hukuman mati oleh Islam itu, kerap dijadikan dalih oleh musuh-musuh Islam untuk menuding Islam sebagai agama yang kejam atau tidak berperikemanusiaan. Tanpa peduli bahwa hukuman tersebut melalui tahaptahap atau proses yang cukup "rumit", sehingga dirasakan hukuman tersebut benar-benar adil. Menurut syariat Islam, hukuman mati itu berlaku bagi empat golongan berikut ini. Mereka halal darahnya untuk dibunuh (dijatuhi hukuman mati). 1. Seorang Muslim yang menjadi pembunuh sesamanya. 2. Pezina muhshan (pernah kawin) yaitu melalui hukum rajam (lemparan batu hingga tewas). 3. Orang murtad lalu memerangi Allah dan Rasul-Nya.
67

M. Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Quran, Al-Maarif Bandung, 1994, hlm. 312 313.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

97

4. Pemberontak pada pemerintahan yang sah. "Tidak halal darah seseorang Muslim kecuali karena tiga sebab: pezina muhshan, orang yang membunuh orang lain tanpa hak, dan yang meninggalkan agamanya (murtad) serta memisahkan diri dari kelompok atau jamaah kaum Muslimin" (HR Bukhari dan Muslim. Hadits senada diriwayatkan HR Abu Daud, Nasai, Hakim). "Siapa yang membaiat seorang imam, lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaklah ia menaatinya jika ia mampu. Jika ada orang lain yang hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah leher orang itu" (HR Muslim) Jika dibaiat dua orang pemimpin (khalifah), maka bunuhlah yang paling akhir dari keduanya (HR Muslim). Orang murtad yang kemudian memerangi Islam, terlebih dahulu diberi kesempatan bertobat, jika menolak barulah dihukum mati. Ada kemungkinan mereka dihukum ringan dengan hanya dibuang atau diusir dari tanah airnya. Hukuman mati bagi orang murtad dimaksudkan untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan agama (Islam) agar tidak dipermainkan. Hal itu sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran, bahwasanya perusuh atau pembuat kekacauan serta orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, harus dijatuhi hukuman mati, disalib, dipotong tangan atau kakinya, atau dibuang dari negara, kecuali mereka melakukan tobat (Q.S. 5:33). Hukuman mati dalam Islam "bukan harga mati". Pasalnya, jika ahli waris atau keluarga korban pembunuhan mau memaafkan pelaku/pembunuh, hukuman mati bisa dicabut (tidak dilaksanakan) meski ada kemungkinan bagi pemerintah/pengadilan untuk tetap menerapkan hukuman mati itu. Jadi, khusus dalam kasus pembunuhan, Islam memberikan dua pilihan bagi ahli waris/keluarga korban: menuntut pembalasan yang setimpal (dengan hukuman mati) melalui hakim, atau memaafkan si pembunuh (tidak menuntut ke pengadilan). "..Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim (tanpa hak), maka sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan pada ahli warisnya (untuk menuntut balas)...." (Q.S. 17:33). Hukuman mati tidak dijatuhkan kepada:

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

98

1. Orangtua yang membunuh anaknya (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). 2. Muslim yang membunuh kafir harbi, yakni non-Muslim yang menjadi musuh atau memusuhi Islam dan umatnya, dan kafir muahad, yakni yang mengadakan perjanjian damai dengan umat Islam (HR Bukhari, Ahmad, dan Abu Daud). Sebagaimana umumnya jenis hukuman lain, hukuman mati dalam Islam dimaksudkan untuk memberikan pendidikan bagi masyarakat, juga untuk menjamin kelangsungan hidup manusia sendiri, atau agar satu-sama lain menjunjung tinggi hak hidup manusia (Q.S. 2:179). Jadi, hukuman itu merupakan tindakan preventif bagi masyarakat agar menjauhi tidak pidana pembunuhan atau tindak pidana lain, yang sanksinya berupa hukuman mati. Itulah sebabnya, hukuman mati yang dilaksanakan terhadap seorang terhukum harus dapat disaksikan oleh umum, agar mereka menarik pelajaran berharga, agar mereka tidak sewenang-wenang terhadap nyawa atau merampas hak hidup orang lain. Hukuman bagi Pezina Berzina, yakni berhubungan badan dengan bukan muhrim, hukumnya haram. Allah SWT melarang zina karena zina merupakan perbuatan keji (fahisyah) dan seburuk-buruk perilaku (Q.S. 17:33). Hukuman bagi pezina ada dua: pezina yang sudah (pernah) kawin (muhshan) adalah hukum rajam sampai mati, dan bagi pezina ghair muhshan (perawan, bujangan) didera atau dicambuk seratus kali (Q.S. 24:2 dan sejumlah Hadits), dapat pula ditambah dengan diasingkan selama setahun (bergantung keputusan Hakim)68. Hukuman bagi Pemabuk Meminum khamr (arak atau minuman yang memabukkan) dan berjudi diharamkan Islam. Di dalamnya terdapat dosa besar yang melebihi kemanfaatannya (Q.S. 2:219). Manfaat dalam khamr dan judi adalah material semata-mata. Perdagangan khamr dan perjudian mendatangkan keuntungan besar. Namun manfaat itu tidak berarti apa-apa dibandingkan dosa besarnya. Madaratnya pun lebih besar, yakni merusak pikiran, melemahkan akal, dan

