You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit menular merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Dari survey rumah tangga (house hold survey) yang diadakan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1972 ternyata bahwa 60% dari penyakit yang ada di Indonesia adalah penyakit menular. Dari sejumlah kasus-kasus penderita penyakit tersebut tercakup pula sejumlah besar kasus-kasus penderita penyakit parasit. Sesuai dengan prioritasnya, berbagai parasit telah ditanggulangi secara bertahap. Penyakit kulit sangat sering terjadi pada masyarakat di negara berkembang dan hanya sebagian saja dari penderita yang berobat ke dermatologist. Dari berbagai penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit yang sering terjadi pada masyarakat adalah scabies, pedikulosis dan creeping eruption.10 Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei jenis manusia dan produknya pada tubuh. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: social ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik.3 Infestasi Kutu (Pedikulosis) adalah serbuan kutu yang menyebabkan rasa gatal hebat dan bisa menyerang hampir setiap kulit tubuh. Pediculosis sendiri dapat dibedakan antara pedikulosis yang menyerang kepala, badan, ataupun daerah kemaluan.3 Creeping eruption atau larva kesasar, istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab.2,3 Selain ketiga penyakit tersebut diatas (scabies, pedikulosis, dan creeping eruption), sebenarnya masih terdapat berbagai penyakit kulit lainnya yang disebabkan oleh parasit, hanya lebih jarang terjadi di Indonesia dibandingkan penyakit tersebut. Misalnya: Cutaneous
1

Amebiasis, Trypanosomiasis, Leishmaniasis, Cercarial Dermatitis yang disebabkan larva Schistosoma cercariae.7

B A B II ISI
2

2.1.

Skabies Pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh VON HEBRA, bapak

dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh BENOMO pada tahun 1687, kemudian oleh MELLANBY dilakukan percobaan induksi pada sukarelawan selama perang dunia II. Lebih dari 2 juta penderita dilaporkan menderita penyakit ini di Great Britain. Nama lain dari penyakit ini adalah : The itch, gudik, budukan, gatal agogo.1,8 Definisi skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei jenis manusia dan produknya pada tubuh.1,2 Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi scabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: social ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S (Penyakit akibat Hubungan Seksual).1 Skabies Banyak menyerang anak-anak, meskipun orang dewasa juga dapat terkena. Baik laki-laki maupun perempuan dapat terkena penyakit ini. Cara penularan (transmisi) dari penyakit scabies adalah melalui: 1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur

bersama dan hubungan seksual. 2. lain-lain.1,2 Penularannya biasanya oleh sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadangkadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian handuk, sprei, bantal, dan

super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Selain itu terdapat S. scabiei yang lain, misalnya pada kambing dan babi.1,2 Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. 1,2,7 Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Lingkungan dan populasi yang padat pada suatu tempat mempermudah penularan penyakit. Daerah yang kumuh, dengan kebersihan dan hygiene yang buruk juga mempermudah penularan.1,2

Gambar: tungau betina.6

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.1 Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Penderita selalu mengeluh gatal, terutama pada malam hari. Kelainan kulit mula-mula berupa papula, vesikel. Akibat garukan timbul infeksi sekunder sehingga terjadi pustule. Lokalisasi: Sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, sekitar pusat, paha bagian dalam, genitalia pria, dan bokong. Pada bayi: kepala, telapak tangan dan kaki. Efloresensi/sifat-sifatnya: Papula dan vesikel miliar sampai lentikular disertai ekskoriasi (scratch mark). Jika terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentikular.2

Gambar: Papul dan burrow yang diakibatkan scabies.7

Gambar: Tempat predileksi dari scabies.7


5

Ada 4 tanda kardinal sebagai gejala klinis dari skabies: 1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mame (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. 4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.1,2 Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

