You are on page 1of 39

Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Lansia Yang Menderita Rematik

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedikteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat.
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia bertambah 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia. Secara demografi, menurut sensus penduduk pada tahun 1980 di Indonesia jumlah penduduk 147,3 juta. Dari angka tersebut terdapat 16,3 juta orang (11%) orang yang berusia 50 tahun ke atas, dan 5,3 juta orang (4,3%) berusia 60 tahun ke atas. Dari 6,3 juta orang terdapat 822,831 (23,06%) orang yang tergolong jompo, yaitu para lanjut usia yang memerlukan bantuan khusus sesuai undang-undang bahkan mereka harus dipelihara oleh Negara. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Survei rumah tangga tahun 1980 angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun, sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut akan menurun menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut usia bagi Petugas Kesehatan I, 1992) Pada sistem muskuloskeletal termasuk di dalamnya adalah tulang, persendian, dan otototot akan mengalami perubahan pada lansia yang dapat mempengaruhi penampilan fisik dan fisiologisnya. Semua perubahan ini sangat mempengaruhi rentang gerak, gerak secara keseluruhan, dan cara berjalan.

Kekuatan muskular mulai merosot pada usia sekitar 40 tahun, dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. perubahan gaya hidup dan penggunakan sistem neuromuscular adal penyebab utama kehilangan kekuatan otot. Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat dan pemebentukan tulang di permukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat progresif yang jika tidak dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas. Penyakit inflamasi artikular yang paling sering terjadi pada lansia adalah Atritis Reumatoid. Berbagai penyakit sendi, termasuk Atritis Reumatoid dapat terjadi resiko jatuh pada lansia. Jatuh merupakan kejadian terbesar pada lansia. Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, sehingga mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendak dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Buku Ajar Geriatri, Darmojo, 1999). Penyakit kronis, pengobatan, dan faktor lingkungan seperti penerangan yang kurang, lantai yang licin, tersandung, alas kaki kurang pas, kursi roda yang tidak terkunci, serta jalan menurun/ adanya tangga juga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia. Karena hal-hal tersebut maka perhatian dan dukungan keluarga terhadap lansia menjadi sangat penting. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam perawatan pasien lansia. Peran penting tersebut dimiliki keluarga dikarenakan keluarga paling banyak berhubungan dengan pasien (lansia), keluarga adalah orang yang paling dekat dan paling mengetahui keadaan pasien, Pasien (lansia) yang dirawat di rumah sakit nantinya akan kembali ke lingkungan keluarga. Salah satu aspek penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan anggota keluarga yang sakit. Secara empiris dapat dikatakan bahwa kesehatan anggota keluarga menjadi sangat berhubungan atau signifikan. Prioritas tertinggi dari keluarga adalah kesejahteraan anggota keluarganya. Hal ini tercapai apabila fungsi-fungsi dari keluarga untuk memenuhi kebutuhan tiap individu yang ada dalam keluarga dapat tercapai dan terpenuhi. Keluarga Tn. T yang beralamatkan di RT 13 RW 09 Desa Kasih Sayang Kembar Purwokerto menjadi studi kasus dalam asuhan keperawatan keluarga saat ini dikarenakan terdapat alasan yang mendukung dijadikannya Tn. T sebagai sasaran Asuhan Keperawatan Keluarga yaitu keluarga Tn. T merupakan keluarga resiko tinggi kesehatan karena didalamnya terdapat usia lanjut.

1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Keluarga Tn. T bisa dan mampu meningkatkan derajat kesehatannya melalui pemberian asuahan keperawatan keluarga. 1.2.2. Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga Tn. T 2. Menganalisa dan merumuskan masalah keperawatan yang terjadi pada keluarga Tn. T kemudian menentukan prioritas masalah melalui skoring keluarga 3. Menyusun rencana tidakan keperawatan keluarga 4. Memberikan implementasi pendidikan kesehatan dan memberikan fasilitas perawatan kesehatan 5. Mengevaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga Tn. T

1.3. Manfaat 1. Mahasiswa Untuk melatih dan membiasakan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga. Untuk
meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dalam menyesuiakan masalah kesehatan keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga.

2. Keluarga Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan sendiri, sehingga tercipta peningkatan stastus dan derajat kesehatan keluarga yang optimal.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Tahap Perkembangan Keluarga Usia Lanjut 1. Definisi keluarga Keluarga didefinisikan dalam berbagai cara. Definisi keluarga berbeda-beda, tergantung kepada orientasi teoritis pendefinisi yaitu dengan menggunakan menjelaskan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga. Misal para penulis mengikuti orientasi teoritis interaksionalis keluarga, memandang keluarga sebagai suatu arena berlangsungnya suatu interaksi kepribadian, dengan demikian menekankan karakteristik transaksi dinamika. Para penulis yang mendukung suatu perspektif sistem-sistem sosial terbuka ukuran kecil yang terdiri dari seperangkat bagian yang sangat tergantung sama lain dan dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem-sistem yang ekstrem (Friedman, 1998). Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998)).

2. Tipe dan Bentuk Keluarga Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuwan dan orang yang mengelompokkan menurut (Murwani, 2007) tipe keluarga ada 6 yaitu : a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya. b. Keluarga besar (Extented Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga yang lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi). c. Keluarga berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

d.

Keluarga

duda/janda

(Single

famili),

adalah

keluarga

yang

terjadi

karena

perceraian/kematian. e. Keluarga berkomposisi (Composite Family), adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama. f. Keluarga kabitas (Cahabitation Family), adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan membentuk satu keluarga.