68

A. Hasan, op. cit., hlm. 601.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

99

membahayakan jiwa. Berjudi menghancurkan ekonomi, merusak rumah tangga, serta dapat menimbulkan dendam dan permusuhan69. Dalam ayat lain ditegaskan, meminum khamr dan berjudi --juga berhala dan mengundi nasib-- adalah perbuatan keji dan perilaku setan. Dengan menggoda manusia untuk mabuk dan berjudi, setan hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian serta menghalangi manusia dari ingat kepada Allah dan shalat (Q.S. 5:90-91). Hukuman bagi pemabuk adalah dera atau hukuman cambuk antara 40 hingga 80 kali (HR Muttafaq Alaih). Hukuman bagi Pencuri Mencuri adalah perbuatan terlaknat, baik oleh Allah SWT maupun manusia. Hukuman bagi pencuri adalah potong tangan (Q.S. 5:38). Hukuman itu dijatuhkan jika pencuri adalah orang dewasa (aqil baligh), jumlah yang dicuri memenuhi batasan minimum (3-10 dirham), mencuri dari tempat penyimpanan, dan harta yang dicuri tidak syubhat70. Jika syubhat, tidak ada hukum potong tangan, misalnya seorang ayah mencuri harta anaknya71.

69 70

M. Ali Ash-Shabuni, op. cit., hlm. 485 dan 996. Ibid, hlm. 972. 71 Kajian selengkapnya tentang Jinayat dan Hudud dapat ditemukan pada Kitab-Kitab Fiqih dan Hadits. Bab ini bersumber utama Al-Quran dan terjemahannya, Kitab M. Ali Ash-Shabuni, Shahih Bukhari dan Muslim, Kitab Bulughul Maram, dan lain-lain.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

100

15. MORALITAS ISLAM: AKHLAK

AKHLAK atau budi pekerti tempatnya di dalam hati. Ia adalah sentral komando perilaku manusia. Karenanya, akhlak menjadi sasaran utama risalah Islam. Akhlak adalah penentu baik-buruk perilaku seseorang. Fondasi akhlak yang membawa kebaikan amal perbuatan adalah dzikrullah, yakni selalu mengingat Allah SWT dalam segala posisi dan kondisi, sehingga keridhaan-Nya (mardhotillah) menjadi acuan perilaku. Dzikrullah adalah dasar akhlak mulia, bersama sifat pemaaf, suka mengajak kepada kebenaran, berpaling dari orang-orang bodoh, suka berlindung kepada Allah SWT dari godan setan (Q.S. 7:199-201). Ada dua macam akhlak: akhlak mulia (akhlaqul karimah) atau akhlak terpuji (akhlaqul mahmudah) dan akhlak tercela (akhlaqul madzmumah). Akhlak mulia adalah cerminan kesungguhan iman. Sebaliknya, akhlak tercela merupakan refleksi lemahnya keimanan. Seorang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling mulia akhlaknya (HR Tirmidzi).