Gambar: contoh lesi yang disebabkan oleh scabies.6


6

Juga dikenal apa yang disebut sebagai scabies Norwegia (scabies berkrusta). Bentuk scabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik, dan skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat besar. Penyakit terdapat pada penderita dengan retardasi mental, kelemahan fisis, gangguan imunologik, dan psikosis.1,7 Cara menemukan tungau: 1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya. 2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. 3. Dengan membuat biopsy irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya. 4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.1 Ada pendapat yang mengatakan penyakit scabies ini merupakan the great imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding ialah: prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain-lain.1 Syarat obat yang ideal untuk pengobatan scabies adalah: 1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau. 2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik. 3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian 4. Mudah diperoleh dan harganya murah. Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (termasuk penderita yang hiposensitisasi). Jenis obat topical:
7

1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. 2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering member iritasi, dan kadangkadang makin gatal setelah dipakai. 3. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. 4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. 5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan factor predisposisi (antara lain hygiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.1,2,5 2.2. Pedikulosis Pedikulosis ialah infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh Pediculus (tergolong family Pediculidae). Selain menyerang manusia, penyakit ini juga menyerang binatang, oleh karena itu dibedakan Pediculus humanus dengan Pediculus animalis. Pediculus ini merupakan parasit obligat artinya harus menghisap darah manusia untuk dapat mempertahankan hidup. Infestasi Kutu (Pedikulosis) adalah serbuan kutu yang menyebabkan rasa gatal hebat dan bisa menyerang hampir setiap kulit tubuh.1,3
8

Klasifikasi1,2: 1. Pediculus humanus var. capitis yang menyebabkan pedikulosis kapitis. 2. Pediculus humanus var. corporis yang menyebabkan pedikulosis korporis. 3. Phthirus pubis yang menyebabkan pedikulosis pubis. 2.2.1. Pedikulosis Kapitis Pedikulus Kapitis adalah infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus var. capitis. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat, misalnya di asrama dan panti asuhan. Tambahan pula dalam kondisi hygiene yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut atau rambut yang relative susah dibersihkan (rambut yang sangat panjang pada wanita). Cara penularannya biasanya melalui perantara (benda), misalnya sisir, bantal, kasur, dan topi.1,2,3 Pediculus humanus capitis adalah ektoparasit permanen pada manusia yang terjadi di seluruh dunia. Penyakit ini berhubungan dengan kondisi sosioekonomi, yang berhubungan misalnya jika rambut tidak dicuci atau pakaian tidak dicuci dan diganti berhari-hari. Secara umum, prevalensi dari penyakit ini lebih tinggi pada anak-anak sekolah.9 Kutu Pediculus humanus var. capitis ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin ialah jantan dan betina, yang betina dengan ukuran panjang 1,2 3,2 mm dan lebar lebih kurang panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit. Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur (nits) diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang.1,7

Kutu kepala betina. Diunduh dari: www.medicastore.com

Kutu kepala jantan. Diunduh dari: www.medicastore.com Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Gatal tersebut timbul karena pengaruh liur dan eksreta dari kutu yang dimasukkan ke dalam kulit waktu menghisap darah. Gejala mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan disertai pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikular). Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau yang busuk.1,2

Gambar: Telur (nits) pada rambut kepala.7

10

Gambar: Telur pada rambut pada pembesaran mikroskopik.7 Cara yang paling diagnostik adalah menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah oksiput dan temporal. Telur berwarna abu-abu dan berkilat.1,4 Diagnosis banding dari pedikulosis kapitis antara lain1: 1. Tinea kapitis 2. Pioderma (impetigo krustosa) 3. Dermatitis seboroik. Pengobatan bertujuan memusnahkan semua kutu dan telur serta mengobati infeksi sekunder. Menurut kepustakaan pengobatan yang dianggap terbaik ialah secara topical dengan malathion 0,5% atau 1% dalam bentuk losio atau spray. Caranya: Malam sebelum tidur rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai losio malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir yang halus dan rapat (serit). Pengobatan ini dapat diulang lagi seminggu kemudian, jika masih terdapat kutu atau telur. Obat tersebut sukar didapat.1,2 Di Indonesia obat yang mudah didapat dan cukup efektif ialah krim gama benzene heksaklorida (gameksan = gammexane) 1%. Cara pemakaiannya: setelah dioleskan lalu didiamkan 12 jam, kemudian dicuci dan disisir dengan serit agar semua kutu dan telur terlepas. Jika masih terdapat telur, seminggu kemudian diulangi dengan cara yang sama. Obat lain ialah emulasi benzyl benzoate 25%, dipakai dengan cara yang sama.1 Pada keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur, infeksi sekunder diobati dulu dengan antibiotika sistemik dan topical. Lalu disusul dengan obat di atas dalam bentuk sampo. Higiene merupakan syarat supaya tidak terjadi residif. Prognosis baik bila higiene diperhatikan.1,9,10
11