3. Peran keluarga a. Peran formal keluarga menurut (Murwani, 2007) antara lain: 1) Peran parental dan perkawinan Ada delapan peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain yaitu, Peran sebagai provider (penyedia), Peran sebagai rumah tangga, Peran perawat anak, Peran perawatan anak, Peran rekreasi, Peran persaudaraan/kinship (memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal), Peran terapeutik (Memenuhi kebutuhan afektif pasangan), Peran seksual. 2) Peran perkawinan

Kebutuhan bagi pasangan memelihara suatu hubungan perkawinan yang kokoh itu sangat penting. Anak-anak terutama dapat mempengaruhi membentuk suatu koalisi dengan anak. Memelihara suatu hubungan perkawinan yang memuaskan merupakan salah satu tugas perkembangan yang vital dari keluarga. b. Peran Informal 1) Pengharmonis : Menengahi perbedaan yang terdapat di anatara para anggota, menghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat. 2) Insiator-kontributor : mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok. 3) Pendamai : merupakan salah satu dari bagian dari konflik dan ketidak sepakatan, pendamai menyatakan kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian setengah jalan.

4) Perawat keluarga : Orang yang terpanggil untuk merawat dan mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya. 5) Koordinator keluarga : Mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga, berfungsi mengangkat keterikatan/keakraban. 4. Fungsi Keluarga Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) antara lain : a. Fungsi Afektif (The affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. b. Fungsi Sosialisasi dan penempatan social (sosialisation and social placement fungtion) adalah fungsi pengembangan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. c. Fungsi Reproduksi (reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi menjadi kelangsungan keluarga. d. Fungsi Ekonomi (the economic function) adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healty care function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. 5. Tugas Kesehatan Keluarga Tugas kesehatan keluarga menurut (Friedman, 1998) yaitu : a. Mengenal masalah kesehatan Megenal masalah kesehatan dalam mengenal masalah kesehatan nyeri sendi karena kurangnya pengetahuan tentang nyeri sendi dan rasa takut akibat masalah yang di ketahui. b. Ketidak mampuan keluarga dalam mengambil keputusan di sebabkan oleh tidak memahami mengeni sifat, berat, dan luasnya masalah, maslah tidak begitu menonjol dan tidak sanggup memcahkan masalah kurang pengetahuan tentang nyeri sendi.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit nyeri sendi di karenakan oleh ketidak mampuan tentang penyakit, misal penyebab, gejala, penyebaran, dan perawatan penyakit. d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat Dikarenakan oleh keluarga dapat melihat keuntungan dan manfaat pemeliharaan lingkungan rumah, dan ketidak tahuan tentang usaha penyakit nyeri sendi. e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat. Ketidak mampuan keluarga menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara kesehatan di sebabkan keluarga tidak memahami keuntungan yang di peroleh dan tidak ada dukungan dari masyarakat. 6. Tugas Perkembangan Keluarga Usia Lanjut

Tugas perkembangan keluarga usia lanjut merupakan bagian penting dalam konsep keluarga usia lanjut. Perawat keluarga perlu memahami setiap tahap perkembannganya yaitu menerima penurunan kemampuan dan keterbatasan, menyesuaikan dengan masa pensiun, mengatur pola hidup yang terorganisir, menerima kehilangan dan kematian dengan tentram (Mubarak, 2006). a. Tugas-tugas perkembangan keluarga usia lanjut. 1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan 2) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun 3) Mempertahankan hubungan perkawinan 4) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan 5) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi 6) Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (diadaptasi dari caeter dan McGoldrik (1988 ), Duval dan Miller (1985) b. Permasalahan yang terjadi pada usia lanjut 1) Menurunya fungsi dan kekuatan fisik 2) Sumber-sumber finansial yang tidak memadai 3) Isolasi sosial

4) Kesepian (kelley et al, 1977 dalam friedman)

B. Konsep Lansia 1. Pengertian Lansia Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (Mubarak, 2006). Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap injuri termasuk adanya infeksi (Paris Contantinides, 1994). Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun aat menurunya. Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur. a. Batasan-batasan lansia

Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagiai berikut: 1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas 2) Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium 3) Kelompok usia lanjut (65 th >) sebagai senium

Menurut organisasi kesehatan Dunia lanjut usia dikelompokkan menjadi 1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 2) Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun. 3) Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun. 4) Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun. b. Teori menua Menurut Wahyudi (2008), Teori proses menua dibagi menjadi dua, yaitu teori biologis dan teori sosiologis. Adapun teori biologis diantaranya sebagai berikut : Teori biologis 1) Teori biologis

Teori genetic clock merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam genetik atau jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenius ini berhenti berputar, maka ia akan mati. Teori mutasi somatik. Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatic akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein atau enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel. 2) Teori nongenetik

Teori penurunan sistem imun tubuh merupakan mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi yang merusak membrane sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Dalam proses metabolisme tubuh, diproduksi suatu zat khusus. Ada

jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun. Teori kerusakan akibat radikal bebas, teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan didalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan didalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti : a) Asap kendaraan bermotor b) Asap rokok c) Zat pengawet makanan d) Radiasi e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.

Teori sosiologis 1) Teori interaksi sosial teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi. 2) Teori aktivitas atau kegiatan a) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. b) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. c) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia. d) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia. 3) Teori kepribadian berlanjut