Akhlak Mulia Akhlak mulia --disebut pula husnul khuluq (perangai baik)-- adalah segala sifat, watak, dan perilaku yang sangat disukai Allah SWT dan disukai pula oleh manusia. Akhlak mulia wajib dimiliki dan diamalkan. Tergolong akhlak mulia antara lain sebagai berikut: 1. Berbicara yang baik. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berbicara yang baik atau (jika tidak demikian) hendaklah diam (H.R. Bukhari dan Muslim). Seorang mukmin tidak menuduh, melaknat, tidak berkata kotor, dan tidak mencela (HR Tirmidzi).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

101

Ciri-ciri pembicaraan yang baik adalah isinya bermanfaat, mengandung hikmah atau kebajikan, membuat senang pendengarnya, atau tidak menyakiti hati orang lain atau tidak membuat orang lain marah. Pembicaraan yang baik juga bercirikan penggunaan kata-kata yang benar, baku, atau sesuai kadiah bahasa yang berlaku (qaulan sadida, Q.S. 4:9), kata-kata yang tepat sasaran, komunikatif, atau mudah dimengerti ( qaulan baligha, Q.S. 4:63), serta mengunakan kata-kata yang santun, lemahlembut, atau tidak kasar dan tidak vulgar (qaulan karima, Q.S. 17:23). 2. Berkata jujur atau benar (shidqi). Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga (HR. Muttafaq Alaih). Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya (HR Ibnu Hibban). 3. Malu (Haya). Malu itu sebagian dari iman (HR Muttafaq Alaih). Sesungguhnya sebagian yang didapatkan manusia dari perkataan nabi -nabi terdahulu ialah Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu! (HR Bukhari). Malu adalah perasaan untuk tidak ingin direndahkan atau dipandang buruk oleh pihak lain. Jadi, malu adalah persoalan harga diri atau gengsi. Malu yang paling utama adalah malu kepada Allah SWT sehingga tidak berbuat sesuatu yang melanggar aturan-Nya. Malu kepada manusia harus dalam konteks malu kepada-Nya. 4. Rendah Hati (Tawadhu). Rendah hati adalah perasaan inferior, lemah, tidak punya kekuatan atau keistimewaan apa-apa dan kecil di hadapan Allah Yang Mahabesar. Rendah hati akan membuat seseorang tidak berlaku sombong atau takabur, tidak memandang dirinya mulia. Fadhil bin Iyadh mengatakan, tawadhu ialah tunduk kepada kebenaran dan mengikutinya, walaupun kebenaran itu datang dari seorang anak kecil dan orang paling bodoh 72.

72

Dr. Majdi Al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan, GIP Jakarta, 1999, hlm. 48.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

102

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati... (Q.S. Al-Furqon:63). Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku: hendaklah kamu merendahkan hati supaya tidak ada yang saling melewati batas dan tidak saling menyombongkan diri (HR Muslim). Tidaklah seseorang rendah hati melainkan Allah tinggikan derajatnya (HR Bukhari dan Muslim). 5. Senyum/Manis Muka. Senyum adalah suatu kebajikan dan sama dengan ibadah sedekah. Rasulullah Saw sangat menganjurkan umatnya agar murah senyum, atau bermuka manis. Menyenangkannya senyum dapat kita rasakan tatkala melihat keramahan orang lain pada kita. Sebaliknya, sukakah kita melihat orang cemberut dan bermuka masam terhadap kita? Kamu tidak bisa meratai (memberi semua) manusia dengan harta-hartamu, tetapi hendaklah bermanis muka (bastul wajhi) dan perangai yang baik dari kamu meratai mereka (HR Abu Yala). "Janganlah meremehkan suatu kebajikan sedikit pun, walau hanya sekadar menyambut kawan dengan muka manis" (HR Muslim) "Senyummu untuk saudaramu adalah sedekah" (HR Bukhari). 6. Sabar Bersabar dalam pergaulan adalah sifat mukmin sejati. Dalam bergaul kita menemui banyak orang dengan ragam watak dan perilakunya: ada yang menyenangkan, ada pula yang menyebalkan; ada yang pemarah dan angkuh, ada pula yang pemaaf dan rendah hati. Terhadap yang tidak menyenangkan atau menyebalkan, juga yang suka mengganggu, kita diharuskan bersabar menghadapi sikap mereka. Mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka lebih baik daripada yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi). Sabar merupakan jalan untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT di samping shalat. "Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar" (Q.S. 2:153).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