2.2.2. Pedikulosis korporis Pedikulosis korporis yaitu infeksi kulit yang disebabkan oleh pediculus humanus var. corporis. Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang dengan hygiene yang buruk, misalnya penggembala, disebabkan mereka jarang mandi atau jarang mengganti dan mencuci pakaian. Maka itu penyakit ini sering disebut penyakit vagabond. Hal ini disebabkan kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal serta jarang dicuci.1,2 Cara Penularan pedikulosis korporis ini yaitu dapat melalui pakaian atau pada orang yang dadanya berambut terminal kutu ini dapat melekat pada rambut tersebut dan dapat melekat pada rambut tersebut dan dapat ditularkan melalui kontak langsung.1,2 Pediculus humanus var. corporis mempunyai jenis kelamin, yakni jantan dan betina, yang betina berukuran panjang 1,2 4,2 mm dan lebar kira-kira setengah panjangnya, sedangkan yang jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang ditemukan pada kepala.1 Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Rasa gatal ini disebabkan oleh pengaruh liur dan ekskreta dari kutu pada waktu menghisap darah.1 Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional. Sebagai cara untuk membantu menegakkan diagnosis dapat dengan menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian. Diagnosis banding penyakit ini yaitu neurotic excoriation.1,2

12

Gambar: Pediculosis korporis.7 Pengobatannya ialah dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Jika masih belum sembuh diulangi 4 hari kemudian. Obat lain ialah emulsi benzyl benzoate 25% dan bubuk malathion 2%. Pakaian agar direbus atau disetrika, maksudnya untuk membunuh telur dan kutu. Jika terdapat infeksi sekunder diobati dengan antibiotic secara sistemik dan topical. Prognosis penyakit ini baik dengan menjaga higiene.1 2.2.3. Pedikulosis Pubis Pedikulosis pubis ialah infeksi rambut di daerah pubis dan di sekitarnya oleh Phtirus pubis. Pedikulosis pubis dulu dianggap Phtirus pubis secara morfologi sama dengan Pediculus, maka itu dinamakan juga Pediculus pubis. Tetapi ternyata morfologi keduanya berbeda, Phtirus pubis lebih kecil dan lebih pipih.1,3 Penyakit ini menyerang orang dewasa dan dapat digolongkan dalam Penyakit akibat Hubungan Seksual (P.H.S) serta dapat pula menyerang jenggot dan kumis. Infeksi ini juga dapat terjadi pada anak-anak, yaitu di alis atau bulu mata (misalnya blefaritis) dan pada tepi batas rambut kepala. Cara Penularan pedikulosis pubis ini umumnya dengan kontak langsung.1,2

13

Gambar: Pedikulosis pubis pada anak-anak di bulu mata.7 Kutu ini juga mempunyai 2 jenis kelamin, yang betina lebih besar daripada yang jantan, panjang sama dengan lebar ialah 1-2 mm. Gejala gatal yang ditimbulkan sama dengan proses pada pedikulosis.1,7 Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan di sekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, di situ dijumpai bercak-bercak yang berwarna abuabu atau kebiruan yang disebut sebagai macula serulae. Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa dan susah untuk dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut. Gejala patognomonik lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.1,7

Gambar: Urtikaria popular pada pedikulosis pubis.7

14

Gambar: Macula coeruleae (taches bleues) pada pedikulosis pubis. Sebagai pembantu diagnosis dapat dicari telur atau bentuk dewasa. Diagnosis bandingnya antara lain adalah dermatitis seboroika dan dermatomikosis.1