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. 4) Teori pembebasan atau penarikan diri Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Menurut teori ini seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua yang berhasil apabila ia menarikdiri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. c. Perubahan sistem muskuloskeletal Perubahan pada lansia Menurut Wahyudi (2008), Perubahan Fisik meliputi : 1) Sistem persarafan a) Menurun hubungan persarafan b) Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya) c) Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stress d) Saraf panca-indra mengecil e) Penglihatan berkurang, pendengaran menhilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin f) Kurang sensitif terhadap sentuhan g) Defisit memori 2) Sistem muskoloskeletal Sistem muskuloskeletal bekerja membuat gerakan dan tindakan yang harmoni sehingga manusia menjadi seorang yang bebas dan mandiri. Sistem muskuloskeletal terdiri dari kerangka, sendi, otot, ligamentum dan bursa. Kerangka membentuk dan menopang tubuh, melindungi organ penting dan berperan sebagai penyimpanan mineral tertentu seperti kalsium, magnesium, dan fosfat. Rongga medula tulang adalah tempat utama yang memproduksi sel darah. Otot memberikan kekuatan untuk menggerakkan tubuh, menutup lobang luar dari sistem gastrointestinal dan saluran kencing serta meningkatkan produksi panas untuk menjaga kontrol temperatur. Perubahan pada sistem muskuloskeletal (Surini, 2003) a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, artilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen

mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile strength dan kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolasen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan. Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekakuan otot, kesulitan bergerak dari duduk keberdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. b) Kartilago. Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya, kemampuan kartilago untuk generasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatanya, dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami klasifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga sebagai permukaan sendi berpelumas. Konsekuensinya, kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas sehari-hari. c) Tulang. Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi, adalah bagian dari penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorbsi kembali. Sebagai akibat dari perubahan itu, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan kalsium di usus, peningkatan kanal Haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Dapak kekurangan kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. d) Otot. Perubahan otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. e) Sendi. Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehingan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi. Beberapa kelainan akibat perubahan pada lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, gout, dan pseudogout. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas keseharian lainya. Proses destruksi dari tulang rawan pada kondisi arthritis sepsis seperti tampak pada Gb. 2.1 berikut : Gambar 2.1 Proses destruksi tulang rawan pada kondisi arthritis sepsis Tampak dari gambar diatas 2.1 kondisi destruksi pada tulang rawan. Pertemuan antar tulang taji akan menyebabkan mengikisnya pada tulang rawan dan meniskus. Berikut adalah gambar dari struktur sendi, normal dan tidak normal. Gambar 2.2 Perbedaan Sendi Normal dan Artritis Tampak dari gambar 2.2 diatas kondisi dari sendi normal tulang tidak mengalami bone erosion. Sedangkan pada sendi arthritis, akibat dari penekanan antar tulang menyebabkan cairan synovial semakin menipis dan terjadi gesekan antar tulang sehingga tulang meradang, bengkak dan mengalami nyeri pada persendian.

Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe, atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berati tulang rawan akan kehilangan kemampuanya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat. Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang terjadi pada cairan interstisial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada tulang rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan kebagian yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi kedepan, cairan yang bergerak ini juga bergeser kedepan mendahului beban. Cairan kemudian akan bergerak ke belakang kembali kebagian tulang rawan ketika tekanan berkurang. Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya terpisah selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak. Kapsul sendi terdiri atas suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium. Sinovium membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluar melalui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa diseluruh persendian membentuk sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi relative kecil (1-3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan sebagian besar merupakan sel mononuclear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel pembungkus sinovial. Penurunan progresif pada massa tulang total terjadi sesuai proses penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan ini meliputi ketidak aktifan fisik, perubahan hormonal dan reasorbsi tulang aktual. Efek penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang vertebra lebih lunak dan dapat tertekan, dan tulang berbatang panjang kurang tahanan terhadap penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur. Menyertai penurunan tulang ini dari permukaan dalam endosteum adalah penambahan tulang aktual pada permukaan luar periosteum. Akibatnya, bentuk taji dan tepi, membuat beberapa tonjolan tulang lebih menonjol. Klasifikasi kartilago artikular, disertai dengan penyimpangan noninflamasi dari sendi penyokong berat badan, dapat terjadi. Cairan sinovial mengental dan kartilago hialin berdegenerasi. Perubahan-perubahan ini dapat mempengaruhi rentang gerak, gerakan mudah keseluruhan, dan cara berjalan. Ankilosis dari ligamen dan sendi menambah gambaran feksi umum.

Pengertian Lansia Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan . Menurut Organisasi Kesehatan Dunia lanjut usia meliputi : Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun Lanjut usia (elderly) ialah kelompok usia antara 60 sampai 74 Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia antara 75 sampai 90 Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia diatas 90 2. perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia Perubahan sel Sistem pernafasan Sistem pendengaran Sistem penglihatan Sistem kardiovaskuler Sistem pengaturan temperature tubuh Sistem respirasi Sistem gastrointestinal Sistem genitourinaria Sistem endokrin Sistem kulit Sistem musculoskeletal Perubahan-perubahan mental Perubahan-perubahan psokososial Peningkatan spiritual

3. Penyakit Radang Sendi : Atritis Reumatoid a. Patofisiologi Atritis Reumatoid adalah suatu penyakit kronis, sistemik, yang secara khas berkembang perlahan-lahan dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi-sendi

diartrodial dan struktur yang berhubungan. AR sering disertai dengan nodul-nodul rheumatoid, arthritis, neuropati, skleritis, perikarditis, limfadenopati, dan splenomegali. AR ditandai oleh periode-periode remisi dan bertambah parahnya penyakit (Stanley dan Beare, 2007).

b. Manifestasi Klinis pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok : 1) Kelompok 1 adalah AR klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat. Terdapat faktor raumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong kea rah kerusakan sendi yang progresif. 2) Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi criteria dari American Rheumatologic Association untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari. 3) Kelompok 3, sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat smbuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednisone dosis rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik. Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap : 1) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada. 2) Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi. 3) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang, 4) Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulang dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti nodula-nodula mungkin terjadi.

c. Penalaksanaan

Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan aggens inflamasi, obat yang dapat dipilih dalah aspirin. Namun, efek antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet perhari, yang dapat menyebabkan gejala gastrointestinal dan sistem saraf pusat. Obat antiinflamasi non steroid sangat bermanfaat, tetapi dianjurkan menggunakan dosis yang direkomendasikan oleh pabrik dan pemantauan efek samping secara hati-hati sangat perlu dilakukan. Terapi kotikosteroid yang diinjeksikan melalui sendi mungkin digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara cepat dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya, injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak boleh diberikan lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu. Penalaksanaan keperawatn menekankan pemahaman klien tentang sifat alami AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi, mereka harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi.