103

Dalam pengertian dan pengamalan keseharian, sabar cenderung berarti "menahan emosi", "menahan marah", atau "menahan diri" untuk tidak tergesa-gesa bertindak mengikuti keinginan perasaan. Imam Al-Ghazali mengatakan, "sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama". Dalam sebuah haditsnya, Nabi Saw mengakui adanya tingkatan-tingkatan kesabaran, yaitu (1) sabar dalam menghadapi musibah, (2) sabar dalam mematuhi perintah Allah SWT, dan (3) sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat. Sabar yang pertama merupakan kesabaran terendah, yang kedua merupakan tingkat pertengahan, dan yang ketiga merupakan kesabaran tertinggi (HR Ibnu Abi ad-Dunia). Sabar atas musibah (shabr 'ala al-mushibah) maksudnya adalah bersikap pasrah atau berserah diri (tawakal) pada Allah SWT ketika menghadapi atau mengalami suatu musibah. Sabar dalam mematuhi perintah Allah SWT (shabr 'ala ath-tha'ah) maksudnya adalah bersikap sabar atau "siap menderita" dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat (shabr 'ala al-ma'shiyah) maksudnya adalah menahan diri dari segala godaan dan cobaan yang dapat membawa ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. 6. Kuat atau Tahan Banting. Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah (HR Muslim). Kuat artinya memiliki ketahanan mental dan fisik yang tinggi. Tidak mudah putus asa, tidak suka mengeluh, dan sehat jasmani-rohani. Kuat juga bisa dimaknai unggul dan berkualitas. Janganlah berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum kafir (Q.S. 12:87). 7. Pemaaf, Tidak Dendam. Memaafkan kesalahan manusia (afina aninnas) dan menahan amarah adalah ciri orang bertakwa (Q.S. 3:134). Allah tidak akan menambah seseorang yang suka memberi maaf melainkan dengan kemuliaan (HR Muslim). Bersikaplah pemaaf maka Allah akan memuliakanmu (HR Ibnu Abi Dunya).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

104

Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling menaruh dendam kesumat (HR Bukhari dan Muslim). Maafkanlah orang yang menzhalimimu (HR Ahmad dan Thabrani). 8. Menahan Amarah. Marah dapat membawa malapetaka. Orang sedang marah dikuasai hawa nafsu dan setan. Pikirannya menjadi tidak jernih, tidak bersih. Akalnya menjadi tidak berfungsi normal. Tentu hal itu bisa mendorong orang yang sedang marah itu, jika tidak bisa mengendalikan diri, pada perbuatan yang akan disesalinya, mengikuti hawa nafsu, lepas kedali diri. "Bukanlah orang yang gagah perkasa namanya ia yang kuat bergulat, tetapi yang disebut gagah perkasa itu ialah orang yang dapat mengendalikan nafsunya (dirinya) ketika sedang marah" (HR Bukhari dan Muslim). Untuk meredam marah, Rasulullah Saw mengajarkan agar berwudhu. "Sesungguhnya marah itu datangnya dari setan, dan setan itu dijadikan dari api. Sesungguhnya api itu dapat dipadamkan dengan air. Maka apabila salah seorang di antaramu marah, berwudhulah" (H.R. Abu Daud). 9. Zuhud Ketika seorang sahabat meminta nasihat tentang amal yang disukai Allah dan manusia, Nabi Saw menegaskan: Berzuhudlah dari dunia, niscaya Allah menyukaimu dan zuhudlah dari apa yang di tangan manusia, niscaya manusia menyukaimu (HR Ibnu Majah). Zuhud adalah sikap tidak terlalu mencintai dunia, bahkan membencinya dalam batas-batas yang wajar. Menurut Nabi Muhammad Saw: Zuhud di dunia tidak mengharamkan yang halal dan tidak membuang harta... (HR Tirmidzi). Zuhud adalah sikap sederhana atau proporsional terhadap kenikmatan dunia. Kecintaannya terhadap perhiasan dunia (harta, tahta) tidak berlebihan. Celakalah penyembah dinar dan dirham dan kain beludru... (HR Bukhari). Zuhud membuat seseorang tidak merasa senang berlebihan menerima harta dan merasa sedih kehilangan sesuatu (Q.S. Al-Hadid:23).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