Gambar: Pedikulosis pubis.7

Gambar: Phtirus pubis betina.7 Pengobatannya sama dengan pengobatan pedikulosis korporis, yakni dengan krim gameksan 1% atau emulsi benzyl benzoate 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam. Pengobatan diulangi 4 hari kemudian, jika belum sembuh.1 Sebaiknya rambut kelamin dicukur. Pakaian dalam direbus atau diseterika. Mitra seksual harus pula diperiksa dan jika perlu diobati. Prognosis penyakit ini pada umumnya baik.1 2.3. Creeping Eruption Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula para petani atau tentara
15

sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika selatan dan Barat, di Indonesia pun banyak dijumpai.1,2 Creeping eruption atau larva kesasar, istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Sinonim lainnya adalah Cutaneous larva migrans, dermatosis linearis migrans, sandworm disease.2 Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales, dan Lucilia Caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembaban berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermo-epidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.1,5 Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari.1 Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh dimana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.1,7 Diagnosis ditegakkan berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.1

16

Gambaran creeping eruption. Diunduh dari: www.medicastore.com Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies, pada scabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Bila melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insects bite. Bila invasi larva yang multiple timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan.1,2 Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas, misalnya tiabendazol (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 50 mg/kg BB/hari, sehari 2 kali, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah. Eyster mencobakan pengobatan topical solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula pengobatan dengan suspense obat tersebut secara oklusi selama 24-48 jam telah dicoba oleh Davis dan Israel. Obat lain ialah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut.1 Cara terapi ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 sampai 1, dua hari berturut-turut. Penggunaan N 2 liquid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi. Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti di mana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan di sekitarnya. Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimon.1

17

B A B III KESIMPULAN
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit,mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan yang jelek di Negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit Scabies ini. Prevalensi penyakit Scabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja.4 Kutu penyebab pedikulosis hampir tak dapat dilihat, merupakan serangga tak bersayap yang mudah menular dari orang ke orang melalui kontak badan dan karena pemakaian bersama baju atau barang lainnya. Kutu kepala sangat mirip dengan kutu badan, meskipun sebenarnya
18

merupakan spesies yang berlainan. Kutu kemaluan memiliki badan yang lebih lebar dan lebih pendek dibandingkan kutu kepala dan kutu badan. Kutu kepala dan kutu kemaluan hanya ditemukan pada manusia, sedangkan kutu badan juga sering ditemukan pada pakaian yang bersentuhan dengan kulit. Kutu kepala ditularkan melalui kontak langsung atau melalui sisir/sikat/topi yang digunakan bersama-sama. Infestasi kutu kepala kadang menyebar ke alis, bulu mata dan janggut. Kutu kepala sering ditemukan pada murid-murid di satu sekolah. 3 Penularan kutu badan tidak semudah penularan kutu rambut. Kutu badan biasanya menyerang orang-orang yang tingkat kebersihan badannya buruk dan orang-orang yang tinggal di pemukiman yang padat. Kutu badan bisa membawa penyakit tifus, demam parit dan demam kambuhan. Kutu kemaluan menyerang daerah kemaluan, ditularkan pada saat melakukan hubungan seksual.3 Infestasi kutu menyebabkan gatal-gatal hebat. Penggarukan seringkali menyebabkan kulit terluka, yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi bakteri. Kadang terjadi pembengkakan kelanjar getah bening di leher belakang akibat adanya infeksi kulit kepala. Anak-anak hampir tidak menyadari adanya kutu kepala atau hanya merasakan iritasi kulit kepala yang samar-samar. Rasa gatal akibat kutu badan biasanya lebih hebat dirasakan di bahu, bokong dan perut. Kutu kemaluan menyebabkan rasa gatal di sekitar penis, vagina dan anus.3 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (ditemukan kutu). Kutu betina melepaskan teluar berwarna abu-abu keputihan yang berkilau dan tampak sebagai butiran kecil yang menempel di rambut. Kutu badan dewasa dan telurnya tidak hanya ditemukan pada rambut badan, tetapi juga pada lipatan baju yang bersentuhan dengan kulit. Kutu kemaluan meninggalkan kotoran berwarna coklat tua di pakaian dalam. Kutu kemaluan sulit ditemukan dan bisa terlihat sebagai bintik kecil kebiruan di kulit. Telurnya menempel di dasar rambut, sangat dekat dengan kulit. Infestasi pada alis atau bulu mata sulit untuk diobati; kutu biasanya diambil dengan menggunakan tang khusus. Jeli minyak polos bisa membunuh atau melemahkan kutu di bulu mata. Jika sumber infestasi (sisir, topi, pakaian dan seprei) tidak dibersihkan melalui pencucian, penguapan atau dry cleaning, maka kutu bisa bertahan hidup dan kembali menginfeksimanusia.3 Creeping Eruption (Migrasi Larva Kutaneus) adalah suatu infeksi cacing tambang pada kulit, yang disebarkan melalui tanah yang hangat dan lembab. Penyebabnya adalah cacing
19