ASUHAN KEPERWATAN KELUARGA DENGAN LANSIA

A. Pengkajian
1. Data Umum a. Identitas Keluarga Identitas Kepala Keluarga Nama : Tn. T

Jenis Kelamin : Laki Laki Suku Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Telp Alamat : Islam : SD : Petani : 085740032156 : RT 13 RW 09 Dusun Kasih Desa Sayang Kec. Kembar Kab. Purwokerto Jateng : Jawa : 67 Tahun

b. Komposisi Keluarga No Nama Jenis kelamin 1 2 Tn. T Tn. M L L Hub. Dg keluarga KK Menantu 67 th 30 th SD SMA Pensiunan Buruh Pabrik Umur Pendidikan Pekerjaan

3 4

Ny. S An. A

P L

Anak Cucu

25 th 5 th

SMP TK

IRT Pelajar

c. Genogram

Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Sakit : meninggal : Tinggal serumah d. Tipe Keluarga

keluarga Tn. T merupakan keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu, anak, menantu, serta cucu ( The extended family). Terkadang Tn. T merasa istirahatnya terganggu karena aktivitas bermain yang dilakukan cucu beserta teman-temannya. e. Suku Bangsa Tn. T menyatakan bahwa keluarganya merupakan suku jawa dan tinggal di lingkungan orang-orang yang bersuku jawa. Tn. T berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan bahasia Indonesia baik antara anggota keluarga maupun kelurga sekitar. f. Agama Semua anggota keluarga Tn. T beragama Islam dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan di rumah dan di masjid. Dalam menjalankan perintah agama keluarga cukup taat dan rajin mengikuti kegiatan keagamaan seperti sholat jamaah di Musholla, sholat Jumat di Mesjid, acara tahlilan/yasiinan (bapak-bapak dan ibu-ibu), dan acara keagamaan lainnya. g. Status Sosial Ekonomi Keluarga penghasilan keluarga Rp. 1.150.000 perbulan di, yang diperoleh dari hasil pensiunan Tn. T sebesar Rp. 400.000 dan hasil kerja Tn. M sebagai buruh pabrik sebesar Rp. 750.000. Sedangkan Ny. S tidak menghasilkan uang karena hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tn. T memelihara ternak berupa ayam sebanyak 5 ekor. Pengeluaran perbulan untuk keperluan makan sekitar Rp. 700.000,- dan sisanya untuk keperluan lain lain seperti membayar listrik, kebutuhan anak sekolah. h. Aktivitas Rekreasi Keluarga Kegiatan yang dilakukan keluarga setiap hari mereka menonton TV bersama-sama, dan semua berkumpul menonton TV ketika malam hari. Kadang mereka berkumpul bersama tetangga atau saudara dekat untuk berbincang-bincang bersama. Jika memiliki tabungan cukup dan kesehatan yang mendukung mereka berwisata ke tempat rekreasi terdekat.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga a. Tahap perkembangan keluarga saat ini dengan lansia Tahap perkembangan keluarga Tn. T saat ini adalah keluarga usia lanjut, yang dimulai pada masa pension dan salah satu atau kedua orang tua meninggal. Semua anak Tn. T sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri-sendiri, hanya anak yang terakhir yang

tinggal serumah dengannya dan mempunyai seorang anak yang masih berumur 5 tahun. Menantu Tn. T bekerja sebagai buruh pabrik. b. Tahap perkembangan yang belum terpenuhi Tidak ada tahap perkembangan keluarga sampai saat ini yang belum terpenuhi. c. Riwayat kesehatan keluarga inti Tn. T mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan. Tn. T mengatakan beberapa minggu ini sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan, ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya. Anak Tn. T (Ny. S) tidak memiliki masalah kesehatan. Menantu Tn. T (Tn. M) mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan dan tidak memiliki masalah kesehatan Cucu Tn. T (An. A) tidak mempunyai masalah kesehatan

d. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya Tn. T mengatakan istrinya (Ny . S) meninggal dunia karena penyakit kanker payudara, Ny. S (anak dari Tn. T) mengatakan Ayah mertuanya memiliki riwayat diabetes. Keluarga dari pihak Tn. M saat ini hubungannya baik, minimal setiap minggu bersilaturahmi, tidak ada konflik dengan keluarga. 3. Data Lingkungan a. Karakteristik Rumah Rumah Tn. T merupakan rumah permanen dengan ukuran panjang 10 meter dan lebar 7 meter. Di rumah tersebut terdapat : Kamar tidur ( terdapat 3 kamar tidur, 1 kamar tidur berada di depan samping ruang tamu, 2 kamar tidur berada di samping ruang keluarga ). Kamar kosong ( 3 kamar kosong. Model rumah Tn. T adalah model rumah jaman dahulu yang banyak terdapat kamar-kamar yang jarang digunakan dan biasanya kamar tersebut digunakan untuk menaruh barang-barang yang tidak terpakai). Ruang tamu berukuran 3x3 meter, Ruang tamu cukup rapi dan bersih, terdapat perabotan Ruang makan Tn. T biasanya bergabung dengan ruang keluarga atau ruang menonton TV.