105

10. Qonaah Qonaah yaitu merasa cukup dengan rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Sikap demikian membuatnya tenang dan senantiasa mensyukuri pemberian-Nya, sedikit ataupun banyak. Bukanlah orang kaya itu yang banyak hartanya, melainkan yang kaya jiwanya (hatinya) (HR Bukhari dan Muslim). Sungguh berbahagia orang yang mendapatkan hidayah Islam dan penghidupannya sederhana dan tenang menerima apa yang ada (HR Tirmidzi). Sungguh berbahagialah orang yang yelah masuk Islam dan diberi rezeki cukup, lalu merasa cukup terhadap apa-apa yang diberikan Allah kepadanya (HR Muslim). Seungguh berbahagialah seorang Muslim yang diberi kecukupan rezeki dan rela menerima pemberian Allah (HR Muslim). 11. Wara Wara adalah menjauhi barang syubhat karena takut jatuh kepada keharaman. Syubhat sendiri artinya tidak dapat dipastikan halal-haramnya (berada antara halal dan haram). Nabi Saw mengatakan, siapa yang menjauhi syubhat berarti ia membersihkan diri dan agamanya. Siapa yang mendekati syubhat, maka dikhawatirkan termasuk pada hal haram (HR Muttafaq Alaih). 12. Suka Menolong. Menolong artinya membantu orang yang sedang dalam kesulitan (meringankan bebannya), baik kesulitan ekonomi maupun kesulitan dalam urusan lain selama berada pada garis kebaikan dan takwa ( birri wat taqwa). Termasuk menolong orang lain adalah menutupi aibnya sehingga tidak membuatnya malu. Siapa yang menghilangkan kesempitan orang mukmin dalam masalah dunia, maka Allah akan mengilangkan kesempitannya besok di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang dalam kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Siapa yang menutupi aib orang mukmin, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

106

akan tetap menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya (HR Muslim).

B. Akhlak Tercela Akhlak tercela atau perangai buruk (su-ul khuluq) adalah sifat, sikap, atau perilaku yang dibenci Allah SWT dan merusak hubungan harmonis dengan sesama manusia. Akhlak tercela wajib dijauhi umat Islam. Dalam Q.S. 49:12 kita dapati larangan Allah SWT untuk berperangai buruk, berupa menghina atau mengolok-olok orang lain, mencela sesama mukmin, memanggil seseorang dengan nama panggilan yang buruk atau tidak disukai yang dipanggil, berprasangka, mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus), serta bergunjing atau membicarakan aib orang lain. Berikut uraian singkat sifat-sifat atau perilaku yang tergolong perangai buruk yang dilarang Islam. 1. Menghina. Menghina adalah mengeluarkan kata-kata yang merendahkan dan menyakiti hati orang lain, termasuk mengolok-olok, mencela, melaknat/mengutuk, memaki, dan mengejek. Cukuplah kejelekan seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim (HR Muslim). Memaki sesama Muslim itu kedurhakaan, (HR Muttafaq Alaih). Mukmin itu bukanlah pencela dan bukan pelaknat dan bukan yang jelek perangai dan bukan yang kotor lidah (HR Ibnu Masud). Barangsiapa yang mengejek saudaranya lantaran satu dosa, tidak ia mati melainkan melakukan dosa itu (HR Tirmidzi). Celaan tidak saja dilarang dalam hubungan antar manusia, bahkan kepada makanan pun dilarang. Ketika ada makanan yang tidak kita sukai yang disajikan buat kita, jangan dicela. Rasulullah Saw sama sekali tidak pernah mencela makanan. Bila beliau menyukainya, beliau memakannya. Dan jika beliau tidak menyukainya, maka ditinggalkannnya makanan tersebut (HR Ahmad dari Abu Hurairah).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