tambang yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh anjing atau kucing. Telur cacing ditemukan di dalam tanah, berasal dari kotoran anjing atau kucing. Jika kulit kaki menyentuh tanah maka cacing tambang bisa masuk ke dalam kulit. Infeksi biasanya menyerang kaki, tungkai, bokong atau punggung. Terowongan cacing tambang tampak sebagai ruam yang menyerupai benang kusut. Timbul rasa gatal yang hebat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Digunakan larutan tiabendazole yang dioleskan ke daerah yang terinfeksi.5 Penyakit parasit di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, terutama bagi rakyat pedesaan dan rakyat yang berpenghasilan rendah di desa maupun di kota. Mengingat adanya kaitan yang sangat erat antara masalah penyakit parasit dengan berbagai masalah lainnya seperti misalnya masalah gizi, perilaku, lingkungan fisik dan biologis serta tingkat sosio-ekonomi dari rakyat maka pemberantasan penyakit parasit haruslah merupakan salah satu komponen dalam pembangunan nasional bidang kesehatan. Berhasilnya pemberantasan penyakit parasit tidak tergantung dari pemberantasan penyakit parasitnya melulu tetapi juga tergantung seberapa jauh sektor-sektor lainnya dalam kegiatan pembangunan di sektor masing-masing dapat memberikan dampak yang positip bagi berkurangnya penyakit parasit. Kelestarian hasil pemberantasan penyakit parasit hanya dapat terjamin bila masyarakat yang bersangkutan ikut serta secara aktif. Peranan penelitian adalah penting untuk menunjang program pemberantasan penyakit parasit dan karena itu kerja sama dengan lembaga-lembaga penelitian perlu ditingkatkan.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, Prof, Dr. dr. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. FKUI: Jakarta, 2007. Bab II: Penyakit parasit hewani. Hal: 119-127. 2. Siregar R.S, Prof. Dr. Sp.KK (K). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. edisi 2. Penerbit EGC, 2005. Bab VIII: Penyakit kulit karena parasit & insekta. Hal: 164-177.
3. www.medicastore.com diunduh pada tanggal 10 mei 2010.

4. Isa Marufi, et al. Faktor Sanitasi yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies. Di dalam: Jurnal Kesehatan Lingkungan, vol 2, no.1. 2005 hal: 11-18.
5. http://sehat-enak.blogspot.com/2010/02/creeping-eruption-migrasi-larva.html

diunduh

pada tanggal 10 mei 2010. 6. Gawkrodger David. An Illustrated Colour Text Dermatology. Edisi 2. Harcourt: Sheffield. 2001. page 58-60.
21

7. Wolf klaus, et al. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 5th edition. The Mcgraw-Hill companies: Vienna. 2007. Section 26. 8. Jackson Robert. Scabies by Kenneth Mellanby. In: Journal of Cutaneous Medicine and Surgery. Springer: New York. 2004. ; 73-76. 9. Alicja Buczek. Pediculosis capitis among schoolchildren in urban and rural areas of eastern Poland. In: European Journal of Epidemiology. Kluwer academic publishers: Netherlands. 2004; 19: 491-495. 10. Devinder Mohan Thappa. Common skin problems. In: Indian Journal of pediatrics. Pondicherry. 2002; 69: 701-706.

22

You might also like