Kamar mandi bergabung dengan WC berjumlah 2. Lantai rumah Tn. T terbuat dari semen, kecuali dapur lantainya masih berupa tanah, Lantai dapur tampak licin dan lembab. Atap rumah dari genting. Ventilasi ada beberapa yaitu : di ruang tamu ada jendela, di ruang keluarga, di 2 kamar tidur dan 2 kamar kosong, serta dapur. Ventilasi masih terlalu sempit, < 10 m luas lantai. Kamar tamu ada sebuah lampu neon 20 watt, ruang keluarga terdapat bola lampu 15 watt, masingmasing kamar dan dapur terdapat lampu pijar 10 watt. Sumber air keluarga berasal dari sumur gali yang telah dipasang pompa air, kualitas air tergantung musim, pada musim hujan warna air keruh kekuning-kuningan, pada musin kemarau warna air agak bening, kadang-kadang air agak berbau. Sumber air minum keluarga menggunakan air sumur yang ditampung dan diendapkan dalam tong. Jarak septictank dengan sumur 8 meter. Keluarga mengatakan membuang air limbah keluarga langsung ke kolam dibelakang rumah dengan membuat saluran yang menuju ke kolam penampungan. Untuk pembuangan sampah dilakukan penampungan dulu di ember sampah kemudian di pindah dan di bakar di dalam lubang di samping rumah. Untuk sarana penerangan keluarga Tn. T menggunakan listrik semuanya. Di belakang rumah terdapat kolam penampungan limbah keluarga beserta ikan lele peliharaan, dan terdapat kandang ayam. Gambar Denah Rumah :

Jalan

U B S

Kama r koson g

ruang tamu

ruang keluarga

kamar

Kamar kamar Kamar kosong Kandang ayam Kolam penampungan+ ikan kamar kosong kamar kosong dapur

K.M + WC

b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas Rumah Tn. T berada di wilayah kelurahan yang mayoritas penduduk sekitarnya adalah petani. Sarana jalan tersebut belum diaspal. Sarana kesehatan di lingkungan tersebut berupa bidan desa. Di dekat rumah Tn. T 7 meter terdapat masjid. Tetangga Tn. T mayoritas beragama islam serya memiliki sifat kebersamaan serta menganut adat jawa, misalnya selamatan, yasinan setiap malam jumat, dll. Jika ada kegiatan sosial kemasyarakatan biasanya diumumkan melalui pengeras suara yang ada di musholla atau mesjid. c. Mobilitas Geografis Keluarga

Keluarga Tn. T Keluarga jarang bepergian ke tempat-tempat yang jauh. Kegiatan rutin Tn. T adalah pergi ke sawah untuk sekedar melihat-lihat, sawah tersebut tidak jauh dari rumahnya (sekitar 1 km), aktivitas lainnya menonton TV dan mengikuti kegiatan keagamaan. Tempat tinggal keluarga juga tidak berpindah pindah. Keluarga Tn.T yang lain berada di sekitar tempat tinggalnya (masih satu desa). d. Perkumpulan Keluarga Dan Interaksi Keluarga Dengan Masyarakat. Keluarga Tn. T mengatakan setiap hari raya semua anak-anak dan keluarga Tn. T berkumpul di rumah. Saudara-saudara Tn. T yang berada di sekitar rumah sering datang berkunjung. Tn. T dan keluarganya rutin mengikuti kegiatan, seperti pengajian. e. Sistem Pendukung Keluarga Tn. T memiliki keluarga yang berada di sekitar rumahnya sehingga sewaktu-waktu dapat dimintai bantuan. Tn. T memiliki ASKES. Jika sakit biasanya keluarga Tn. T dibawa ke Bidan, dan jika perlu rujukan ke Puskesmas yang berjarak 5 meter dari rumah.

4. Struktur Keluarga a. Pola Komunikasi Keluarga keluarga Tn. T dalam berkomunikasi menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia. Komunikasi antar anggota lancar dan tidak ada konflik dalam keluarga. Dalam keluarga mempunyai kebiasaan berkomunikasi setiap malam ketika menonton TV, keluarga bertukar pendapat dan menceritakan hal-hal yang terjadi dalam keluarga. b. Struktur Kekuatan Keluarga Dalam keluarga Tn. T adalah penentu keputusan terhadap suatu masalah karena Tn. T dianggap sebagai orang yang paling tua dan sebagai kepala keluarga. Untuk anak-anak yang telah berkeluarga keputusan diserahkan kepada keluarga masing-masing, tetapi anak-anaknya juga sering meminta pendapat Tn. T. keluarga Tn. T sangat menyayangi dan menghargai Tn. T, apabila Tn. T sakit keluarga langsung mengantarkannya berobat, anak-anaknya juga mengingatkannya untuk minum obat jika Tn. T lupa. c. Struktur Peran ( Formal Dan Informal ) Tn. T berperan sebagai kepala keluarga, seorang ayah ayah dan kakek. Tn. T juga sering

mengasuh cucunya jika kedua anaknya sibuk atau ada keperluan.

Tn. A berperan sebagai anak (menantu), suami, dan bapak. Ny. S berperan sebagai anak, istri, dan ibu. An. A berperan sebagai anak, An. A belum menyadari dan menjalankan perannya karena

masih kecil. d. Nilai Dan Norma Keluarga Tn. T mengatakan ia terbiasa menanamkan pada anak-anaknya sikap hormat-menghormati dan menyayangi antar keluarga dan dengan tetangga. Keluarga Tn. T menganut agama Islam, dalam kehidupan keseharian menggunakan keyakinan sesuai syariat islam. Keluarga Tn. T menganut norma atau adat yang ada di lingkungan sekitar misalnya takziah atau menjenguk tetangga yang sakit. Disamping itu keluarga menganut kebudayaan Jawa, norma yang dianut juga kebudayaan jawa. Dalam kebiasaan keluarga Tn. T tidak ada yang bertentangan dengan kesehatan. 5. Fungsi Keluarga a. Fungsi Afektif Keluarga Tn. T mengatakan berusaha memelihara keharmonisan antar anggota keluarga, saling menyayangi, dan menghormati. Keluarga Tn. T sangat harmonis, rukun dan tentram. Apabila ada anggota yang membutuhkan atau sakit maka keluarga yang lain berusaha membantu. b. Fungsi Sosialisasi Tn. T mengatakan interaksi antar anggota keluarga dapat berjalan dengan baik. keluarga Tn. T menganut kebudayaan jawa. Keluarga Tn. T berusaha untuk tetap memenuhi aturan yang ada keluarga, misalnya saling menghormati dan menghargai. Keluarga juga mengatakan mengikuti norma yang ada di masyarakat sekitar, sehingga dapat menyesuiakan dan berhubungan baik dengan para tetangga atau masyarakat sekitar. c. Fungsi Perawatan Kesehatan Kemampuan mengenal masalah kesehatan Keluarga mengatakan mengetahui penyakit di keluarganya tetapi tidak mengetahui sama sekali apa penyebabnya. Keluarga Tn. T mengatakan hanya sedikit mengetahui tentang tanda dan gejala, serta tidak mengetahui apa-apa saja yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya penyakit pada Tn. T. Tn.