107

2. Buruk sangka (su-uzhan). Jauhilah buruk sangka karena sesungguhnya prasangka itu sedusta -dusta omongan (HR Muttafaq Alaih). Buruk sangka itu menuduh atau memandang orang lain dengan kacamata hitam atau negative thinking, seraya menyembunyikan kebaikan mereka dan membesar-besarkan keburukan mereka. 3. Bergunjing (Ghibah). Pada malam Isra' --dalam rangkaian peristiwa Isra Mi'raj-- Nabi Muhammad Saw melewati suatu kaum yang sedang mencakar-cakar wajah mereka sendiri dengan kukunya. Nabi Saw bertanya kepada Malaikat Jibril yang mendapinginya waktu itu, "Apa itu Jibril?". Malaikat penyampai wahyu Allah itu menjawab, "Itulah gambaran orang yang suka menggunjing sesamanya (ghibah)". Ghibah adalah membicarakan kejelekan atau aib orang lain atau menyebut masalah orang lain yang tidak disukainya, sekalipun hal tersebut benarbenar terjadi. Oleh Allah SWT ghibah diidentikkan dengan "memakan daging mayat saudara sendiri" (Q.S. al-Hujurat:12). Meskipun kejelekan atau kekurangan orang lain itu faktual, benar-benar terjadi alias sesuai dengan kenyataan, tetap saja itu ghibah. Contoh ghibah banyak sekali. Bahkan ketika kita mengatakan "pendek amat orang itu" misalnya, itu termasuk ghibah. Diriwayatkan, ketika Siti Aisyah memberikan isyarat dengan tangannya tentang seorang wanita yang pendek, Rasulullah Saw bersabda, "Kamu menggunjingnya?". Ghibah termasuk akhlak tercela. Tersirat di dalamnya perbuatan tercela lain seperti sombong, merasa diri paling baik dan benar, serta menghina orang lain. Ketercelaan ghibah dapat dirasakan betapa tersinggung perasaan kita, atau sakit hatinya kita, bahkan betapa marahnya kita, jika kejelakan dan kekurangan kita dibicarakan orang lain. Namun demikian, tidak selamanya ghibah itu dilarang. Al-Hasan sebagaimana dikutip Imam Al-Ghazali menyebutkan, "Ada tiga golongan tidak termasuk menggunjing jika menyebut aib mereka, yaitu orang yang mengikuti hawa nafsu, orang fasik yang melakukan

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

108

kefasikan secara terang-terangan, dan pemimpin yang menyeleweng". Memperingatkan sesama Muslim atas kejahatan seseorang pun termasuk ghibah yang dibolehkan73. 4. Dengki Hasad merupakan sikap batin, keadaan hati, atau rasa tidak senang, benci, dan antipati terhadap orang lain yang mendapatkan kesenangan, nikmat, memiliki kelebihan darinya. Sebaliknya, ia merasa senang jika orang lain mendapatkan kemalangan atau kesengsaraan. Sikap ini termasuk sikap kaum Yahudi yang dibenci Allah (maghdhub). "Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya..." (Q.S. 3: 120). "Janganlah kamu mengharap-harapkan sesuatu yang telah dilebihkan Allah pada sebagian darimu atas sebagian yang lain" (Q.S. 4:32). "Hindarilah hasad, karena sesungguhnya hasad itu menghapus semua amal kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar" (H.R. Abu Daud). "Janganlah kalian saling benci, jangan bersikap hasad, jangan saling membelakangi, dan jangan bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang besaudara!" (H.R. Bukhari dan Muslim). "Tidak boleh hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah lalu dipergunakan untuk kebaikan sampai habisnya harta itu, dan kepada seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah lalu ia menggunakannya serta mengajarkannya pada orang lain" (H.R. Bukhari dan Muslim). Sikap hasad ini berbahaya karena dapat merusak nilai persaudaraan atau menumbuhkan rasa permusuhan secara diam-diam. Hasad juga dapat mendorong seseorang mencela, menjelek-jelekkan, dan mencari-cari kelemahan atau kesalahan orang lain dan menimbulkan prasangka buruk (suudzan).

73

Imam Al-Ghazali, Teosofia Al-Quran, Risalah Gusti Surabaya, 1996, hlm. 130-131.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