Kemampuan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan Keluarga mengatakan linu pada sendi kaki yang diderita oleh Tn. T merupakan sakit yang biasa diderita oleh orang tua. Keluarga terus mengingatkan kepada Tn. T untuk tidak banyak melakukan aktivitas dan beristirahat saja.

Kemampuan merawat anggota keluarga yang sakit Jika ada keluarga yang sakit, hal pertama yang dilakukan adalah mengerokinnya dan jika sakitnya berlarut segera dibawa ke Bidan atau ke Puskesmas terdekat.

Kemampuan keluarga memelihara/ memodifikasi lingkungan rumah yang sehat Keluarga mengatakan tiap hari selalu membersihkan lingkungan rumahnya (menyapu, mengepel), sistem pembuangan limbah keluarga langsung ke saluran kolam di belakang rumah, pembuangan sampah ditampung sementara di ember sampah kemudian di bakar di lubang pembakaran setiap dua hari sekali.

Kemampuan menggunakan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat Keluarga Tn. T mengatakan jika ada keluarga yang sakit segera dibawa ke Bidan, dan jika perlu rujukan dibawa ke Puskesmas terdekat. Tn. T seringkali tidak mau dibawa ke pelayanan kesehatan kecuali benar-benar dirasa parah. d. Fungsi Reproduksi Tn. T memiliki tiga orang anak yang sudah menikah semua. Ny. S dan Tn. A memiliki satu orang anak, Ny. S menggunakan alat kontrasepsi berupa pil untuk mengatur jarak anak selanjutnya. e. Fungsi Ekonomi Keluarga Tn. T termasuk keluarga mampu, hal ini dapat dilihat dari penghasilan keluarga tiap bulannya sekitar Rp.1.150.000/perbulan. Keluarga Tn. T dapat memenuhi setiap kebutuhan sandang, pangan dan papan walaupun dengan kapasitas seadanya. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, Tn.A menanam sayur di tepi sawah Tn. T yang dikelola olehnya. Jika ingin makan lauk-pauk, Tn. T biasa memancing ikan bersama kawan-kawannya di sungai dekat rumah

6. Stres Dan koping Keluarga a. Stressor Jangka Pendek Dan Panjang

Stresor jangka pendek Keluarga Tn. MS mengatakan pernah mengalami stres ketika Ny. S (istri Tn. T) meninggal dunia karena kanker payudar, namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena keluarga sudah mengikhlaskannya. Hal-hal lain yang menimbulkan stress dalam keluarga segera dapat diatasi.

Stresor jangka panjang Keluarga Tn. MS mengatakan hampir tidak pernah mengalami stres baik itu stes jangka panjang ( > 6 bulan ).

b. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Situasi/Stressor Pemecahan masalah dalam keluarga Tn. T biasanya dengan cara musyawarah antar anggota keluarga, kadang juga melibatkan anaknya. Dalam menentukan pengobatan yang harus dijalani salah satu anggota keluarga, Tn. A pengambil keputusan karena Tn. A yang dianggap mampu dan memiliki fisik yang kuat. c. Strategi Adaptasi Disfungsional Dalam menghadapi suatu permasalahan keluarga Tn. MS biasanya mengkonsentrasikan pada bagaimana cara pemecahan masalah tersebut. Sehingga keluarga tidak terganggu dalam melakukan pekerjaan keseharian. 7. Pemeriksaan Fisik a. Tn T Tekanan Darah Berat Badan Tinggi Badan Nadi RR Termometer : 130/100 mmHg : 57 kg : 160 cm : 80 x/mnt : 20x/mnt : 36,5 C

Kekuatan otot

:5 4

5 3

Skala nyeri : 6

b. Tn A Tekanan Darah Berat Badan Tinggi Badan Nadi RR Termometer : 120/80 mmHg : 59 kg : 163 cm : 80 x/mnt : 20x/mnt : 36,3 C

Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan c. Ny. S Tekanan Darah Berat Badan Tinggi Badan Nadi RR Termometer : 120/80 mmHg : 52 kg : 155 cm : 80 x/mnt : 20x/mnt : 36,5 C

Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan d. An. A Tekanan Darah Berat Badan Tinggi Badan Nadi RR Termometer : 110/80 mmHg : 25 kg : 65 cm : 80 x/mnt : 20x/mnt : 36,5 C

Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan

8. Harapan Keluarga

Keluarga sangat berharap agar masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga dapat teratasi atas bantuan dari pertugas kesehatan.

B. Diagnosa Keperawatan Keluarga 1. Analisa Dan Sintesa Data N o 1. DS : - Tn. T mengatakan sering merasa Resiko Jatuh linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan - Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. - Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit. Data Penunjang Masalah Etiologi

DO : - Tn. T berumur 67 tahun - TD 130/100 mmHg - Kekuatan otot 5 4 - Skala nyeri 6 - Lantai tanah yang berada di dapur tampak licin dan lembab 5 3

DS :

- Keluarga mengatakan mengetahui penyakit di keluarganya tetapi tidak mengetahui sama sekali apa penyebabnya. Keluarga Tn. T mengatakan hanya sedikit mengetahui tentang tanda dan gejala, serta tidak mengetahui apaapa saja yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya penyakit pada Tn. T. Tn. - Jika ada keluarga yang sakit, hal pertama yang dilakukan adalah mengerokinnya dan jika sakitnya berlarut segera dibawa ke Bidan atau ke Puskesmas terdekat Tn. T mengatakan tidak ada pantangan makanan

Kurang pengetahuan, ketidak

Kurang informasi dan

tahuan keterbatasan kemampuan mencapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

tentang penyakit

DO : - Keluarga tidak bisa menjawab pertanyaan tentang pengertian penyakit, pencegahan, perawatan dan pengobatannya - Tn. T bertanya apa saja makanan yang harus dihindari agar tidak sakit, Tn. T tampak bingung DS : - Tn. T mengatakan sering merasa Hambatan linu di persendian kakinya sehingga mobilitas fisik kaku untuk berjalan - Tn. T mengatakan ketika bangun Nyeri, gangguan muskulus skeletal, sendi (AR). kaku

pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. - Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya

DO: - Skala nyeri sedang (6) - Klien tampak perlahan-lahan saat berjalan karena menahan nyeri. Klien berjalan. - Tingkat funsional klien 0, namun kadang-kadang 1 DS : - Tn. T mengatakan sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan - Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. - Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya DO: - skala nyeri sedang (6) - Klien tampak perlahan-lahan saat berjalan karena menahan nyeri Nyeri Agen cedera tampak lambat dalam

fisik ( rematik)

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga

No Diagnosa Keperawatan 1 Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit. 2 Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan. 3 Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual. 4 Nyeri b.d agen cedera fisik (rematik).

3. Prioritas Masalah a. Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit. KRITERIA Sifat masalah (bobot 1) Skala : 3 : Aktual 2 : Resiko 1 : Sejahtera Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1 Keluarga mengatakan Tn. T sering tidak mau diajak ke tempat pelayanan SKORE 2/3 x 1 = 2/3 PEMBENARAN Tn. T dan keluarga

mengetahui bahwa Tn. T memiliki penyakit linu pada kakinya dan pernah hampir jatuh.

dapat diubah (bobot 2) Skala : 2 : Mudah 1 : Sebagian 0 : Tidak dapat

kesehatan, kecuali benarbenar merasa parah. masih Tn. T

dapat sehingga

beraktivitas

sering tidak mau dibantu dalam beraktivitas.

Potensial

masalah

untuk 3/3 x 1 = 1

Keluarga

mengatakan

dicegah (bobot 1) 3 : Tinggi 2 : Cukup 1 : Rendah Menonjolnya (bobot 1) 2 : Berat, segera ditangani 1 : Tidak perlu segera ditangani 0 : tidak dirasakan Total 2 2/3 masalah 0/2 x 1 = 0

jika Tn. T tidak banyak melakukan aktivitas dan banyak beristirahat maka penyakit Tn. T dapat terminimalisir. Keluarga mengatakan

hanya satu kali Tn. T pernah hampir jatuh dan Tn. T sudah bisa

mengimbangkan tubuhnya untuk berjalan walaupun lambat.

b. Kurang pengetahuan, ketidaktahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan KRITERIA Sifat masalah (bobot 1) Skala : 3 : Aktual 2 : Resiko 1 : Sejahtera SKORE 2/3 x 1 = 2/3 PEMBENARAN - Tn. T mengatakan sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk bangun merasa berjalan. Ketika pagi kakinya

senut-senut

(nyeri) dan berat untuk berjalan. Tn. T pernah hampir kakinya jatuh merasa karena tidak

kuat menopang badannya Kemungkinan masalah 2/2 x 2 = 2 Keluarga mengatakan Tn. jika T ada

dapat diubah (bobot 2)

Skala : 2 : Mudah 1 : Sebagian 0 : Tidak dapat

anggota keluarga yang sakit segera dibawa ke Bidan atau Puskesmas terdekat, namun belum ada pertugas yang

menjelaskan penyakitnya. Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3

bagaimana

Tn. T mengatakan sudah mulai aktivitasnya penyakitnya mengurangi agar tidak

dicegah (bobot 1) 3 : Tinggi 2 : Cukup 1 : Rendah

bertambah parah, Tn. T belum tahu makanan apa yang harus dihindari.

Menonjolnya (bobot 1)

masalah 2/2 x 1 = 1

Tn.

mengatakan

penyakitnya mengganggu aktivitas sehingga geraknya menyusahkan

2 : Berat, segera ditangani 1 : Tidak perlu segera ditangani 0 : tidak dirasakan Total 3 4/3

keluarga yang lain.

c. Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual. KRITERIA Sifat masalah (bobot 1) Skala : 3 : Aktual SKORE 3/3 x 1 = 1 PEMBENARAN Tn. T mengatakan Tn. T mengatakan penyakitnya mengganggu geraknya menyusahkan aktivitas sehingga keluarga

2 : Resiko 1 : Sejahtera Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1

yang lain.

Keluarga

Tn.

dapat diubah (bobot 2) Skala : 2 : Mudah 1 : Sebagian 0 : Tidak dapat Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3

mengatakan Tn T sudah bisa menyeimbangkan walaupun gerakan yang

badannya dengan lambat.

Tn.

mengatakan

dicegah (bobot 1) 3 : Tinggi 2 : Cukup 1 : Rendah Menonjolnya (bobot 1) 2 : Berat, segera ditangani 1 : Tidak perlu segera ditangani 0 : tidak dirasakan Total 3 2/3 masalah 2/2 x 1 = 1

aktivitasnya terganggu.