109

5. Serakah Serakah atau tamak yaitu sikap tidak puas dengan yang menjadi hak atau miliknya, sehingga berupaya meraih yang bukan haknya. Setiap orang berpotensi bersikap serakah. "Jika seseorang sudah memiliki dua lembah emas, pastilah ia akan mencari yang ketiganya sebagai tambahan dari dua lembah yang sudah ada itu" (H.R. Bukhari dan Muslim). "Jika seorang anak Adam telah memiliki harta benda sebanyak satu lembah, pasti ia akan berusaha lagi untuk memiliki dua lembah. Dan andaikata ia telah memiliki dua lembah, ia akan berusaha lagi untuk memiliki tiga lembah. Memang tidak ada sesuatu yang dapat memenuhi keinginan anak Adam kecuali tanah (tempat kubur, yakni mati). Dan Allah akan menerima tobat mereka yang bertobat" (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi). Sikap serakah dapat mendorong orang mencari harta sebanyak-banyaknya dan jabatan setinggi-tingginya, tanpa menghiraukan cara halal atau haram. Keserakahan pun dapat membuat seseorang bersikap kikir alias tidak dermawan dan tidak peduli akan nasib orang lain. Serakah dan tamak telah membinasakan kaum sebelum umat Muhammad Saw. Jauhkanlah kikir dan tamak, karena hal itu telah membinasakan orang orang sebelum kamu (HR Muslim). 6. Kikir (Bakhil). Kikir adalah penyakit hati. Sifat kikir ini bersumber dari ketamakan, cinta dunia, atau suka kemegahan74. Orang yang terbebas dari sifat kikir termasuk orang beruntung (Q.S. Al-Hasyr:9). Dua perkara tidak akan berkumpul pada seorang mukmin: sifat kikir dan perangai jelek (HR Tirmidzi). 7. Riya Riya adalah sikap ingin dipuji orang lain. Lawan ikhlas ini haram hukumnya. Nabi Saw menyebutnya sebagai syirik kecil (syirkul ashgar).
74

Ibid, hlm. 145.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

110

Sesungguhnya yang aku paling takuti atas umatku adalah syirik kecil, yaitu riya (HR Ahmad). Riya merupakan lawan atau kebalikan dari ikhlas (semata-mata karena Allah SWT). Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amalibadah oleh Allah SWT (maqbul). "Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali agar beribadah pada Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) pada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus..." (Q.S. Al-Bayinah:5, juga Q.S. 4:146, 7:29, Az-Zumar:2,11, 2:139, Luqman:32). 8. Berdusta Berkata dusta adalah salah satu ciri kaum munafik, selain mengkhianati kepercayaan dan mengingkari janji (HR Bukhari dan Muslim). Dan jauhilah perkataan dusta (Q.S. 22:30). Jauhilah kedustaan karena sesungguhnya kedustaan (kadzib) itu memimpin kepada kedurhakaan dan kedurhakaan membawa ke neraka (HR Muttafaq Alaih). 9. Bermusuhan. Bermusuhan adalah sikap bertentangan dengan semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dalam Islam). Orang Muslim harus menjauhi saling bermusuhan. Janganlah kamu saling benci dan saling berpaling muka (HR Muslim). Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya ((tidak saling bicara) selama lebih dari tiga hari, keduanya bertemu lalu saling berpaling muka (bermusuhan). Yang paling baik di antara mereka adalah yang memulai mengucapkan salam (mengajak damai) (HR Bukhari dan Muslim). Janganlah kamu putus-memutuskan hubungan baik, belakangmembelakangi, benci-membenci, hasad menghasad. Hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara satu sama lain dan tidak halal bagi Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari (HR Bukhari dan Muslim).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

111

10. Mengadu-domba (Namimah). Mengadu-domba adalah mendorong dua pihak atau lebih untuk saling bermusuhan. Tidak akan masuk sorga orang yang memutuskan persaudaraan (mengadu domba) (HR Muttafaq Alaih). Maukah kamu aku beritahukan tentang adh-hu? Yaitu mengumpat, mengadu-domba dengan omongan di antara manusia (HR Muslim). 11. Sombong. Sombong (takabur) adalah merasa bangga pada diri sendiri, merasa paling baik atau paling hebat, dan merasa paling benar sehingga menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaanKu... (Q.S. Al-Araf: 146). Barangsiapa merasa besar (bangga) pada dirinya dan sombong di dalam jalannya, niscaya dia bertemu Allah di dalam keadaan Allah murka kepadanya (Q.S. Hakim dari Ibnu Umar). Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam h atinya menyelinap sifat sombong (HR Muslim dan Tirmidzi). Tiga perkara yang merusak manusia: perangai kikir yang ditaati, hawa nafsu yang selalu diikuti, dan bangga pada diri sendiri (sombong) (HR Thabrani). 12. Nongkrong di pinggir jalan (Julus Ala ath-Thuruqat). Jauhilah duduk di jalan-jalan (nongkrong). Mereka berkata: Ya Rasulallah! Kami terpaksa memerlukan tempat-tempat duduk yang kami beromong-omong padanya (nongkrong di jalan sambil ngobrol). Sabada Nabi: Jika kamu enggan, berilah kepada jalan itu haknya! Mereka bertanya: Apakah hak itu? Sabdanya: Menundukkan pandangan (dari perempuan yang lewat), tidak mengganggu (pelalulalang), membalas salam, dan mengajak pada kebaikan serta mencegah kemunkaran (HR Muttafaq Alaih).