Tn. T mengatakan capek dengan penyakitnya yang tidak dan geraknya sembuh-sembuh mengganggu sehingga

menyusahkan keluarga.

d. Nyeri b.d agen cedera fisik (rematik) KRITERIA Sifat masalah (bobot 1) Skala : 3 : Aktual SKORE 3/3 x 1 = 1 PEMBENARAN Tn. T mengatakan ketika bangun merasa pagi kakinya

senut-senut

(nyeri) dan berat untuk berjalan

2 : Resiko 1 : Sejahtera Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1 Tn. T mengatakan

dapat diubah (bobot 2) Skala : 2 : Mudah 1 : Sebagian 0 : Tidak dapat

nyerinya ketika bangun pagi tidak hilang-hilang, padahal obat sudah dari minum warung.

Keluarga mengatakan Tn. T sering tidak mau diajak ke tempat pelayanan

kesehatan, kecuali benarbenar parah. Potensial masalah untuk 3/3 x 1 = 1 Tn. T mengatakan

dicegah (bobot 1) 3 : Tinggi 2 : Cukup 1 : Rendah Menonjolnya (bobot 1) 2 : Berat, segera ditangani 1 : Tidak perlu segera ditangani 0 : tidak dirasakan Total 4 masalah 2/2 x 1 = 1

sakitnya tidak bertambah parah jika banyak

beristirahat.

Tn.

mengatakan mengganggu

sakitnya

aktivitasnya, kadang Tn. T tidak tahan dengan senut-senutnya.

Maka prioritas masalahnya sebagai berikut : No Diagnosa Keperawatan 1 2 Nyeri b.d Agen cedera fisik (rematik). Skore 4

Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d Kurang 3 4/3

informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan. 3 Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, 3 2/3 kaku sendi, gangguan sensori perseptual. 4 Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan 2 2/3 keluarga merawat anggota yang sakit.

E. Rencana Asuhan Keperawatan


No Dx 1 Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari, Tn. T mengalami penurunan rasa nyeri atau dapat mentolerir rasa nyeri dengan kriteria : 1. Klien memahami mekanisme nyeri yang terjadi 2. klien mengetahui dan dapat memperagakan teknik distraksi dan relaksasi 3. klien tidak banyak mengeluh tentang nyerinya 7. 6. 5. 4. 3. 2. Non verbal 1. Pain management (1400) Monitor nyeri : lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, keparahan dan faktor presipitasi Observasi respon non verbal klien saat nyeri terjadi Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien Jelaskan mekanisme nyeri yang terjadi pada klien Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri Berikan support sistem untuk mentolerir nyeri Libatkan orang terdekat klien Tujuan Kriteria Intervensi

(keluarga) untuk pemberian support sistem 8. Kolaborasi dalam pemberian analgetik 9. Kontrol faktor-faktor pemicu timbulnya nyeri : pembatasan aktivitas, nutrisi tinggi serat, minum air putih banyak, psikis tidak terganggu 10. Identifikasi PQRST sebelum dilakukan pengobatan 11. Berikan obat analgetik 12. Menganjurkan klien untuk bergerak perlahan pada setiap melakukan aktivitas 2 Setelah pendidikan kesehatan, mengetahui penyakit keluarga tentang yang 2. dilakukan Verbal pengetahuan 1. Teaching : Disease Prosess (5602) Menilai tingkat pengetahuan

keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh anggota keluarga (AR) Menjelaskan pengertian penyakit (AR) 3. Menjelaskan patofisiologi penyakit (AR) 4. Menjelaskan tanda dan gejala yang muncul dari penyakit yang dialami (AR) 5. Menjelaskan penalaksanaan atau hal-hal yang harus dihindari

diderita keluarganya (AR), dengan kriteria hasil : Keluarga dapat

menjelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penalaksanaan penyakit AR. Keluarga dapat 6. serta pada

Mengidentifikasi

kemungkinan

melakukan perawatan

dengan

mengontrol 7.

penyebab terjadinya penyakit Mendiskusikan dengan keluarga tentang pilihan terapi yang bisa dilakukan Non verbal Immobilization care (0940) 1. Diskusikan dengan klien tentang imobilisasi 2. Berikan contoh dan demonstrasi mobilisasi yang aman dan dapat dilakukan oleh klien 3. Observasi terjadinya nyeri 4. Motivasi klien untuk melakukan mobilisasi sesuai kemampuan 5. Beri reinforcement atas upaya pemahaman informasi dan usaha mobilisasi yang dilakukan

makanan-makanan yang harus dihindari lansia 2 Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari klien mampu melakukan mobilisasi sesuai kemampuan, klien dan keluarga mampu melakukan perawatan pada lansia yang imobilisasi dengan kriteria : 1. Mampu memotivasi diri untuk melakukan mobilisasi sesuai kemampuan

Setelah

dilakukan Verbal 1.

Fall Prevention (6490) Mengidentifikasi dan kelemahan ketidaktahuan fisik yang potensi

tindakan keperawatan pengetahuan selama 5 hari klien dapat mencegah

kemungkinan terjadinya jatuh 2.

menjadi

terjadinya jatuh dan aman pergerakannya, dengan kriteria hasil : - Menggunakan alat bantu dibutuhkan Menempatkan yang 4. 3. dalam

Mengidentifikasi sekitar yang dapat

lingkungan menjadi

penyebab jatuh Memonitor nyeri, kelemahan,

keseimbangan tubuh lansia Mengajarkan bagaimana pada pasien terjadinya

mencegah

barang-barang

di 5.

jatuh Menyarankan keluarga untuk

tempat yang sesuai agar tidak

membantu kegiatan pasien apabila diperlukan

menggangu lansia Memperhatikan kondisi lantai

DAFTAR PUSTAKA Bandiah, S. (2009) Lanjut Usia dan Keperawatan gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. Jhonson R. dan Leny R (2010) keperawatan keluarga plus contoh askep keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika.

You might also like