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

112

DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama RI Tafsir Ibnu Katsir Shahih Bukhari Shahih Muslim A. Hasan, Tarjamah Bulughul Maram, CV Diponegoro Bandung, 1987 Abul Ala Maududi, Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim, IIFSO, 1398-1978. Abul Ala Al-Maududi, Khilafah dan Imamah, Mizan Bandung, 1993 Akbar S. Ahmed, Living Islam, Mizan, Bandung, 1997 Amrullah Achmad dkk. (Editor), Persepektif Ketegangan Kreatif dalam Islam, PLP2M Yogyakarta, 1985 Asep Syamsul M. Romli, Isu-Isu Dunia Islam, Dinamika Yogyakarta, 1996 ___________________, Demonologi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2000 Daud Rasyid, M.A., Islam dalam Berbagai Dimensi, GIP Jakarta, 1998. Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta, 1993. Endang Saifudin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung, 1978. Fuad Amsyari, Dr., Masa Depan Umat Islam, Al-Bayan Bandung, 1993. G.H. Jansen, Islam Militan, Pustaka Bandung, 1980. Hammudah Abdalati, Islam in Focus, American Trust Publications IndianapolisIndiana, 1975 Hizbut Tahrir, Piagam Umat Islam (Mitsaaqul Ummah), Pustaka Thariqul Izzah, 1997. Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, CV Diponegoro Bandung, 1990. _____________,Teosofia Al-Quran, Risalah Gusti Surabaya, 1996 John L. Esposito, Bahaya Hijau: Kesalahpahaman Barat terhadap Islam, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1997). KHM Isa Anshary, Mujahid Dakwah, 1984 Kuntowijoyo, Dr., Identitas Politik Umat Islam, Mizan Bandung, 1997. M. Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Quran, Al-Maarif Bandung, 1994 M. Natsir, Fiqhud Dawah, CV Ramadhani Solo, November 1987 Majdi Al-Hilali, Dr. , 38 Sifat Generasi Unggulan, GIP Jakarta, 1999 Munawir Sjadzali, M.A., Islam dan Tata Negara, UI-Press Jakarta, 1990.

INILAH ISLAM by ASM. ROMLI

113

Musthafa Muhammad Thahhan, Model Kepemimpinan dalam Amal Islam, Robbani Press Jakarta, 1997. Mutawalli Asy-Syarawi, Prof. Dr. , Rezeki, GIP Jakarta, September 2000 Nasruddin Razak, Drs., Dienul Islam, Al-Maarif Bandung, 1989, Riaz Hassan, Prof. Dr., Islam: Dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, CV Rajawali Jakarta, 1985. Rifyal Kabah, Islam dan Fundamentalisme, Pusata Panjimas Jakarta, 1984. _____________ (ed.), Islam dan Pergerakan, Minaret Jakarta, 1988. Rusjdi Hamka dan Rafiq, Islam dan Era Informasi, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1989 Syed Ameer Ali, Api Islam, Bulan Bintang Jakarta, 1978 Yusuf Qardhawi, Dr., Agenda Permasalahan Umat, GIP Jakarta, 1993. ________________, Islam Ekstrem: Analisis dan Pemecahannya, Mizan Bandung, Cet. VIII, 1995. Yusuf Al-Qorodhowy, Dr., Fiqih Daulah, GIP Jakarta. Yunus Ali Almuhdar, Toleransi-Toleransi Islam, Iqra Bandung, 1983. Zainab Al-Ghazali, Menuju Kebangkitan Baru, Gema Insani Press Jakarta, 1995 Ziauddin Sardar & Zafar Abbas Malik, Mengenal Islam for Beginner, Mizan Bandung, 1997.

You might also like